BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Konsep Diri dengan Prestasi Belajar
PENDAHULUAN
Makalah Konsep Diri dengan Prestasi Belajar
Manusia bereksistensi sebagai subjek dan objek dalam pembangunan, artinya menempati posisi sentral dan strategis. Pembangunan nasional membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, guna memenangkan persaingan yang semakin ketat dan kompetitif dalam memasuki era globalisasi. Anggrilli dan Helfat (1981:27) menyatakan konsep diri sebagai pandangan internal yang dimiliki setiap orang tentang dirinya termasuk penilaian yang bersifat pribadi mengenai berbagai karakteristiknya. Uraian yang senada diketengahkan oleh Johnson dan Madinnus (1969), yakni konsep diri adalah sebagai sikap individu terhadap fisik dan tingkah lakunya. Kemudian, Secord dan Backman (1974) menguraikan bahwa konsep diri adalah suatu rangkaian pemikiran dan perasaan terhadap diri sendiri yang meliputi: tubuh, penampilan, dan perilaku. Di sisi lain, Rais (dalam Gunarsa dan Gunarsa, 1983) mengetengahkan pandangan yang hampir sama, menurutnya konsep diri adalah pandangan atau evaluasi seseorang mengenai dirinya. Selanjutnya Hurlock (1993: 58) mengemukakan bahwa konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis. Dalam hubungan ini, Song dan Hattie (1984:127) mengetengahkan bahwa konsep diri terdiri atas: konsep diri akademis, konsep diri sosial, dan penampilan diri.
A. Pengertian Konsep Diri
konsep diri adalah penilaian, pandangan, dan perasaan seseorang tentang dirinya. Konsep diri terdiri atas dua aspek, yaitu konsep diri fisik yang tercermin pada penampilannya, dan konsep diri psikologis yang terinci atas konsep diri akademis dan konsep diri sosial. Dalam kaitannya dengan belajar perlu dibangun konsep diri yang positif, agar terbentuk kepercayaan diri. Hal ini senada dengan pendapat Cooper dan Sawot (dalam Priyadharma, 2001:18), bahwa kepercayaan diri adalah kekuatan emosi yang didasarkan atas rasa harga diri dan makna diri. Semakin besar rasa percaya diri, semakin besar peluang untuk mencapai keberhasilan dalam segala aktivitas.
Motivasi berprestasi termasuk jenis motivasi intrinsik. McClelland (1987) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi adalah sebagai suatu usaha untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya dengan berpedoman pada suatu standar keunggulan tertentu (standards of exellence). Kemudian, Heckhausen (1967) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kecakapan pribadi setinggi mungkin dalam segala kegiatannya dengan menggunakan ukuran keunggulan sebagai perbandingan. Jadi, dalam motivasi berprestasi selalu ada kriteria tertentu yang dijadikan tolok ukur kerberhasilan.
Dalam hal ini ada tiga kriteria, yaitu pertama, produk dinilai atas dasar kesempurnaan. Kedua, membandingkan prestasi sendiri yang pernah dicapai sebelumnya. Ketiga, membandingkan dengan prestasi orang lain dalam bidang sejenis. Menurut Ardhana (1990), motivasi berprestasi dapat dilihat dari adanya kecenderungan dan usaha yang bersifat ajeg untuk bekerja keras dalam penyelesaian suatu tugas, meskipun tidak ada pengawasan dari pihak lain. Kajian Keller, Kelly,dan Dodge (1987) menyimpulkan ada 6 karakteristik motivasi berprestasi yang tampak konsisten, yang terinci sebagai berikut, (1) individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih banyak menyukai keberhasilan yang penuh tantangan, (2) suka kerja keras terlepas dari apakah mendapat imbalan atau ganjaran, (3) cenderung membuat pilihan atau melakukan tindakan yang realistis, (4) menyukai situasi yang dapat menilai diri sendiri dalam pencapaian tujuannya, (5) memiliki perspektif jauh ke depan, dan (6) individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menunjukkan prestasi yang tinggi. Selanjutnya, Winkel (1984:27) mendifinisikan motivasi berprestasi sebagai daya penggerak seseorang untuk mencapai taraf prestasi belajar yang tinggi demi memperoleh kepuasan. Demikian pula, Edward yang dikutip oleh Martinah (1984) mengupas tentang motivasi berprestasi sebagai keinginan seseorang untuk dapat menyelasaikan tugas yang sulit secara baik, bekerja sebaik - sebaiknya untuk memperoleh kesuksesan, menyelesaikan tugas yang memerlukan usaha dan ketrampilan, dan mengerjakan tugas dengan kualitas lebih baik dari pada orang lain.
B. Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Motivasi berprestasi merupakan bentuk spesifik dari motivasi intrinsik, peranannya sangat menentukan agar tercapai prestasi belajar yang bermakna. Motivasi berprestasi perlu ditemukenali, dipupuk serta ditumbuhkembangkan oleh guru secara maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (1999:91) yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi dikatakan sebagai motivasi intrinsik yang perlu diperhatikan dan dikembangkan oleh guru sejak Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
Berdasarkan uraian tentang pengertian dan ciri-ciri motivasi berprestasi yang dipaparkan oleh para ilmuan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa motivasi berprestasi adalah konstruk psikologis yang mendorong siswa untuk melakukan usaha dengan sebaik-baiknya atas dasar kompetisi yang sehat dan bertanggung jawab, agar tercapai hasil belajar yang maksimal berdasarkan standar keunggulan
C. Tanggung Jawab Orang Tuan terhadap Anak
Perhatian orang tua terhadap anak, termasuk dalam konteks bimbingan dalam keluarga. Hal ini dikemukakan oleh Suharsana (1976) yang menyatakan bahwa bimbingan orang tua dapat meliputi: perhatian, nasihat, janji-janji, dan penghargaan. Kemudian, Andersen sebagaimana yang dikutip oleh Rakhmat (1986:64) menjelaskan bahwa perhatian atau attention adalah proses mental terhadap stimuli atau rangkaian stimuli tertentu yang menonjol dalam keadaan stimuli-stimuli yang lainnya melemah. Perhatian terjadi apabila seseorang mengkonsentrasikan alat indranya terhadap stimuli yang mempunyai sifat-sifat menarik dan sesuai dengan kebutuhan subjek.
Berkenaan dengan perhatian orang tua, tidaklah cukup jika orang tua sekadar menyediakan dan melengkapi fasilitas serta sarana belajar yang berwujud benda fisik ,sebab lengkapnya fasilitas fisik belum menjamin seorang anak belajar dengan baik. Fasilitas yang disediakan oleh orang tua hanya merupakan salah satu faktor saja yang berpengaruh terhadap kesuksesan belajar. Bagaimanapun baiknya dan lengkapnya fasilitas yang tersedia, jika tidak digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas belajar, dapat diduga bahwa prestasi belajar anak tidak akan optimal. Dalam kaitannya dengan masalah ini, Jiyono dan John Stone (1983:289) menyatakan bahwa apa terjadi di dalam rumah adalah lebih penting daripada apa yang tersedia dalam rumah.
Bertitik tolak dari hal-hal di atas, terkandung maksud bahwa perhatian orang tua terhadap aktivitas belajar anak di rumah mempunyai arti dan pengaruh yang lebih penting, jika dibandingkan dengan pengadaan fasilitas belajar yang mewah. Karena itulah, dalam hal ini pengadaan sarana dan fasilitas belajar dimasukkan menjadi salah satu aspek dari wujud perhatian orang tua, artinya jika membicarakan ubahan perhatian orang tua secara implisit di dalamnya sudah termasuk pula pengadaan fasilitas belajar. Tentang urgensi perhatian orang tua, diketengahkan oleh Rimm (2000:38) yang menyatakan bahwa di dalam memberdayakan anak-anak perhatian yang wajar dari pribadi orang-orang dewasa/orang tua lebih utama dari pada ganjaran dan hukuman. Selanjutnya, Russell (1993) menegaskan bahwa perhatian orang tua berpengaruh kuat terhadap perilaku anak-anak. Demikian pula, Markum (1981:49) menyatakan bahwa hubungan emosional antara orang tua dengan anak dapat mempengaruhi kesuksesan belajarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Konsep Diri dengan Prestasi Belajar
PEMBAHASAN
Makalah Konsep Diri dengan Prestasi Belajar
A. Pengertian Konsep Diri
konsep diri adalah penilaian, pandangan, dan perasaan seseorang tentang dirinya. Konsep diri terdiri atas dua aspek, yaitu konsep diri fisik yang tercermin pada penampilannya, dan konsep diri psikologis yang terinci atas konsep diri akademis dan konsep diri sosial. Dalam kaitannya dengan belajar perlu dibangun konsep diri yang positif, agar terbentuk kepercayaan diri. Hal ini senada dengan pendapat Cooper dan Sawot (dalam Priyadharma, 2001:18), bahwa kepercayaan diri adalah kekuatan emosi yang didasarkan atas rasa harga diri dan makna diri. Semakin besar rasa percaya diri, semakin besar peluang untuk mencapai keberhasilan dalam segala aktivitas.
Motivasi berprestasi termasuk jenis motivasi intrinsik. McClelland (1987) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi adalah sebagai suatu usaha untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya dengan berpedoman pada suatu standar keunggulan tertentu (standards of exellence). Kemudian, Heckhausen (1967) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kecakapan pribadi setinggi mungkin dalam segala kegiatannya dengan menggunakan ukuran keunggulan sebagai perbandingan. Jadi, dalam motivasi berprestasi selalu ada kriteria tertentu yang dijadikan tolok ukur kerberhasilan.
Dalam hal ini ada tiga kriteria, yaitu pertama, produk dinilai atas dasar kesempurnaan. Kedua, membandingkan prestasi sendiri yang pernah dicapai sebelumnya. Ketiga, membandingkan dengan prestasi orang lain dalam bidang sejenis. Menurut Ardhana (1990), motivasi berprestasi dapat dilihat dari adanya kecenderungan dan usaha yang bersifat ajeg untuk bekerja keras dalam penyelesaian suatu tugas, meskipun tidak ada pengawasan dari pihak lain. Kajian Keller, Kelly,dan Dodge (1987) menyimpulkan ada 6 karakteristik motivasi berprestasi yang tampak konsisten, yang terinci sebagai berikut, (1) individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih banyak menyukai keberhasilan yang penuh tantangan, (2) suka kerja keras terlepas dari apakah mendapat imbalan atau ganjaran, (3) cenderung membuat pilihan atau melakukan tindakan yang realistis, (4) menyukai situasi yang dapat menilai diri sendiri dalam pencapaian tujuannya, (5) memiliki perspektif jauh ke depan, dan (6) individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menunjukkan prestasi yang tinggi. Selanjutnya, Winkel (1984:27) mendifinisikan motivasi berprestasi sebagai daya penggerak seseorang untuk mencapai taraf prestasi belajar yang tinggi demi memperoleh kepuasan. Demikian pula, Edward yang dikutip oleh Martinah (1984) mengupas tentang motivasi berprestasi sebagai keinginan seseorang untuk dapat menyelasaikan tugas yang sulit secara baik, bekerja sebaik - sebaiknya untuk memperoleh kesuksesan, menyelesaikan tugas yang memerlukan usaha dan ketrampilan, dan mengerjakan tugas dengan kualitas lebih baik dari pada orang lain.
B. Pentingnya Motivasi dalam Belajar
Motivasi berprestasi merupakan bentuk spesifik dari motivasi intrinsik, peranannya sangat menentukan agar tercapai prestasi belajar yang bermakna. Motivasi berprestasi perlu ditemukenali, dipupuk serta ditumbuhkembangkan oleh guru secara maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (1999:91) yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi dikatakan sebagai motivasi intrinsik yang perlu diperhatikan dan dikembangkan oleh guru sejak Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
Berdasarkan uraian tentang pengertian dan ciri-ciri motivasi berprestasi yang dipaparkan oleh para ilmuan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa motivasi berprestasi adalah konstruk psikologis yang mendorong siswa untuk melakukan usaha dengan sebaik-baiknya atas dasar kompetisi yang sehat dan bertanggung jawab, agar tercapai hasil belajar yang maksimal berdasarkan standar keunggulan
C. Tanggung Jawab Orang Tuan terhadap Anak
Perhatian orang tua terhadap anak, termasuk dalam konteks bimbingan dalam keluarga. Hal ini dikemukakan oleh Suharsana (1976) yang menyatakan bahwa bimbingan orang tua dapat meliputi: perhatian, nasihat, janji-janji, dan penghargaan. Kemudian, Andersen sebagaimana yang dikutip oleh Rakhmat (1986:64) menjelaskan bahwa perhatian atau attention adalah proses mental terhadap stimuli atau rangkaian stimuli tertentu yang menonjol dalam keadaan stimuli-stimuli yang lainnya melemah. Perhatian terjadi apabila seseorang mengkonsentrasikan alat indranya terhadap stimuli yang mempunyai sifat-sifat menarik dan sesuai dengan kebutuhan subjek.
Berkenaan dengan perhatian orang tua, tidaklah cukup jika orang tua sekadar menyediakan dan melengkapi fasilitas serta sarana belajar yang berwujud benda fisik ,sebab lengkapnya fasilitas fisik belum menjamin seorang anak belajar dengan baik. Fasilitas yang disediakan oleh orang tua hanya merupakan salah satu faktor saja yang berpengaruh terhadap kesuksesan belajar. Bagaimanapun baiknya dan lengkapnya fasilitas yang tersedia, jika tidak digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas belajar, dapat diduga bahwa prestasi belajar anak tidak akan optimal. Dalam kaitannya dengan masalah ini, Jiyono dan John Stone (1983:289) menyatakan bahwa apa terjadi di dalam rumah adalah lebih penting daripada apa yang tersedia dalam rumah.
Bertitik tolak dari hal-hal di atas, terkandung maksud bahwa perhatian orang tua terhadap aktivitas belajar anak di rumah mempunyai arti dan pengaruh yang lebih penting, jika dibandingkan dengan pengadaan fasilitas belajar yang mewah. Karena itulah, dalam hal ini pengadaan sarana dan fasilitas belajar dimasukkan menjadi salah satu aspek dari wujud perhatian orang tua, artinya jika membicarakan ubahan perhatian orang tua secara implisit di dalamnya sudah termasuk pula pengadaan fasilitas belajar. Tentang urgensi perhatian orang tua, diketengahkan oleh Rimm (2000:38) yang menyatakan bahwa di dalam memberdayakan anak-anak perhatian yang wajar dari pribadi orang-orang dewasa/orang tua lebih utama dari pada ganjaran dan hukuman. Selanjutnya, Russell (1993) menegaskan bahwa perhatian orang tua berpengaruh kuat terhadap perilaku anak-anak. Demikian pula, Markum (1981:49) menyatakan bahwa hubungan emosional antara orang tua dengan anak dapat mempengaruhi kesuksesan belajarnya.
DAFTAR PUSTAKA
- Anggrilli, A. and Helfat, L. 1981. Child Psychology. New York: Boreus &; Noble Books.
- Ardhana. 1990. Atribusi Terhadap Sebab-sebab Keberhasilan Serta Kegagalan Serta Kaitannya dengan Motivasi Untuk Berprestasi. Malang: IKIP. Negeri Malang.
- Departemen Pendidikan Nasional RI. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Th.2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
- Dimyati , Mudjiono. 1999. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta.: Rineka Cipta.
- Gunarsa, S.G. dan Gunarsa. 1983. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Pt.BPK. Gunung Mulya.
- Hekhausen, H. 1967. The Anatomy of Acheivement Motivation. New York: Academi Press.
- Hurlock, E. B.1993. Child Development. Alih Bahasa Dr. Med. Meitasari Tjandrasa. Jakarta: Penerbit Erlangga.
- Irawan, P. 1997. Teori Belajar, Motivasi, Dan Keterampilan Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
- Jiyono, and John S.1983. Out Oh School Factors and Educational Achievement in Indonesia Camparative Educational Review.
- Johnson, RC. And Medinnus, G.R. 1969. Child Psykology Behavior and Development. Scond Edition. New York: John Wiley & Sons. Inc.
- Maba, I. W. 2002. Evaluasi Pembelajaran (Makalah Disajikan. Pada Penataran PBM.Dosen Kopertis VIII) Tanggal 27 Oktober 2002.
- Markum, M. E. 1981. Anak, Keluarga Dan Masyarakat (Tinjauan Atas Disiplin, kebebasan, etika dan proses belajar).Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
- Martinah. 1984. Pembinaan Supervisi Pengajaran. Jurnal Ilmu Pendidikan.
- McClelland, D. Human Motivation.New York: Cambridge University Press.
- Suwendra. 1992. Pengaruh Konsep Diri Terhadap Kesuksesan Belajar di Perguruan Tinggi. Majalah Ilmiah Kopertis VIII.
- Tilaar. 2002. Pendidikan Untuk Masyarakat Indonesia Baru. Jakarta: PT. Gramedia.
- Winkel. 1984. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia