Makalah Kisah-Kisah Al-quran~Qashas Al-quran
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Ketika kita hendak menyampaikan pesan atau berita tentang peristiwa terdahulu dengan cara menghubungkan suatu peristiwa itu dengan peristiwa kekinian maka akan menimbulkan daya tarik dan perhatian audien, begitu pun juga dengan menyampaikan nasehat yang dituangkan dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan masyarakat kekinian maka akan menarik perhatian masyarakat dan bahkan akan menciptakan rasa keingin tahuannya, yang pada gilirannya ia akan terpengaruh dengan nasehat itu, artinya pemberi nasehat telah berhasil mempengaruhi audien.
Kesusasteraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang khas diantara seni-seni bahasa dan kesusasteraan. Dan kisah yang benar telah membuktikan kondisi ini dalam uslub arabi secara jelas dan menggambarkannya dalam bentuk yang paling tinggi yaitu kisah-kisah al Quran. Al Quran sebagai wahyu Allah, di dalamnya banyak memberikan informasi sekitar kisah-kisah orang terdahulu yang mensifati kisah tersebut sebagai kisah yang benar yang tidak di ragukan lagi, sebagai mana Allah telah mensifati kisah ini sebagai kisah yang terbaik (Ahsan al Qashas). Di dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian dan macam-macam kisah, Kisah para Nabi dalam budaya Arab Jahiliyah, Bentuk pengungkapan kisah, Rahasia penggunaan nama dan gelar dalam kisah, Pengulangan kisah dan tujuannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Macam-Macam Kisah
1 Pengertian Kisah
Kata kisah berasal dari bahasa Arab yaitu al qishshah bentuk jamak dari kata qishash yang berarti mencari, mengikuti jejakatau mengulang kembali masa lalu. Arti ini diperoleh dari uraian al Quran surat al Kahfi ayat 64 dan al qasas ayat 11:
فارتدا على اثارهم قصصا
" Kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak dari mana keduanya dating “
وقا لت لاخيه قصيه
“ Berkatalah ibu Musa kepada saudaranya yang perempuan ikutilah dia”
Kata Qasas juga dapat berarti berita beruntun, arti ini diperoleh dari uraian al Quran surat al Imran ayat 63 dan surat Yusuf ayat 111 :
ان هذا لهوالقصص الحق
“ Sesungguhnya ini adalah berita yang benar “
لقد كان فى قصصهم عبرة لاولى اللباب
“Sesungguhnya pada berita mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal”
Sedangkan secara terminologis, kisah di definisikan oleh Muhammad Khalafullah dalam al Fann al Qashashi fi al Quran adalah sebagai berikut :
“Suatu karya kesusasteraan mengenai peristiwa yang terjadi atas seorang pelaku yang sebenarnya tidak ada. Atau dari seorang pelaku yang benar-benar ada tapi peristiwa yang berkisar pada dirinya dalam kisah itu tidak benar-benar terjadi, atau peristiwa itu benar-benar terjadi pada diri pelaku tapi kisah itu disusun atas dasar seni yang indah yang mendahulukan sebagian peristiwa dan membuang sebagian lagi , atau peristiwa yang benar-benar itu ditambahi dengan peristiwa yang tidak terjadi atau dilebih-lebihkan sehingga penggambaran pelaku-pelaku sejarahnya keluar dari kebenaran sesungguhnya alias para pelaku fiktif “
Dari pengertian secara etimologis dan terminologis diatas dan setelah memperhatikan kisah yang diungkapkan al Quran maka pengertian kisah al Quran atau Qashash al Quran adalah pemberitaan al Quran tentang hal ikhwal umat yang telah lalu, kenabian yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Dan juga al Quran banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap ummat serta diceritakan dengan caranya sendiri yang menarik dan mempesona.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat kita katakana bahwa kisah-kisah yang terdapat dalam al Quran, semuanya adalah cerita yang benar-benar terjadi, tidak cerita fiksi,khayal,apalagi dongeng serta juga bukan karangan Nabi Muhammad seperti yang dituduhkan oleh kaum orientalis. Al Quran menjelaskan kebenaran kisah dalam surah al Imran 63, al Kahfi 13, al Qashas 3, dan menjelaskan peristiwa yang telah terjadi dengan benar yaitu peristiwa tenggelamnya Firaun dan pengikutnya di Laut Merah dan hanya jasad Firaun yang diselamatkan, hal ini terdapat pada surah al Baqarah 50 dan Yunus 90, 92. Dan masih banyak peristiwa terdahulu yang di informasikan al Quran dan hasilnya adalah benar-benar terjadi.
2 Macam-Macam Kisah
“Suatu karya kesusasteraan mengenai peristiwa yang terjadi atas seorang pelaku yang sebenarnya tidak ada. Atau dari seorang pelaku yang benar-benar ada tapi peristiwa yang berkisar pada dirinya dalam kisah itu tidak benar-benar terjadi, atau peristiwa itu benar-benar terjadi pada diri pelaku tapi kisah itu disusun atas dasar seni yang indah yang mendahulukan sebagian peristiwa dan membuang sebagian lagi , atau peristiwa yang benar-benar itu ditambahi dengan peristiwa yang tidak terjadi atau dilebih-lebihkan sehingga penggambaran pelaku-pelaku sejarahnya keluar dari kebenaran sesungguhnya alias para pelaku fiktif “
Dari pengertian secara etimologis dan terminologis diatas dan setelah memperhatikan kisah yang diungkapkan al Quran maka pengertian kisah al Quran atau Qashash al Quran adalah pemberitaan al Quran tentang hal ikhwal umat yang telah lalu, kenabian yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Dan juga al Quran banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap ummat serta diceritakan dengan caranya sendiri yang menarik dan mempesona.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat kita katakana bahwa kisah-kisah yang terdapat dalam al Quran, semuanya adalah cerita yang benar-benar terjadi, tidak cerita fiksi,khayal,apalagi dongeng serta juga bukan karangan Nabi Muhammad seperti yang dituduhkan oleh kaum orientalis. Al Quran menjelaskan kebenaran kisah dalam surah al Imran 63, al Kahfi 13, al Qashas 3, dan menjelaskan peristiwa yang telah terjadi dengan benar yaitu peristiwa tenggelamnya Firaun dan pengikutnya di Laut Merah dan hanya jasad Firaun yang diselamatkan, hal ini terdapat pada surah al Baqarah 50 dan Yunus 90, 92. Dan masih banyak peristiwa terdahulu yang di informasikan al Quran dan hasilnya adalah benar-benar terjadi.
2 Macam-Macam Kisah
Apabila kita cermati kisah-kisah yang terdapat dalam al Quran maka dapat ditemukan macam-macam kisah yang menurut Manna Khalil al Khattan ada tiga yaitu:
a. Kisah para Nabi, kisah ini mengandung dakwah Nabi kepada kaumnya, Mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang yang memusuhinya, tahapan dan perkembangan dakwahnya serta akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh,Ibrahim,Musa, Harun,Isa, Muhammad dan Nabi-Nabi serta Rasul lainnya
b. Kisah yang berhubungan dengan peristiwa masa lampau tapi bukan para Nabi, Misalnya kisah al Kahfi, Talut dan Jalut, Qabil dan habil, Zulkarnaen, Karun, Ashabus Sabti, Maryam, Askhabul Ukhdud, ashabul Fil dan lain-lain.
c. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah Muhammad, seperti perang badr, Uhud, Hunain, Tabuk, Ahzab, Hijrah Nabi, isra’ Nabi dan lain-lain.
B. Kisah Para Nabi dalam Budaya Arab Jahiliyah
1. Kisah Nabi Hud dan Kaum ‘Ad
Sebelum datangnya Islam, orang-orang Arab telah mempunyai pengetahuan tentang kerasulan (profetologi) walaupun proses kejadiannya dan periode pembentukannya tidak diketahui,yang memuat kronologi nabi-nabi yang berbeda dari tradisi Perjanjian Lama. Kecuali Nabi Nuh, ia menempatkan Nabi Saleh dari suku Tsamud dan nabi Hud dari suku ‘Ad lebih tua dari semua nabi di dalam tradisi Perjanjian Lama, dan bahkan kedua suku tersebut dinamakan “al Arab al ‘Ariba” ( orang-orang Arab yang paling sedia kala) sehingga sangat wajar jika kedua nama nabi tersebut sering muncul dalam puisi Arab pra Islam.
Kaum ‘Ad adalah suku zaman lampau yang mana orangnya mempunyai struktur badan tinggi , besar dan kuat (Q.S al A’raf 69), membangun gedung di tempat yang tinggi-tinggi, membuat benteng pertahanan dan apabila menyiksa sebagai orang yang kejam lagi bengis (Q.S. As Syuara 128-130).
Nabi Hud diutus oleh Allah kepada kaum ‘Ad, tapi mereka mengingkarinya dan bahkan mereka mengatakan bahwa agama tidak lain adalah kebiasaan orang terdahulu sehingga tak mungkin kaum Ad di adzab (Q.S. Asy Syu’ara 137-138) maka sangat wajar jika mereka dimusnahkan oleh angin badai selama tujuh malam dan menyapu bersih segala yang ada kecuali bangunan-bangunan.
2. Kisah Nabi Saleh dan Kaum Tsamud
Tsamud adalah satu bangsa di Arabia Kuno, mereka disebut dalam prasasti Sargon, di Ptolemy, di Pliny dan tulisan klasik lainnya seperti dalam puisi Arab Pra Islam. Ia telah mengadakan hubungan dengan Arabia Timur Laut terutama dengan al Hijr (Madyan). Ia telah mengebor batu karang di dalam wadi/lembah (Q.S. al Fajr 9), mereka telah membangun istana di tanah yang datar, memahat gunung untuk dijadikan rumah (Q.S. al A’raf 74).
Nabi Saleh, salah seorang dari mereka di utus kepadanya, namun mereka mengingkari dan bahkan meminta bukti kejelasan bahwa Nabi Saleh sebagai utusan Tuhan, sebagai bukti kebenaran pesannya tiba-tiba muncul seekor unta betina beserta anak unta namun malah dibunuh oleh kaum Tsamud (Q.S. Huud 64-65, al A’raf 77) oleh karena itu Allah hancurkan kaum itu dengan gempa bumi yang dahsyat (Q.S. al A’raf 78), dengan sambaran petir (Q.S. Fushilat 17, ad Dzariyat 44) dengan suara keras yang mengguntur (Q.S al Qamar 31)
3. Kisah Nabi Sulaiman dan Kaum Saba’
Kaum Saba’ diinformasikan oleh al Quran sebagai kaum yang diberikan Allah dua kebun yang sangat subur (Q.S. Saba’ 15) dan diberikan negeri yang berdekatan agar dapat melakukan perjalanan siang dan malam, sekarang adalah negeri Syam dan Yaman (Q.S. Saba’ 18).
Belum ditemukan oleh penulis bahwa nabi Sulaiman diutus oleh Allah kepada kaum Saba’, tapi hanya ditemukan proses komunikasi antara nabi Sulaiman dengan Ratu Saba’ (yang dalam beberapa tafsir diidentifikasi sebagai ratu Balqis) melalui surat yang isinya agar meninggalkan menyembah matahari dan menuju berserah diri kepada Allah (Q.S. an Naml 27-44).
Karena berpalingnya kaum Saba’ kepada anugerah Allah yang telah diberikan kepadanya maka di datangkan kepadanya banjir dan runtuhnya bendungan Ma’arib yang merusak kesuburan kebun mereka (Q.S. Saba’ 16).
4. Kisah Nabi Nuh
Dalam al Quran, kaum Nuh sering dirujuk sebagai suatu kisah yang berkembang, kisah ini diulang-ulang yaitu kisah dimana Nuh diutus untuk kaumnya agar tidak menyembah selain Allah ( Q.S. Huud 25- 35), dan mereka yang berpaling kepada pesan dari nabi Nuh ditenggelamkan dalam banjir besar sedangkan mereka yang beriman diselamatkan dalam kapal (Q.S. Huud 40-48).
Di negeri Arabia Pra Islam cerita tersebut telah diketahui meskipun dalam puisi Arab awalnya diragukan, dan cerita itu pula diperluas untuk mencakup rincian cerita Perjanjian Lama dan unsur-unsur tradisi Yahudi luar-al Kitab.
5. Kisah Nabi Ibrahim
Ibrahim sebagai seorang yang hanif, seorang Nabi dan peletak dasar agama monoteis.Ia sangat anti pati terhadap penyembahan kepada berhala yang dilakukan masyarakat dan Bapaknya dan menyeru hanya menyembah kepada pencipta manusia (Q.S.Maryam 41-50, al Anbiya52-56, as Syuara 69-81,as Saffat 83-92) sehingga ia menyerang berhala sesembahan itu (Q.S. as Saffat 93).
Pesan dan ajakan Ibrahim tidak dihiraukan bahkan diejeknya maka hukuman Allah kepadanya adalah tidak dihancurkan seperti kisah nabi-nabi dahulu tetapi dijadikan orang yang menderita kekalahan paling buruk /merugi (Q.S.al Anbiya’ 70) atau dijadikan orang yang kurang berharga/hina (Q.S. as Sahaffat 98)
6. Kisah Nabi Luth
Kisah nabi Luth ini terjadi di kota Sadom yang terletak di dekat pantai Laut Tengah (Q.S. al Hijr 76, al Furqan 40 dan as Shaffat 137 ), Nabi Luth berusaha mengingatkan kaumnya untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak senonoh dan tidak melakukan hubungan seksual yang tidak wajar, mereka dan isteri Luth berpaling dan bahkan mengusirnya, namun Luth dan seluruh keluarganya enggan pergi Atas perbuatannya, kota dan masyarakatnya dilanda hujan dahsyat dan badai kerikil, dan hanya Luth sekeluarga kecuali isterinya yang selamat (Q.S.al qamar 33-34).
a. Kisah para Nabi, kisah ini mengandung dakwah Nabi kepada kaumnya, Mukjizat yang memperkuat dakwahnya, sikap orang yang memusuhinya, tahapan dan perkembangan dakwahnya serta akibat yang diterima oleh mereka yang mempercayai dan yang mendustakan. Misalnya kisah Nabi Nuh,Ibrahim,Musa, Harun,Isa, Muhammad dan Nabi-Nabi serta Rasul lainnya
b. Kisah yang berhubungan dengan peristiwa masa lampau tapi bukan para Nabi, Misalnya kisah al Kahfi, Talut dan Jalut, Qabil dan habil, Zulkarnaen, Karun, Ashabus Sabti, Maryam, Askhabul Ukhdud, ashabul Fil dan lain-lain.
c. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah Muhammad, seperti perang badr, Uhud, Hunain, Tabuk, Ahzab, Hijrah Nabi, isra’ Nabi dan lain-lain.
B. Kisah Para Nabi dalam Budaya Arab Jahiliyah
1. Kisah Nabi Hud dan Kaum ‘Ad
Sebelum datangnya Islam, orang-orang Arab telah mempunyai pengetahuan tentang kerasulan (profetologi) walaupun proses kejadiannya dan periode pembentukannya tidak diketahui,yang memuat kronologi nabi-nabi yang berbeda dari tradisi Perjanjian Lama. Kecuali Nabi Nuh, ia menempatkan Nabi Saleh dari suku Tsamud dan nabi Hud dari suku ‘Ad lebih tua dari semua nabi di dalam tradisi Perjanjian Lama, dan bahkan kedua suku tersebut dinamakan “al Arab al ‘Ariba” ( orang-orang Arab yang paling sedia kala) sehingga sangat wajar jika kedua nama nabi tersebut sering muncul dalam puisi Arab pra Islam.
Kaum ‘Ad adalah suku zaman lampau yang mana orangnya mempunyai struktur badan tinggi , besar dan kuat (Q.S al A’raf 69), membangun gedung di tempat yang tinggi-tinggi, membuat benteng pertahanan dan apabila menyiksa sebagai orang yang kejam lagi bengis (Q.S. As Syuara 128-130).
Nabi Hud diutus oleh Allah kepada kaum ‘Ad, tapi mereka mengingkarinya dan bahkan mereka mengatakan bahwa agama tidak lain adalah kebiasaan orang terdahulu sehingga tak mungkin kaum Ad di adzab (Q.S. Asy Syu’ara 137-138) maka sangat wajar jika mereka dimusnahkan oleh angin badai selama tujuh malam dan menyapu bersih segala yang ada kecuali bangunan-bangunan.
2. Kisah Nabi Saleh dan Kaum Tsamud
Tsamud adalah satu bangsa di Arabia Kuno, mereka disebut dalam prasasti Sargon, di Ptolemy, di Pliny dan tulisan klasik lainnya seperti dalam puisi Arab Pra Islam. Ia telah mengadakan hubungan dengan Arabia Timur Laut terutama dengan al Hijr (Madyan). Ia telah mengebor batu karang di dalam wadi/lembah (Q.S. al Fajr 9), mereka telah membangun istana di tanah yang datar, memahat gunung untuk dijadikan rumah (Q.S. al A’raf 74).
Nabi Saleh, salah seorang dari mereka di utus kepadanya, namun mereka mengingkari dan bahkan meminta bukti kejelasan bahwa Nabi Saleh sebagai utusan Tuhan, sebagai bukti kebenaran pesannya tiba-tiba muncul seekor unta betina beserta anak unta namun malah dibunuh oleh kaum Tsamud (Q.S. Huud 64-65, al A’raf 77) oleh karena itu Allah hancurkan kaum itu dengan gempa bumi yang dahsyat (Q.S. al A’raf 78), dengan sambaran petir (Q.S. Fushilat 17, ad Dzariyat 44) dengan suara keras yang mengguntur (Q.S al Qamar 31)
3. Kisah Nabi Sulaiman dan Kaum Saba’
Kaum Saba’ diinformasikan oleh al Quran sebagai kaum yang diberikan Allah dua kebun yang sangat subur (Q.S. Saba’ 15) dan diberikan negeri yang berdekatan agar dapat melakukan perjalanan siang dan malam, sekarang adalah negeri Syam dan Yaman (Q.S. Saba’ 18).
Belum ditemukan oleh penulis bahwa nabi Sulaiman diutus oleh Allah kepada kaum Saba’, tapi hanya ditemukan proses komunikasi antara nabi Sulaiman dengan Ratu Saba’ (yang dalam beberapa tafsir diidentifikasi sebagai ratu Balqis) melalui surat yang isinya agar meninggalkan menyembah matahari dan menuju berserah diri kepada Allah (Q.S. an Naml 27-44).
Karena berpalingnya kaum Saba’ kepada anugerah Allah yang telah diberikan kepadanya maka di datangkan kepadanya banjir dan runtuhnya bendungan Ma’arib yang merusak kesuburan kebun mereka (Q.S. Saba’ 16).
4. Kisah Nabi Nuh
Dalam al Quran, kaum Nuh sering dirujuk sebagai suatu kisah yang berkembang, kisah ini diulang-ulang yaitu kisah dimana Nuh diutus untuk kaumnya agar tidak menyembah selain Allah ( Q.S. Huud 25- 35), dan mereka yang berpaling kepada pesan dari nabi Nuh ditenggelamkan dalam banjir besar sedangkan mereka yang beriman diselamatkan dalam kapal (Q.S. Huud 40-48).
Di negeri Arabia Pra Islam cerita tersebut telah diketahui meskipun dalam puisi Arab awalnya diragukan, dan cerita itu pula diperluas untuk mencakup rincian cerita Perjanjian Lama dan unsur-unsur tradisi Yahudi luar-al Kitab.
5. Kisah Nabi Ibrahim
Ibrahim sebagai seorang yang hanif, seorang Nabi dan peletak dasar agama monoteis.Ia sangat anti pati terhadap penyembahan kepada berhala yang dilakukan masyarakat dan Bapaknya dan menyeru hanya menyembah kepada pencipta manusia (Q.S.Maryam 41-50, al Anbiya52-56, as Syuara 69-81,as Saffat 83-92) sehingga ia menyerang berhala sesembahan itu (Q.S. as Saffat 93).
Pesan dan ajakan Ibrahim tidak dihiraukan bahkan diejeknya maka hukuman Allah kepadanya adalah tidak dihancurkan seperti kisah nabi-nabi dahulu tetapi dijadikan orang yang menderita kekalahan paling buruk /merugi (Q.S.al Anbiya’ 70) atau dijadikan orang yang kurang berharga/hina (Q.S. as Sahaffat 98)
6. Kisah Nabi Luth
Kisah nabi Luth ini terjadi di kota Sadom yang terletak di dekat pantai Laut Tengah (Q.S. al Hijr 76, al Furqan 40 dan as Shaffat 137 ), Nabi Luth berusaha mengingatkan kaumnya untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak senonoh dan tidak melakukan hubungan seksual yang tidak wajar, mereka dan isteri Luth berpaling dan bahkan mengusirnya, namun Luth dan seluruh keluarganya enggan pergi Atas perbuatannya, kota dan masyarakatnya dilanda hujan dahsyat dan badai kerikil, dan hanya Luth sekeluarga kecuali isterinya yang selamat (Q.S.al qamar 33-34).
C. Bentuk Pengungkapan Kisah
Menurut pendapat Bahai Salim, ada dua bentuk pengungkapan kisah-kisah yang terdapat dalam al Quran yaitu : Kisah yang tidak runtun secara zamani dan pengulangan kisah (tikrar).
1. Kisah Yang Tidak Runtun Secara Zamani
Tidak ada ungkapan sejarah yang runtun dalam menerangkan keberadaan ummat, tempatnya, perkembangannya, pergerakannya, kebangkitannya dan keruntuhannya secara utuh. Demikian juga halnya dengan al Quran, mengungkapkan kisah-kisah sesuai dengan tujuan sebuah surah, sehingga tidak jarang al Quran menjelaskan perkembangan suatu umat tetapi tidak menjelaskan keruntuhannya demikian juga sebaliknya.
Dan terkadang al Quran juga menjelaskan umat berikutnya dan setelah itu menjelaskan kondisi umat sebelumnya. Terkadang juga menjelaskan secara ringkas keadannya sehingga sampai kepada masa keruntuhannya yang berkaitan dengan kekufuran mereka terhadap nikmat Allah atau mereka melakukan permusuhan dan perusakan di bumi.Sebagai contoh dari kisah pengungkapan ini dapat dilihat dari kaum ‘Ad yang hidup di sebelah selatan jazirah Arabia, dimana Allah memberikan potensi dan nikmat kepada mereka sehingga mereka menjadi kaum yang kuat secara ekonomidan politik, namun setelah itu Allah mengambilnya kembali dikarenakan keingkaran mereka. Hal ini dapat diketahui dalam al Quran Surah al Fajr ayat 6-8, al fajr 11-14 dan al Qamar 18-20.
Demikian juga halnya tentang pengungkapan kisah pribadi yang kebanyakan mengikuti sejarah umat yang juga tidak tersusun sesuai dengan susunan zamani, yang tidak diketahui kapan lahir, siapa tokoh dan dimana tempat dari pelaku peristiwa tersebut. Misalnya Pengungkapan kisah Musa dalam surah Thaha ayat 9, 24, 38-39.
2. Pengulanngan ( Tikrar)
Bentuk pengulangan merupakan ushlub al Quran dalam seluruh obyek lapangan deskriptif al Quran yang tidak terbatas hanya pada qashash semata. Lapangan itu menunjukkan betapa besar kuasa dan bijaksananya sang pencipta menyampaikan dan menetapkan pesan-pesan disamping qashash tersebut, yakni sebagai peringatan dan peneguh iman manusia. Hal ini mengandung nilai filosofis mukjizat al Quran. Allah mengulang sejarah suatu umat atau sejarah seorang tokoh tidak terlepas dari hikmah yang terkandung dalam pesan kisah tersebut.
Dapat dilihat sebagai contoh pengulangan kisah biografi Daud yang diulang-ulang berkali-kali dalam surah an Naml dan surah Shad, kisah Ibrahim dalam surah al anbiya’ dan al Ankabut. Juga sebagaimna biografi Musa pada surah al Baqarah, al Imran, Maryam dan Thaha. Seperti kisah Qarun dan harta kekayaannya yang harus menjadi pelajaran bagi umat manusia.
D. Rahasia Penggunaan Nama dan Gelar dalam Kisah
Al Quran dalam mengisahkan suatu peristiwa tidak jarang menyebutkan nama pelakunya, misalnya nama Nabi, nama Malaikat, nama Sahabat nabi Muhammad seperti Zaid bin Harits (Q.S. al Ahzab 37), nama tokoh terdahulu non Nabi dan non Rasul seperti Imran (Q.S.al Imran 33,35 dan lain-lain), Uzair (Q.S. Yunus 30) dan Tuba’ (Q.S. ad Dukhan 37) dan nama wanita seperti Maryam (Q.S.al Imran 36,37,42,43,44 dan 45).
Disamping nama pelaku , al Quran juga menuturkan gelar pelaku kisah, seperti Abu Lahab pada hal namanya sendiri adalah Abu al Uza(Q.S. al Lahab 1). Berkaitan dengan penuturan nama dan gelar dalam kisah-kisah di dalam al Quran, ada sebuah persoalan penting yang harus diberikan jawabannya, yaitu suatu kisah di dalam al Quran yang menyebutkan nama-nama pelaku khusus, apakah hanya berlaku bagi para pelaku kisah tersebut atau berlaku secara umum bagi siapa saja ? dengan kata lain apakah ayat itu berlaku khusus atau umum ?
Untuk menjawab persoalan diatas, mayoritas ulama berpendapat bahwa hal yang harus dijadikan pertimbangannya adalah keumuman redaksinya bukannya kekhususan sebab (al Ibrah bil Umum al Lafdzi la bil Khusus as Sabab). As Suyuthi memberikan alasan bahwa pertimbangan itulah yang dilakukan oleh para sahabat dan golongan lain, hal ini dapat dibuktikan antara lain pada ayat Dzihar dalam kisah Salman bin Shakhar, ayat Li’an dalam kisah Hilal bin Umayyah dan ayat Qadzaf dalam kisah tuduhan terhadap Aisyah. Penyelesaian terhadap kasus-kasus tersebut diterapkan terhadap peristiwa lain yang serupa.
Ibn Taimiyyah berpendapat bahwa banyak ayat yang diturunkan berkenaan dengan kisah tertentu bahkan menunjuk pribadi seseorang, namun berlaku untuk umum. Misalnya dalam surah al Maidah 49 tentang perintah kepada Nabi Muhammad untuk mengadili secara adil berkenaan dengan kasus Bani Quraidzah dan Bani Nadhir, namun tidak benar jika dikatakan bahwa perintah berlaku adil hanya berlaku kepada Nabi dan hanya ditujukan terhadap dua kabilah tersebut.
Penjelasan diatas sejalan dengan firman Allah dalam al Quran surah Yusuf ayat 111 yang menjelaskan bahwa di dalam kisah-kisah al Quran terdapat pelajaran bagi setiap orang yang berakal. Oleh karena itu Asy Syarabashi menjelaskan bahwa kisah-kisah dalam al Quran tidak dimaksudkan tidak hanya sebagai uraian sejarah lengkap tentang kehidupan bangsa atau pribadi tertentu melainkan sebagai bahan pelajaran bagi umat manusia.
Dari paparan diatas jelaslah bahwa kisah Fir’aun merupakan pelajaran bagi setiap orang perihal penguasa yang korup,penindas yang ingin menang sendiri dan tonggak system kedzaliman dan kemusyrikan. Kisah Hamman merupakan pelajaran perihal teknokrat dan ilmuan yang memfasilitasi tirani dengan melacurkan ilmunya. Kisah Qarun merupakan cerminan kaum kapitalis dan pemilik sumber kekayaan yang rakus dan mengisap seluruh kekayaan rakyat. Kisah Bal’am melambangkan kaum rohaniawan atau tokoh agama yang menggunakan term-term agama untuk meligitimasi kekuasaan yang korup dan menina bobohkan rakyat. Meinstrem yang dapat ditangkap dari pendapat dan paparan kisah diatas adalah hal terpenting dari kisah-kisah yang terdapat dalam al Quran bukanlah wacana pelakunya tetapi drama kehidupan yang mereka mainkan. Atas dasar ini, Muhammad Abduh mengkritik kebiasaan ulama tafsir generasi pertama yang banyak menggunakan Israilyyat sebagai poenafsir al quran terutama ketika menjelaskan para pelaku kisah.
E. Pengulangan Kisah-kisah dan Tujuannya
Al Quran banyak mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di berbagai tempat dan dalam berbagai bentuk yang berbeda. Di suatu tempat ada bagian-bagian yang di dahulukan sedang di tempat yang lain di akhirkan dan ada yang di kemukakan secara ringkas dan ada pula yang secara panjang lebar.
Pengulangan tersebut merupakan suatu kenyataan yang tak terbantahkan, karena hal itu memang dijumpai bdalam Mushhaf, bahkan ada yang diulang sangat sering, seperti kisah Nabi Musa. Namun jika kita amati secara cermat, pengulangan tersebut hanyalah nama pelaku utamanya sedangkan isi atau materi yang diungkapkan dalam setiap pengulangan tidak sama, sehingga dengan demikian sekali pun pada lahirnya tampak suatu kisah berulang namun pada hakekatnya bukanlah berulang, melainkan semacam cerita bersambung.Oleh karena diungkapkan suatu kisah dalam berbagai tempat maka lengkaplah informasi tentang kisah tersebut. Misalnya kisah nabi Musa, pertama di informasikan tentang shuhuf Musa dan Ibrahim (Q.S.al A’la 18-19, an Najm 36-37), kemudian diulang dengan ungkapan fragmentatif tentang kisah Musa dan Fir’aun dan fir’aun tanpa menyebut Musa tapi bersamaan dengan menyebut kaum ‘Ad dan Tsamud (Q.S. al Fajr 1-13), dan selanjutnya kisah tentang bani Israil dan misi nabi Musa dan Harun serta mukjizat nabi Musa berupa tongkat yang kemudian Fir’aun beserta kaumnya ditimpa azab dan seterusnya Bani Israil keluar dari negeri Mesir (Q.S.al A’raf 103 – 171).
Pengulangan kisah-kisah dalam al Quran ada beberapa hikmahnya antara lain adalah menjelaskan ke balaghah an al Quran dalam tingkat paling tinggi, menunjukkan kehebatan mukjizat al Quran, bukti perhatian terhadap kisah tersebutagar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa dan karena bedanya tujuan kisah itu diungkapkan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan pengulangan kisah-kisah dalam al Quran, menurut Nashruddin Baidan adalah agar umat makin tertarik kepada Islam karena kisah-kisah yang disampaikannya itu selalu terasa segarserta cocok dengan kondisi mereka, selain nabi beserta sahabat pun merasa sangat terayomi melalui kisah-kisah itu sehingga memberikan kesegaran jiwa, dan sampai hari ini al quran terasa senantiasa hidup dan memberikan bimbingan abadi dalam mengajak umat ke jalan yang benar.
Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan pengulangan kisah-kisah dalam al Quran tidak hanya dapat membuat umat tidak bosan terhadap bimbingan dan petunjuknya tapi malah menjadikan mereka mencintai al Quran sedalam-dalamnya.
Menurut pendapat Bahai Salim, ada dua bentuk pengungkapan kisah-kisah yang terdapat dalam al Quran yaitu : Kisah yang tidak runtun secara zamani dan pengulangan kisah (tikrar).
1. Kisah Yang Tidak Runtun Secara Zamani
Tidak ada ungkapan sejarah yang runtun dalam menerangkan keberadaan ummat, tempatnya, perkembangannya, pergerakannya, kebangkitannya dan keruntuhannya secara utuh. Demikian juga halnya dengan al Quran, mengungkapkan kisah-kisah sesuai dengan tujuan sebuah surah, sehingga tidak jarang al Quran menjelaskan perkembangan suatu umat tetapi tidak menjelaskan keruntuhannya demikian juga sebaliknya.
Dan terkadang al Quran juga menjelaskan umat berikutnya dan setelah itu menjelaskan kondisi umat sebelumnya. Terkadang juga menjelaskan secara ringkas keadannya sehingga sampai kepada masa keruntuhannya yang berkaitan dengan kekufuran mereka terhadap nikmat Allah atau mereka melakukan permusuhan dan perusakan di bumi.Sebagai contoh dari kisah pengungkapan ini dapat dilihat dari kaum ‘Ad yang hidup di sebelah selatan jazirah Arabia, dimana Allah memberikan potensi dan nikmat kepada mereka sehingga mereka menjadi kaum yang kuat secara ekonomidan politik, namun setelah itu Allah mengambilnya kembali dikarenakan keingkaran mereka. Hal ini dapat diketahui dalam al Quran Surah al Fajr ayat 6-8, al fajr 11-14 dan al Qamar 18-20.
Demikian juga halnya tentang pengungkapan kisah pribadi yang kebanyakan mengikuti sejarah umat yang juga tidak tersusun sesuai dengan susunan zamani, yang tidak diketahui kapan lahir, siapa tokoh dan dimana tempat dari pelaku peristiwa tersebut. Misalnya Pengungkapan kisah Musa dalam surah Thaha ayat 9, 24, 38-39.
2. Pengulanngan ( Tikrar)
Bentuk pengulangan merupakan ushlub al Quran dalam seluruh obyek lapangan deskriptif al Quran yang tidak terbatas hanya pada qashash semata. Lapangan itu menunjukkan betapa besar kuasa dan bijaksananya sang pencipta menyampaikan dan menetapkan pesan-pesan disamping qashash tersebut, yakni sebagai peringatan dan peneguh iman manusia. Hal ini mengandung nilai filosofis mukjizat al Quran. Allah mengulang sejarah suatu umat atau sejarah seorang tokoh tidak terlepas dari hikmah yang terkandung dalam pesan kisah tersebut.
Dapat dilihat sebagai contoh pengulangan kisah biografi Daud yang diulang-ulang berkali-kali dalam surah an Naml dan surah Shad, kisah Ibrahim dalam surah al anbiya’ dan al Ankabut. Juga sebagaimna biografi Musa pada surah al Baqarah, al Imran, Maryam dan Thaha. Seperti kisah Qarun dan harta kekayaannya yang harus menjadi pelajaran bagi umat manusia.
D. Rahasia Penggunaan Nama dan Gelar dalam Kisah
Al Quran dalam mengisahkan suatu peristiwa tidak jarang menyebutkan nama pelakunya, misalnya nama Nabi, nama Malaikat, nama Sahabat nabi Muhammad seperti Zaid bin Harits (Q.S. al Ahzab 37), nama tokoh terdahulu non Nabi dan non Rasul seperti Imran (Q.S.al Imran 33,35 dan lain-lain), Uzair (Q.S. Yunus 30) dan Tuba’ (Q.S. ad Dukhan 37) dan nama wanita seperti Maryam (Q.S.al Imran 36,37,42,43,44 dan 45).
Disamping nama pelaku , al Quran juga menuturkan gelar pelaku kisah, seperti Abu Lahab pada hal namanya sendiri adalah Abu al Uza(Q.S. al Lahab 1). Berkaitan dengan penuturan nama dan gelar dalam kisah-kisah di dalam al Quran, ada sebuah persoalan penting yang harus diberikan jawabannya, yaitu suatu kisah di dalam al Quran yang menyebutkan nama-nama pelaku khusus, apakah hanya berlaku bagi para pelaku kisah tersebut atau berlaku secara umum bagi siapa saja ? dengan kata lain apakah ayat itu berlaku khusus atau umum ?
Untuk menjawab persoalan diatas, mayoritas ulama berpendapat bahwa hal yang harus dijadikan pertimbangannya adalah keumuman redaksinya bukannya kekhususan sebab (al Ibrah bil Umum al Lafdzi la bil Khusus as Sabab). As Suyuthi memberikan alasan bahwa pertimbangan itulah yang dilakukan oleh para sahabat dan golongan lain, hal ini dapat dibuktikan antara lain pada ayat Dzihar dalam kisah Salman bin Shakhar, ayat Li’an dalam kisah Hilal bin Umayyah dan ayat Qadzaf dalam kisah tuduhan terhadap Aisyah. Penyelesaian terhadap kasus-kasus tersebut diterapkan terhadap peristiwa lain yang serupa.
Ibn Taimiyyah berpendapat bahwa banyak ayat yang diturunkan berkenaan dengan kisah tertentu bahkan menunjuk pribadi seseorang, namun berlaku untuk umum. Misalnya dalam surah al Maidah 49 tentang perintah kepada Nabi Muhammad untuk mengadili secara adil berkenaan dengan kasus Bani Quraidzah dan Bani Nadhir, namun tidak benar jika dikatakan bahwa perintah berlaku adil hanya berlaku kepada Nabi dan hanya ditujukan terhadap dua kabilah tersebut.
Penjelasan diatas sejalan dengan firman Allah dalam al Quran surah Yusuf ayat 111 yang menjelaskan bahwa di dalam kisah-kisah al Quran terdapat pelajaran bagi setiap orang yang berakal. Oleh karena itu Asy Syarabashi menjelaskan bahwa kisah-kisah dalam al Quran tidak dimaksudkan tidak hanya sebagai uraian sejarah lengkap tentang kehidupan bangsa atau pribadi tertentu melainkan sebagai bahan pelajaran bagi umat manusia.
Dari paparan diatas jelaslah bahwa kisah Fir’aun merupakan pelajaran bagi setiap orang perihal penguasa yang korup,penindas yang ingin menang sendiri dan tonggak system kedzaliman dan kemusyrikan. Kisah Hamman merupakan pelajaran perihal teknokrat dan ilmuan yang memfasilitasi tirani dengan melacurkan ilmunya. Kisah Qarun merupakan cerminan kaum kapitalis dan pemilik sumber kekayaan yang rakus dan mengisap seluruh kekayaan rakyat. Kisah Bal’am melambangkan kaum rohaniawan atau tokoh agama yang menggunakan term-term agama untuk meligitimasi kekuasaan yang korup dan menina bobohkan rakyat. Meinstrem yang dapat ditangkap dari pendapat dan paparan kisah diatas adalah hal terpenting dari kisah-kisah yang terdapat dalam al Quran bukanlah wacana pelakunya tetapi drama kehidupan yang mereka mainkan. Atas dasar ini, Muhammad Abduh mengkritik kebiasaan ulama tafsir generasi pertama yang banyak menggunakan Israilyyat sebagai poenafsir al quran terutama ketika menjelaskan para pelaku kisah.
E. Pengulangan Kisah-kisah dan Tujuannya
Al Quran banyak mengandung berbagai kisah yang diungkapkan berulang-ulang di berbagai tempat dan dalam berbagai bentuk yang berbeda. Di suatu tempat ada bagian-bagian yang di dahulukan sedang di tempat yang lain di akhirkan dan ada yang di kemukakan secara ringkas dan ada pula yang secara panjang lebar.
Pengulangan tersebut merupakan suatu kenyataan yang tak terbantahkan, karena hal itu memang dijumpai bdalam Mushhaf, bahkan ada yang diulang sangat sering, seperti kisah Nabi Musa. Namun jika kita amati secara cermat, pengulangan tersebut hanyalah nama pelaku utamanya sedangkan isi atau materi yang diungkapkan dalam setiap pengulangan tidak sama, sehingga dengan demikian sekali pun pada lahirnya tampak suatu kisah berulang namun pada hakekatnya bukanlah berulang, melainkan semacam cerita bersambung.Oleh karena diungkapkan suatu kisah dalam berbagai tempat maka lengkaplah informasi tentang kisah tersebut. Misalnya kisah nabi Musa, pertama di informasikan tentang shuhuf Musa dan Ibrahim (Q.S.al A’la 18-19, an Najm 36-37), kemudian diulang dengan ungkapan fragmentatif tentang kisah Musa dan Fir’aun dan fir’aun tanpa menyebut Musa tapi bersamaan dengan menyebut kaum ‘Ad dan Tsamud (Q.S. al Fajr 1-13), dan selanjutnya kisah tentang bani Israil dan misi nabi Musa dan Harun serta mukjizat nabi Musa berupa tongkat yang kemudian Fir’aun beserta kaumnya ditimpa azab dan seterusnya Bani Israil keluar dari negeri Mesir (Q.S.al A’raf 103 – 171).
Pengulangan kisah-kisah dalam al Quran ada beberapa hikmahnya antara lain adalah menjelaskan ke balaghah an al Quran dalam tingkat paling tinggi, menunjukkan kehebatan mukjizat al Quran, bukti perhatian terhadap kisah tersebutagar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa dan karena bedanya tujuan kisah itu diungkapkan.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan pengulangan kisah-kisah dalam al Quran, menurut Nashruddin Baidan adalah agar umat makin tertarik kepada Islam karena kisah-kisah yang disampaikannya itu selalu terasa segarserta cocok dengan kondisi mereka, selain nabi beserta sahabat pun merasa sangat terayomi melalui kisah-kisah itu sehingga memberikan kesegaran jiwa, dan sampai hari ini al quran terasa senantiasa hidup dan memberikan bimbingan abadi dalam mengajak umat ke jalan yang benar.
Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan pengulangan kisah-kisah dalam al Quran tidak hanya dapat membuat umat tidak bosan terhadap bimbingan dan petunjuknya tapi malah menjadikan mereka mencintai al Quran sedalam-dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
- as Suyuthi, Jalaluddin, al Itqan Fi Ulum al Quran, jilid I, Beirut : Dar al Fikr, tt
- asy Syarabashi, Ahmad,Qishashat al Tafsir, Kairo : Dar al Fikr, 1991
- Abd al Baqi, Muhammad Fuad,Tafsir Ayat al Quran al Hakim ,Jazirah al Raudhah Isa al Babi al Halabi, 1955
- Bahai Salim, Muhammad, al Quran al Karim al Suluk al Insani ,Mesir :Matabi’ al Haiah al Misiyyah al
- Ammat Li al Kitab, 1987
- al Qattan, Manna Khalil, Studi Ilmu-ilmu al Quran, terj. Mudzakir AS,cet 3, Bogor : litera Antar Nusa, 1973
- al Khalidy, Shaleh, Kisah-Kisah al Quran, Pelajaran dari Orang-Orang Terdahulu, terj, jilid I, Jakarta : Gema insani Press,1999
- Baidan, Nashruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir,Cet I, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2005.
- Hanafi, Segi-segi Keusasteraan pada kisah al Quran, Jakarta : PT. Al Husna, 1984
- Madjid, Nurcholis, Pengaruh Israiliyyah dan Orientalisme terhadap Islam, dalam Abdurrahman Wahid, Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia Bandung : Rosdakarya,1990
- Rahman, Fazlur, Tema Pokok al Quran, Cet I,Bandung : Pustaka, 1983
- Watt, W Montgomery, Richard Bel:Pengantar al Quran, terj. Lilian D. Tedjasudhana Jakarta : INIS, 1998