BAB I
PENDAHULUAN
Makalah Pendidikan Nilai dalam Konteks Pendidikan Nasional
Pendidikan Nilai merupakan hal yang mutlak untuk dimiliki seseorang. pendidikan merupakan sarana yang menghantarkan manusia kepada nilia-nilai yang luhur, mengajarkan manusia norma dan nilai yang baik dalam melakukan sesuatu. tanpa pendidikan nilai, maka manusia tidak akan tahu bagaimana bersikap dan berbuat untuk melakukan kegiatan dengan sikap dan prilaku yang mempunyai nilai luhur.
Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional merupakan sebuah kajian yang memberiklan pengetahuan bahwa pendidikan nilai merupakan dasar dan tolak ukur seseorang. untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional, maka penulis berinisiatif meluncurkan tema pada makalah ini dengan judul Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional.
A. Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional adalah pelaksanaan pendidikan suatu negara berdasarkan kepada sosio-kultural, sosio psikologis, sosio ekonomis dan sosio politis. Pusat orientasinya adalah demi eksistensi bangsa, cita-cita bangsa dan negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Urgensi pendidikan nasional jangka pendek terutama diarahkan kepada memenuhi kebutuhan nasional dalam pembangunan negara, dalam tiap lapangan kehidupan bangsa itu. Sedangkan kebutuhan jangka panjang adalah demi eksistensi dan integritas nasional, demi regenerasi bangsa dan kepemimpinan nasional untuk membina kepribadian bangsa yang tercermin dalam tatanan kehidupan.[2]
B. Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional berorientasai pada perwujudan tatanan baru kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani Indonesia (civil society). Masyarakat baru yang bersifat pluralistik yang berkepribadian Indonesia diharapkan mampu mendorong semangat kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka mengejar cita-cita dan harapan masa depan yang cerah. Pendidikan di masa depan harus mampu mempercepat terbentuknya tatanan masyarakat yang pertama, menghargai perbedaan pendapat sebagai manifestasi dari rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara serta pemantapan kehidupan demokrasi di semua bidang kehidupan.
Kedua, tertib sadar hukum, memiliki budaya malu, dan mampu menciptakan keteladanan. Ketiga, memiliki rasa percaya diri, mandiri dan kreatif, memiliki etos kerja yang tinggi, serta berorientasi terhadap penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam memacu keunggulan bangsa dalam kerangka persaingan dunia.[3] Dalam UUD RI. No 14 Thn 2005. Tentang guru dan dosen, disebutkan tujuan pendidikan nasioanal adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan UUD Negara RI Thn 1945.[4]
C. Faktor-Faktor Yang Menunjang Teraplikasinya Nilai Dalam Pendidikan Nasional
Saat ini dunia pendidikan kita tengah mencoba sejumlah inovasi pendidikan, banyak hal baru yang di perkenalkan dalam dunia pendidikan seiring dengan perubahan orientasi kebijakan Pendidikan Nasional dari yang statistik kedesentralistik, salah satu yang mudah kita temukan, inovasi pendidikan mengemukakan dalam istilah-istilah yang serba berbasis kompetensi (KBK), dan lain-lain. Istilah-istilah itu tidak pernah muncul dalam kurikulum 1994 yang digunakan sebelumnya setelah adanya kebijakan desentralisasi pendidikan. Yang dimaksud inovasi pendidikan disini adalah gagasan atau program yang dipersepsi sebagai satuan yang baru oleh penemunya, istilah baru memang bisa relatif, suatu gagasan atau program yang sebenarnya sudah usang menurut suatu komunitas masyarakat atau bangsa dapat dianggap baru oleh yang lain.
Rogers (1983) membuat batasan mengenai obyektivitas seseorang dalam menilai sesuatu yang dianggap baru berdasarkan dua kriteria, yaitu yang pertama baru diukur bahwa gagasan atau program tersebut memang pertama kali ditemukan.Yang kedua baru diukur oleh jarak waktu ketika seseorang atau kelompok masyarakat pertama kali menggunakan gagasan atau program pendidikan itu.[5]Pada kretiria pertama, inovasi pendidikan banyak di kembangkan di lembaga pendidikan negara maju, gagasan baru yang dihasilkan melalui sejumlah penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan banyak dihasilkan oleh para pendidik dan ahli pendidikan yaitu sarana dan fasilitas dan SDM yang tersedia cukup mendukung, sehingga temuan-temuan baru dalam bidang pendidikan dari tahun ketahun semakin bertambah. Hal ini perlu dicermati berkenaan dengan gagasan dan program untuk peningkatan mutu pendidikan. Lebih menarik lagi gagasan dan program yang ditawarkan melalui sejumlah buku dan kebijakan pendidikan ternyata memiliki perhatian yang cukup serius dalam hal penyadaran nilai.
D. Landasan Kultural Pendidikan Nilai
Dalam konteks Pendidikan Nasional pengembangan pendidikan Nilai perlu diartikulasaikan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa, yang bersifat kultural dan spiritual, hal ini tidak berarti harus mengabaikan landasan atau prinsip pengembangan pendidikan nilai yang bersipat umum seperti landasan filosofis, psikologis, sosial dan prinsip ketuhanan serta keterpaduan untuk memberikan makna atau penyadaran nilai dapat mengacu pada landasan yuridis dan religi yang berkembang dalam masyarakat kita.[6]
Landasan yuridis dalam penyelenggaraan pendidikan Nilai dalam konteks Pendidikan Nasional sebenarnya memiliki landasan hukum yang kuat. Idiologi negara dan undang-undang dan GBHN merupakan ketentuan yuridis yang banyak mengandung pesan nilai. Karena itu pendidikan nilai memiliki posisi yang cukup strategis dalam pendidikan Nasional,
Dalam Pancasila sebagai landasan ideal bangsa kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, Pancasila kaya dengan pesan nilai, moral dan etika asli bangsa, sebab itu landasan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dapat dijadikan landasan yang kuat bagi penyelenggara pendidikan nilai di sekolah dikeluarga dan dimasyarakat. Secara relaktis sila-sila yang terdapat dalam Pancasila dengan jelas menempatakan nilai ketuhanan yang diikuti oleh nilai kodrat kemanusiaan, dan nilai etis filosofis persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Semua nilai yang terkandung dalam Pancasila tentunya bukan sekedar simbol-simbol tiorik saja, tetapi merupakan falsafah atau idiologi bangsa yang harus benar-benar direalisasikan dalam kehidupan berbagsa, bernegara dan beragama.
Dalam UUD 1945, dan dalam GBHN dengan jelas menggungkapkan lima dari tujuh karekter manusia Indonesia yang bersifat afektif yaitu: ketakwaan, budi pekerti, kepribadian, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air. Pengenmbangan lima aspek itu merupakan garapan utama pendidikan nilai, disamping membantu bangsa agar menjadi cersdas dan trampil. Undang-undang pendidikan Nilai No. 2 Tahun 1989 maka status dan peran pendidikan nilai semakin kuat. Pengembangan aspek afektif dalam pendidikan formal yang semakin dituntut seimbang dengan dua aspek lainnya, yaitu kognitif dan psikomotorik, sekaligus memperkuat posisi pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional.
E. Moralitas Kesadaran Masyarakat
Manusia merupakan makhluk tuhan yang terbaik, mereka adalah makhluk hidup yang mempunyai tujuan dan fungsi yang baik, secara moral manusia itu harus berbuat baik, berintraksi dan berbudaya untuk mengembangkan sumber daya alam. Secara konseptual, moral manusia itu sendiri memiliki beberapa tingkatan. Cheppy Haricahyono 1995 berpendapat bahwa moral terdiri dari beberapa tingkatan yaitu: Standar moral, aturan moral, dan pertimbangan moral. Standar moral merupakan bazis pijakan atau asumsi untuk menentukan apakah secara moral sebuah tindakan itu diperkenankan atau tidak, baik atau tidak atau diterima oleh masyarakat dan apakah bermaslahat bagi ummat atau tidak. Makna lain dari standar moral adalah prinsip-prinsip dasar atau kriteria yang paling fundamental untuk menentukan benar atau salahnya suatu tindakan manusia didalam menjalani proses hidupnya. Aturan moral merupakan tindakan yang dianggap benar atau salah dengan berdasarkan pada kreteria yang di formulasikan oleh standard moral. Pertimbangan moral merupakan evaluasi moral terhadap dimensi kepribadian sekaligus tindakan-tindakan seseorang baik bersifat umum maupun spesifik [7]
F. Pendidikan Yang Bermutu Kunci Keberhasilan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pendidikan baik dalam makna formal, non formal, informal, maupun jaringan-jaringan kemasyarakatan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia yang mengandung seperangkat potensi dan prilaku keseharian. Faktor SDM suatu negara akan menentukan status kenegaraan itu, apakah negara terbelakang, atau sedang berkembang dan maju.
Oleh karena itu modernisasi pembangunan suatu negara pada umumnya menentukan maju mundurnya pendidikan dalam masyarakat dari keterbelakangan informasi-informasi. Keberhasilan pembangunan nasional Indonesia harus sejalan dengan sikap mental SDM yang mendukung proses pembangunan itu merupakan sebagai bagian dari agenda kerja pendidikan. Konsep ini mengisyaratkan bahwa wahana pengembangan sumber daya manusia adalah pendidikan, karenanya pendidikan itu harus mampu menghasilkan sumber daya manusia dengan tiga kemampuan. Pertama: Kemampuan melahirkan manusia yang dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan nasional. Kedua: Kemampuan untuk menghasilkan manusia yang dapat mengapresiasikan, menikmati, dan memelihara hasil-hasil pembangunan itu. Ketiga: Kemampuan melahirkan proses pemanusiaan dan kemanusiaan secara terus menerus menuju bangsa yang adil dan bijak, dalam makna pertumbuhan dan perkembangan, dan memelihara dan menyikapi secara positif hasil-hasil pembangunan adalah rasa memiliki sumber-sumber lingkungan hidup, lingkungan fisik dan non-fisik.[8]
Bahwa mutu pendidikan sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efesien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah sehingga menghasilkan nilai tambah komponen tersebut menurut norma/standard yang berlaku. Pendapat mengenai kriteria mutu pendidikan Engkoswara(1986) melihat mutu/keberhasilan pendidikan itu dari tiga sisi yaitu: prestasi, suasana, dan ekonomi. Indikator yang termasuk kedalam standar hasil dan pelayanan pendidikan adalah mencakup spesifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh anak didik. Hasil pendidikan itu dimanfaatkan di masyarakat dan di dunia.[9]
G. Peningkatan Peran Dan Mutu Guru Yang Profesional
Untuk mengaktifkan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional berbagai upaya dilakukan yakni mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia, menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas dan meningkatkan kemampuan akademik professional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga kependidikan mampu berfungsi secara optimal. Melakukan pembauran sistem pendidikan termasuk pembauran kurikulum, dan memberdayakan lembaga pendidikan baik di sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pemberdayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi kekeluargaan dalam masyarakat yang memiliki kepribadian dengan cirri-ciri sebagai berikut:
Dalam konteks Pendidikan Nasional arti penting pendidikan nilai telah memasyarakat, apabila dikaikan dengan fenomena kehidupan saat ini sering kali kurang kondusif bagi masa depan bangsa. Arus globalisasi yang demikian kuat berpotensi mengikis jati diri bangsa, nilai-nilai kehidupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang. Karena budaya luar lebih ditanggapi masyarakat daripada budaya pribumi, kenapa? Karena merupakan kehidupan baru bagi masyarakat pribumi, walaupun sebenarnya tidak berimbang dengan nilai budaya kita . Tetapi umumnya masyarakat menginginkan hal-hal yang baru tanpa memperdulikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang akhirnya menuntut peranan pendidikan nilai untuk benar-benar menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun moral.
Analisis atas kinerja pendidikan di Indonesia, sejak dulu hingga sekarang telah mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan bahwa terdapat beberapa kelemahan mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan di tanah air. Salah satu bidang manajemen ketatalaksanaan sekolah, dan pada tataran proses seperti perencanaan, palaksanaan, dan evaluasi belum dilakukan dengan prosedur kerja yang ketat. Pada bidang lain seperti personalia, keuangan, sarana, dan prasarana, instrumen pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan, dan sebagainya.
Bukan hanya substansinya belum komprehensif melainkan kriteria keberhasilan untuk masing-masing belum diterapkan secara taat dan berazas. Kemampuan pendekatan proses yang menuju tercapainya, kerap kali mengalami kendala karena berbenturan dengan prilaku birokrasi, apatisme, disiplin rendah, biaya yang kurang, instrumen pendukung yang tidak valid, sifat kompetitif yang belum tumbuh dan dukungan masyarakat yang begitu rendah.[11]
I. Muatan Nilai Dalam Pendidikan Nasional
Dalam konteks pendidikan nasional, arti penting pendidikan nilai tidak diragukan lagi. Munculnya upaya pendidikan nilai yang berhasil dirasakan sangat mendesak apabila dikaitkan dengan gejala-gejala kehidupan saat ini yang seringkali kurang kondusif bagi masa depan bangsa. Nilai-nilai kehudupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang. Perambatan budaya luar yang kurang ramah terhadap budaya pribumi pada gilirannya menuntut peran pendidikan nilai untuk benar-benar menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun moral.[12] Saat ini Pendidikan Nasional menghadapi berbagai tantangan yang amat berat khususnya dalam upaya menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing di era global.[13]
Upaya untuk membangun kualitas kehidupan manusia melalui pendidikan persekolahan terus dilakukan dan tidak akan terhenti. Proses ini berlangsung secara stimulan dan berkelanjutan, keberadaan manusia saat ini ditentukan oleh proses pendidikan sebelumnya dan keberadaan manusia akan datang ditentukan oleh proses pendidikan saat ini.[14] Karena itu Pendidikan di sekolah seharusnya memberikan prioritas untuk membangkitkan nilai-nilai kehidupan serta menjelaskan implikasinya terhadap kualitas hidup masyarakat.[15] Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Thn 2003 menyebutkan ada beberapa perubahan arah kebijakan yang cukup strategis bagi masa depan pengembangan nilai di sekolah. Beberapa arah perubahan kebijakan beserta nilainya dapat kita simpulkan sebagai berikut:
Salah satu ciri umum UUSPN no 20 Thn 2003 bersifat desentralistik menunjukkan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan khususnya dalam bidang pendidikan menjadi hal yang utama. Desentralisasi tidak hanya dimaknai sebagai limpahan kewenangan pengelolaan pendidikan pada tingkat daerah atau sekolah tetapi dapat juga diartikan sebagai upaya pengembangan dan pemberdayaan nilai secara mandiri pada para pelaku pendidikan, jika dulu nilai keadilan pendidikan ditempatkan pada konteks pemerataan, kini nilai keadilan menyatu dengan kesempatan untuk mengembangkan potensi sekolah atau individu secara unik.
Bahwa Pendidikan Nasional yang bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia telah memberikan porsi pada pemberdayaan pendidikan nilai dalam usaha membangun karakter moral bangsa. Ini berarti bahwa proses pendidikan harus kembali pada nilai-nilai serta kesadaran-kesadaran ketuhanan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Disamping itu UUSPN menaruh perhatian terhadap pendidikan anak usia dini yang memiliki misi nilai sangat penting bagi perkembangan anak. Anak perlu dilatih untuk melibatkan pikiran, perasaan dan tindakannya ketika mereka bermain, bernyanyi, menulis atau menggambar sehingga pada diri mereka tumbuh nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih-sayang, toleransi, tanggung jawab dan keindahan dalam pemahaman nilai menurut kemampuan pemahaman mereka.
Dengan disebutkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada bagian penjelasan UUSPN, ini menandakan bahwa nilai-nilai kehidupan peserta didik perlu dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemampuan belajar mereka. Secara psikologis, hal ini memiliki makna cukup luas, karena kebutuhan dan kemampuan peserta didik hanya akan dapat dipenuhi jika proses pembelajaran menjamin tumbuhnya perbedaan individu.[16]
J. Beberapa Contoh Bidang Studi Yang Memuat Pendidikan Nilai
a. IPA dan Matematika
Pada dasarnya tiap proses pendidikan menyertakan nilai dengan beragam jenis dan interaksinya. Namun proses pendidikan nilai masih sangat terbuka untuk dibicarakan dalam kerangka mencari alternatif-alternatif terbaik bagi proses internalisasi nilai agar dapat tercapai secara optimal. IPA dan Matematika merupakan dua disiplin ilmu yang memiliki cara kerja berbeda namun teori dan dalilnya memiliki kebenaran pasti. Karenanya kedua disiplin ilmu itu dikelompokkan sebagai ilmu pasti.[17]
Cara kerja keduanyapun bersifat fungsional, yaitu Matematika berfungsi sebagai ilmu bantu bagi pengembangan IPA yang meliputi Fisika, Kimia, dan Biologi. UNESCO(1993) mencatat bahwa pembelajaran IPA dan Matematika yang dilakukan secara terpadu dengan kebutuhan pendidikan nilai akan mampu merobah makna belajar, meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menghargai kontribusi IPTEK, mengembangkan minat mereka dalam belajar dan memiliki sikap ilmiah yang jelas. Karena materi esensial yang terdapat pada pokok-pokok bahasan IPA, Matematika mengandung nilai moral dan etika yang harus dimiliki oleh peserta didik.
b. IPS dan Humaniora
Ilmu Sosial merupakan disiplin ilmu meliputi sejumlah cabang disiplin ilmu lainnya seperti Psikologi, Geografi, Ekonomi, Politik, Sosial dan Antropologi. Sementara itu Humaniora meliputi bahasa dan sastra. Pengembangan pendidikan nilai yang terintegrasi dengan IPS dan Humaniora memiliki arti penting bagi peningkatan kualitas pendidikan Nilai. Nilai yang berintegrasi dalam pembelajaran IPS dan Humaniora dapat berupa nilai intrinsik seperti obyektivitas, rasionalitas dan kejujuran ilmiah, atau dapat pula berupa nilai dasar moral seperti kepedulian terhadap orang lain, empati dan kebaikan sosial lainnya. Diyakini bahwa pengembangan IPS dan Humaniora yang benar dan bermakna akan mampu menghasilkan pribadi-pribadi sehat dan tangguh.[18]
c. Pendidikan Nilai Pada mata pelajaran PAI
Sebagai mata pelajaran, PAI memiliki peranan penting dalam penyadaran nilai-nilai agama Islam kepada peserta didik. Muatan mata pelajaran yang mengandung nilai, moral dan etika agama menempatkan PAI pada posisi terdepan dalam pengembangan moral beragama siswa. Hal itu sekaligus berimplikasi pada tugas-tugas guru PAI yang kemudian dituntut lebih banyak perannya dalam penyadaran nilai-nilai keagamaan. Pendidikan agama juga memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Pendidikan Agama Islam (PAI) mempunyai beberapa karakteristik diantaranya:
Pembahasan Nilai dalam aplikasinya pada tatanan Pendidikan Nasional bukanlah suatu bahasan yang ringkas untuk sekedar dibicarakan pada makalah sederhana ini. Karena pada kenyataannya kita dihadapkan pada benturan-benturan dimana aplikasi nilai dalam pendidikan khususnya pendidikan nasional masih mengalami kekurangan di sana-sini, sehingga menumpuk menjadi pekerjaan besar bagi kita selaku insan akademis yang tentunya telah dijejali pengetahuan tentang pendidikan nilai bagaimana kelak apakah kita mampu merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan kita kini dan akan datang.Wallahu A’lam.
-----------
[1]Ace Suryadi, dan Dasim Budimansyah. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indinisia Baru, (Bandung: Genesindo, 2004) h 3.
[2] Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional,1988).h. 218
[3] Suryadi, dan Budimansyah, Pendidikan Nasional, h. 165.
[4]Udang-Undang Republik Indonesia No 14 Thn 2005 Tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2006) h. 1.
[5]Rohmat Mulyana. Mengartikulasakan pendidikan Nilai, (Bandung: IKAPI,2004), h,165.
[6]Ibid, h. 151
[7]Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistim Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 68
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan(Jakarta, Ciputat Press,2004). h. 58.
[11] Danim, Agenda Pembaruan, h 6.
[12] Mulyana., Mengartikulasikan, h. 146.
[13] Suryadi dan budimansyah, Pendidikan Nasional, h. 3.
[14] Mulyana, Mengartikulasikan, h.113.
[15] Ibid., h 107.
[16] Ibid, h. 168
[17] Ibid, h.178.
[18] Ibid, h 192
[19] Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut DuniaPendidikan,(Jakarta: Raja Grafindo, 2006). h. 102.
Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional merupakan sebuah kajian yang memberiklan pengetahuan bahwa pendidikan nilai merupakan dasar dan tolak ukur seseorang. untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional, maka penulis berinisiatif meluncurkan tema pada makalah ini dengan judul Pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
Makalah Pendidikan Nilai dalam Konteks Pendidikan Nasional
A. Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional adalah pelaksanaan pendidikan suatu negara berdasarkan kepada sosio-kultural, sosio psikologis, sosio ekonomis dan sosio politis. Pusat orientasinya adalah demi eksistensi bangsa, cita-cita bangsa dan negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Urgensi pendidikan nasional jangka pendek terutama diarahkan kepada memenuhi kebutuhan nasional dalam pembangunan negara, dalam tiap lapangan kehidupan bangsa itu. Sedangkan kebutuhan jangka panjang adalah demi eksistensi dan integritas nasional, demi regenerasi bangsa dan kepemimpinan nasional untuk membina kepribadian bangsa yang tercermin dalam tatanan kehidupan.[2]
B. Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan Nasional berorientasai pada perwujudan tatanan baru kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani Indonesia (civil society). Masyarakat baru yang bersifat pluralistik yang berkepribadian Indonesia diharapkan mampu mendorong semangat kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka mengejar cita-cita dan harapan masa depan yang cerah. Pendidikan di masa depan harus mampu mempercepat terbentuknya tatanan masyarakat yang pertama, menghargai perbedaan pendapat sebagai manifestasi dari rasa tanggung jawab dan kepedulian terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara serta pemantapan kehidupan demokrasi di semua bidang kehidupan.
Kedua, tertib sadar hukum, memiliki budaya malu, dan mampu menciptakan keteladanan. Ketiga, memiliki rasa percaya diri, mandiri dan kreatif, memiliki etos kerja yang tinggi, serta berorientasi terhadap penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam memacu keunggulan bangsa dalam kerangka persaingan dunia.[3] Dalam UUD RI. No 14 Thn 2005. Tentang guru dan dosen, disebutkan tujuan pendidikan nasioanal adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan UUD Negara RI Thn 1945.[4]
C. Faktor-Faktor Yang Menunjang Teraplikasinya Nilai Dalam Pendidikan Nasional
Saat ini dunia pendidikan kita tengah mencoba sejumlah inovasi pendidikan, banyak hal baru yang di perkenalkan dalam dunia pendidikan seiring dengan perubahan orientasi kebijakan Pendidikan Nasional dari yang statistik kedesentralistik, salah satu yang mudah kita temukan, inovasi pendidikan mengemukakan dalam istilah-istilah yang serba berbasis kompetensi (KBK), dan lain-lain. Istilah-istilah itu tidak pernah muncul dalam kurikulum 1994 yang digunakan sebelumnya setelah adanya kebijakan desentralisasi pendidikan. Yang dimaksud inovasi pendidikan disini adalah gagasan atau program yang dipersepsi sebagai satuan yang baru oleh penemunya, istilah baru memang bisa relatif, suatu gagasan atau program yang sebenarnya sudah usang menurut suatu komunitas masyarakat atau bangsa dapat dianggap baru oleh yang lain.
Rogers (1983) membuat batasan mengenai obyektivitas seseorang dalam menilai sesuatu yang dianggap baru berdasarkan dua kriteria, yaitu yang pertama baru diukur bahwa gagasan atau program tersebut memang pertama kali ditemukan.Yang kedua baru diukur oleh jarak waktu ketika seseorang atau kelompok masyarakat pertama kali menggunakan gagasan atau program pendidikan itu.[5]Pada kretiria pertama, inovasi pendidikan banyak di kembangkan di lembaga pendidikan negara maju, gagasan baru yang dihasilkan melalui sejumlah penelitian dan pengembangan dalam bidang pendidikan banyak dihasilkan oleh para pendidik dan ahli pendidikan yaitu sarana dan fasilitas dan SDM yang tersedia cukup mendukung, sehingga temuan-temuan baru dalam bidang pendidikan dari tahun ketahun semakin bertambah. Hal ini perlu dicermati berkenaan dengan gagasan dan program untuk peningkatan mutu pendidikan. Lebih menarik lagi gagasan dan program yang ditawarkan melalui sejumlah buku dan kebijakan pendidikan ternyata memiliki perhatian yang cukup serius dalam hal penyadaran nilai.
D. Landasan Kultural Pendidikan Nilai
Dalam konteks Pendidikan Nasional pengembangan pendidikan Nilai perlu diartikulasaikan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa, yang bersifat kultural dan spiritual, hal ini tidak berarti harus mengabaikan landasan atau prinsip pengembangan pendidikan nilai yang bersipat umum seperti landasan filosofis, psikologis, sosial dan prinsip ketuhanan serta keterpaduan untuk memberikan makna atau penyadaran nilai dapat mengacu pada landasan yuridis dan religi yang berkembang dalam masyarakat kita.[6]
Landasan yuridis dalam penyelenggaraan pendidikan Nilai dalam konteks Pendidikan Nasional sebenarnya memiliki landasan hukum yang kuat. Idiologi negara dan undang-undang dan GBHN merupakan ketentuan yuridis yang banyak mengandung pesan nilai. Karena itu pendidikan nilai memiliki posisi yang cukup strategis dalam pendidikan Nasional,
Dalam Pancasila sebagai landasan ideal bangsa kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa, Pancasila kaya dengan pesan nilai, moral dan etika asli bangsa, sebab itu landasan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dapat dijadikan landasan yang kuat bagi penyelenggara pendidikan nilai di sekolah dikeluarga dan dimasyarakat. Secara relaktis sila-sila yang terdapat dalam Pancasila dengan jelas menempatakan nilai ketuhanan yang diikuti oleh nilai kodrat kemanusiaan, dan nilai etis filosofis persatuan, kerakyatan dan keadilan sosial. Semua nilai yang terkandung dalam Pancasila tentunya bukan sekedar simbol-simbol tiorik saja, tetapi merupakan falsafah atau idiologi bangsa yang harus benar-benar direalisasikan dalam kehidupan berbagsa, bernegara dan beragama.
Dalam UUD 1945, dan dalam GBHN dengan jelas menggungkapkan lima dari tujuh karekter manusia Indonesia yang bersifat afektif yaitu: ketakwaan, budi pekerti, kepribadian, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air. Pengenmbangan lima aspek itu merupakan garapan utama pendidikan nilai, disamping membantu bangsa agar menjadi cersdas dan trampil. Undang-undang pendidikan Nilai No. 2 Tahun 1989 maka status dan peran pendidikan nilai semakin kuat. Pengembangan aspek afektif dalam pendidikan formal yang semakin dituntut seimbang dengan dua aspek lainnya, yaitu kognitif dan psikomotorik, sekaligus memperkuat posisi pendidikan nilai dalam konteks Pendidikan Nasional.
E. Moralitas Kesadaran Masyarakat
Manusia merupakan makhluk tuhan yang terbaik, mereka adalah makhluk hidup yang mempunyai tujuan dan fungsi yang baik, secara moral manusia itu harus berbuat baik, berintraksi dan berbudaya untuk mengembangkan sumber daya alam. Secara konseptual, moral manusia itu sendiri memiliki beberapa tingkatan. Cheppy Haricahyono 1995 berpendapat bahwa moral terdiri dari beberapa tingkatan yaitu: Standar moral, aturan moral, dan pertimbangan moral. Standar moral merupakan bazis pijakan atau asumsi untuk menentukan apakah secara moral sebuah tindakan itu diperkenankan atau tidak, baik atau tidak atau diterima oleh masyarakat dan apakah bermaslahat bagi ummat atau tidak. Makna lain dari standar moral adalah prinsip-prinsip dasar atau kriteria yang paling fundamental untuk menentukan benar atau salahnya suatu tindakan manusia didalam menjalani proses hidupnya. Aturan moral merupakan tindakan yang dianggap benar atau salah dengan berdasarkan pada kreteria yang di formulasikan oleh standard moral. Pertimbangan moral merupakan evaluasi moral terhadap dimensi kepribadian sekaligus tindakan-tindakan seseorang baik bersifat umum maupun spesifik [7]
F. Pendidikan Yang Bermutu Kunci Keberhasilan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, pendidikan baik dalam makna formal, non formal, informal, maupun jaringan-jaringan kemasyarakatan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia yang mengandung seperangkat potensi dan prilaku keseharian. Faktor SDM suatu negara akan menentukan status kenegaraan itu, apakah negara terbelakang, atau sedang berkembang dan maju.
Oleh karena itu modernisasi pembangunan suatu negara pada umumnya menentukan maju mundurnya pendidikan dalam masyarakat dari keterbelakangan informasi-informasi. Keberhasilan pembangunan nasional Indonesia harus sejalan dengan sikap mental SDM yang mendukung proses pembangunan itu merupakan sebagai bagian dari agenda kerja pendidikan. Konsep ini mengisyaratkan bahwa wahana pengembangan sumber daya manusia adalah pendidikan, karenanya pendidikan itu harus mampu menghasilkan sumber daya manusia dengan tiga kemampuan. Pertama: Kemampuan melahirkan manusia yang dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan nasional. Kedua: Kemampuan untuk menghasilkan manusia yang dapat mengapresiasikan, menikmati, dan memelihara hasil-hasil pembangunan itu. Ketiga: Kemampuan melahirkan proses pemanusiaan dan kemanusiaan secara terus menerus menuju bangsa yang adil dan bijak, dalam makna pertumbuhan dan perkembangan, dan memelihara dan menyikapi secara positif hasil-hasil pembangunan adalah rasa memiliki sumber-sumber lingkungan hidup, lingkungan fisik dan non-fisik.[8]
Bahwa mutu pendidikan sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efesien terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah sehingga menghasilkan nilai tambah komponen tersebut menurut norma/standard yang berlaku. Pendapat mengenai kriteria mutu pendidikan Engkoswara(1986) melihat mutu/keberhasilan pendidikan itu dari tiga sisi yaitu: prestasi, suasana, dan ekonomi. Indikator yang termasuk kedalam standar hasil dan pelayanan pendidikan adalah mencakup spesifikasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh anak didik. Hasil pendidikan itu dimanfaatkan di masyarakat dan di dunia.[9]
G. Peningkatan Peran Dan Mutu Guru Yang Profesional
Untuk mengaktifkan pencapaian tujuan Pendidikan Nasional berbagai upaya dilakukan yakni mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia, menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas dan meningkatkan kemampuan akademik professional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga kependidikan mampu berfungsi secara optimal. Melakukan pembauran sistem pendidikan termasuk pembauran kurikulum, dan memberdayakan lembaga pendidikan baik di sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pemberdayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi kekeluargaan dalam masyarakat yang memiliki kepribadian dengan cirri-ciri sebagai berikut:
- Beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
- Berakhlak yang mulia.
- Memiliki rasa kebangsaan yang tinggi.
- Jujur dalam berkata dan bertindak.
- Sabar dan arif dalam menjalankan profesi.
- Disiplin dan bekerja keras.
- Cinta terhadap profesi.
- Memiliki pandangan positif terhadap peserta didik.
- Inovatif, kreatif, dan demokratis.
- Gemar membaca dan selalu ingin maju.
- Bekerjasama secara profesional dengan peserta didik, sejawat dan masyarakat.
- Terbuka terhadap saran dan kritik.
- Cinta damai
- Memiliki wawasan internasional.[10]
Dalam konteks Pendidikan Nasional arti penting pendidikan nilai telah memasyarakat, apabila dikaikan dengan fenomena kehidupan saat ini sering kali kurang kondusif bagi masa depan bangsa. Arus globalisasi yang demikian kuat berpotensi mengikis jati diri bangsa, nilai-nilai kehidupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang. Karena budaya luar lebih ditanggapi masyarakat daripada budaya pribumi, kenapa? Karena merupakan kehidupan baru bagi masyarakat pribumi, walaupun sebenarnya tidak berimbang dengan nilai budaya kita . Tetapi umumnya masyarakat menginginkan hal-hal yang baru tanpa memperdulikan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang akhirnya menuntut peranan pendidikan nilai untuk benar-benar menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun moral.
Analisis atas kinerja pendidikan di Indonesia, sejak dulu hingga sekarang telah mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan bahwa terdapat beberapa kelemahan mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan di tanah air. Salah satu bidang manajemen ketatalaksanaan sekolah, dan pada tataran proses seperti perencanaan, palaksanaan, dan evaluasi belum dilakukan dengan prosedur kerja yang ketat. Pada bidang lain seperti personalia, keuangan, sarana, dan prasarana, instrumen pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan, dan sebagainya.
Bukan hanya substansinya belum komprehensif melainkan kriteria keberhasilan untuk masing-masing belum diterapkan secara taat dan berazas. Kemampuan pendekatan proses yang menuju tercapainya, kerap kali mengalami kendala karena berbenturan dengan prilaku birokrasi, apatisme, disiplin rendah, biaya yang kurang, instrumen pendukung yang tidak valid, sifat kompetitif yang belum tumbuh dan dukungan masyarakat yang begitu rendah.[11]
I. Muatan Nilai Dalam Pendidikan Nasional
Dalam konteks pendidikan nasional, arti penting pendidikan nilai tidak diragukan lagi. Munculnya upaya pendidikan nilai yang berhasil dirasakan sangat mendesak apabila dikaitkan dengan gejala-gejala kehidupan saat ini yang seringkali kurang kondusif bagi masa depan bangsa. Nilai-nilai kehudupan yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur hilang. Perambatan budaya luar yang kurang ramah terhadap budaya pribumi pada gilirannya menuntut peran pendidikan nilai untuk benar-benar menjamin lahirnya generasi yang tangguh secara intelektual maupun moral.[12] Saat ini Pendidikan Nasional menghadapi berbagai tantangan yang amat berat khususnya dalam upaya menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing di era global.[13]
Upaya untuk membangun kualitas kehidupan manusia melalui pendidikan persekolahan terus dilakukan dan tidak akan terhenti. Proses ini berlangsung secara stimulan dan berkelanjutan, keberadaan manusia saat ini ditentukan oleh proses pendidikan sebelumnya dan keberadaan manusia akan datang ditentukan oleh proses pendidikan saat ini.[14] Karena itu Pendidikan di sekolah seharusnya memberikan prioritas untuk membangkitkan nilai-nilai kehidupan serta menjelaskan implikasinya terhadap kualitas hidup masyarakat.[15] Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Thn 2003 menyebutkan ada beberapa perubahan arah kebijakan yang cukup strategis bagi masa depan pengembangan nilai di sekolah. Beberapa arah perubahan kebijakan beserta nilainya dapat kita simpulkan sebagai berikut:
Salah satu ciri umum UUSPN no 20 Thn 2003 bersifat desentralistik menunjukkan bahwa pengembangan nilai-nilai kemanusiaan khususnya dalam bidang pendidikan menjadi hal yang utama. Desentralisasi tidak hanya dimaknai sebagai limpahan kewenangan pengelolaan pendidikan pada tingkat daerah atau sekolah tetapi dapat juga diartikan sebagai upaya pengembangan dan pemberdayaan nilai secara mandiri pada para pelaku pendidikan, jika dulu nilai keadilan pendidikan ditempatkan pada konteks pemerataan, kini nilai keadilan menyatu dengan kesempatan untuk mengembangkan potensi sekolah atau individu secara unik.
Bahwa Pendidikan Nasional yang bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia telah memberikan porsi pada pemberdayaan pendidikan nilai dalam usaha membangun karakter moral bangsa. Ini berarti bahwa proses pendidikan harus kembali pada nilai-nilai serta kesadaran-kesadaran ketuhanan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Disamping itu UUSPN menaruh perhatian terhadap pendidikan anak usia dini yang memiliki misi nilai sangat penting bagi perkembangan anak. Anak perlu dilatih untuk melibatkan pikiran, perasaan dan tindakannya ketika mereka bermain, bernyanyi, menulis atau menggambar sehingga pada diri mereka tumbuh nilai-nilai kejujuran, keadilan, kasih-sayang, toleransi, tanggung jawab dan keindahan dalam pemahaman nilai menurut kemampuan pemahaman mereka.
Dengan disebutkannya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada bagian penjelasan UUSPN, ini menandakan bahwa nilai-nilai kehidupan peserta didik perlu dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemampuan belajar mereka. Secara psikologis, hal ini memiliki makna cukup luas, karena kebutuhan dan kemampuan peserta didik hanya akan dapat dipenuhi jika proses pembelajaran menjamin tumbuhnya perbedaan individu.[16]
J. Beberapa Contoh Bidang Studi Yang Memuat Pendidikan Nilai
a. IPA dan Matematika
Pada dasarnya tiap proses pendidikan menyertakan nilai dengan beragam jenis dan interaksinya. Namun proses pendidikan nilai masih sangat terbuka untuk dibicarakan dalam kerangka mencari alternatif-alternatif terbaik bagi proses internalisasi nilai agar dapat tercapai secara optimal. IPA dan Matematika merupakan dua disiplin ilmu yang memiliki cara kerja berbeda namun teori dan dalilnya memiliki kebenaran pasti. Karenanya kedua disiplin ilmu itu dikelompokkan sebagai ilmu pasti.[17]
Cara kerja keduanyapun bersifat fungsional, yaitu Matematika berfungsi sebagai ilmu bantu bagi pengembangan IPA yang meliputi Fisika, Kimia, dan Biologi. UNESCO(1993) mencatat bahwa pembelajaran IPA dan Matematika yang dilakukan secara terpadu dengan kebutuhan pendidikan nilai akan mampu merobah makna belajar, meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menghargai kontribusi IPTEK, mengembangkan minat mereka dalam belajar dan memiliki sikap ilmiah yang jelas. Karena materi esensial yang terdapat pada pokok-pokok bahasan IPA, Matematika mengandung nilai moral dan etika yang harus dimiliki oleh peserta didik.
b. IPS dan Humaniora
Ilmu Sosial merupakan disiplin ilmu meliputi sejumlah cabang disiplin ilmu lainnya seperti Psikologi, Geografi, Ekonomi, Politik, Sosial dan Antropologi. Sementara itu Humaniora meliputi bahasa dan sastra. Pengembangan pendidikan nilai yang terintegrasi dengan IPS dan Humaniora memiliki arti penting bagi peningkatan kualitas pendidikan Nilai. Nilai yang berintegrasi dalam pembelajaran IPS dan Humaniora dapat berupa nilai intrinsik seperti obyektivitas, rasionalitas dan kejujuran ilmiah, atau dapat pula berupa nilai dasar moral seperti kepedulian terhadap orang lain, empati dan kebaikan sosial lainnya. Diyakini bahwa pengembangan IPS dan Humaniora yang benar dan bermakna akan mampu menghasilkan pribadi-pribadi sehat dan tangguh.[18]
c. Pendidikan Nilai Pada mata pelajaran PAI
Sebagai mata pelajaran, PAI memiliki peranan penting dalam penyadaran nilai-nilai agama Islam kepada peserta didik. Muatan mata pelajaran yang mengandung nilai, moral dan etika agama menempatkan PAI pada posisi terdepan dalam pengembangan moral beragama siswa. Hal itu sekaligus berimplikasi pada tugas-tugas guru PAI yang kemudian dituntut lebih banyak perannya dalam penyadaran nilai-nilai keagamaan. Pendidikan agama juga memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya. Pendidikan Agama Islam (PAI) mempunyai beberapa karakteristik diantaranya:
- PAI berusaha untuk menjaga akidah peserta didik agar tetap kokoh dalam situasi dan kondisi apapun.
- PAI berusaha untuk menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai yang tertuang dan terkandung Al qur’an dan Hadis serta otentisitas keduanya sebagai sumber utama ajaran Islam.
- PAI menonjolkan kesatuan iman, ilmu dan amal dalam kehidupan keseharian.
- PAI berusaha membentuk dan mengembangkan kasalihan individu dan sekaligus kesalihan sosial.
- PAI menjadi landasan moral dan etika dalam pengembangan iptek dan budaya serta aspek-aspek kehidupan lainnya.[19]
Pembahasan Nilai dalam aplikasinya pada tatanan Pendidikan Nasional bukanlah suatu bahasan yang ringkas untuk sekedar dibicarakan pada makalah sederhana ini. Karena pada kenyataannya kita dihadapkan pada benturan-benturan dimana aplikasi nilai dalam pendidikan khususnya pendidikan nasional masih mengalami kekurangan di sana-sini, sehingga menumpuk menjadi pekerjaan besar bagi kita selaku insan akademis yang tentunya telah dijejali pengetahuan tentang pendidikan nilai bagaimana kelak apakah kita mampu merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan kita kini dan akan datang.Wallahu A’lam.
DAFTAR PUSTAKA
- Batubara, Muhyi. Sosiologi Pendidikan.Jakarta: Ciputat Press, 2004.
- Danim, Sudarwan . Agenda Pembaruan Sistim Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
- Mulyana, Rohmat. Mengartikulasakan Pendidikan Nilai. Bandung: IKAPI,2004.
- Noor Syam, Muhammad. Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional, 1988.
- Suryadi, Ace. Dan Dasim Budimansyah. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru. Bandung: Genesindo, 2004.
- Undang-Undang Republik Indonesia No 14 Thn 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2006.
-----------
[1]Ace Suryadi, dan Dasim Budimansyah. Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indinisia Baru, (Bandung: Genesindo, 2004) h 3.
[2] Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan Dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional,1988).h. 218
[3] Suryadi, dan Budimansyah, Pendidikan Nasional, h. 165.
[4]Udang-Undang Republik Indonesia No 14 Thn 2005 Tentang Guru dan Dosen (Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2006) h. 1.
[5]Rohmat Mulyana. Mengartikulasakan pendidikan Nilai, (Bandung: IKAPI,2004), h,165.
[6]Ibid, h. 151
[7]Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistim Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 68
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan(Jakarta, Ciputat Press,2004). h. 58.
[11] Danim, Agenda Pembaruan, h 6.
[12] Mulyana., Mengartikulasikan, h. 146.
[13] Suryadi dan budimansyah, Pendidikan Nasional, h. 3.
[14] Mulyana, Mengartikulasikan, h.113.
[15] Ibid., h 107.
[16] Ibid, h. 168
[17] Ibid, h.178.
[18] Ibid, h 192
[19] Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam; Mengurai Benang Kusut DuniaPendidikan,(Jakarta: Raja Grafindo, 2006). h. 102.