BAB I
PENDAHULUAN
Persoalan pendidikan muncul seiring dengan adanya manusia itu sendiri di atas dunia, oleh karena manusia itu merupakan homo educandum yang artinya bahwa manusia itu pada hakekatnya merupakan makhluk yang di samping dapat dan harus didik, juga dapat dan harus mendidik. Dengan demikian, pernyataan ini memperluas arti pendidikan sebenarnya yang selama in orientasi manusia terhadap dunia pendidikan adalah dunia sekolah.[1]
Kondisi tersebut diatas, saat ini telah banyak ditinggalkan orang-orang dan kerena beranggapan bahwa belajar di dunia sekolah bukan satu-satunya faktor yang menentukan corak kehidupan seseorang. Dengan lingkungan fisik, sosial, maupun budaya yang selalu berubah, mengharuskan orang untuk terus menerus belajar agar tidak ketinggalan zaman.[2]
Dalam konteks keindonesiaan, dikenal juga pendidikan seperti yang dimakud di atas yakni sebutan pendidikan luar sekolah. Bahkan secara yuridis formal, pendidikan luar sekolah ini diatur dalam Undang-Undang RI tentang sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan luar sekolah secara umum dapat dibagi menjadi pendidikan Informal dan non formal, sedangkan pendidikan sekolah lebih dikenal dengan pendidikan formal.
Makalah ini akan membahas khusus tentang Pendidikan Islam non formal yang berupa majlis ta’lim, Remaja Mesjid dan pesantren kilat, baik dilihat dari segi perkembangannya di Indonesia maupun ditinjau dari segi pengaruhnya bagi pendidikan Islam di Indonesia.
A. Perkembangan Pendidikan Islam Non Formal di Indonesia
1. Majlis Taklim
Lembaga pendidikan non formal yang menyelenggarakan pengajian Islam. Lembaga ini berkembang dalam lingkungan masyarakat muslim di Indonesia baik di Jakarta maupun di daerah-daerah lain. Penamaan majlis taklim lebih banyak ditemukan di Jakarta, khususnya di kalangan masyarakat Betawi, sementara di daerah lain lebih dikenal dengan “Pengajian Agama Islam”. Meskipun kata Majlis Taklim berasal dari bahasa Arab, namun istilah itu sendiri tidak digunakan di negara/masyarakat Arab.
Secara etimologis, majlis taklim dapat diartikan sebagai tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Dalam perkembangannya, majlis taklim tidak lagi terbatas sebagai tempat pengajaran saja, tetapi telah menjadi lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam.
Musyawarah majlis taklim se DKI Jakarta pada tahun 1980 telah memberika batasan yang lebih defenitif tentang pengertian majlis taklim; yaitu suatu lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan membangun hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah swt, manusia dengan sesamanya, manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt.[3]
Majlis taklim, sebagai lembaga pendidikan non formal Islam, mempunyai kedudukan yang penting di tengah masyarakat muslim Indonesia, antara lain :
Sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt.
Taman rekreasi rohaniah,
Wadah silaturahmi yang menghidupsuburkan syiar Islam,
Media penyampaian gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
Majlis taklim berkembang luas dikalangan masyarakat muslim Indonesia khususnya di daerah Jakarta dan sebagian Jawa Barat, setidaknya ada lebih kurang 2.899 buah majlis taklim di daerah Jakarta pada pendataan majlis taklim tahun 1980. pada tanggal 9-10 Juli 1980 Koordinasi Dakwah Islam (kodi) DKI Jakarta menyelenggarakan Musyawarah majlis taklim se DKI Jakarta. Dari musyawarah ini berhasil membentuk wadah koordinasi yang diberi nama Badan kontak majlis taklim (BKMT) DKI Jakarta yang diketuai oleh Dra. H. Tutty Alawiyah.[4]
Ditinjau dari kelompok sosial dan dasar pengikat jama’ahnya, majelis taklim dapat dikelompokkan dalam beberapa macam : majelis taklim yang pesertanya terdiri dari jenis tertentu seperti kaum bapak, kaum ibu, remaja dan campuran (tua, muda,pria dan wanita) ;majelis taklim yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga sosial keagamaan, kelompok penduduk disuatu daerah, istansi dan organisasi tertentu.
Metode penyajian majelis taklim dapat dikategorikan menjadi: (a) Metode ceramah, terdiri dari ceramah umum, yakni pengajar /ustad/kiai bertindak aktif memberikan pengajaran sementara jama’ahnya pasif, dan ceramah-ceramah khusus, yaitu pengajar dan jama’ah sama-sama aktif dlam bentuk diskusi; (b) metode halaqah, yaitu pengajar membacakan kitab tertentu, sementara jama’ah mendengarkan; (c) metode campuran, yakni melaksanakan berbagai metode sesuai kebutuhan.
Materi yang dipelajari dalam majelis taklim mencakup; pembacaan al-qur’an serta tajwidnya, tafsir bersama ulum al-qur’an, hadis dan mustalah-nya, fikih dan usul fikih, tauhid, akhlaq, ditambah lagi dengan materi-materi yang dibutuhkan para jama’ah misalnya masalah penanggulangan kenakalan pada anak, masalah undang-undang perkawinan, dan lain-lain. Majelis taklim dikalangan masyarakat betawi biasanya memakai buku-buku berbahasa Arab atau bahasa Arab Melayu seperti tafsir jalalain, nail al-authar, dan lain-lain. Pada majelis-majelis taklim lain dipakai juga kitab-kitab yang berbahasa Indonesia sebagai pegangan, misalnya fikih Islam karangan Sulaiman Rasyid dan beberapa buku terjemahan.
Remaja Mesjid
Remaja mesjid adalah suatu organisasi kepemudaan yang diadakan di setiap mesjid yaitu semua muslim yang sudah akil balig yang berkediaman di sekitar mesjid[5]. Dalam praktek, organisasi ini diisi oleh sekumpulan orang. Biasanya disebut pengurus yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian pengaturan hubungan antara pengurus dan pembagian tugas antara mereka berjalan dengan baik dan efektif. Tetapi tentu saja organisasi tersebut bukanlah statis melainkan dinamis berkembang sesuai dengan ruang dan waktunya..
Remaja mesjid adalah merupakan organisasi mesjid dengan demikian berarti sebuah badan yang terdiri dari para pengurus mesjid yang mengelola dan mengurus mesjid. Organisasi mesjid ini sangat penting keberadaannya untuk memaksimalkan fungsi mesjid baik sebagai tempat ibadah maupun sosial kemasyarakatan. Untuk mewujudkan organisasi mesjid yang baik tentu saja harus didukung oleh:
Tenaga manusia.
Pengurus yang terampil
Modal atau dana yang cukup
Alat dan sarana penunjang
Sikap mental dari anggotanya
Hal ini mengisyaratkan bahwa struktur organisasinya betul-betul harus ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Dalam tingkat sosial yang sederhana organisasi harus dibuat sederhana. Sementara dalam tataran sosial yang kompleks maka organisasi pun harus disusun sesuai keadaannya. Mesjid merupakan salah satu sarana dakwah yang sangat penting, karena itu keberadaan remaja mesjid juga dianggap penting. Remaja mesjidlah yang menggerakkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan memberdayakan pemuda-pemuda setempat. Organisasi remaja mesjid berusaha membumikan bilai-nilai ideal ajaran agama. Ini berarti yang mereka rasakan sebagai nilai-nilai ideal ajaran agama ke dalam kehidupan nyata sebagai upaya penyelesaian persoalan-persoalan kemasyarakatan.[6]
Ada beberapa kegiatan yang biasanya dilaksanakan oleh remaja mesjid, semisal ceramah agama, pelatihan leadership, training motivation dan lain sebagainya. Mereka juga tak jarang menghandle acara-acara keagamaan seperti peringatan maulid dan Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad saw, peringatan satu Muharram dan kegiatan nuzul al-Qur’an pada Bulan Suci Ramadhan. Dengan demikian remaja mesjid termasuk lembaga pendidikan non formal yang banyak memberikan kontribusi bagi pendidikan Islam.
Pesantren Kilat
Pengertian
Pesantren kilat (sanlat) yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan yang biasa dilakukan pada waktu hari libur sekolah yang seringnya diadakan pada bulan puasa dan, diisi dengan berbagai bentuk kegiatan keagamaan seperti, buka bersama, pengajian dan diskusi agama atau kitab-kitab tertentu, shalat tarawih berjama’ah, tadarus al-qur’an dan pendalamannya, dan lain sebagainya. Jelasnya, kegiatan ini merupakan bentuk kegiatan intensif yang dilakukan dalam jangka tertentu yang diikuti secara penuh oleh peserta didik selama 24 jam atau sebagian waktu saja dengan maksud melatih mereka untuk menghidupkan hari-hari dan malam-malam bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan ibadah. Yang pasti bahwa kegiatan yang dijalankan di sini ada mencontoh apa yang dilakukan di pesantren-pesantren pada uumnya baik yang bersifat salaf maupun yang modern.[7]
Tujuan dan Target
Kegiatan pesantren kilat ini mempunyai tujuan:
Memberi pemahaman yang menyeluruh tentang pentingnya menghidupkan hari-hari dan malam-malam Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan positif (ibadah).
Meningkatkan amal ibadah peserta didik dan guru atau yang lainnya pada bulam Ramadhan yang arahnya mendorong pembentukan kepribadian peserta didik baik secara rohani maupun jasmani dengan melakukan penghayatan terhadap ibadah puasa dan amal-amal ibadah yang ia kerjakan .
Memberikan pemahaman yang mendalam kepada para peserta didik tentang ajaran agama dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Meningkatkan syi’ar Islam baik untuk tujuan persuasif rekruitmen peserta didik dalam partisipasi kegiatan keagamaan maupun untuk tujuan pembangunan opini dan citra positif nan semarak dalam bulan puasa.
Mengisi waktu luang dengan lebih memakai dan memperdalam iman dan takwa.
bentuk kegiatan dan pelaksanaannnya
Pada dasarnya kegiatan pesantren kilat memerlukan inprovisasi dari setiap penyelenggaranya dengan menyesuaikan kebutuhan peserta didik yang mengikutinya. Kegiatan pesantren kilat (sanlat) ini bisa diselenggarakan denga dua model, yaitu dengan mengasramakan para peserta agar dapat mengikuti kegiatan selama 24 jam, atau sebagian waktu saja sehingga peserta didik tidak perlu diasramakan. Akan tetapi sekedar gambaran berikut ini dijabarkan beberapa bentuk dan pelaksanakan kegiatan yang bisa diselenggarakan untuk mengisi program pesantren kilat (sanlat), di antaranya[8]:
Kegiatan rutin di bulan ramadhan dilakukan secara berjama’ah antara lain shalat lima waktu; shalat tarawih; tadarus al-qur’an buka puasa bersama dan sahur bersama.
Kuliah atau ceramah agama menjelang atau setelah shalat tarawih; dan setelah shalat subuh.
Tadarus al-qur’an dilakukan secara terencana dan terjadwal sedemikian rupa dengan melibatkan seluruh peserta pesantren kilat. Yang efektif biasanya dilakukan setelah shalat tarawih.
Pengkajian agama, bisa diisi dengan tafsir al-qur’an pengajian kitab-kitab kuning (klasik) ataupun modren dibidang akidah, akhlaq, fikih dan lainnya, dengan narasumber tertentu atau guru. Kegiatan ini dilakukan pada pagi hari setelah peserta didik menyelesaikan tugas-tugas individualnya.
Dialog mengenai pengalaman-pengalaman keagamaan yang didapat selama mengikuti kegiatan pesantren kilat. Kegiatan ini bisa dialokasikan jadwalnya secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Raudhatul Athfal
Lembaga pendidikan Islam untuk anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 4 sampai 6 tahun yang dikelola oleh masyarakat dengan lama pendidikan 1 atau 2 tahun. Ciri khas taman kanak-kanak ini terlihat dari upaya pengembangan keimanan dan ketaqwaan yang intensif pada jiwa anak didik melalui penciptaan suasana keagamaan di kelas dan penjiwaan semua bidang pengembangan dengan ajaran Islam. Lembaga ini mempunyai beberapa nama, seperti Bustanul Atfal (Taman Kanak-Kanak) dan Tarbiyatul Atfal (Pendidikan Kanak-Kanak). Organisasi Muhammadiyah memakai istilah Bustanul Atfal Aisyiah, sedangkan di dalam Nahdatul Ulama (NU) dipakai dua nama, yaitu Raudhatul Atfal Ma’arif NU dan Taman Kanak-Kanak Ma’arif NU.
Pendirian Raudhatul Atfal antara lain dimaksudkan agar anak-anak yang beragama Islam memperoleh pendidikan agama secara dini sejak usia 4 tahun.[9] Pendidikan agama perlu dimulai pada usia 4 tahun karena dalam teori ilmu pendidikan pada usia ini anak-anak sedang berada pada masa peka yang cukup tinggi, masa meniru kelakuan orang dewasa, atau disebut juga masa pembentukan sikap dan kepribadiannya. Pemberian pendidikan agama pada anak-anak sejak usia dini bertujuan untuk meletakkan dasar yang kokoh kearah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta. Semua itu diperlukan anak didik agar menjadi muslim yang dapat menghayati dan mengamalkan agamanya dengan baik, berakhlak mulia, dan sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, sebagai lembaga pendidikan, Raudhatul Atfal juga merupakan wadah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani anak didik seusia dengan sifat alami anak.[10]
Kegiatan pendidikan di Raudhatul Atfal meliputi perkembangan berbagai aspek dalam diri manusia, yaitu: Aspek moral, Keimanan dan Ketaqwaan, Kedisiplinan, Kemampuan Berbahasa, Daya Cipta, Perasaan/Emosi, Kemampuan Bermasyarakat, Keterampilan, Pendidikan Jasmani. Perbedaan kegiatan pendidikan Raudhatul Atfal dengan taman kanak-kanak pada umumnya pada umumnya terletak dalam segi perkembangan keimanan dan ketaqwaan. Pada Raudhatul Atfal segi ini dilaksanakan secara intensif melalui cara-cara sebagai berikut:
Experience curriculum (kurikulum pengalaman), yaitu pengaturan/penyusunan program kegiatan dilakukan berdasarkan pengalaman kegiatan anak/aktifitas anak, seperti bermain, bercerita, bepergian, dan bertamasya.
Social Function Curriculum (kurikulum fungsi sosial), yaitu pengaturan dan penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas kehidupan anak yang menyangkut fungsi-fungsi sosial, misalnya kegiatan pelestarian, pelindungan, keagamaan, kebudayaan, produksi, rekreasi, dan kreasi.
Child Centered Curriculum (kurikulum yang dipusatkan pada anak),yaitu pengaturan/penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas pendekatan yang terpusat pada diri anak.
Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal pengelompokan anak didik berdasarkan peringkat, tetapi atas dasar usia. Kelompok A untuk anak didik yang berusia 4 tahun dan kelompok B untuk usia 5 tahun. Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal adanya ujian, tinggal kelas, dan upacara pelulusan bagi anak-anak didiknya. Lembaga Raudhatul Atfal dikelola oleh masyarakat dalam bentuk yayasan atau semacamnya. Yayasan bertanggung jawab mengelola berbagai kegiatan lembaga, khususnya yang berkenaan dengan hal-hal berikut:
Selain dibina oleh yayasan dan BP3, lembaga pendidikan Raudhatul Atfal juga dibina oleh pemerintah, yang dalam hal ini oleh Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pembinaan oleh pemerintah disini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Sistem Kependidikan Nasional. Pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Agama berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No. 367 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Raudhatul Atfal yang diwujudkan melalui pemberian bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan berupa alat-alat peraga dan teknis pelaksanaan. Adapun pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan bersadarkan peraturan Pemerintah No.27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah dan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0486 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Ujud pembinaan dari Departemen Agama yaitu berupa bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan.[12]
Sebagai pembina Raudhatul Atfal, Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memberikan penilaian terhadap sekolah binaannya. Penilaian tersebut menyangkut hal – hal berikut:1. Pelaksanaan Administrasi Lembaga. 2. Kegiatan dan Kemajuan Belajar Anak Didik. 3. Pelaksanaan Program Kegiatan Belajar. 4. Kegiatan dan Kemajuan Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya. 5. Keadaan Sarana dan Prasarana serta keadaan lembaga secara umum.
Akhir Pembahasan
Selain lembaga pendidikan Islam formal, lembaga pendidikan Islam non formal juga memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan pendidikan Islam di kalangan muslim Indonesia. Di antara beberapa lembaga pendidikan Islam non formal yang sangat berperan dan terus mengalami perkembangan dan kemajuan dengan karakteristiknya masing-masing adalah Pesantren Kilat, Majlis Taklim, Remaja Mesjid dan Raudhatul Athfal.
Pesantren Kilat, pada umumnya kegiatan yang diadakan pada bulan suci ramadhan bagi para murid-murid tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas guna mengisi kekosongan selama liburan ramadhan. Majlis taklim adalah lembaga pengajian dan perwiridan bagi para orang tua atau golongan dan kelompok tertentu yang biasanya lebih didominasi oleh kaum ibu-ibu. Remaja mesjid memainkan peranan sebagai pemakmur mesjid yang berasal dari para pemuda sekitar mesjid yang menjadi salah satu sentral dakwah Islam. Sedangkan Raudhatul Athfal adalah lembaga yang dikhususkan bagi anak-anak pra sekolah atau sebelum mereka masuk ke sekolah dasar, untuk memberikan pemahaman awal bagi mereka mengenai pengetahuan Islam dan lainnya.
Kondisi tersebut diatas, saat ini telah banyak ditinggalkan orang-orang dan kerena beranggapan bahwa belajar di dunia sekolah bukan satu-satunya faktor yang menentukan corak kehidupan seseorang. Dengan lingkungan fisik, sosial, maupun budaya yang selalu berubah, mengharuskan orang untuk terus menerus belajar agar tidak ketinggalan zaman.[2]
Dalam konteks keindonesiaan, dikenal juga pendidikan seperti yang dimakud di atas yakni sebutan pendidikan luar sekolah. Bahkan secara yuridis formal, pendidikan luar sekolah ini diatur dalam Undang-Undang RI tentang sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan luar sekolah secara umum dapat dibagi menjadi pendidikan Informal dan non formal, sedangkan pendidikan sekolah lebih dikenal dengan pendidikan formal.
Makalah ini akan membahas khusus tentang Pendidikan Islam non formal yang berupa majlis ta’lim, Remaja Mesjid dan pesantren kilat, baik dilihat dari segi perkembangannya di Indonesia maupun ditinjau dari segi pengaruhnya bagi pendidikan Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Pendidikan Islam Non Formal di Indonesia
1. Majlis Taklim
Lembaga pendidikan non formal yang menyelenggarakan pengajian Islam. Lembaga ini berkembang dalam lingkungan masyarakat muslim di Indonesia baik di Jakarta maupun di daerah-daerah lain. Penamaan majlis taklim lebih banyak ditemukan di Jakarta, khususnya di kalangan masyarakat Betawi, sementara di daerah lain lebih dikenal dengan “Pengajian Agama Islam”. Meskipun kata Majlis Taklim berasal dari bahasa Arab, namun istilah itu sendiri tidak digunakan di negara/masyarakat Arab.
Secara etimologis, majlis taklim dapat diartikan sebagai tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama Islam. Dalam perkembangannya, majlis taklim tidak lagi terbatas sebagai tempat pengajaran saja, tetapi telah menjadi lembaga atau institusi yang menyelenggarakan pengajaran atau pengajian agama Islam.
Musyawarah majlis taklim se DKI Jakarta pada tahun 1980 telah memberika batasan yang lebih defenitif tentang pengertian majlis taklim; yaitu suatu lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak dan bertujuan untuk membina dan membangun hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah swt, manusia dengan sesamanya, manusia dengan lingkungannya, dalam rangka membina masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt.[3]
Majlis taklim, sebagai lembaga pendidikan non formal Islam, mempunyai kedudukan yang penting di tengah masyarakat muslim Indonesia, antara lain :
Sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt.
Taman rekreasi rohaniah,
Wadah silaturahmi yang menghidupsuburkan syiar Islam,
Media penyampaian gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
Majlis taklim berkembang luas dikalangan masyarakat muslim Indonesia khususnya di daerah Jakarta dan sebagian Jawa Barat, setidaknya ada lebih kurang 2.899 buah majlis taklim di daerah Jakarta pada pendataan majlis taklim tahun 1980. pada tanggal 9-10 Juli 1980 Koordinasi Dakwah Islam (kodi) DKI Jakarta menyelenggarakan Musyawarah majlis taklim se DKI Jakarta. Dari musyawarah ini berhasil membentuk wadah koordinasi yang diberi nama Badan kontak majlis taklim (BKMT) DKI Jakarta yang diketuai oleh Dra. H. Tutty Alawiyah.[4]
Ditinjau dari kelompok sosial dan dasar pengikat jama’ahnya, majelis taklim dapat dikelompokkan dalam beberapa macam : majelis taklim yang pesertanya terdiri dari jenis tertentu seperti kaum bapak, kaum ibu, remaja dan campuran (tua, muda,pria dan wanita) ;majelis taklim yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga sosial keagamaan, kelompok penduduk disuatu daerah, istansi dan organisasi tertentu.
Metode penyajian majelis taklim dapat dikategorikan menjadi: (a) Metode ceramah, terdiri dari ceramah umum, yakni pengajar /ustad/kiai bertindak aktif memberikan pengajaran sementara jama’ahnya pasif, dan ceramah-ceramah khusus, yaitu pengajar dan jama’ah sama-sama aktif dlam bentuk diskusi; (b) metode halaqah, yaitu pengajar membacakan kitab tertentu, sementara jama’ah mendengarkan; (c) metode campuran, yakni melaksanakan berbagai metode sesuai kebutuhan.
Materi yang dipelajari dalam majelis taklim mencakup; pembacaan al-qur’an serta tajwidnya, tafsir bersama ulum al-qur’an, hadis dan mustalah-nya, fikih dan usul fikih, tauhid, akhlaq, ditambah lagi dengan materi-materi yang dibutuhkan para jama’ah misalnya masalah penanggulangan kenakalan pada anak, masalah undang-undang perkawinan, dan lain-lain. Majelis taklim dikalangan masyarakat betawi biasanya memakai buku-buku berbahasa Arab atau bahasa Arab Melayu seperti tafsir jalalain, nail al-authar, dan lain-lain. Pada majelis-majelis taklim lain dipakai juga kitab-kitab yang berbahasa Indonesia sebagai pegangan, misalnya fikih Islam karangan Sulaiman Rasyid dan beberapa buku terjemahan.
Remaja Mesjid
Remaja mesjid adalah suatu organisasi kepemudaan yang diadakan di setiap mesjid yaitu semua muslim yang sudah akil balig yang berkediaman di sekitar mesjid[5]. Dalam praktek, organisasi ini diisi oleh sekumpulan orang. Biasanya disebut pengurus yang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian pengaturan hubungan antara pengurus dan pembagian tugas antara mereka berjalan dengan baik dan efektif. Tetapi tentu saja organisasi tersebut bukanlah statis melainkan dinamis berkembang sesuai dengan ruang dan waktunya..
Remaja mesjid adalah merupakan organisasi mesjid dengan demikian berarti sebuah badan yang terdiri dari para pengurus mesjid yang mengelola dan mengurus mesjid. Organisasi mesjid ini sangat penting keberadaannya untuk memaksimalkan fungsi mesjid baik sebagai tempat ibadah maupun sosial kemasyarakatan. Untuk mewujudkan organisasi mesjid yang baik tentu saja harus didukung oleh:
Tenaga manusia.
Pengurus yang terampil
Modal atau dana yang cukup
Alat dan sarana penunjang
Sikap mental dari anggotanya
Hal ini mengisyaratkan bahwa struktur organisasinya betul-betul harus ditata sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Dalam tingkat sosial yang sederhana organisasi harus dibuat sederhana. Sementara dalam tataran sosial yang kompleks maka organisasi pun harus disusun sesuai keadaannya. Mesjid merupakan salah satu sarana dakwah yang sangat penting, karena itu keberadaan remaja mesjid juga dianggap penting. Remaja mesjidlah yang menggerakkan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan memberdayakan pemuda-pemuda setempat. Organisasi remaja mesjid berusaha membumikan bilai-nilai ideal ajaran agama. Ini berarti yang mereka rasakan sebagai nilai-nilai ideal ajaran agama ke dalam kehidupan nyata sebagai upaya penyelesaian persoalan-persoalan kemasyarakatan.[6]
Ada beberapa kegiatan yang biasanya dilaksanakan oleh remaja mesjid, semisal ceramah agama, pelatihan leadership, training motivation dan lain sebagainya. Mereka juga tak jarang menghandle acara-acara keagamaan seperti peringatan maulid dan Isra Mi’raj Nabi Besar Muhammad saw, peringatan satu Muharram dan kegiatan nuzul al-Qur’an pada Bulan Suci Ramadhan. Dengan demikian remaja mesjid termasuk lembaga pendidikan non formal yang banyak memberikan kontribusi bagi pendidikan Islam.
Pesantren Kilat
Pengertian
Pesantren kilat (sanlat) yang dimaksudkan di sini adalah kegiatan yang biasa dilakukan pada waktu hari libur sekolah yang seringnya diadakan pada bulan puasa dan, diisi dengan berbagai bentuk kegiatan keagamaan seperti, buka bersama, pengajian dan diskusi agama atau kitab-kitab tertentu, shalat tarawih berjama’ah, tadarus al-qur’an dan pendalamannya, dan lain sebagainya. Jelasnya, kegiatan ini merupakan bentuk kegiatan intensif yang dilakukan dalam jangka tertentu yang diikuti secara penuh oleh peserta didik selama 24 jam atau sebagian waktu saja dengan maksud melatih mereka untuk menghidupkan hari-hari dan malam-malam bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan ibadah. Yang pasti bahwa kegiatan yang dijalankan di sini ada mencontoh apa yang dilakukan di pesantren-pesantren pada uumnya baik yang bersifat salaf maupun yang modern.[7]
Tujuan dan Target
Kegiatan pesantren kilat ini mempunyai tujuan:
Memberi pemahaman yang menyeluruh tentang pentingnya menghidupkan hari-hari dan malam-malam Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan positif (ibadah).
Meningkatkan amal ibadah peserta didik dan guru atau yang lainnya pada bulam Ramadhan yang arahnya mendorong pembentukan kepribadian peserta didik baik secara rohani maupun jasmani dengan melakukan penghayatan terhadap ibadah puasa dan amal-amal ibadah yang ia kerjakan .
Memberikan pemahaman yang mendalam kepada para peserta didik tentang ajaran agama dan bagaimana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Meningkatkan syi’ar Islam baik untuk tujuan persuasif rekruitmen peserta didik dalam partisipasi kegiatan keagamaan maupun untuk tujuan pembangunan opini dan citra positif nan semarak dalam bulan puasa.
Mengisi waktu luang dengan lebih memakai dan memperdalam iman dan takwa.
bentuk kegiatan dan pelaksanaannnya
Pada dasarnya kegiatan pesantren kilat memerlukan inprovisasi dari setiap penyelenggaranya dengan menyesuaikan kebutuhan peserta didik yang mengikutinya. Kegiatan pesantren kilat (sanlat) ini bisa diselenggarakan denga dua model, yaitu dengan mengasramakan para peserta agar dapat mengikuti kegiatan selama 24 jam, atau sebagian waktu saja sehingga peserta didik tidak perlu diasramakan. Akan tetapi sekedar gambaran berikut ini dijabarkan beberapa bentuk dan pelaksanakan kegiatan yang bisa diselenggarakan untuk mengisi program pesantren kilat (sanlat), di antaranya[8]:
Kegiatan rutin di bulan ramadhan dilakukan secara berjama’ah antara lain shalat lima waktu; shalat tarawih; tadarus al-qur’an buka puasa bersama dan sahur bersama.
Kuliah atau ceramah agama menjelang atau setelah shalat tarawih; dan setelah shalat subuh.
Tadarus al-qur’an dilakukan secara terencana dan terjadwal sedemikian rupa dengan melibatkan seluruh peserta pesantren kilat. Yang efektif biasanya dilakukan setelah shalat tarawih.
Pengkajian agama, bisa diisi dengan tafsir al-qur’an pengajian kitab-kitab kuning (klasik) ataupun modren dibidang akidah, akhlaq, fikih dan lainnya, dengan narasumber tertentu atau guru. Kegiatan ini dilakukan pada pagi hari setelah peserta didik menyelesaikan tugas-tugas individualnya.
Dialog mengenai pengalaman-pengalaman keagamaan yang didapat selama mengikuti kegiatan pesantren kilat. Kegiatan ini bisa dialokasikan jadwalnya secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Raudhatul Athfal
Lembaga pendidikan Islam untuk anak-anak usia prasekolah, yaitu usia 4 sampai 6 tahun yang dikelola oleh masyarakat dengan lama pendidikan 1 atau 2 tahun. Ciri khas taman kanak-kanak ini terlihat dari upaya pengembangan keimanan dan ketaqwaan yang intensif pada jiwa anak didik melalui penciptaan suasana keagamaan di kelas dan penjiwaan semua bidang pengembangan dengan ajaran Islam. Lembaga ini mempunyai beberapa nama, seperti Bustanul Atfal (Taman Kanak-Kanak) dan Tarbiyatul Atfal (Pendidikan Kanak-Kanak). Organisasi Muhammadiyah memakai istilah Bustanul Atfal Aisyiah, sedangkan di dalam Nahdatul Ulama (NU) dipakai dua nama, yaitu Raudhatul Atfal Ma’arif NU dan Taman Kanak-Kanak Ma’arif NU.
Pendirian Raudhatul Atfal antara lain dimaksudkan agar anak-anak yang beragama Islam memperoleh pendidikan agama secara dini sejak usia 4 tahun.[9] Pendidikan agama perlu dimulai pada usia 4 tahun karena dalam teori ilmu pendidikan pada usia ini anak-anak sedang berada pada masa peka yang cukup tinggi, masa meniru kelakuan orang dewasa, atau disebut juga masa pembentukan sikap dan kepribadiannya. Pemberian pendidikan agama pada anak-anak sejak usia dini bertujuan untuk meletakkan dasar yang kokoh kearah perkembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta. Semua itu diperlukan anak didik agar menjadi muslim yang dapat menghayati dan mengamalkan agamanya dengan baik, berakhlak mulia, dan sanggup menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain itu, sebagai lembaga pendidikan, Raudhatul Atfal juga merupakan wadah untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani anak didik seusia dengan sifat alami anak.[10]
Kegiatan pendidikan di Raudhatul Atfal meliputi perkembangan berbagai aspek dalam diri manusia, yaitu: Aspek moral, Keimanan dan Ketaqwaan, Kedisiplinan, Kemampuan Berbahasa, Daya Cipta, Perasaan/Emosi, Kemampuan Bermasyarakat, Keterampilan, Pendidikan Jasmani. Perbedaan kegiatan pendidikan Raudhatul Atfal dengan taman kanak-kanak pada umumnya pada umumnya terletak dalam segi perkembangan keimanan dan ketaqwaan. Pada Raudhatul Atfal segi ini dilaksanakan secara intensif melalui cara-cara sebagai berikut:
- Membimbing anak didik mengenal Allah SWT dan para utusannya.
- Menghafal surah-surah pendek dan doa sehari-hari.
- Praktek Ibadah.
- Membiasakan mendahulukan anggota badan yang kanan dari yang kiri.
- Menanamkan rasa hormat kepada ibu, bapak, para orang tua, dan tokoh-tokoh masyarakat.
- Mengenalkan anak didik pada lembaga-lembaga Islam dan berbagai upacara keagamaan, serta menyantuni orang yang sedang di timpa musibah.
Experience curriculum (kurikulum pengalaman), yaitu pengaturan/penyusunan program kegiatan dilakukan berdasarkan pengalaman kegiatan anak/aktifitas anak, seperti bermain, bercerita, bepergian, dan bertamasya.
Social Function Curriculum (kurikulum fungsi sosial), yaitu pengaturan dan penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas kehidupan anak yang menyangkut fungsi-fungsi sosial, misalnya kegiatan pelestarian, pelindungan, keagamaan, kebudayaan, produksi, rekreasi, dan kreasi.
Child Centered Curriculum (kurikulum yang dipusatkan pada anak),yaitu pengaturan/penyusunan program kegiatan yang didasarkan atas pendekatan yang terpusat pada diri anak.
Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal pengelompokan anak didik berdasarkan peringkat, tetapi atas dasar usia. Kelompok A untuk anak didik yang berusia 4 tahun dan kelompok B untuk usia 5 tahun. Pendidikan di Raudhatul Atfal tidak mengenal adanya ujian, tinggal kelas, dan upacara pelulusan bagi anak-anak didiknya. Lembaga Raudhatul Atfal dikelola oleh masyarakat dalam bentuk yayasan atau semacamnya. Yayasan bertanggung jawab mengelola berbagai kegiatan lembaga, khususnya yang berkenaan dengan hal-hal berikut:
- Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan guru serta tenaga kependidikan lainnya.
- Pengadaan dan pemanfaatan buku pelajaran dan buku perpustakaan.
- Pengadaan, pemanfaatan, dan pengembangan peralatan serta sarana pendidikan.
- Pemeliharaan keamanan, ketertiban, kebersihan, keindahan, kebersihan lingkungan sekolah, kekeluargaan, dan sarana keagamaan.
- Pengadaan dana penyelenggaraan pendidikan.
- penambahan jam pelajaran keislaman tanpa mengurangi atau mengganggu jam pelajaran lainnya.
Selain dibina oleh yayasan dan BP3, lembaga pendidikan Raudhatul Atfal juga dibina oleh pemerintah, yang dalam hal ini oleh Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pembinaan oleh pemerintah disini sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Sistem Kependidikan Nasional. Pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Agama berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No. 367 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Raudhatul Atfal yang diwujudkan melalui pemberian bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan berupa alat-alat peraga dan teknis pelaksanaan. Adapun pembinaan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dilakukan bersadarkan peraturan Pemerintah No.27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah dan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0486 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Taman Kanak-Kanak. Ujud pembinaan dari Departemen Agama yaitu berupa bantuan guru, bantuan sarana dan prasarana pendidikan.[12]
Sebagai pembina Raudhatul Atfal, Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan memberikan penilaian terhadap sekolah binaannya. Penilaian tersebut menyangkut hal – hal berikut:1. Pelaksanaan Administrasi Lembaga. 2. Kegiatan dan Kemajuan Belajar Anak Didik. 3. Pelaksanaan Program Kegiatan Belajar. 4. Kegiatan dan Kemajuan Guru dan Tenaga Kependidikan lainnya. 5. Keadaan Sarana dan Prasarana serta keadaan lembaga secara umum.
Akhir Pembahasan
Selain lembaga pendidikan Islam formal, lembaga pendidikan Islam non formal juga memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan pendidikan Islam di kalangan muslim Indonesia. Di antara beberapa lembaga pendidikan Islam non formal yang sangat berperan dan terus mengalami perkembangan dan kemajuan dengan karakteristiknya masing-masing adalah Pesantren Kilat, Majlis Taklim, Remaja Mesjid dan Raudhatul Athfal.
Pesantren Kilat, pada umumnya kegiatan yang diadakan pada bulan suci ramadhan bagi para murid-murid tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas guna mengisi kekosongan selama liburan ramadhan. Majlis taklim adalah lembaga pengajian dan perwiridan bagi para orang tua atau golongan dan kelompok tertentu yang biasanya lebih didominasi oleh kaum ibu-ibu. Remaja mesjid memainkan peranan sebagai pemakmur mesjid yang berasal dari para pemuda sekitar mesjid yang menjadi salah satu sentral dakwah Islam. Sedangkan Raudhatul Athfal adalah lembaga yang dikhususkan bagi anak-anak pra sekolah atau sebelum mereka masuk ke sekolah dasar, untuk memberikan pemahaman awal bagi mereka mengenai pengetahuan Islam dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
- Fadjar, A. Malik. Madrasah dan Tantangan Modernitas, Mizan, Bandung, 1999.
- Hasbullah, sejarah pendidikan Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, jakarta, 1999, Marwan Sarijdo, Bunga Rampai Pendidikan Agama Islam, C.V. Amissco, Jakarta, 1996.
- Joelani, H.A Timur. Penningkatan mutu pendidikan dan Pembangunan Peguruan agama, C.V. Dermaga, Jakarta, 1980.
- Abuddin Nata. Dkk, Ensiklopedi Islam, vol 3 (Jakarta : PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1999.
- Alawiyah, Hj. Tutty AS, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim. Bandung : Mizan, 1997.
- Gazalba, Sidi. Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam ( Jakarta : PT. AL Husna Zikra, 2001.
- Aziz, Abdul, DKK, Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia (Jakarta : Diva pustaka, 2004.
- Departemen Agama ri, Panduan Kegiatan Ekstra Kurikuler Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam.
- Departemen Agama RI, Panduan Praktis Pelayanan Pondok Pesantren Pada Masyarakat Bidang Ta’lim (Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam, 2004.
- Nata, Abuddin, Dkk. Ensiklopedi Islam Edisi Revisi, vol 1. Jakarta : PT. Ictiar Baru Van Hoeve, 1999.