Apakah yang dimaksud pembaharuan dalam islam? apa itu Pembaharuan? bagaimana Pembaharuan dalam Islam? apakah Pembaharuan dalam Islam telah memberikan kontribusi besar bagi umat islam? makalah ini khusus membahas secara rinci tentang pembaharuan dalam islam.
B. Latar Belakang dan Orientasi |
Dampak Perang Salib Perang Salib yang berlangsung selama hampir dua abad (1095 – 1291) membawa dampak yang sangat berarti terutama bagi Eropa yang beradabtasi dengan peradaban Islam yang jauh lebih maju dari berbagai sisi. Perang Salib menghasilkan hubungan antara dua dunia yang sangat berlainan. Masyarakat Eropa yang lamban dan enggan terhadap perdagangan dan pendapatnya yang naïf terhadap dunia usaha. Secara sederhana dampak Perang Salib dapat dijelaskan sebagaimana berikut: Pertama : Perang salib yang berlangsung antara Bangsa Timur dengan Barat menjadi penghubung bagi Bangsa Eropa khususnya untuk mengenali dunia Islam secara lebih dekat lagi. Ini memiliki arti yang cukup penting dalam kontak peradaban antara Bangsa Barat dengan peradaban Timur yang lebih maju dan terbuka. Kontak peradaban ini berdampak kepada pertukaran ide dan pemikiran kedua wilayah tersebut. Bangsa Barat melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan di Timur dan hal ini menjadi daya dorong yang cukup kuat bagi Bangsa Barat dalam pertumbuhan intelektual dan tata kehidupan Bangsa Barat di Eropa. Interaksi ini sangat besar andilnya dalam gerakan renaisance di Eropa.[1] Kedua : Pra Perang Salib masyarakat Eropa belum melakukan perdagangan ke Bangsa Timur, namun setelah Perang Salib interaksi perdagangan pun dilakukan. Sehingga pembauran peradaban pun tidak dapat dihindarkan terlebih lagi setelah Bangsa Barat mengenal tabiat serta kemajuan Bangsa Timur.[2] Perang Salib membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap perkembangan ekonomi Bangsa Eropa. Kehidupan lama Bangsa Eropa yang berdasarkan ekonomi semata sudah berkembang dengan berdasarkan mata uang yang cukup kuat.[3] Dengan kata lain Perang Salib mempercepat proses transformasi perekonomian Eropa. Perang salib telah menjadi media hubungan dan perkenalan dua kultur dan peradaban yang berbeda yang pada masa selanjutnya akan membawa dampak lain di segala bidang. Di kalangan ummat Islam itu sendiri muncul kemadegan berpikir. Kemandegan berfikir ini penjelmaan dari tingkat puncak kejenuhan terhadap filsafat yang mengedepankan rasio dalam segala hal. Kemandegan berfikir di kalangan ummat Islam merupakan pengaruh dari ajaran sufi yang tidak dibarengi dengan ajaran filsafat. Hal itu menimbulkan dampak statisnya ummat Islam. Di sisi lain, negara-negara Barat yang telah berhubungan dengan Islam mulai menjajah negara-negara Islam. Penjajahan Eropa terhadap negara-negara Islam hampir tejadi di seluruh belahan dunia. Kondisi yang kompleks dan memprihatinkan tersebutlah yang kemudian melahirkan gerakan-gerakan pembaharuan dalam Islam. Ekspansi Napoleon Pada tahun 1789 Mesir dibawah kekuasaan Perancis yang dipimpin oleh Napoleon. Di samping itu juga ingin memperkenalkan kebudayan yang maju di saat itu yang dimiliki oleh mereka,yang mana pada hakikatnya kemajuan itu bersumber dariIslam dan dikembangkan oleh mereka. Ternyata selain gerakan militer ia juga mendatangkan keperluan ilmiah berupa dua set alat percetakan dengan huruf latin, Arab dan Yunani. Dengan demikian terbentuklah lembaga pendidikan yang dinamai dengan d’Egypte, yang terdiri dari beberapa jurusan seperti Ilmu Pasti, Ilmu Alam, Ekonomi-Politik, dan Sastra Seni. Kemajuan yang dimiliki bangsa Eropasaat itu membuat para ulama Islam merasa takjub dan menyadari akan keterbelakangan umat Islam ketika itu, seperti yang dinyatakan Abd Al-Rahman Al-Jabarti dalam kata-katanya tatkala ia melihat alat-alat ilmiah seperti teleskop, mikroskop, dan buku-buku yang ada di Institut d’Egypte: “Saya lihat di sana benda-benda dan percobaan-percobaan ganjil menghasilkan hal-hal yang besar untuk dapat ditangkap oleh akal seperti yang ada pada diri kita”.3 Dengan demikian ekspedisi Napoleon telah membuat kesadaran dan membuka mata umat Islam Mesir dari kelemahan yang mereka miliki. |
C. Tipologi, Tema, Tujuan, Metedologi dan Ruang Lingkup
D. Pembaruan dan Modernisasi dalam Islam |
Pada prinsipnya, pembaru Islam adalah orang yang memikirkan dan menyikapi fenomena kehidupan, agar umat terbebas dari belenggu sistem yang stagnan menuju kemajuan (modern) dengan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam hakiki. Jalan mereka untuk membebaskan dan memajukan umat ini pun sangat heterogen, ada yang akomodatif, provokatif, dan radikal. Munculnya para pemikir dan pembaru seperti Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935 M), Muhammad bin Abdil-Wahab (1703-1792 M), Hasan Al-Banna (1906-1949 M), Abul A’la Al-Maududi (1903-1979 M), Sayyid Quthb (1906-1968 M), dan Ali Abd Ar-Raziq (1888-1966 M), yang kemudian melahirkan apa yang disebut fundamentalisme, modernisme, tradisionalisme, sekularisme Islam, nasionalisme, dan lain-lain adalah bentuk-bentuk riil dari hasil interaksi intensif antara Islam dan persoalan kemasyarakatan. Orientasi Pembaruan Kemunduran umat Islam membuat kalangan intelektual Muslim berpikir keras bagaimana mengentaskan ketertinggalan umat Islam agar dapat berdiri sejajar dengan umat lain. Dalam rangka memajukan umat Islam dan mengejar ketertinggalan dari bangsa lain, Jamaluddin Al-Afghani misalnya, lebih menitikberatkan pada nasionalisme Muslim dan persatuan umat Islam (Pan-Islamisme) untuk membebaskan umat Islam dari cengkraman penjajah, sedangkan Muhammad Abduh lebih banyak berorientasi pada bidang pendidikan dan pemahaman keagamaan dengan menghidupkan kembali ajaran rasional mu’tazilah dan menolak taklid buta. Tak heran jika banyak orang menyebut pemikiran Abduh sebagai Neo-Mu’tazilah. Rasyid Ridha, salah seorang murid Abduh, dalam modernisasi umat Islam ia menganjurkan untuk kembali ke Alquran dan Sunnah. Menurut Ridha, dalam setiap menyelesaikan masalah umat Islam harus berpaling ke dua sumber tersebut, dan tidak perlu berpaling ke Barat. Ridha juga menekankan pembaruan dalam bidang hukum, untuk hal ini memerlukan restorasi Khilafah Islamiyah. Menurutnya, sistem politik Islam yang benar adalah sistem khilafah, di mana khalifah berkonsultasi kepada ulama karena ulama adalah penafsir hukum Islam. Meskipun Ridha mendukung berdirinya sistem khilafah, tetapi ia juga mendukung nasionalisme. Menurutnya, nasionalisme tidak akan melemah persatuan umat Islam transnasional (Pan-Islamisme) hingga ideal Islam tetap utuh.[4] Muhammad bin Adil-Wahab menginginkan masyarakat Islam mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw. secara murni. Gerakan yang dimotorinya adalah gerakan yang bermaksud mengadakan purifikasi (pemurnian) atas ajaran Islam yang telah bercampur dengan budaya lokal. Dia menolak segala bentuk kemusyrikan seperti menziarahi kuburan orang-orang suci dengan maksud meminta berkah dan menyerang praktik-praktik aliran sufi yang dianggapnya sebagai bid’ah. Ia menganjurkan kembali ke Alquran dan Sunah dan menolak otoritas masa lampau dengan tetap menghormatinya. Pemikiran Abdil-Wahab ini diilhami oleh paham Ibnu Taimiyah, yang secara rutin menyerukan untuk kembali ke “asal-usul” Islam. Berbeda dengan Ibnu Taimiyah, dalam memberantas apa yang dianggapnya salah, Abdil-Wahab menggunakan kekuatan bersenjata dan kekerasan. Hasan Al-Banna (pendiri Ikhwanul Muslimun), Al-Mawdudi (Pendiri Jema’at Islam), dan Sayyid Quthb (ideolog Ikhwanul Muslimun), adalah tokoh-tokoh yang sama berjuang melawan pemerintah yang tengah berkuasa yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam. Merekalah, menurut L. Carl Brown (Wajah Politik Islam, 2003: 234), yang memberikan landasan idologis bagi gerakan-gerakan radikal dari kelompok Sunni. Mereka dianggap sebagai inspirator yang melahirkan gerakan-gerakan radikal di seluruh penjuru dunia Islam, karangan-karang mereka merupakan buku yang wajib dibaca bagi mereka yang masuk dalam gerakan-gerakan radikal. Berbeda dengan Brown yang memandang Hasan Al-Banna sebagai fundamentalis, Karen Armstrong melihat Al-Banna tidak sebagai fundamentalis tapi sebagai reformis yang menginginkan reformasi fundamental masyarakat Islam.[5] Sementara itu, modernisasi umat Islam untuk mengejar ketertinggalan dari masyarakat Barat, menurut Abdurraziq mensyaratkan pemisahan mutlak antara negara dan Islam. Menurut Raziq, Islam tidaklah datang tidak untuk membentuk sebuah negara dan begitu juga Nabi Muhammad Saw. hanyalah seorang nabi yang bertugas menyampaikan risalahnya, beliau tidak punya kewajiban membentuk sebuah negara. Menurut Abdurraziq, Islam tidak mengenal adanya lembaga kekhalifahan sebagaimana secara umum dipahami oleh kaum Muslim. Lembaga kekhalifahan tidak ada kaitannya dengan tugas-tugas keagamaan. Islam tidak memerintahkan untuk mendirikan kekhalifahan dan juga tidak melarang. Agama (Islam) menyerahkannya kepada pilihan kita yang bebas.[6] |
E. Munculnya gerakan pembaharuan dibeberapa wilayah
F. Daftar Pustaka Dan Footnote
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijinkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Pembaharuan Dalam Islam, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |