Makalah Tafsir Ahkam
Oleh: Novianti Nasro
BAB I
PENDAHULUAN
Adalah hal yang sangat menggembirakan bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi kalangan akademis bahwa telah ada atau bertambah sebuah karya dalam bidang tafsir ahkam sebuah buku yang ditulis oleh seorang warga negara Indonesia dengan berbahasa Indonesia. Hal ini tentu akan memudahkan masyarakat untuk memahami ayat-ayat hukum tanpa terkendala oleh kemampuan berbahasa Arab. Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Binjai adalah sebuah buku yang telah mendapat pengakuan di kalangan akademis, buku yang berisikan 633 halaman ini ditulis oleh seorang ulama yang dikenal luas dan dalam pengetahuannya dalam bidangnya. Makalah sederhana ini akan mencoba untuk menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan tafsir karya Abdul Halim Hasan Binjai ini, dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dan gambaran yang memadai tentang buku tersebut.
Kajian tentang Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan Binjai ini akan dimulai dengan sekilas riwayat hidup Abdul Halim Hasan, yang diharapkan dengan kajian tersebut kita akan dapat memahami karakter buku tersebut. Kajian tersebut kemudian akan dilanjutkan dengan kajian tujuan penulisan dan penerbitannya. Kajian metodologis adalah merupakan salah satu kajian terpenting dalam makalah ini, baik tentang metodologi Abdul Halim Hasan ataupun beberapa kajian metodologi lainnya yang relevan. Kajian selanjutnya adalah analisa penulis yang terkumpul setelah mencari beberapa informasi tentang buku tersebut, baik dari buku tersebut ataupun dari sumber informasi lainnya seperti makalah-makalah.
A. Sekilas Riwayat Hidup Pengarang Tafsir Ahkam
Abdul Halim Hasan lahir di Binjai pada tanggal 15 mei 1901. Orang tuanya bernama H. Hasan, seorang petani.[1] Masa kecil Abdul Halim Hasan Binjai mencerminkan seorang anak yang haus akan ilmu-ilmu keIslaman. Banyak hal yang membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang rajin dalam menuntut ilmu. Pada masa selanjutnya, Abdul Halim Hasan beraktifitas dalam dunia kelimuan Islam. Beliau mengajar di Universitas Islam Sumatera Utara. Pribadi seorang guru yang dimiliki oleh Abdul Halim Hasan mencerminkan seorang guru yang ideal yang sederhana. Kesederhanaan beliau dapat dirasakan oleh orang-orang yang bergaul dengan beliau, baik dari kalangan mahasiswa, tokoh akademis maupun masyarakat pada umumnya. Kesederhaan itu tidak hanya terlihat dalam penampilan beliau tapi juga dalam bertutur dan mengekspresikan ide-ide beliau baik dalam tulisan, perkuliahan ataupun dalam aktifitas lainnya.
Istimewanya adalah bahwa kesederhanaan tersebut ternyata disertai dengan wawasan dan pengetahuan yang luas dalam bidang keilmuan yang beliau dalami. Semua orang yang bergaul dengan beliau mengakui bahwa Abdul Halim Hasan adalah seorang yang luas dan dalam pengetahuannya. Kedalaman ilmu dan luasnya wawasan yang beliau memiliki kemudian membentuk seorang ulama yang terkenal dengan pemikiran yang moderat. Kemoderatan tokoh ini sebagai seorang dosen diakui oleh mahasiswanya, begitu juga dalam ruang lingkup yang lebih luas, moderatisme yang merupakan salah satu keistimewaan Abdul Halim Hasan Binjai akan terlihat dalam pemikirannya, seperti yang terlihat dalam tulisan-tulisan beliau, termasuk pada Tafsir Ahkam. Salah satu bentuk moderatisme pemikiran beliau adalah sikapnya yang tidak pernah mematok yang mana yang benar dalam pemikiran. Hal ini memang akan terlihat pada diri seorang tokoh yang memahami betul bagaimana sebuah pemikiran muncul dan berbeda dengan yang lainnya.
Prof. DR. H. M. Yassir Nasution, seorang tokoh pendidikan Sumatera Utara yang juga pernah berguru kepada Abdul Halim Hasan menyatakan bahwa beliau tidak akan menyalahkan pendapat-pendapat atau ide-ide yang muncul dari mahasiswanya. Moderatisme ini memang sudah menjadi ciri khas pada tokoh yang satu ini. Ada satu hal lainnya yang sungguh istimewa yang terdapat pada diri Abdul Halim Hasan, yakni partisipasinya sebagai pengurus penting di dua ormas besar yang saling berbeda yakni Muhammadiyah dan al-Washliyah. Dua ormas besar ini dikenal saling berseberangan dalam banyak hal. Akan tetapi lagi-lagi kemoderatan beliau telah menciptakan seorang tokoh yang bisa bersikap dengan akurat di posisinya.
Selain Tafsir al-Ahkam yang merupakan masterpiecenya Abdul Halim Hasan Binjai, ada beberapa karya lain yang berasal dari beliau, baik ditulis sendirian atau bersama dengan tokoh lainnya, sebagai berikut:
1. Tafsir Alquran al-Karim.
2. Bingkisan Adab dan Hikmah.
3. Sejarah Fikih.
4. Wanita dan Islam.
5. Hikmah Puasa.
6. Lailatul Qadar.
7. Cara Memandikan Mayat.
8. Tarekh Tamaddun Islam.
9. Syarah Kejadian Syara’ Tulis Arab.
10. Tarekh Abi al-Hasan al-Asy’ari, Sejarah Literatur Islam.
11. Poligami dalam Islam.[2]
B. Tujuan Penulisan Tafsir Ahkam
Sebagai salah satu karya dalam bidang tafsir ahkam, tentu saja tujuan utama penulisan buku ini adalah untuk menguraikan ayat-ayat yang mengandung hukum di dalam Alquran. Namun meskipun demikian, dari beberapa informasi yang berhasil kami dapatkan ada beberapa tujuan lain penulisan buku ini, baik yang dikatakan sendiri oleh Abdul Halim Hasan Binjai maupun berupa hasil analisa tentang pemikiran dan kajiannya.
1. Menjembatani dan Menyikapi Perbedaan
Abdullah Syah dalam makalahnya menyatakan bahwa salah satu tujuan yang sangat terlihat jelas pada penulisan Tafsir al-Ahkam ini adalah untuk menyikapi perbedaan pendapat dalam pemikiran hukum Islam dengan arif. Hal ini terlihat pada, pertama, bagaimana Abdul Halim Hasan sangat mementingkan pengetahuan metodologi pada bukunya. Menyikapi perbedaan dengan arif tidak akan tercapai kecuali seseorang dapat memahami dengan jelas bagaimana sebuah pendapat itu muncul dan menghasilkan pendapat yang berbeda, dan itu tentu saja sangat tergantung kepada metodologi.
Metodologi yang dipentingkan oleh Abdul Halim Hasan dalam karyanya tersebut, meski tidak banyak, adalah keistimewaan tersendiri bagi Tafsir al-Ahkam. Kajian metodologis tersebut terlihat ketika ia mengawali kajiannya dengan hukum dasar segala sesuatu itu adalah halal. Kajian ini adalah kajian usul fikih yang menyatakan bahwa hukum dasar sesuatu adalah boleh hingga ditemukan dalil yang menyatakan tidak demikian.
Menyikapi perbedaan dengan arif merupakan salah satu bentuk dari moderatisme, dimana tidak ada sikap negatif yang muncul dari perbedaan pendapat antara golongan. Hal ini, seperti yang kita uraikan di atas, sudah menjadi ciri khas diri Abdul Halim Hasan Binjai dalam kehidupan sehari-harinya baik ketika beliau mengajar, berorganisasi dan bergaul.
2. Tarjih Pendapat-Pendapat Hukum Ulama
Dalam pembukaan Tafsir al-Ahkam, Abdul Halim Hasan menyatakan bahwa beliau mencoba untuk mentarjih beberapa pendapat ulama hukum. Tarjih atau menguatkan salah satu pendapat tidaklah sama dengan menyalahkan pendapat lain, tarjih di sini tentu saja memilah pendapat beberapa ulama yang paling pas untuk diamalkan di lingkungan Indonesia bagi masyarakat Indonesia. Karena seluruh pendapat ulama akan selalu terikat dengan sejarahnya, waktu, tempat dan kondisi sosial dimana pendapat itu muncul.
3. Menumbuhkan Moderatisme dan Mengurangi Fanatisme
Sikap moderatisme adalah sebuah sikap yang akan selalu bertentangan dengan fanatisme. Fanatisme muncul dari sempitnya wawasan seseorang hingga tertutup pikirannya untuk mencaritahu bagaimana beberapa hal yang berbeda dengannya muncul. Bila fanatisme muncul maka moderatisme akan berkurang, dan begitu juga sebaliknya. Karya Abdul Halim Hasan Binjai ini banyak menguraikan pendapat-pendapat ulama dalam masalah yang sama. Uraian ini diharapkan dapat membuka wawasan para pembaca tentang pendapat yang berbeda pada suatu masalah, hingga ia tidak terfokus dan terkotak pada satu pemikirannya saja, yang itu akan menumbuhkan sifat fanatisme yang berlebihan.
4. Transmisi Ide-Ide Alquran
Abdul Halim Hasan, baik melalui informasi dari tulisannya ataupun hasil analisa terhadap pemikirannya, sangat mementingkan dan mengistimewakan tulisan sebagai media penyampai gagasan. Mungkin, hal inilah yang mendorong beliau untuk banyak berpartisipasi dalam penulisan-penulisan artikel baik dalam surat kabar ataupun pada media lainnya. Tafsir Ahkam, oleh Abdul Halim Hasan juga digunakan sebagai media penyampai gagasan-gagasan Alquran kepada masyarakat. Hal ini beliau sampaikan sendiri dalam pengantar tulisannya.
C. Metodologi Kajian dan Penulisan Tafsir al-Ahkam
1. Jenis Tafsir Ahkam
Bila mengkaji metode pembahasan yang dipakai oleh Abdul Halim Hasan dalam bukunya Tafsir al-Ahkam, bagaimana beliau menguraikan masalah dan memecahkannya hingga sampai kepada sebuah pendapat yang paling rajih maka akan terlihat Tafsir al-Ahkam merupakan salah satu bentuk dari tafsir al-Muqarin[3] yang membandingkan antara sebuah pendapat yang relevan dengan pendapat lainnya.
Dalam satu masalah, dalam kajiannya, Abdul Halim Hasan banyak menguraikan beberapa pendapat ulama yang berbeda untuk diperbandingkan. Dalam kajian tentang tidak halal memusakai perempuan dengan paksa, tercatat abdul Halim Hasan meenguraikan beberapa pendapat seperti Zuhri al-Mijaz, Hasan al-Asy’ari, Imam Malik.
Kajian beliau kemudian menguraikan beberapa faktor yang akan menghasilkan pendapat yang paling rajih di antara beberapa pendapat tersebut, baik itu sama persis atau berbeda. Uraian tersebut dilakukan dengan mengkaji asbabun nuzul ayat, kemungkinan-kemungkinan yang terdapat dalam ayat tersebut dan lain sebagainya.[4]
Bila ditinjau dari segi sumber informasi yang digunakan, Tafsir al-Ahkam ini dapat dikategorikan kepada tafsir bil ma’tsur karena menggunakan Alquran dan Sunnah sebagai penjelas ayat. Selain itu pendapat para sahabat juga tidak luput dari perhatian beliau. Namun meski demikian, corak tafsir bir-ra’yi juga sangat kental terasa pada karya ini. Bila dilihat dari sisi cara penguraian ayatnya, maka tafsir ini merupakan tafsir maudhu’I[5] yang. Memang, tampaknya semua tafsir al-ahkam aadalah tafsir maudhui’ yang mengkaji semua ayat yang bermuatan hukum di dalam Alquran. Pengurutan ayat disusun berdasarkan urutan surah dan ayat sesuai dengan mushaf.
Tidak semua ayat Alquran menjadi perhatian beliau dalam menulis Tafsir al-Ahkam, karena memang tidak semu ayat Alquran merupakan ayat hukum. Artinya bahwa hanya ayat-ayat yang bermuatan hukumlah yang mendapat perhatian beliau. Menurut hitungan kami, dari surah al-Baqarah, beliau hanya menafsirkan 63 ayat saja. Bila ada ayat yang memuat beberapa tema, maka ayat tersebut akan diuraikan dalam beberapa sub-kajian sesuai dengan jumlah tema yang dimuatnya, seperti al-Baqarah: 282 yang diuraikan dalam sub-kajian berikut:
1. hendaklah dituliskan segala hutang piutang.
2. Jika yang berutang adalah seorang yang dungu.
3. Adakan dua orang saksi dalam utang piutang.
4. Saksi janganlah enggan!
5. Jangan bosa menuliskan.
6. juru tulis, janganlah merugikan!
Sedangkan dari surat Ali Imran hanya ada 3 ayat yang mendapat perhatian beliau yang dimasukkan dalam Tafsir Ahkam.
2. Sumber-Sumber Informasi
Seperti yang kita sebutkan di atas, bahwa Tafsir al-Ahkam mengambil informasi dari beberapa sumber selain dari Alquran al-Karim. Dalam menguraikan pendapat-pendapat para ulama, Abdul Halim Hasan mengambilnya dari beberapa buku baik yang ia sebutkan dalam bukunya atau tidak. Beberapa buku yang sering menjadi sumber informasi adalah kutub tis’ah, al-Umm, Tafsir al-Khazin, Tafsir Ibni Jarir, Majmu’ Tafsir, Fathul Qadir, Tafisr al-Manar, Tafsir al-Ahkam, Nailul Muram, Zad al-Ma’ad, Talkhish, Nailul Authar, Thabaqat asy-Syafi’iyyah dan sebagainya.
Nama-nama ulama hukum besar pada masa klasik juga tidak akan luput dari perhatian beliau seperti Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi’I, Hanbali, Syaukani, Hasa al-Asy’ari, asy-Syaukani, Jalaluddin as-Suyuthi dan sebagainya.
3. Catatan Kaki
Untuk keterangan sumber informasi yang digunakan oleh Abdul Halim Hasan, beliau menggunakan bentuk in note. Sampai saat ini, penulis belum mengetahui apakah memang demikian dalam manuskrip aslinya atau tidak. Sedangkan yang berbentuk catatan kaki hanyalah informasi-informasi yang bukan berupa sumber informasi yang beliau gunakan.
Buku ini termasuk yang sangat sedikit memakai catatan kaki. Hal ini memang karena kebutuhan untuk menginfomasikan sumber bacaan diletakkan dalam bentuk in note. DR. Lahmuddin Nasution, yang merupakan pentashih terbitan karya ini, menyatakan bahwa Tafsir al-Ahkam termasuk detil dan akurat dalam mencatat catatan kaki (mungkin maksudnya adalah in note), meski tidak semua kutipan diberikan catatannya.[6] Dalam in note yang dituliskan dalam Tafsir al-Ahkam akan ditemukan informasi judul buku, juz dan halamannya.
D. KeistimewaanTafsir al-Ahkam Karya Abdul Halim Binjai
Beberapa hal yang menjadi keistimewaan Tafsir al-Ahkam dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pentingnya Sebuah Metodologi dan Landasan Dasar
Metodologi adalah seperangkat ilmu yang memberikan manusia kemampuan untuk berpikir secara benar. Metodologi yang benar akan menghasilkan kesimpulan yang benar. Tafsir al-Ahkam tidak seperti karya tafsir ahkam pada umumnya, tafsir ini mengawali kajiannya dengan kajian metodologis. Kajian metodologis yang mengawali kajian Tafsir al-Ahkam ini adalah hukum dasar segala sesuatu adalah mubah. Konsep metodologi ini kemudian dilanjutkan dengan kajian “katakanlah kepada manusia perkataan yang baik”, yang menurut penulis juga termasuk dari konsep metodologis yang sangat fundament. Kajian metodologis lainnya adalah “hukum nasikh dan mansukh “.
Konsep dasar dan metodologi sangat dipentingkan oleh Abdul Halim Hasan untuk diketahui oleh pembacanya, karena dengan konsep atau hukum dasar seseorang bisa mengetahui hal-hal lainnya yang tidak dikaji. Inilah salah satu keistimewaan tafsir ini, ketika tafsir ahkam pada umumnya tidak menyajikan kajian metodologis seperti ini, Abdul Halim Hasan menyajikannya meskipun dalam kajian yang sederhana.
2. Moderatisme
Keistimewaannya yang lain adalah moderatisme dalam tafsir.[7] Hal ini memang akan dapat dipahami dengan baik bila kita mengenal pribadi Abdul Halim Hasan Binjai. Moeratisme yang beliau punyai berpengaruh kuat dalam karyanya ini.
3. Bahasa Yang Sederhana
Beberapa tokoh yang membaca buku ini memberikan kritik bahwa bahasa yang digunakan termasuk sederhana hingga mudah dipahami. Ini juga merupakan salah satu keistimewaan Tafsir al-Ahkam, dimana pada saat ini, kebanyakan tafsir ahkam adalah hasil terjemahan dari bahasa asing yang membutuhkan usaha lebih untuk memahaminya dengan baik. Meski dapat dikatakan sederhana untuk masyarakat umum, namun tetap saja Tafsir al-Ahkam memuat istilah-istilah asing yang tidak asing lagi dikalangan akademis, khususnya dalam ruang lingkup ilmu hukum Islam.
4. Khazanah Keilmuan Berbahasa Indonesia
Tafsir Ahkam juga menjadi istimewa karena diterbitkan pada masa sedikitnya karya-karya tafsir berbahasa Indonesia di abad 20 M.[8] Dalam penelitian seorang tokoh tentang karakteristik penafsiran Alquran abad 20, tercatat tidak lebih dari empat buku yang diteliti. Salah satu dan satu-satunya yang berasal dari Sumatera Utara adalah karya Abdul Halim Hasan ini. Karya ini merupakan obat bagi kalangan intelektual yang merindukan karya-karya dalam bidang tafsir yang berbahasa Indonesia.
Abdul Halim Hasan pengarang Tafsir al-Ahkam adalah seorang ulama yang luas dan dalam pengetahuannya dalam bidang yang ia tekuni. Tokoh ini juga terkenal sangat moderat dan sederhana baik dalam penampilan maupun berpikir. Selain Tafsir al-Ahkam, Abdul Halim Hasan juga telah mengeluarkan beberapa karya lainnya, tercatat ada 11 buku yang telah diterbitkan. Tafsir Ahkam merupakan salah satu bentuk dari tafsir al-Muqarin yang membandingkan antara sebuah pendapat yang relevan dengan pendapat lainnya. Bila dilihat dari sisi cara penguraian ayatnya, maka tafsir ini merupakan tafsir maudhu’I yang. Pengurutan ayat disusun berdasarkan urutan surah dan ayat sesuai dengan mushaf. Bila dilihat dari sumber keterangan maka tafsir ini termasuk kepada campuran tafsir bir-ra’yi dengan bil ma’tsur. Tujuan penulisan Tafsir al-Ahkam dapat dikatakan sebagai berikut:
1. Menjembatani perbedaan.
2. Mengurangi fanatisme dengan memupuk moderatisme.
3. Media penyampai gagasan Alquran.
4. Usaha dalam mentarjih pendapat hukum para ulama.
Beberapa keistimewaan tafsir ini adalah:
1. Bahasa yang sederhana.
2. Khazanah keilmuan berbahasa Indonesia.
3. Mementingkan metodologi bagi para pembaca.
4. Moderatisme.
Kajian tentang Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan Binjai ini akan dimulai dengan sekilas riwayat hidup Abdul Halim Hasan, yang diharapkan dengan kajian tersebut kita akan dapat memahami karakter buku tersebut. Kajian tersebut kemudian akan dilanjutkan dengan kajian tujuan penulisan dan penerbitannya. Kajian metodologis adalah merupakan salah satu kajian terpenting dalam makalah ini, baik tentang metodologi Abdul Halim Hasan ataupun beberapa kajian metodologi lainnya yang relevan. Kajian selanjutnya adalah analisa penulis yang terkumpul setelah mencari beberapa informasi tentang buku tersebut, baik dari buku tersebut ataupun dari sumber informasi lainnya seperti makalah-makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Tafsir Ahkam
A. Sekilas Riwayat Hidup Pengarang Tafsir Ahkam
Abdul Halim Hasan lahir di Binjai pada tanggal 15 mei 1901. Orang tuanya bernama H. Hasan, seorang petani.[1] Masa kecil Abdul Halim Hasan Binjai mencerminkan seorang anak yang haus akan ilmu-ilmu keIslaman. Banyak hal yang membuktikan bahwa beliau adalah seorang yang rajin dalam menuntut ilmu. Pada masa selanjutnya, Abdul Halim Hasan beraktifitas dalam dunia kelimuan Islam. Beliau mengajar di Universitas Islam Sumatera Utara. Pribadi seorang guru yang dimiliki oleh Abdul Halim Hasan mencerminkan seorang guru yang ideal yang sederhana. Kesederhanaan beliau dapat dirasakan oleh orang-orang yang bergaul dengan beliau, baik dari kalangan mahasiswa, tokoh akademis maupun masyarakat pada umumnya. Kesederhaan itu tidak hanya terlihat dalam penampilan beliau tapi juga dalam bertutur dan mengekspresikan ide-ide beliau baik dalam tulisan, perkuliahan ataupun dalam aktifitas lainnya.
Istimewanya adalah bahwa kesederhanaan tersebut ternyata disertai dengan wawasan dan pengetahuan yang luas dalam bidang keilmuan yang beliau dalami. Semua orang yang bergaul dengan beliau mengakui bahwa Abdul Halim Hasan adalah seorang yang luas dan dalam pengetahuannya. Kedalaman ilmu dan luasnya wawasan yang beliau memiliki kemudian membentuk seorang ulama yang terkenal dengan pemikiran yang moderat. Kemoderatan tokoh ini sebagai seorang dosen diakui oleh mahasiswanya, begitu juga dalam ruang lingkup yang lebih luas, moderatisme yang merupakan salah satu keistimewaan Abdul Halim Hasan Binjai akan terlihat dalam pemikirannya, seperti yang terlihat dalam tulisan-tulisan beliau, termasuk pada Tafsir Ahkam. Salah satu bentuk moderatisme pemikiran beliau adalah sikapnya yang tidak pernah mematok yang mana yang benar dalam pemikiran. Hal ini memang akan terlihat pada diri seorang tokoh yang memahami betul bagaimana sebuah pemikiran muncul dan berbeda dengan yang lainnya.
Prof. DR. H. M. Yassir Nasution, seorang tokoh pendidikan Sumatera Utara yang juga pernah berguru kepada Abdul Halim Hasan menyatakan bahwa beliau tidak akan menyalahkan pendapat-pendapat atau ide-ide yang muncul dari mahasiswanya. Moderatisme ini memang sudah menjadi ciri khas pada tokoh yang satu ini. Ada satu hal lainnya yang sungguh istimewa yang terdapat pada diri Abdul Halim Hasan, yakni partisipasinya sebagai pengurus penting di dua ormas besar yang saling berbeda yakni Muhammadiyah dan al-Washliyah. Dua ormas besar ini dikenal saling berseberangan dalam banyak hal. Akan tetapi lagi-lagi kemoderatan beliau telah menciptakan seorang tokoh yang bisa bersikap dengan akurat di posisinya.
Selain Tafsir al-Ahkam yang merupakan masterpiecenya Abdul Halim Hasan Binjai, ada beberapa karya lain yang berasal dari beliau, baik ditulis sendirian atau bersama dengan tokoh lainnya, sebagai berikut:
1. Tafsir Alquran al-Karim.
2. Bingkisan Adab dan Hikmah.
3. Sejarah Fikih.
4. Wanita dan Islam.
5. Hikmah Puasa.
6. Lailatul Qadar.
7. Cara Memandikan Mayat.
8. Tarekh Tamaddun Islam.
9. Syarah Kejadian Syara’ Tulis Arab.
10. Tarekh Abi al-Hasan al-Asy’ari, Sejarah Literatur Islam.
11. Poligami dalam Islam.[2]
B. Tujuan Penulisan Tafsir Ahkam
Sebagai salah satu karya dalam bidang tafsir ahkam, tentu saja tujuan utama penulisan buku ini adalah untuk menguraikan ayat-ayat yang mengandung hukum di dalam Alquran. Namun meskipun demikian, dari beberapa informasi yang berhasil kami dapatkan ada beberapa tujuan lain penulisan buku ini, baik yang dikatakan sendiri oleh Abdul Halim Hasan Binjai maupun berupa hasil analisa tentang pemikiran dan kajiannya.
1. Menjembatani dan Menyikapi Perbedaan
Abdullah Syah dalam makalahnya menyatakan bahwa salah satu tujuan yang sangat terlihat jelas pada penulisan Tafsir al-Ahkam ini adalah untuk menyikapi perbedaan pendapat dalam pemikiran hukum Islam dengan arif. Hal ini terlihat pada, pertama, bagaimana Abdul Halim Hasan sangat mementingkan pengetahuan metodologi pada bukunya. Menyikapi perbedaan dengan arif tidak akan tercapai kecuali seseorang dapat memahami dengan jelas bagaimana sebuah pendapat itu muncul dan menghasilkan pendapat yang berbeda, dan itu tentu saja sangat tergantung kepada metodologi.
Metodologi yang dipentingkan oleh Abdul Halim Hasan dalam karyanya tersebut, meski tidak banyak, adalah keistimewaan tersendiri bagi Tafsir al-Ahkam. Kajian metodologis tersebut terlihat ketika ia mengawali kajiannya dengan hukum dasar segala sesuatu itu adalah halal. Kajian ini adalah kajian usul fikih yang menyatakan bahwa hukum dasar sesuatu adalah boleh hingga ditemukan dalil yang menyatakan tidak demikian.
Menyikapi perbedaan dengan arif merupakan salah satu bentuk dari moderatisme, dimana tidak ada sikap negatif yang muncul dari perbedaan pendapat antara golongan. Hal ini, seperti yang kita uraikan di atas, sudah menjadi ciri khas diri Abdul Halim Hasan Binjai dalam kehidupan sehari-harinya baik ketika beliau mengajar, berorganisasi dan bergaul.
2. Tarjih Pendapat-Pendapat Hukum Ulama
Dalam pembukaan Tafsir al-Ahkam, Abdul Halim Hasan menyatakan bahwa beliau mencoba untuk mentarjih beberapa pendapat ulama hukum. Tarjih atau menguatkan salah satu pendapat tidaklah sama dengan menyalahkan pendapat lain, tarjih di sini tentu saja memilah pendapat beberapa ulama yang paling pas untuk diamalkan di lingkungan Indonesia bagi masyarakat Indonesia. Karena seluruh pendapat ulama akan selalu terikat dengan sejarahnya, waktu, tempat dan kondisi sosial dimana pendapat itu muncul.
3. Menumbuhkan Moderatisme dan Mengurangi Fanatisme
Sikap moderatisme adalah sebuah sikap yang akan selalu bertentangan dengan fanatisme. Fanatisme muncul dari sempitnya wawasan seseorang hingga tertutup pikirannya untuk mencaritahu bagaimana beberapa hal yang berbeda dengannya muncul. Bila fanatisme muncul maka moderatisme akan berkurang, dan begitu juga sebaliknya. Karya Abdul Halim Hasan Binjai ini banyak menguraikan pendapat-pendapat ulama dalam masalah yang sama. Uraian ini diharapkan dapat membuka wawasan para pembaca tentang pendapat yang berbeda pada suatu masalah, hingga ia tidak terfokus dan terkotak pada satu pemikirannya saja, yang itu akan menumbuhkan sifat fanatisme yang berlebihan.
4. Transmisi Ide-Ide Alquran
Abdul Halim Hasan, baik melalui informasi dari tulisannya ataupun hasil analisa terhadap pemikirannya, sangat mementingkan dan mengistimewakan tulisan sebagai media penyampai gagasan. Mungkin, hal inilah yang mendorong beliau untuk banyak berpartisipasi dalam penulisan-penulisan artikel baik dalam surat kabar ataupun pada media lainnya. Tafsir Ahkam, oleh Abdul Halim Hasan juga digunakan sebagai media penyampai gagasan-gagasan Alquran kepada masyarakat. Hal ini beliau sampaikan sendiri dalam pengantar tulisannya.
C. Metodologi Kajian dan Penulisan Tafsir al-Ahkam
Bila mengkaji metode pembahasan yang dipakai oleh Abdul Halim Hasan dalam bukunya Tafsir al-Ahkam, bagaimana beliau menguraikan masalah dan memecahkannya hingga sampai kepada sebuah pendapat yang paling rajih maka akan terlihat Tafsir al-Ahkam merupakan salah satu bentuk dari tafsir al-Muqarin[3] yang membandingkan antara sebuah pendapat yang relevan dengan pendapat lainnya.
Dalam satu masalah, dalam kajiannya, Abdul Halim Hasan banyak menguraikan beberapa pendapat ulama yang berbeda untuk diperbandingkan. Dalam kajian tentang tidak halal memusakai perempuan dengan paksa, tercatat abdul Halim Hasan meenguraikan beberapa pendapat seperti Zuhri al-Mijaz, Hasan al-Asy’ari, Imam Malik.
Kajian beliau kemudian menguraikan beberapa faktor yang akan menghasilkan pendapat yang paling rajih di antara beberapa pendapat tersebut, baik itu sama persis atau berbeda. Uraian tersebut dilakukan dengan mengkaji asbabun nuzul ayat, kemungkinan-kemungkinan yang terdapat dalam ayat tersebut dan lain sebagainya.[4]
Bila ditinjau dari segi sumber informasi yang digunakan, Tafsir al-Ahkam ini dapat dikategorikan kepada tafsir bil ma’tsur karena menggunakan Alquran dan Sunnah sebagai penjelas ayat. Selain itu pendapat para sahabat juga tidak luput dari perhatian beliau. Namun meski demikian, corak tafsir bir-ra’yi juga sangat kental terasa pada karya ini. Bila dilihat dari sisi cara penguraian ayatnya, maka tafsir ini merupakan tafsir maudhu’I[5] yang. Memang, tampaknya semua tafsir al-ahkam aadalah tafsir maudhui’ yang mengkaji semua ayat yang bermuatan hukum di dalam Alquran. Pengurutan ayat disusun berdasarkan urutan surah dan ayat sesuai dengan mushaf.
Tidak semua ayat Alquran menjadi perhatian beliau dalam menulis Tafsir al-Ahkam, karena memang tidak semu ayat Alquran merupakan ayat hukum. Artinya bahwa hanya ayat-ayat yang bermuatan hukumlah yang mendapat perhatian beliau. Menurut hitungan kami, dari surah al-Baqarah, beliau hanya menafsirkan 63 ayat saja. Bila ada ayat yang memuat beberapa tema, maka ayat tersebut akan diuraikan dalam beberapa sub-kajian sesuai dengan jumlah tema yang dimuatnya, seperti al-Baqarah: 282 yang diuraikan dalam sub-kajian berikut:
1. hendaklah dituliskan segala hutang piutang.
2. Jika yang berutang adalah seorang yang dungu.
3. Adakan dua orang saksi dalam utang piutang.
4. Saksi janganlah enggan!
5. Jangan bosa menuliskan.
6. juru tulis, janganlah merugikan!
Sedangkan dari surat Ali Imran hanya ada 3 ayat yang mendapat perhatian beliau yang dimasukkan dalam Tafsir Ahkam.
2. Sumber-Sumber Informasi
Seperti yang kita sebutkan di atas, bahwa Tafsir al-Ahkam mengambil informasi dari beberapa sumber selain dari Alquran al-Karim. Dalam menguraikan pendapat-pendapat para ulama, Abdul Halim Hasan mengambilnya dari beberapa buku baik yang ia sebutkan dalam bukunya atau tidak. Beberapa buku yang sering menjadi sumber informasi adalah kutub tis’ah, al-Umm, Tafsir al-Khazin, Tafsir Ibni Jarir, Majmu’ Tafsir, Fathul Qadir, Tafisr al-Manar, Tafsir al-Ahkam, Nailul Muram, Zad al-Ma’ad, Talkhish, Nailul Authar, Thabaqat asy-Syafi’iyyah dan sebagainya.
Nama-nama ulama hukum besar pada masa klasik juga tidak akan luput dari perhatian beliau seperti Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi’I, Hanbali, Syaukani, Hasa al-Asy’ari, asy-Syaukani, Jalaluddin as-Suyuthi dan sebagainya.
3. Catatan Kaki
Untuk keterangan sumber informasi yang digunakan oleh Abdul Halim Hasan, beliau menggunakan bentuk in note. Sampai saat ini, penulis belum mengetahui apakah memang demikian dalam manuskrip aslinya atau tidak. Sedangkan yang berbentuk catatan kaki hanyalah informasi-informasi yang bukan berupa sumber informasi yang beliau gunakan.
Buku ini termasuk yang sangat sedikit memakai catatan kaki. Hal ini memang karena kebutuhan untuk menginfomasikan sumber bacaan diletakkan dalam bentuk in note. DR. Lahmuddin Nasution, yang merupakan pentashih terbitan karya ini, menyatakan bahwa Tafsir al-Ahkam termasuk detil dan akurat dalam mencatat catatan kaki (mungkin maksudnya adalah in note), meski tidak semua kutipan diberikan catatannya.[6] Dalam in note yang dituliskan dalam Tafsir al-Ahkam akan ditemukan informasi judul buku, juz dan halamannya.
D. KeistimewaanTafsir al-Ahkam Karya Abdul Halim Binjai
Beberapa hal yang menjadi keistimewaan Tafsir al-Ahkam dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pentingnya Sebuah Metodologi dan Landasan Dasar
Metodologi adalah seperangkat ilmu yang memberikan manusia kemampuan untuk berpikir secara benar. Metodologi yang benar akan menghasilkan kesimpulan yang benar. Tafsir al-Ahkam tidak seperti karya tafsir ahkam pada umumnya, tafsir ini mengawali kajiannya dengan kajian metodologis. Kajian metodologis yang mengawali kajian Tafsir al-Ahkam ini adalah hukum dasar segala sesuatu adalah mubah. Konsep metodologi ini kemudian dilanjutkan dengan kajian “katakanlah kepada manusia perkataan yang baik”, yang menurut penulis juga termasuk dari konsep metodologis yang sangat fundament. Kajian metodologis lainnya adalah “hukum nasikh dan mansukh “.
Konsep dasar dan metodologi sangat dipentingkan oleh Abdul Halim Hasan untuk diketahui oleh pembacanya, karena dengan konsep atau hukum dasar seseorang bisa mengetahui hal-hal lainnya yang tidak dikaji. Inilah salah satu keistimewaan tafsir ini, ketika tafsir ahkam pada umumnya tidak menyajikan kajian metodologis seperti ini, Abdul Halim Hasan menyajikannya meskipun dalam kajian yang sederhana.
2. Moderatisme
Keistimewaannya yang lain adalah moderatisme dalam tafsir.[7] Hal ini memang akan dapat dipahami dengan baik bila kita mengenal pribadi Abdul Halim Hasan Binjai. Moeratisme yang beliau punyai berpengaruh kuat dalam karyanya ini.
3. Bahasa Yang Sederhana
Beberapa tokoh yang membaca buku ini memberikan kritik bahwa bahasa yang digunakan termasuk sederhana hingga mudah dipahami. Ini juga merupakan salah satu keistimewaan Tafsir al-Ahkam, dimana pada saat ini, kebanyakan tafsir ahkam adalah hasil terjemahan dari bahasa asing yang membutuhkan usaha lebih untuk memahaminya dengan baik. Meski dapat dikatakan sederhana untuk masyarakat umum, namun tetap saja Tafsir al-Ahkam memuat istilah-istilah asing yang tidak asing lagi dikalangan akademis, khususnya dalam ruang lingkup ilmu hukum Islam.
4. Khazanah Keilmuan Berbahasa Indonesia
Tafsir Ahkam juga menjadi istimewa karena diterbitkan pada masa sedikitnya karya-karya tafsir berbahasa Indonesia di abad 20 M.[8] Dalam penelitian seorang tokoh tentang karakteristik penafsiran Alquran abad 20, tercatat tidak lebih dari empat buku yang diteliti. Salah satu dan satu-satunya yang berasal dari Sumatera Utara adalah karya Abdul Halim Hasan ini. Karya ini merupakan obat bagi kalangan intelektual yang merindukan karya-karya dalam bidang tafsir yang berbahasa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Makalah Tafsir Ahkam
Abdul Halim Hasan pengarang Tafsir al-Ahkam adalah seorang ulama yang luas dan dalam pengetahuannya dalam bidang yang ia tekuni. Tokoh ini juga terkenal sangat moderat dan sederhana baik dalam penampilan maupun berpikir. Selain Tafsir al-Ahkam, Abdul Halim Hasan juga telah mengeluarkan beberapa karya lainnya, tercatat ada 11 buku yang telah diterbitkan. Tafsir Ahkam merupakan salah satu bentuk dari tafsir al-Muqarin yang membandingkan antara sebuah pendapat yang relevan dengan pendapat lainnya. Bila dilihat dari sisi cara penguraian ayatnya, maka tafsir ini merupakan tafsir maudhu’I yang. Pengurutan ayat disusun berdasarkan urutan surah dan ayat sesuai dengan mushaf. Bila dilihat dari sumber keterangan maka tafsir ini termasuk kepada campuran tafsir bir-ra’yi dengan bil ma’tsur. Tujuan penulisan Tafsir al-Ahkam dapat dikatakan sebagai berikut:
1. Menjembatani perbedaan.
2. Mengurangi fanatisme dengan memupuk moderatisme.
3. Media penyampai gagasan Alquran.
4. Usaha dalam mentarjih pendapat hukum para ulama.
Beberapa keistimewaan tafsir ini adalah:
1. Bahasa yang sederhana.
2. Khazanah keilmuan berbahasa Indonesia.
3. Mementingkan metodologi bagi para pembaca.
4. Moderatisme.
DAFTAR PUSTAKA
- al-Farmawy, Abd Hayy, al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu’I. Kairo: al-Hadharah al-Arabiyah, 1997.
- Binjai, Abdul Hasan, Tafsir al-Ahkam. Jakarta: Kencanan Pranada Group, 2006.
- Lahmuddin Nasution pada kata sambutan, Tafsir al-Ahkam. Jakarta: Kencanan Pranada Group, 2006.
- Lubis, N. A. Fadhil, Hukum Islam dan Perubahan Sosial; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.
- Nasution, M. Yassi,r Tafsir Al-Ahkam H. Abdul Halim Hasan; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.
- Shihab, Quraisy, Bebeberapa Aspek Ilmiyah dalam Alquran. Jakarta: Perguruan Tinggi Ilmu Alquran, 1986.
- Syah, H. Abdullah, Pemikiran Hukum Dalam Bidang Ibadah Dalam Tafsir al-Ahkam Karya Tuan Syekh H. Abdul Halim Hasan Binaji; Makalah yang disampaikan pada peluncuran buku Tafsir al-Ahkam karya Abdul Halim Hasan, tgl. 17 Juni 2006.