Makalah Remaja Dan Tawuran
Disusun oleh: Ema Retno Furi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tawuran yang sering dilakukan pada sekelompok remaja terutama oleh para pelajar seolah sudah tidak lagi menjadi pemberitaan dan pembicaraan yang asing lagi ditelinga kita.
Kekerasan sudah dianggap sebagai pemecah masalah yang sangat efektif yang dilakukan oleh para remaja. Hal ini seolah menjadi bukti nyata bahwa seorang yang terpelajar pun leluasa melakukan hal-hal yang bersifat anarkis, premanis, dan rimbanis. Tentu saja perilaku buruk ini tidak hanya merugikan orang yang terlibat dalam perkelahian atau tawuran itu sendiri tetapi juga merugikan orang lain yang tidak terlibat secara langsung.
Lalu mengapa tawuran antar pelajar ini bisa terjadi? Faktor apa sajakah yang menyebabkan tawuran antar pelajar ini? Apa saja dampak yang ditimbulkan dari tawuran yang dilakukan? Dan bagaimanakah kita sebagai manusia-manusia perbaikan bangsa mencari jawaban atas semua permasalahan-permasalahan yang terjadi pada tawuran pelajar ini?
II. PEMBAHASAN
Makalah Remaja Dan Tawuran
A. Pengertian Tawuran
Dalam kamus bahasa Indonesia “tawuran”dapat diartikan sebagai perkelahian yang meliputi banyak orang. Sedangkan “pelajar” adalah seorang manusia yang belajar. Sehingga pengertian tawuran pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang belajar
Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja, dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu situasional dan sistematik.
- Delikuensi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat.
- Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, tumbuh kebanggaan apabila dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa remaja seorang remaja akan cenderung membuat sebuah genk yang mana dari pembentukan genk inilah para remaja bebas melakukan apa saja tanpa adanya peraturan-peraturan yang harus dipatuhi karena ia berada dilingkup kelompok teman sebayanya.
B. Faktor- faktor yang menyebabkan tawuran pelajar
Berikut ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan tawuran pelajar, diantaranya :
a) Faktor Internal
Faktor internal ini terjadi didalam diri individu itu sendiri yang berlangsung melalui proses internalisasi diri yang keliru dalam menyelesaikan permasalahan disekitarnya dan semua pengaruh yang datang dari luar. Remaja yang melakukan perkelahian biasanya tidak mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan yang kompleks. Maksudnya, ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan keanekaragaman pandangan, ekonomi, budaya dan berbagai keberagaman lainnya yang semakin lama semakin bermacam-macam. Para remaja yang mengalami hal ini akan lebih tergesa-gesa dalam memecahkan segala masalahnya tanpa berpikir terlebih dahulu apakah akibat yang akan ditimbulkan. Selain itu, ketidakstabilan emosi para remaja juga memiliki andil dalam terjadinya perkelahian. Mereka biasanya mudah friustasi, tidak mudah mengendalikan diri, tidak peka terhadap orang-orang disekitarnya. Seorang remaja biasanya membutuhkan pengakuan kehadiran dirinya ditengah-tengah orang-orang sekelilingnya.
b) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar individu, yaitu :
1. Faktor Keluarga
Keluarga adalah tempat dimana pendidikan pertama dari orangtua diterapkan. Jika seorang anak terbiasa melihat kekerasan yang dilakukan didalam keluarganya maka setelah ia tumbuh menjadi remaja maka ia akan terbiasa melakukan kekerasan karena inilah kebiasaan yang datang dari keluarganya. Selain itu ketidak harmonisan keluarga juga bisa menjadi penyebab kekerasan yang dilakukan oleh pelajar. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja.
Menurut Hirschi (dalam Mussen dkk, 1994). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja dikarenakan tidak berfungsinya orang tua sebagai figure teladan yang baik bagi anak (hawari, 1997). Jadi disinilah peran orangtua sebagai penunjuk jalan anaknya untuk selalu berprilaku baik.
2. Faktor Sekolah
Sekolah tidak hanya untuk menjadikan para siswa pandai secara akademik namun juga pandai secara akhlaknya . Sekolah merupakan wadah untuk para siswa mengembangkan diri menjadi lebih baik. Namun sekolah juga bisa menjadi wadah untuk siswa menjadi tidak baik, hal ini dikarenakan hilangnya kualitas pengajaran yang bermutu. Contohnya disekolah tidak jarang ditemukan ada seorang guru yang tidak memiliki cukup kesabaran dalam mendidik anak muruidnya akhirnya guru tersebut menunjukkan kemarahannya melalui kekerasan. Hal ini bisa saja ditiru oleh para siswanya. Lalu disinilah peran guru dituntut untuk menjadi seorang pendidik yang memiliki kepribadian yang baik.
3. Faktor Lingkungan
Lingkungan rumah dan lingkungan sekolah dapat mempengaruhi perilaku remaja. Seorang remaja yang tinggal dilingkungan rumah yang tidak baik akan menjadikan remaja tersebut ikut menjadi tidak baik. Kekerasan yang sering remaja lihat akan membentuk pola kekerasan dipikiran para remaja. Hal ini membuat remaja bereaksi anarkis. Tidak adanya kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu senggang oleh para pelajar disekitar rumahnya juga bisa mengakibatkan tawuran.
C. Hal yang menjadi penyebab tawuran
Tak jarang disebabkan oleh saling mengejek atau bahkan hanya saling menatap antar sesama pelajar yang berbeda sekolahan. Bahkan saling rebutan wanita pun bisa menjadi pemicu tawuran. Dan masih banyak lagi sebab-sebab lainnya.
D. Dampak karena tawuran pelajar
- Kerugian fisik, pelajar yang ikut tawuran kemungkinan akan menjadi korban. Baik itu cedera ringan, cedera berat, bahkan sampai kematian.
- Masyarakat sekitar juga dirugikan. Contohnya : rusaknya rumah warga apabila pelajar yang tawuran itu melempari batu dan mengenai rumah warga.
- Terganggunya proses belajar mengajar.
- Menurunnya moralitas para pelajar.
- Hilangnya perasaan peka, toleransi, tenggang rasa, dan saling menghargai
- Pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
- Rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan.
- Terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.
- Para pelajar itu belajar bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai.
E. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi tawuran pelajar
1. Peran guru kelas/mata pelajaran
- Memberikan pendidikan moral untuk para pelajar
- Menghadirkan seorang figur yang baik untuk dicontoh oleh para pelajar. Seperti hadirnya seorang guru, orangtua, dan teman sebaya yang dapat mengarahkan para pelajar untuk selalu bersikap baik
- Memberikan perhatian yang lebih untuk para remaja yang sejatinya sedang mencari jati diri
- Memfasilitasi para pelajar untuk baik dilingkungan rumah atau dilingkungan sekolah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat diwaktu luangnya. Contohnya : membentuk ikatan remaja masjid atau karangtaruna dan membuat acara-acara yang bermanfaat, mewajibkan setiap siswa mengikuti organisasi atau ekstrakulikuler disekolahnya
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
- Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
- Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
- Mengalih tangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor
- Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
- Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
- Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
- Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
- Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
2. Peran guru dalam kegiatan BK
- Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
- Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
- Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
- Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
- Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
- Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
- Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
- Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
- Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
Kartini kartono pun menawarkan beberapa cara untuk mengurangi tawuran remaja, diantaranya :
- Banyak mawas diri, melihat kelemahan dan kekurangan sendiri dan melakukan koreksi terhadap kekeliruan yang sifatnya tidak mendidik dan tidak menuntun
- Memberikan kesempatan kepada remaja untuk beremansipasi dengan cara yang baik dan sehat
- Memberikan bentuk kegiatan dan pendidikan yang relevan dengan kebutuhan remaja zaman sekarang serta kaitannya dengan perkembangan bakat dan potensi remaja.
Konsep-Konsep Penyimpangan Remaja
A. Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja bisa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa latin Juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, cirri karakteristik pada masa muda, Sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti keterabaikan , mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti social, kriminal, pelanggar aturan, pembuat rebut, pengacau, peneroor, durjana, dan lain-lain. Juvenile delinquency atau kenakalan adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis)secara social pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari perilaku dapat diterima sosial smpai pelanggaran status hingga tindak kriminal.
Mussen dan kawan-kawan (1994) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh remaja berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga mengatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk penjara.
Sama halnya dengan Conger (1976) dan Dusek (1977) mendefinisikan kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur dibawah 16 tahun dan 19 tahun yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sanksi atau hukuman. Santrock (1999) juga menambahkan kenakalan remaja sebagai perkumpulan perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan criminal.
Secara umum kenakalan remaja didefinisikan sebagai perilaku yang menyimpang dari aturan sosial, adat, hukum, dan agama. Tim penulis sosiologi (1976: 107) mendefinisakan kenakalan remaja sebagai berikut: “ kenakalan remaja adalah istilah terjemahan dari kata Juvenille delinquency dan dirumuskan sebagai suatu kelainan tingkah laku, perbuatan ataupun tindakan yang bersifat asosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku di masyarakat”.
Pengertian kenakalan remaja akhir-akhir ini mulai bergeser. Hal tersebut karena adanya perilaku remaja yang mengarah kepada tindak kejahatan (kriminallitas). Sebagai contoh, bentuk kenakalan remaja pada masa lalu hanya terbatas pada tindakan-tindakan kecil seperti kabur dari rumah, menipu orang tua dan tindakan sejenisnya, namun saat ini bentuk kenakalan remaja sudah semakin memprihatinkan mulai dari pencurian sampai kepada penyalahgunaan narkotika dikalangan remaja.
B. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja
Sebagai mana telah diungkapkan sebelumnya, bentuk kenakalan remaja akhir-akhir ini semakin memprihatinkan. Bentuk-bentuk kenakalan remaja tersebut antara lain:
• Penyalahgunaan narkoba dan obat-obat terlarang
• Pergaulan bebas yang mengarah prilaku seks bebas (free sex)
• Tindakan yang bersifat premanisme
• Peredaran media hiburan yang bersifat pornografi
Bentuk kenakalan remaja yang sedang mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak adalah peredaran dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di kalangan pelajar.
Selain peredaran dan penyalah gunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, pergaulan bebas dikalangan remaja kita juga mulai marak. Bentuk pergaulan bebas dikalangan remaja khususnya pelajar dapat kita lihat dari banyak remaja yang melakukan hubungan seksual diluar pernikahan. Hal tersebut sedikit banyak dipengaruhi adanya gaya hidup kebarat-baratan yang ditontonya dari berbagai media masa.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja sebagai suatu fenomena social yang terjadi di sekitar kita dapat timbul karena disebabkan oleh beberapa hal. Zakiah Darajat (1999; 41) mengungkapkan sebab-sebab timbulnya kenakalan remaja antara lain:
a) Lemahnya pendidikan agama di lingkungan keluarga
b) Kemerosotan moral dan mental orang dewasa
c) Pendidikan dalam sekolah yang kurang baik
d) Adanya dampak negative dari kemajuan teknologi
e) Tidak setabilnya kondisi social, politik, ekonomi.
Secara luas, sebab-sebab kenakalan remaja dapat kita bedakan menjadi dua, yaitu sebab intern dan sebab ekstern. Sebab intern berasal dari pribadi remaja itu sendiri,sedangkan sebab ekstern berasal dari lingkungan sekitar remaja.
Yang tergolong sebab yang datang dari pribadi remaja itu sendiri (sebab intern) diantaranya:
- Cacat keturunan yang bersifat biologis dan psikis
- Pembawaan negative dan sukar untuk dikendalikan serta mengarah keperbuatan nakal.
- Pemenuhan kebutuhan pokok yang tidak seimbang dan keinginan remaja, sehingga menimbulkan konflik pada dirinya yang penyalurannya atau jalan keluarnya kearah perbuatan nakal.
- Lemahnya kemampuan pengawasan diri sendiri serta sikap menilai terhadap keadaan sekitarnya.
- Kurang mampu mengadakan penyesuaian dengan lingkungan-lingkungan yang baik, sehingga mencari pelarian dan kepuasan dalam kelompok-kelompok nakal (tidak mempunyi kegemaran yang sehat, sehingga canggung dalam tingkah laku didalam kehidupan sehari-hari yang akibatnya dapat mencaripelarian atau mudah dipengaruhi oleh perbuatan maksiat).
Sedangkan penyebab yang datang dari luar diri remaja (sebab ekstern) di antaranya:
1. Rasa cinta dan perhatian yang kurang, terutama dari orang tua dan guru di sekolah
2. Kegagalan pendidikan dilingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat.
3. Pengawasan yang kurang dari orang tua, guru, dan masyarakat.
4. Kurangnya penghargaan terhadap terhadap remaja oleh lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
5. Kurangnya sarana-prasarana dan pengarahan serta pemanfaatan waktu senggang remaja.
6. Cara-cara pendekatan yang tidak sesuai dengan perkembangan remaja oleh orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah.
7. Cara-cara pendekatan kepada remaja yang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.
8. Terbukanya kesempatan terhadap minat buruk remaja untuk berbuat nakal, baik oleh orang tua, guru atau masyarakat.
Selain sebab-sebab yang dapat menimbulkan kenakalan remaja, terdapat dua faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi kenakalan remaja. Ada faktor yang dapat mengurangi tingkat kenakalan remaja (faktor positif) dan ada juga faktor yang justru mendorong timbulnya kenakalan remaja (faktor negatif).
Faktor-faktor yang dapat mengurangi tingkat kenakalan remaja (faktor positif) di antaranya:
- Masih ada dan masih diakuinya norma –norma social oleh sebagian besar anak-anak, remaja, maupun orang dewasa.
- Masih adanya selalu usaha-usaha kearah penegakan norma yang berlaku dimasyarakat
- Daya tahan dan sikap melihat terhadap pengaruh negatif dari sebagian besar golongan dimasyarakat masih kuat.
- Susunan dan ikatan-ikatan sosoial masyarakat Indonesia masih memungkinkan adanya kontrol terhadap pelanggaran-pelanggaran norma.
Sedangkan faktor-faktor yang justru memungkinkan timbulnya kenakalan remaja (faktor negatif) antara lain:
1. Situasi sosial politik yang kurang menguntungkan
2. Keadaan social ekonomi yang belum kuat
3. Suasana sosial psikologi yang belum stabil
4. Kesehatan fisik dan mental masyarakat yang belum mantap
5. Perkembangan teknologi yang belum seimbang dengan kesiapan mental masyarakat untuk menerimanya
6. Perkembangan komunikasi massa yang besar menyebabkan frekuensi peniruan yang besar.
Remaja (Defenisi Dan Pengenalannya)
A. Definisi Masa Remaja
Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi (dari masa anak ke masa dewasa) yang diarahkan kepada erkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka dalam Pikunas, 1976; Kaczman dan Riva, 1996).
B. Fase Masa Remaja
Menurut Kopaka (Pikunas, 1976) fase ini meliputi:
1) Remaja awal : 12-15 tahun
2) Remaja madya : 15-18 tahun
3) Remaja akhir : 19-22 tahun
C. Aspek-aspek perkembangan masa remaja
1. Aspek Fisik
Secara fisik, masa remaja ditandai dengan matangnya organ-organ seksual. Remaja pria mengalami pertumbuhan pada organ testis, penis, pembulih mani, dan kelenjar prostat.Matangnya organ-organ ini memungkinkan remaja pria mengalami mimpi basah (wet dream).Sementara remaja wanita ditandai dengan tumbuhnya Rahim, vagina, dan ovarium.Ovarium menghasilkan ova (telur) dan mengeluarkan hormone-hormon yang diperlukan untuk kehamilan, dan perkembangan seks sekunder. Matangnya organ-organ seksual ini memungkinkan remaja wanita mengalami menarche (menstruasi/haid pertama).
Fase remaja ini merupakan masa terjadinya banjir hormone, yaitu zat-zat kimia yang sangat kuat, yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar endoktrin dan dibawa keseluruh tubuh oleh aliran darah.Konsentrasi hormone-hormon tertentu meningkat secara dramatis selama masa remaja, seperti hormon testeron dan estradiol.Testeron merupakan hormone yang berkaitan dengan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi, dan perubahan suara pada anak laki-laki. Sedangkan Estaradiol adalah suatu hormone yang berkaitan dengan perkembangan buah dada, Rahim, dan kerangka pada anak perempuan (John W. Santrok, terjemahan Achmad Chusairi dan Juda Damanik, 1995 : 7).
2. Aspek Intelektual (Kognitif)
Masa remaja sudah mencapai tahap perkembangan berfikir operasional formal. Tahap ini ditandai dengan kemampuan berfikir abstrak (seperti memecahkan persamaan aljabar), idealistic (seperti berfikir tentang ciri-ciri ideal dirinya, orang lain, dan masyarakat), dan logis (seperti menyusun rencana untuk memecahkan masalah).
3. Aspek Emosi
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas pertumbuhan organ-organ seksual mempengaruhi emosi atau perasaan-perasaan baru yang belum dialami sebelumnya, seperti: rasa cinta, rindu, dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis. Pada usia remaja awal, Perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang sensitive dan reaktif (kritis) yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi social;emosinya sering bersifat negatif dan temperamental.
4. Aspek sosial
Pada masa ini berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan memahami orang lain. Kemampuan ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan social dengan teman sebaya. Masa ini juga ditandai dengan berkembangnya sikap “conformity” (konformitas), yaitu kecenderungan untuk meniru, mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran, atau keinginan orang lain.Perkembangan konformitas ini dapat berdampak positif atau negative bagi remaja sendiri, terantung kepada siapa atau kelompok mana dia melakukan konformitasnya.
5. Aspek Kepribadian
Masa remaja merupakan saat berkembangnya self-identity (kesadaran akan identitas atau jati dirinya).Remaja dihadapkan kepada berbagai pertanyaan: “Who am I, man ana, siapa saya?”(keberadaan dirinya);”akan menjadi apa saya?”(masa depan);”apa peran saya?” (kehidupan sosial); dan “mengapa saya harus beragama?”(kehidupan beragama).Apabila remaja berhasil memahami dirinya, peran-perannya dalam kehidupan social, dan memahami makna hidup beragama, maka dia akan menemukan jati dirinya, dalam arti dia akan memiliki kepribadian yang sehat.Sebaliknya apabila gagal , maka dia akan mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion), sehingga dia cenderung memiliki kepibadian yang tidak sehat(maladjustment).
Remaja yang gagal dalam menemukan identitas dirinya akan menampikan corak perilaku yang menyimpang (nakal) atau aneh-aneh (karena proses peniruan atau dorongan independen/kebebasan yang kebablasan, tanpa mempertimbangkan baik-buruknya), seperti remaja pria rambutnya dicat;memakai anting, gelang, dan kalng;pakaiannnya compang-camping;ngomongnya kasar;bertato;senang menegak minuman keras ;merokok;kadang-kadang berperilaku sadis; dan tidak memperdulikan nilai-nilai agama.
6. Kesadaran Beragama
Pikunas mengemukakan pendapat William Kay, yaitu bahwa tugas utama perkembangan remaja adalah memperoleh kematangan sistem moral umtuk membimbing perilakunya. Kualitas kesadran remaja sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan atau pengalaman keagamaan yang diterimanya sejak usia dini, terutama dilingkungan keluarga.
D. Tugas-tugas perkembangan remaja
Tugas-tugas perkembangan remaja bersumber pada faktor-faktor berikut:
1) Kematangan fisik, misalnya:
a. Belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki
b. Belajar bergaul dengan jenis kelamin berbeda pada masa remaja, karena kematangan hormone seksual
2) Tuntutan masyarakat secara kultural misalnya:
a. Belajar membaca
b. Belajar menulis
c. Belajar berhitung
d. Belajar berorganisasi
3) Tuntutan dari dorongan dan cita-cita remaja itu sendiri, misalnya:
a. Memilih pekerjaan
b. Memilih teman hidup
4) Tuntutan norma agama, misalnya:
a. Taat beribadah kepada Allah
b. Berbuat baik kepada sesama manusia
Tugas-tugas perkembangan remaja
- Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya (seperti kecantikan, keberfungsian, dan keutuhan)
- Mencapai kemandirian emosonal dari orang tua atau figure-figur yang memiliki otoritas (mengembangkan sikap respek terhadap orang tua dan orang lain)
- Mengembamgkan keterampilan komunikasi inter personal (lisan dan tulisan)
- Mampu bergaul dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar
- Menemukan manusia model yang dijadikan pusat identifikasinya.
A. Kesimpulan
Faktor yang menyebabkan tawuran remaja tidak lah hanya datang dari individu siswa itu sendiri. Melainkan juga terjadi karena faktor-faktor lain yang datang dari luar individu, diantaranya faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor lingkungan. Para pelajar yang umumnya masih berusia remaja memiliki kencenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang mana kemungkinan dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, maka inilah peran orangtua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mengingatkan anaknya jika sang anak tiba-tiba melakukan kesalahan. Keteladanan seorang guru juga tidak dapat dilepaskan. Guru sebagai pendidik bisa dijadikan instruktur dalam pendidikan kepribadian para siswa agar menjadi insan yang lebih baik. Begitupun dalam mencari teman sepermainan. Sang anak haruslah diberikan pengarahan dari orang dewasa agar mampu memilih teman yang baik. Masyarakat sekitar pun harus bisa membantu para remaja dalam mengembangkan potensinya dengan cara mengakui keberadaanya.
Download Format DOC
DAFTAR PUSTAKA
- Gunawan, Arif.(2011) remaja dan permasalahannya. Yogyakarta: hangar kreator
- Hartono, Agung.(2006) Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta Jakarta.
- Yusuf, Samsu.(2009) Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah.Bandung.Riski press.