Hadis bila dilihat dari segi diterima atau tidaknya ia menjadi hujjah dapat dibagi dua yaitu Hadis maqbl dan Hadis mardud. Pembicaraan terhadap pembagian Hadis untuk masalah ini pun sebenarnya tidak terlepas dari segi kajian mengenai Hadis, baik dari segi kualitas (kredibilitas rawi) maupun kuantitas (jumlah rawi), namun dalam rangka untuk mensistematiskan dan memfokuskan permasalahan Hadis maka perlu adanya pembagian tersebut.
Adapun Hadis-Hadis maqbl adalah Hadis-Hadis yang diterima sebagai hujjah dikarenakan memenuhi persyaratan sebagai Hadis mutaw±tir dan ¡a¥³¥, untuk mencapai tingkatan suatu Hadis menjadi Hadis ¡a¥³¥ perlu adanya penelitian lebih lanjut, maka berbagai macam persoalan Hadis ¡a¥³¥ dalam rangka melihat Hadis dari sisi kualitasnya perlu dikaji dan diteliti: pengertian dan kriteria Hadis ¡a¥³¥, tingkatan Hadis ¡a¥³¥ dan macam-macamnya, Hukum dan status kehujjahan Hadis ¡a¥³¥ , kitab-kitab Hadis ¡a¥³¥ , perlu juga dikaji Hadis ¥asan, pengertian dan kriteria Hadis ¥asan , macam-macam Hadis ¥asan , serta diakhiri dengan kesimpulan.
Adapun pada pengertian akan dikemukakan berbagai pendapat ulama mengenai Hadis ¡a¥³¥ dan Hadis ¥asan yang selanjutnya akan dijelaskan tentang masalah-masalah di atas dengan tidak pula meninggalkan masalah-masalah yang perlu garis bawah.
B. Hadis Maqbl
a. Hadis Mutaw±tir.
1. Pengertian Hadis Mutaw±tir.
Menurut bahasa, kata mutaw±tir berarti berturut-turut. Sedangkan menurut istilah Hadis mutaw±tir berarti:
ما رواه جميع تحيل العادة تواطؤهم على الكذب عن مثلهم من أول السند إلى منتهاه على أن لا يختل هذا الجمع فى أى طبقة من طبقات السند
Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang, mustahil secara adat mereka sepakat untuk berdusta (yang diterimanya) dari sejumlah perawi yang sama dengan mereka, dari awal sanad hingga akhir dengan syarat tidak rusak (kurang) jumlah perawinya pada seluruh tingkatan.
Dapat dikatakan bahwa Hadis mutaw±tir adalah Hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw. yang dapat ditangkap oleh panca indera. Perawinya terdiri dari jumlah yang banyak, sekurang-kurangnya sepuluh orang, tapi ada juga yang berpendapat cukup dengan empat orang.
Hadis mutaw±tir dapat dibagi kepada dua macam, yakni: mutaw±tir laf§³ dan mutaw±tir ma’naw³. Yang dimaksud dengan mutaw±tir laf§³ adalah hadis yang mutwatir baik lafaz dan maknanya. Sedangkan mutaw±tir ma’naw³ adalah Hadis yang mutawtir maknanya saja tidak lafaznya.
Status dan hukum Hadis mutaw±tir adalah qa¯’³ al-wurd yaitu pasti keberadaannya dan menghasilkan ilmu «arr³. Orang yang menolak Hadis ini diklaim sebagai kafir. Seluruh Hadis mutaw±tir adalah maqbl.
b. Hadis ¢a¥³¥
1. Pengertian Hadis ¡a¥³¥ dan kriterianya.
Seperti diketahui, Hadis bila ditinjau dari segi kualitasnya terbagi kedalam tiga kategori: ¡a¥³¥, ¥asan, dan «a’³f . Kata ¡a¥³¥ dari segi bahasa adalah lawan dari sakit, sedangkan Hadis ¡a¥³¥ sendiri dari segi terminologi bermacam-macam ulama mendefenisikannya diantaranya :
Defenisi Ibn ‘Alw³ al-M±liki al-¦asan :
هو الحديث الذى اتصل سنده بنقل العادل الضابط عن مثله من غير شذوذ و لا علة قادحة فيجب أن تجتمع فيه أمور هى شروط الحديث الصحيح
“Hadis yang bersambung sanadnya yang diperoleh dari perawi yang adil, yang “±bi¯ , yang diterimanya dari perawi yang sama (kualitasnya) tidak tergolong sy±dz dan tidak pula ber-I’lat lagi tercela maka semua hal tersebut merupakan syarat-syarat Hadis ¢a¥³¥ .
Sementara Ab ‘Amr ibn as-¢al±¥ mendefenisikannya dengan : Hadis ¡a¥³¥ adalah musnad yang sanadnya mutta¡il melalui periwayatan orang yang adil lagi dari orang yang adil lagi «±bi¯ (pula) sampai ujungnya, tidak sy±dz dan tidak mu’allal (terkena ‘illat).
Fatchur Ra¥m±n lebih singkat lagi mendefenisikannya dengan “Hadis yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber’illat dan tidak sy±dz .
Dari beberapa defenisi hadis ¡a¥³¥ diatas sepertinya secara esensial mempunyai maksud yang sama hanya saja pada defenisi Hadis ¡a¥³¥ tersebut adalah sekaligus menjadi syarat (kriteria) Hadis ¡a¥³¥, bila dilihat secara teliti dari defenisi tersebut ternyata ada lima kriteria yang bisa diperpegangi untuk melihat sesuatu hadis itu apakah dapat dikatakan hadis ¡a¥³¥ atau tidak dan kelima kriteria tersebut adalah :
a. Sanadnya tidak terputus (mutta¡il ).
b. Perawinya bersifat adil.
c. Sempurna ingatan («±bi¯ )
d. Tidak sy±dz (janggal)
e. Hadis itu tidak ber’illat (cacat).
Adapun secara lebih rinci kriteria-kriteria yang di utarakan ulama-ulama di atas adalah dapat diterangkan sebagai berikut :
a. Sanad Hadis tersebut harus bersambung. Maksudnya adalah bahwa setiap perawi menerima hadis secara langsung dari perawi yang berada diatasnya, dari awal sanad sampai kepada akhir sanad, dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad saw sebagi sumber hadis tersebut. Hadis-hadis yang tidak bersambung sanadnya, tidak dapat disebut Hadis ¢a¥³¥ , yaitu seperti Hadis Munqa¯i’, Mu’«al, Mu’allaq, Mudallas dan lainnya yang sanad-nya tidak bersambung.
1. Perawinya adalah adil. Setiap perawi Hadis tersebut harus bersifat adil. Yang dimaksud adil disini adalah bahwa semua perawi harus Islam, baligh juga memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Senantiasa melakukan segala perintah agama dan meninggalkan semua larangnannya, senantiasa menjauhi perbuatan-perbuatan dosa keci; dan senantiasa memelihara ucapan dan perbuatan yang dapat menodai muru’ah.
2. Perawinya adalah «±bi¯, artinya perawi hadis tersebut memilki ketelitian dalam menerima hadis, memahami apa yang didengar, serta mampu mengingat, dan menghafalnya sejak ia menerima Hadis tersebut sampai pada ia meriwayatkannya. Atau ia mampu memelihara hadits yang ada di dalam catatannya dari kekeliruan, atau dari terjadinya pertukaran, pengurangan, dan sebagainya, yang dapat merubah hadis tersebut. Ke«±bi¯an seorang perawi, dengan demikian, dapat dibagi dua, yaitu : «±bi¯ ¡adr ( kekuatan ingatan atau hafalannya) dan «±bi¯ kit±ban (kerapian dan ketelitian tulisan atau catatannya)
b. Bahwa Hadis tersebut tidak sy±dz, maksud sy±dz atau syudzdz (jamak dari sy±dz) disini, adalah suatu Hadis yang bertentangan dengan Hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat, ini pengertian yang diperpegangii oleh Sy±fi’³ dan kebanyakan ulama lainnya. Melihat pengertian tersebut dapat dipahami tidak sy±dz (ghairu sy±dz) adalah Hadis yang matannya tidak bertentangan deengan Hadis lain yang lebih kuat. Al-H±kim Naisabr³ memasukkan Hadis fard (Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang £iqah, tetapi tidak ada perawi lain yang meriwayatkannya), kedalam kelompok Hadis Sy±dz pendapat ini tidak dipegang oleh jumhur ulama ahli Hadis.
c. Kata ber’illat (ghairu Mua’llal), kata ‘illat bentuk jamaknya adalah ‘illal atau al’illal, menurut bahasa artinya cacat, penyakit, keburukan dan kesalahan baca. Dengan pengertian hadis yang ber’illat adalah hadis-hadis yang cacat atau penyakit. Maksud ‘illat disini adalah berarti suatu sebab yang tersembunyi atau samara-samar. Maksudnya adalah jika dilihat secara zahir Hadis tersebut kelihatan ¡a¥³¥, tetapi sebenarnya hadis tersebut menyimpan kesamaran atau keragu-raguan.
2. Tingkatan Hadis ¢a¥³¥ dan Macam-Macamnya.
Ulama berusaha keras mengkomparasi antar perawi-perawi yang maqbl dan mengetahui sanad-sanad yang memuat derajat diterima secara maksimal karena perawi-perawinya terdiri dari orang-orang terkenal dengnan keilmuan, ke«abi¯an dan keadilannya dengan yang lainnya. Mereka menilai baha sebagian sanad ¡a¥³¥ merupakan tingkat tertinggi daripada sanad-sanad lainnya karena memenuhi sarat-syarat qabl secara maksimal dan kesempurnaan para perawinya dalam hal kriteria-kriterianya. Mereka kemudian menyebutnya a¡a¥¥ al-as±n³d.
Sementara mengenai macam-macam Hadis ¡a¥³¥, pada umumnya para ulama Hadis membaginya kepada dua macam, yaitu: Hadis ¡a¥³¥ li dz±tih dan Hadis ¡a¥³¥ li ghairih, dan pembagian Hadis ini berdasarkan perbedaan dari segi hafalan atau ingatan perawinya. Pada Hadis ¡a¥³¥ lizatihi ingatan perawinya sempurna sementara pada Hadis ¡a¥³¥ li ghairih kurang sempurna.
Adapun yang dimaksud dengan Hadis ¡a¥³¥Lizatihi menurut al-¦asan adalah Hadis yang dirinya sendiri telah memenuhi kriteria ke¡a¥³¥annya sebagai Hadis yang maqbl, sebagaimana dijelaskan diatas, dan tidak memerlukan Hadis yang lainnya.
Sedangkan Hadis ¡a¥³¥ li ghairih adalah Hadis yang tidak memenuhi sifat Hadis maqbl secara sempurna, yaitu Hadis yang asalnya bukan Hadis ¡a¥³¥, akan tetapi derajatnya naik menjadi Hadis ¡a¥³¥ lantaran ada faktor pendukung yang dapat menutupi kekurangan yang ada padanya. Sementara contoh Hadis ini adalah Hadis tentang bersiwak yang sanadnya Mu¥ammad Ibnu Amrin dari Ab Salamah dari Ab Hurairah lalu diriwayatkan oleh Tirm³dz³, tetapi Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukh±r³ dan Muslim, sementara sanad Mu¥ammad Ibnu Amrin Ibnu al-Qomah adalah dikenal dengan sifat as-¡idqi dan as-¡iy±nah tetapi kuang kuat hafalannya.
3. Hukum dan Status Kehujjahan Hadis ¢a¥³¥.
Para ahli Hadis dan sebagian ulama ahli Ushul serta ahli fiqh sepakat menjadikan Hadis-Hadis ¡a¥³¥ sebagai hujjah (dasar pedoman) yang wajib beramal dengannya. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan akidah oleh karenanya tidak ada alasan bagi setiap muslim untuk meninggalkannya.
c. Hadis ¦asan
1. Pengertian dan Kriteria Hadis ¦asan .
¦asan menurut bahasa berarti sesuatu yang disenangi dan dicondongi oleh nafsu. Sedangkan Hadis ¥asan menurut istilah ulama berbeda pendapat diantaranya Ibnu ¦ajar mendefenisikannya :“Khabar a¥±d yang dinukilkan melalui perawi yang adil, sempurna ingatannya, bersambung sanadnya dengan tanpa ber’illat dan sy±dz disebut Hadis ¡a¥³¥ , namun hal kekuatan ingatannya kurang kokoh (sempurna) disebut ¥asan li dz±tih.
Adapun kriterianya Hadis ¥asan menurut Alw³ M±liki al-¦asan³ adalah :
a. Bersambung sanadnya.
b. Perawinya Adil (a’d±lah ar-r±w³)
c. Perawinya «±bi¯.
d. Terbebas dari sy±dz.
e. Terbebas dari ‘illat.
2. Macam-Macam Hadis ¦asan , Hukum dan Status Kehujjahannya.
Hadis ¥asan ini juga terbagi kepada dua bagian yaitu : Hadis ¥asan li dz±tih dan Hadis ¥asan li ghairih.
a. Hadis ¥asan li dz±tih dari segi bahasa bisa cenderung, yang baik, dan yang bagus. Namun dari segi istilah adalah “ Satu Hadis yang sanadnya bersambung dari permulaan hingga akhir, diceritakan oleh orang-orang adil tetapi ada yang kurang «±bi¯, serta tidak ada syudzdz dan ‘illat. Karena hakikat Hadis ¥asan li dz±tih ini sama maknanya dengan pengertian Hadis ¥asan secara umum maka kebanyakan ulama menyamakan Hadis ¥asan li dz±tih ini dengan Hadis ¥asan. Adapun contoh Hadis ini :
b. “Kata Turmuzi telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menderitakan keapda kami Abdah bin Sulaiman, dari Muhammad bin Amar, dari Abi Salamah dari Abi Hurairah, ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw : “Jika aku tidak takut untuk membertakan umatku, niscaya aku perintah mereka bersikat gigi pada setiap sholat. Hadis ini sesuai dengan kriteria diatas namun khusus masalah «±bi¯ terjadi masalah karena salah satu sanandnya yaitu Muhammad bin Amr bin al-Qomah kurang kuat hafalannya.
c. Hadis ¥asan li ghairih, dari segi bahasa artinya : karena yang lainnya. Sedangkan dari segi istilah at-°a¥¥±n mendefenisikan Hadis ¥asan li ghairih dengan :
هو الضعيف إذا تعددت طرقه و لم يكن سبب ضعفه فسق الراوى أو كنيه
(Yaitu Hadis dhai’f apabila jalan datangnya berbilang (lebih dari satu), dan sebab kedhoifannya bukan karena perawinya fasik atau pendusta.
Contoh: “Hadis yang diriwayatkan at-Turmuzi dan diriwayatkan ¦asan, dari jalan Syu’bah dari ‘²¡im ibn Ubaid Allah dari Abd Allah ibn Amr ibn Rab³’ah dari ayahnya, bahwa seorang wanita dai bani Fazarh kawin dengan mahar sepasang sandal, maka Rasulullah Saw. bertanya : “Apakah engkau merelakan dirimu sedangkan kamu hanya mendapat sepasang sandal?”, maka wanita tersebut menjawab “rela”, maka Rasulpun membolehkannya.
Pada Hadis tersebut diatas terdapat perawi ‘²¡im, yang dinilai oleh para ulama Hadis sebagai peawi yang «a’³f karena buruk hafalannya, tetapi at-Tirm³dz³ mengatakannya sebagai ¥asan , karena datangnya (dijumpai sanad lain dari) Hadis tersebut melalui jalan lain.
Sementara Hadis ¥asan bila dilihat dari status Hukum dan kehujjahannya maka sebagaimana Hadis ¡a¥³¥ , meskipun derajatnya berada dibawh status Hadis ¡a¥³¥, adalah Hadis yang dapat dijadikan hujjah dalam penetapan hukum atau dalam beramal. Para ulama Hadis, ulama ushul fiqh, dan fuqaha sependapat tentang kehujjahannya.
C. Hadis Mardd
a. Hadis ¬a’³f
1. Pengertian dan Kriteria Hadis ¬a’³f
¬a’³f secara bahasa adalah lawan dari al-qaw³, yang (lemah), Hadis «a’³f ini adalah Hadis mardd, yaitu Hadis yang ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil dalam menetapkan suatu hukum.
Imam Ab³ ‘Amar Ibnu ¢al±¥ mendefenisikan Hadis «a’³f sebagai berikut :
ما لم يجتمع فيه صفات الصحيح و لا صفات الحسن
“setiap Hadis –Hadis yang tidak terdapat padanya sifat Hadis ¡a¥³¥ dan tidak pula sifat-sifat Hadis ¥asan maka dia disebut Hadis «a’³f.”
Imam Ibnu Ka£³r mendefenisikan Hadis «a’³f sebagi berikut :
كل حديث لم يجتمع فيه صفات الحديث الصحيح و لا صفات الحسن
“Hadis – Hadis yang tidak terdapat padanya sifat-sifat ¡a¥³¥ dan sifat-sifat ¥asan ”.
Imam ¦±fi§ ¦asan al-Mas’d³ memberikan defenisi Hadis «a’³f sebagai berikut : “Hadis yang kehilangan satu syarat atau lebih dari Hadis ¡a¥³¥ atau Hadis ¥asan .”
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa Hadis «a’³f adalah Hadis yang tidak mencukupi syarat ¡a¥³¥ maupun ¥asan baik dari segi sanad dan matannya, maka kekuatannya lebih rendah disbanding dengan Hadis ¡a¥³¥ dan Hadis ¥asan .
Dari kesimpulan diatas pula dapat dambinn intisari bahwa kriteria Hadis “a’³f adalah : terputusnya antara satu perawi dengan perawi lainnya dalam satu sanad Hadis tersebut, yang seharusnya bersambung dan terdapat cacat pada diri seoang perawi atau matan dari Hadis tersebut.
2. Macam-Macam Hadis ¬a’³f
Jenis Hadis «a’³f sangat banyak dan tidak cukup jika dijelaskan secara keseluruhan dalam makalah ini, untuk itu penulis berusaha untuk memilah menjadi dua macam Hadis «a’³f oleh karena sebabnya, yaitu :
a. Hadis «a’³f disebabkan oleh terputusnya sanad.
1. Hadis Mursal
“Hadis Mursal adalah Hadis yang gugur dari akhir sanadnya, seorang perawi sesudah tabi’i.
sebagai contoh dari Hadis Mursal ini adalah :
“Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab ¢a¥³¥nya pada bagian “jual beli” (kit±b al-buy’) dia berkata : “telah menceritakan kepadaku Mu¥ammad Ibnu Raf³’, telah menceritakan kepada kami ¦ujjain, telah menceritakan kepada kami al-Lai£, dari Uqail dari Ibnu ¢ih±b dari Ibnu Sa’³d ibnu Musayyab, bahwa Rasulullah Saw. melarang menjual kurma yang masih berada dipohon, dengan kurma yang sudah dikeringkan.”
Said bin Musayyab adalah seorang tabi’i besar,. Dia meriwayatkan Hadis ini tanpa menyebutkan perawi (sahabat) yang menjadi perantara antara dirinya dengan Rasulullah Saw. Dalam hal ini Ibnu Musyayyab telah menggugurkan akhir dari perawinya yaitu sahabat. Bisa saja selain dari sahabat yang digugurkannya ada tabi’i lain yang juga digugurkannya.
1. Mursal ¢a¥±b³, yaitu : Pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Rasulullah saw tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran disaat Rasulullah Saw. masih hidup ia masih kecil atauu terbelakang masuk Islamnya.
2. Mursal Khaf³ yaitu : Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’i namun tabi’i yang meriwayatkan Hadis tersebut hidup sezaman dengan sahabat tetapi tidak pernah mendengar ataupun menyaksikan Hadis langsung dari Rasulullah Saw.
3. Mursal Jal³, yaitu : apabila penggugurannya dilakukan oleh rawi (tabi’i) dapat diketahui jelas sekalii oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tersebut tidak pernah hidup sezaman dengan orang yang digugurkannya atau yang menerima berita langsung dari Rasulullah Saw.
2. Hadis Munqati’.
Al-munqati’ yaitu Hadis yang gugur padanya seorang rawi atau disebutkan padanya seorang rawi yang tidak jelas. Contoh Hadis Munqati’ adalah :
Hadis yang diriwayatkan oleh ‘Abdu al-Razz±q dari at-¤auri dari Ab³ Is¥±q dari Zaid Ibnu Yu£i dari Huzaifah yang menyatakan sebagai Hadis Marf’ (berasal dari Nabi) jika kamu mengangkat Ab Bakar sebagai pemimpin maka ia adalah seorang yang kuat dan dapat dipercaya.
3. Hadis Mudallas
Hadis Mudallas adalah Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi dari orang yang hidup semasanya, namun ia tidak pernah bertemu dengan orang yang diriwayatkannya tersebut dan tidak mendengarnya dari nya karena kesamaran mendengarkannya”.
4. Hadis Mu’a««al
Secara bahasa menurut ilmu Hadis mu’a««al adalah Hadis yang gugur dari sanadnya dua atau lebih scara berturut-turut baik dari awal sanda, pertengahan sanad ataupun akhirnya. Hadis ini termasuk yang di mursalkan oleh tabiat tabi’in. Hadis ini sama bahkan lebih rendah dari Hadis Munqati’. Sama dari keburukan kualitasnya, bila kemunqoti’annya lebih dari satu tempat.
5. Hadis Mu’allaq
menurut istilah ilmu Hadis, mu’allaq adalah Sesuatu yang telah gugur seorang perawi atau lebih secara berturut-turut dari awal sanad baik gugurnya tetap ataupun tidak.
3. Hadis ¬a’³f Ditinjau Dari Segi Cacatnya Perawi.
Dari segi diterima atau tidaknya suatu Hadis untuk dijadikan hujjah maka Hadis pada prinsipnya terbagi kepada dua bagian yaitu Hadis maqbl yang mana Hadis maqbl ini adalah Hadis mutaw±tir, ¡a¥³¥ dan ¥asan sementara yang kedua adalah Hadis mardd yaitu Hadis «a’³f dan mau«’.
Karena cacat perawi dalam Hadis «a’³f ini baik dari segi matan maupun sanadnya disebabkan oleh keadilan perawi, agamanya atau hafalannya atau ketelitiannya, selain itu juga karena terputusnya sanad perawi atau yang digugurkan atau yang saling tidak bertemu antara satu dengan yang lain. Dalam hal ini Hadis «a’³f yang ditinjau dari segi perawinya terbagi bermacam-macam yaitu :
1. Hadis Mu«a’af.
Yaitu Hadis yang tidak disepakati ke«a’³f annya. Sebagai ahli Hadis menilainya mengandung ke«a’³fan, baik dalam sanad maupun matannya, dan sebagian lain mengatakannya kuat namun penilaian ke«a’³f annya lebih kuat.
2. Hadis Matrk.
Adalah Hadis yang menyendiri dalam periwayatan dan diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam periwayatan Hadis, dalam Hadis nabawi, atau sering berdusta dalam pembicaraannya atau terlihat jelas kefasikannya, melalui perbuatan ataupun kata-kata, serta sering kali salah atau lupa.
Yang dimaksud dengnan rawi tertuduh dusta yaitu seorang rawi yang dalam pembicaraan selalu berdusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia berdusta dalammembuata h. adapun orang yang berdusta diluar pembuatan Hadis ditolak periwayatannya.
3. Hadis Munkar.
Adalah Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang «a’³f yang Hadis tersebut berlawanan dengan yang diriwayatkan oleh perawi yang yang lebih kuat.
4. Hadis Mu’allal.
Adalah Hadis yang cacat karena perawinya al-wahm, yaitu hanya persangkaan atau dugaan yang tidak mempunyai landasan yang kuat. Umpamanya, seorang perawi yang menduga suatu sanad adalah mutta¡il (bersambung) yang sebenarnya adalah munqathi’ (terputus), atau dia mengirs±lkan yang mutta¡il, dan memauqfkan yang marf’ dan sebagainya.
5. Hadis Mudraj.
Idr±j berarti memasukkan Sesutu kepada suatu yang lainnya dan menggabungkannya kepada yang lain itu, dengan kata lain Hadis mudraj adalah Hadis yang didalamnya terdapat kata-kata tambahan yang bukan dari bagian Hadis tersebut.
6. Hadis Maqlb.
Hadis Maqlb adalah Hadis yang menggantikan suatu lafaz dengan lafaz lain pada sanad Hadis atau matannya engan cara mendahulukan ataupun mengakhirknnya. Dengan kata lain ada pemutar balikan antara matan dan sanad baik didahulukan ataupun diakhirkan. Dalam hal ini jelas bahwa hukumnya trtolak serta tidak dapat dijadikan dalil suatu hukum.
7. Hadis Mu«¯arib.
Hadis Mu«¯arib adalah Hadis yang diriwyatkan dalam bentuk yang berbeda yang masing-masing sama kuat. Contoh :
Hadis Abu Bakar ra bahwasanya dia berkata “Ya Rasulullah, aku lihat engkau telahberuban” Rasulullah saw menjawab, “Hud dan saudara-saudaranya yang menyebabkanku beruban”. (HR. Tirmizi)
8. Hadis Mu¡a¥¥af yaitu Hadis yang dirubah kalimatnya, yang tidak diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqot, baik secara lafaz maupun makna Hadis ini ada yang berubah sanadnya dan adapula berubah matannya.
9. Hadis Sy±dz yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbl, yaitu perawi yang «±bi¯, adil dan sempurna kebaikannya namun Hadis ini berlawanan dengan Hadis yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih £iqah, adil dan «abi¯ sehingga Hadis ini ditolak. Hadis ini juga disebut dengan Hadis Ma¥f§.
4. Hukum yang mengandalkan Hadis «a’³f
Ada tiga pendapat ulama tentang kehujjahan Hadis «a’³f :
1. Hadis «a’³f tidak diamalkan secara mutlak, baik mengenai fa«±il maupun a¥k±m dan ini merupakan pendapat kebanyakan ulama termasuk Imam Bukh±r³ dan Muslim.
2. Hadis «a’³f bisa diamalkan secara mutlak, ini merupakan pendapat Ab Daud dan Imam A¥mad yang lebih mengutamakan Hadis «a’³f dibandingkan ra’yu seseorang.
3. Hadis «a’³f dapat digunakan dalam masalah fa«±il maw±’iz atau sejenis dengannya dengan memenuhi kriteria yang ada. Ibnu ¦ajar membaginya kepada kriteria yaitu : :
- Ke«a’³f annyaa tidak terlalu
- Hadis «a’³f yang termasuk cakupan Hadis pokok yang bisa diamalkan.
- Ketika mengamalkannya tidak meyakini bahwa ia berstatus kuat tapi sekedar hati-hati. .
-
b. Hadis Mau«’
1. Pengertian Hadis Mau«.’
Kata mau«’ yang berasal dari bahasa Arab dapat diartikan sebagai sesuatu yang diada-adakan atau palsu atau yang gugur. Sedangkan secara terminologis Hadis mau«’ berarti:
ما نسب إلى رسول الله صلى الله عليه و سلم اختلافا و كذبا مما لم يقله و يفعله و يقره
Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. secara dibuat-dibuat dan dusta padahal beliau tidak mengatakannya, tidak mengerjakannya dan tidak memutuskannya.
Contoh Hadis mau«’ adalah:
من رفع يديه فى الركوع فلا صلاة له
Barang siapa yang mengangkat tangannya pada waktu ruku’ maka tidak ada shalat baginya.
ولد الزنا لا يدخل الجنة إلى سبعة أبناء
Anak yang dilahirkan dari hubungan zina tidak akan masuk syurga hingga tujuh keturunan.
Hadis ini bertentangan dengan kandungan Alquran yang menyatakan bahwa setiap orang hanya akan menanggung dosanya sendiri.
2. Ciri-Ciri Hadis Mau«’
Hadis mau«’ akan terlihat dengan melihat ciri berikut baik pada matan atau sanadnya.
a. Ciri-ciri pada sanad:
• Perawi dikenal pendusta.
• Pengakuan perawi.
• Kenyataan sejarah bahwa sang perawi tidak mungkin berjumpa dengan orang yang meriwayatkan hadis kepadanya.
b. Tanda-tanda pada matan:
• Terdapat kejanggalakan redaksi atau susunan kalimat yang digunakan yang tidak mungkin diucapkan oleh seorang Rasul.
• Menyalahi keterangan Alquran.
• Tidak sejalan dengan realita sejarah.
• Mengklaim pahal berlipat ganda untuk amal yang kecil.
D. Penutup
Adapun yang menjadi kesimpulan pada pembahasan ini adalah :Hadis dari segi kehujjahannya terdiri dari dua bagian yaitu Hadis maqbl dan hadis mardd . Hadis maqbl terbagi lagi kepada tiga bagian yaitu Mutaw±tir, ¢a¥³¥ dan ¥asan . Sedangkan Hadis mardd adalah Hadis «a’³f, b±¯il dan mau«’.
Hadis mutaw±tir adalah Hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw. yang dapat ditangkap oleh panca indera. Perawinya terdiri dari jumlah yang banyak, sekurang-kurangnya sepuluh orang, tapi ada juga yang berpendapat cukup dengan empat orang.
Hadis ¡a¥³¥ adalah Hadis yang memenuhi persyaratan, sanad Hadis tersebut bersambung, perawinya adil, perawinya «±bi¯, tidak sy±dz, selamat dari ‘illat atau cacat.
Hadis ¥asan adalah Hadis yang pengertiannya hampir sama dengan Hadis ¡a¥³¥ hanya saja pada Hadis ¥asan pada bagian syarat perawinya diragukan ke«±bi¯annya.
Hadis Mardd yaitu Hadis «a’³f dan mau«’. Hadis «a’³f adalah hadis yang tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi Hadis ¡a¥³¥ ataupun Hadis ¥asan karena terdapat beberapa cacat dari segi sanad maupun matannya. Hadis «a’³f tidak diamalkan secara mutlak namun dapat digunakan untuk fa«±il al-maw±’i§, lebih baik bila dibandingkan ra’yu pribadi seseorang. Sedangkan Hadis mau«’ adalah Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah Saw. secara dibuat-dibuat dan dusta padahal beliau tidak mengatakannya, tidak mengerjakannya dan tidak memutuskannya.
Adapun Hadis b±¯il, penulis belum menemukan secara pasti defenisi dan penjelasannya sepanjang kajian kami terhadap buku-buku kajian Hadis.
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Nilai hadis menurut kehujjahannya, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini. |