Makalah Pendidikan Islam menurut Ibnu Miskawaih
Oleh: Kadir Pandapotan
BAB II
PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Ibnu Miskawaih
Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Ya'kub bin Maskawaih, kira-kira begitulah sejarah mencatat nama lengkap lengkap Ibn Maskawaih, yang biasa dikenal ummat Islam Ibn Maskawaih. beliau lahit di Rayy, Iran pada tahun 320H/932 M, kemudian beliau pindah ke Isfahan dan selanjutnya menetapkan disana, dan beliau meninggal pada tahun 412H/1030 M.[1]
Ibnu Miskawaih hidup pada masa dynasty Buwaihi yang mayoritas ummatnya berpahamkan Syiah, beliau adalah salah-seorang ulama yang berpropesi sebagai orang istana, beliau pernah memegang jabatan sebagai bendahara, sekretaris, pustakawan, merangkap sebagai pendidikan anak-anak para bangsawan.[2]
Ibnu Miskawaih merupakan sosok yang sangat terkenal juga dalam bidang pendidikan, ide-ide cemerlang yang beliau cetuskan merupakan sebuah wahana baru dalam bidang pendidikan yang terlahir dari karya seorang Ibnu Miskawaih.
Sepak terjang Ibnu Miskawaih tidak diragukan lagi dalam dunia pendidikan dan pemikiran. gagasan yang beliau tuangkan dan lahirkan merupakan salah satu era terobosan dalam menanggapi kemajuan dunia dalam bidang Pendidikan. Pemikiran Ibnu Miskawaih sudah seharusnya menjadi tauladan bagi mereka yang ingin sukses dalam meraih masa depan yang gemilang
B. Konsep pendidikan Ibnu Miskawaih
Untuk mencapai target pendidikan moral beliau menekankan pada keutuhan dan bagaimana sikap bathin yang mampu mendorong perbuatan yang bernilai luhur seara spontanitas, agar tercapai kesempurnaan dan kebahagian yang sempurna.[5]Dalam buku Ahmad Syari'i mengatakan bahwa kesempurnaan manusia itu ada dua macam yaitu: pertama kesempurnaan teoritis ( dengan mempelajari ilmu logika ) dan kedua praktis( kesempurnaan yang diaplikansikan dengan jalan-jalan empirik).[6] Pendidikan dan peserta didik adalah dua indicator yang sangat diperhatikan oleh beliau dan keberhasilan pendidikan itu haruslah didukung oleh peran-aktif dari orang, sebagai pembimbing ketika pelajar/anak didik berada diluar wilayah sekolah.[7]
Menurut Ibnu miskawaih, moral atau akhlak adalah suatu sikap mental (halu li al-nafs) yang mengandung daya dorong untuk berbuat tampa berpikir dan pertimbangan.[3]Dalam konsep pendidikan Ibnu miskawaih menunjukkan bahwa manusia sebagai daya berpikir, daya bernafsu, hikmah, unsur-unsur inilah yang sangat mempengaruhi sikap dan perbuatan manusia dan bagaimana manusia bersikap berani, sederhana dan juga bersikap adil. Konsep ini merupakan landasan pikir bahwa konsep pendidikan beliau adalah pendidikan yang berbasis moral education[4]
C. Pendidikan Moral
Dalam karangan-karangan beliau banyak menunjukkan hal-hal yang sifatnya material dalam kontek moral seperti pokok pendidikan akhlaknya ketika mengangkat persoalan-persoalan yang wajib bagi kebutuhan manusia dan jiwa sebagai hal wajib akan menentukan perubahan psikologis ketika terjadi interaksi sesama manusia.[8] Dari beberapa uraian diatas memberikan konsekwensi logis, dimana seluruh materi pendidikan pada umumnya merupakan hal yang wajib dipelajari didalam pendidikan moral/akhlak, seharusnya ilmu-ilmu yang diajarkan dalam proses pendidikan moral tidak hanya diperuntukkan sebgai tuuan akademik semata tetapi akan lebih bermampaat ketika hal-hal yang bersifat subtansial/esensial dipenerapannya dalam hubungan sosial.
Kelemahan konsep pendidikan beliau terlihat dalam merincikan konsep pendidikan secara detail karena beliau hanya memaparkan konsep pendidikan yang wajib bagi manusia dan bukan mengkaji dan menguraikan persoalan dan hal-hal yang lainnya. [9] Ibnu miskawaih menggarkan bagaimana pendidikan moral yaitu tepat sasaran yaitu melalui metodologi yang pass dan itu melalui proses yang panjang. Dimana metodologinya itu sebagai acuan dasar agar tidak melenceng dari target pendidikan mental (halu li al-nafs ), yang diantara adalah :
- Kesungguh-sungguhan dalam berlatih secara terus-menerus dan menhan diri ( al-adat wa al-jihad) sebagai keutamaan dan kesepahaman keutamaan jiwa
- Menjadikan semua pengetahuan dan pengalaman orang lain sebagai cerminan bagi sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
- M.M.Syarif,Para Filosof Islam,cet.III.(Bandung:Mizan, 1996)
- Ahmad Syar'I,Fisafat Pendidikan Islam(Jakarta:Pustaka Firdaus, 2005)
- Hasymsyah Nasution MA,Filsafat Islam(Jakarta:Gaya Media Pratama, 1999)
- Muhammad Yusuf Musa,Bain al-Din wa al-Falsafah(Kairo:Dar al-Ma'Arif, 1971)
- Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam(Jakarta:Raja Grafindo, 2001)
Footnote
---------------------------
[1] M.M.Syarif,Para Filosof Islam,cet.III.(Bandung:Mizan, 1996),h.84
[2] Ahmad Syar'I,Fisafat Pendidikan Islam(Jakarta:Pustaka Firdaus, 2005),h.92
[3] Hasymsyah Nasution MA,Filsafat Islam(Jakarta:Gaya Media Pratama, 1999),h.61,lihat juga, Muhammad Yusuf Musa,Bain al-Din wa al-Falsafah(Kairo:Dar al-Ma'Arif, 1971),h.70
[4] Ibid, h.56
[5] Abuddin Nata,Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam(Jakarta:Raja Grafindo, 2001),h.94
[6] Syar'I,Fisafat Pendidikan, h.94
[7] Nata,Pemikiran Para Tokoh Pendidikan, h.12
[8] Ibid,h.13.Ibn Maskawaih memandang bahwa guru dianggap sebagai orang yangpaling berperan memkontruksikan dan perkembangan psikologis anak, dan guru juga berfungsi sebagai orang dan guru wajib mengajarkan dan mempraktekkan bagaimana bersikap arif aga kelak akan menikmati kehidupan yang abadi
[9] Ibid,h.12