Makalah Pendekatan Studi Sains Ilmu Hayat
PENDAHULUAN
Secara ringkas ilmu hayat/biologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan organisme hidup (tumbuhan dan hewan termasuk manusia). Ilmu hayat atau ilmu kehidupan meliputi studi tentang sifat-sifat, klasifikasi dan tingkah laku organisme, bagaimana spesies terlahir dan bagaimana mereka saling berinteraksi dengan lingkungannya, tingkah laku sosial diantara komunitas dan sebagainya. Dilihat dari sifatnya, ilmu hayat adalah sekumpulan hasil observasi fenomena yang terkait dengan kondisi hidup, hipotesis-hipotesis dan teori-teori mengenai sistem dan kondisi hidup. Arti hidup atau kondisi hidup adalah kondisi yang membedakan antara hewan dan tumbuhan dengan objek anorganik dan organisme yang mati. Artinya tumbuhan dan hewan yang hidup adalah zat organik hidup yang berbeda dengan zat organik hewan dan tumbuhan yang mati.
Keadaan hidup atau hidup yang dipelajari adalah apa-apa dan kondisi dari tumbuhan dan hewan ketika hewan dan tumbuhan tersebut dalam keadaan tidak mati. Ciri-ciri hidup meliputi terjadinya pertukaran dan perputaran zat, perkembangbiakan, pertumbuhan dan perkembangan, respons terhadap stumulus, dan pergerakan. Kajian terhadap ciri-ciri hidup tersebut akan mengarahkan kepada pemahaman apa yang dimaksud dengan hidup menurut ilmu hayat/biologi.
PEMBAHASAN
A. Ilmu Hayat
Pada tataran organisme, ilmu hayat menjelaskan fenomena proses kelahiran, pertumbuhan, proses penuaan, proses kematian dan membusuknya organisme. Selanjutnya dikaji juga tentang kesamaan sifat-sifat di antara anak (filial) dengan tetuanya (induk, parent), dan proses pembungaan tumbuhan. Fenomena lainnya meliputi laktasi penyusuan anak, metamorfosis, penetasan telur, proses penyembuhan dan juga dilengkapi dengan sifat-sifat tropisme. Pada skala yang lebih luas, ilmu hayat juga menelaah domestikasi binatang dan tanaman, juga menelaah keanekaragaman organisme binatang dan tumbuhan (Biodiversitas), perubahan (evolusi) dan kepunahan.
Objek kajian hayati/biologis meliputi klasifikasi dan sistematik, morfologi atau struktur, fisiologi atau operasional hidup, anatomi dan sitologi atau struktur mikroskopik, proses yang khas seperti pertumbuhan dan aspek metabolisme serta kajian aspek aplikasi hayati/biologi seperti rekayasa genetika, transgenik/cloning, kultur jaringan, breeding, hibridisasi dan rekayasa hayati lainnya.
Apabila definisi dan objek kajian hayati hanya yang bersifat wujud empiris rasional saja, maka kajian tersebut bersifat sekuler (menyisihkan wujud yang dimaksud pengetahuan dalam islam) karena objek kajian biologis atau sains yang diisyaratkan atau diberitakan (diperintahkan untuk diperhatikan/dilihat/dipikirkan) oleh wahyu bukan hanya materi alam yang wujudnya tampak (‘alam al-syahadah) tetapi juga alam yang tidak tampak (‘alam al-ghayb). Sebagai sains yang dipandu wahyu, memandang sains islam bersifat holistik dengan tauhid sebagai paradigma makro. Iman dan rasio berpadu dalam sains Islam.
B. Nilai Islami dalam Ilmu Hayat
Naquib Al-Attas dalam Adi Setia (2005 : 54) menyebutkan ilmu yang datang dari Allah diperoleh melalui cara atau saluran:
- Pancaindera (sound senses/hawass salimah) yang meliputi pancaindera eksternal (peraba, perasa, pencium, pendengaran dan penglihatan) dan pancaindera internal (common sense, representation, estimation, recollection/retention dan imagination)
- Khabar yang benar (khabar shadiq) berdasarkan autoritas (naql) yang meliputi : otoritas multak (otoritas ketuhanan (al-Qur’an) dan kenabian (hadist rosulullah saw.); otoritas nisbi (kesepakatan alim ulama/tawatur dan khabar orang terpercaya secara umum.
- Intelek (intellect/’aql) yang meliputi: ‘akal sehat /sound reason dan ilham/intuition/hads/wildan.
Akal merupakan faktor utama dalam proses mendapatkan ilmu. Faktor akal ini yang membedakan manusia dari hewan, maka dapat diterima dalam menemukan ilmu biologi Islam, penggunaan pancaindera yang sehat dan akal yang sehat untuk memahami kebenaran hakekat dari fenomena hayati organisme tumbuhan dan hewan/manusia yang hidup.
Saintis/biologiwan mencari hakekat atau realitas dibalik alam fenomenal yang dlahir yang mampu merangkum berbagai performens hayati. Akan tetapi pencarian ilmu biologis kurang atau sedikit sekali menggunakan daya ilhami, karena ontologi biologi yang mensifatkan demikian, yang berbeda dengan sains sosial atau psikologi. Fenomena biologi umumnya bersifat fisik yang mudah ditangkap oleh indera. Oleh karena itu biologiwan sedikit mendapat penjelasan secara ilhami. Meskipun demikian , dalam perjalanannya sering kita dengar berita dari para penemu sains terjadinya “lucky discovery”. Penemuan yang muncul tiba-tiba. Ilham/intuisi yang mengakhiri kemandegan saintis dalam pencarian ilmunya.
Aristoteles 300 SM menyatakan pemikirannya, bahwa binatang mahluk kecil itu munculnya begitu saja dari benda yang mati. Pemikiran itu dianut juga oleh Needham, pendeta orang Irlandia yang pada tahun 1745-1750 mengadakan percobaan dan penelitian dengan variasi emulsi dan cairan biji-bijian, daging dan substrat lainnya. Air rebusan yang disediakan disimpan rapat-rapat dalam wadah tertutup, namun mikroorganisme dapat muncul dan hidup pada media tersebut. Kesimpulannya, kehidupan baru dapat muncul dari benda yang mati. Pendapat ini terkenal dengan teori abiogenesis (mahluk muncul begitu saja dari barang mati) atau juga disebut teori generatio spontanea (mahluk itu terjadi begitu saja muncul secara spontan). Tetapi kemudian, pendapat Aristoteles dan Needhan tersebut dibantah oleh Spallanzani (1729-1799) yang membuktikan bahwa perebusan dan penutupan botol yang dilakukan Needhan tidak akurat.
Percobaan Schultze 1836 dan Schroeder dan Dusch pada 1854 serta Louis Pasteur tahun 1865 membuktikan bahwa tidak ada kehidupan baru dari benda mati. Pendapat ini dikenal dengan semboyan Omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo (kehidupan itu berasal dari telur, dan telur itu berasal dari sesuatu yang hidup). Penelitian saintis barat tersebut belum dapat menjawab dari mana asal mahluk kecil (bakteri) bermula. Mereka berhenti disana, tidak ada panduan atau petunjuk yang mengarahkan pada suatu keyakinan yang berada di luar rasio mereka.
Rasio mereka bergerak pada sesuatu yang tidak empiris. Mereka mulai berpikir analisis-historis (sesuatu yang tidak dialami). Mahluk hidup atau bakteri itu adalah entitas mikroorganisme yang wujudnya tersusun dari makro-molekul protein (daging), sedangkan protein tersusun dari molekul asam amino (NH2). Memang rasional, elemen/unsur zat lemas atau nitrogen (N) dan hidrogen H2 dan sulfida H2S berlimpah dialam ini. Atmosfir (udara) bebas mengandung +78% gas nitrogen dan H2 dapat terlisis dari air (H2O), maka mereka menggunakan teori evolusi bahwa bakteri tersebut muncul melalui evolusi atau perubahan dari anasir yang ada di bumi yaitu dari zat nitrogen dan hidrogen. Memang sekarang orang sudah dapat menyusun molekul protein sintetis dengan alat mesin yang sangat canggih, tetapi satu hal yang tidak dapat dibuat adalah “hidup”. Bakteri adalah mahluk hidup yang dapat bergerak dan berbiak, bukan hanya molekul protein (daging) yang tidak bernyawa.
Hanyalah wahyu yang dapat menjawab pertanyaan dari mana dan bagaimana substansi protein itu menjadi hidup. Al-Quran dalam surat al-Mu’minun ayat.14 memberikan panduan bagaimana fase-fase peristiwa (urutan-urutan) penciptaan makhluk (embriologi). Pada fase akhir, Allah menyatakan
“…ﺭﺧﺁ ﺎﻗﻟﺨ ﻩﺎﻧﺄﺷﻧﺃ ﻢﺜ”. Dengan ditiupkan roh ke dalam tubuhnya, maka jadilah makhluk.
Tugas saintis ahli embriologi untuk mengelaborasi fase-fase perkembangan embrio tersebut sehingga dikenali lebih jelas bagaimana agar embrio berkembang normal berdasarkan perhitungan kesehatan. Adapun permasalahan ruh pada mahluk hidup sulit dijelaskan, karena memang manusia hanya diberi sedikit ilmu tentang ruh itu ( Al-Quran surat Bani Israil)
Wujud alam nyata ini relatif, yang wujudnya bergantung kepada tuhan, menjadi ghayb bagi manusia karena dimensi jarak, diisyaratkan dalam wahyu seperti yang tersurat dalah surat Ar-Rahman 33 :
...ﺍﻮﺫﻔﻧﺎﻔ ﺽﺭﻷﺍﻮ ﺕﺍﻮﻣﺳﻟﺍ ﺭﺎﻃﻗﺃ ﻦﻤ ﺍﻮﺫﻓﻧﺘ ﻥﺃ ﻢﺘﻌﻂﺗﺴ ﻥﺇ ﺲﻧﻹﺍﻭ ﻦﺠﻟﺍ ﺭﺸﻌﻣ ﺎﯿ
Wujud yang jauh di sana, yang ghayb tidak tampak dengan mata menjadi objek kajian sains Islam
Menjadi tidak tampak dengan mata telanjang , seperti wujud materi mikroorganisme (organisme super-mikroskopik : virus) yang dimensi besarnya hanya ukuran mili mikron dan hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop elektron yang memiliki magnifikasi --100.000 kali. Organisme ini tidak tampak dengan mata telanjang karena sangat kecil dimensi wujudnya. Dalam surat al-Baqarah, wahyu Allah “...ﻰﯾﺤﺘﺴﯾ ﻻ ﷲﺍ ﻥﺇ” telah mengisyaratkat adanya wujud atau objek yang sangat kecil.
Sering terjadi proses metabolisme kuratif yang diluar kendali rasio dan ilmu manusia. Ketika diagnosis dokter atau analisis praktisi biologi menyimpulkan bahwa perkembangan fatogen/penyakit dalam organ tubuh mahluk tidak dapat dihentikan (penyakit tidak dapat disembuhkan), tetapi Allah pencipta kehidupan menentukan lain.
Naquib Al-Attas dalam Adi Setia (2005 :57) menyebutkan bahwa akal atau intelek merupakan jembatan yang menghubungkan antara alam inderawi yang lebih rendah tahap wujudnya dengan alam ruhani yang lebih tinggi tahap wujudnya serta yang menjadi sumber kepada alam inderawi. Melalui akal, manusia mampu mengalami tahap wujudi yang lebih tinggi itu. Melalui akal juga manusia mampu memadukan aspek jasmaninya dengan aspek ruhaninya. Dengan demikian manusia mampu mencapai pemahaman atau ilmu tentang fenomena dan naumena sekaligus. Sebagai biologiwan Islam akan menyakini, dibalik metabolisme hayati yang bekerja secara rasional yang relatif pasti itu, terdapat kepastian yang mutlak dari kekuasaan penggerak kehidupan. Setelah Allah menciptakan, Allah pun memeliharanya dan memberikan arahannya (ﻯﺪﻬﻔ ﺭﺪﻗ ﻯﺬﻠﺍ ﻭ , surat al-A’laa)
C. Ilmu yang Tidak Netral/Sarat Nilai
Kegunaan mempelajari ilmu hayat adalah agar dapat memahami fenomena, gejala dan fakta alam hayati dan menggunakan pemahaman itu untuk tindakan perbaikan dan upaya pelestarian alam hayati dan meningkatkan kesejahteraan manusia dan mahluk lainnya serta untuk dapat memahami dan menyakini alam makhluk hidup sebagai ciptaan Allah. Klimaksnya manusia akan tunduk mengucapkan subhanallah bahwa Allah menciptakan alam dan makhluk hidup itu secara terencana, tertib dan tidak bathil. Ilmu hayat sebagai ilmu yang menelaah ayat-ayat kauniyah tidak bebas nilai (netral) tetapi sarat/penuh dengan nilai-nilai, dalam hal ini nilai islami. Bagaimana kegunaan dan pentingnya sains Islami dilaksanakan, Nasim Butt (1996) telah membuat perbandingan antara sains barat dan sains yang dipandu dengan ajaran Islam sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
- Adi Setia. 2005. Epistemologi Islam Menurut Al-Attas. Satu Uraian Singkat. Islamia. Thn II. No 6. 2005. Jakarta h. 53-58
- Nasim Butt. 1996. Sains dan Masyarakat Islam. Pustaka Hidayah. Bandung
- Rustam Effendi. 2003. Produksi Dalam Islam. Magistra Insani Press. MSI UII Yogyakarta.