Secara etimologi kata qadariyah berasal dari bahasa arab yaitu “qadara” yang dalam bahasa arabnya berarti berkuasa. menurut bahasa arab, nama jabariyah berasal dari kata “jabara” yang mengandung arti “pemaksaan”. Selanjutnya sebagaimana dituliskan warson bahwa “Jabariyah” adalah aliran yang berfaham tidak adanya ikhtiar bagi manusia. Aliran jabariyah mempunyai pendapat yang terkenal mengenai perbuatan manusia.
Makalah Qadariyah dan Jabariyah oleh : Sufriyansyah
Pendahuluan
2. Pengertian Qadariyah Dan Sejarah Kelahirannya |
Secara etimologi kata qadariyah berasal dari bahasa arab yaitu “qadara” yang dalam bahasa arabnya berarti berkuasa [3] atau dapat juga diartikan dengan “dapat dan mampu” Sedangkan menurut terminologi dalam teologi Islam, maka qadariyah adalah nama yang dipakai untuk satu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah, manusia dipandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar atau qada tuhan.[4] Para ahli berbeda pendapat mengenai kapan munculnya aliran qadariyah dan tentang kapan munculnya aliran ini tidak dapat di ketahui secara pasti, namun ada beberapa ahli yang menghubungkan paham qadariyah ini dengan paham khawarij. Pemahaman mereka tentang konsep iman, pengakuan hati dan amal dapat menimbulkan kesadaran bahwa manusia mampu sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya sendiri, baik atau buruk.[5] Kebanyakan ahli mengatakan bahwa aliran qadariyah muncul pada akhir abad pertama Hijrah. Tokoh yang mempelopori aliran ini bernama Ma’bad al-Juhani al-Bishri, di tanah Iraq.[6] yang kemudian di ikuti oleh Ghailan al-Dimasyqi. Sementara itu Ibnu Nabatah sebagaimana yang dikutip Ahmad Amin bahwa paham qadariyah itu pertama kali muncul dari seseorang asal Iraq yang bernama Abu Yunus Sansawaih seorang penganut agama kristen dan masuk Islam, tetapi kemudian masuk Kristen lagi. Dari Tokoh inilah Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasyqi menerima paham qadariyah ini. Setelah munculnya aliran ini dan berkembang dengan bertambahnya jumlah pengikutnya maka pemerintahan banu Umayyah khawatir akan timbulnya pemberontakan, Keberadaan qadariyah merupakan tantangan bagi bagi dinasti Umayyah sebab dengan paham yang di sebarluaskannya dapat menunjukkan bahwa manusia mewujudkan perbuatannya dan dan bertanggung jawab atas perbuatan itu, maka setiap tindakan dinasti banu Umayyah yang negatip akan mendapat reaksi yang keras dari masyarakat, berbeda dengan paham murjiah yang menguntungkan pemerintah.[7] Aliran qadariyah selanjutnya menempatkan diri sebagai oposisi pemerintahan umayyah, karena aliran ini banyak menentang kebijakan-kebijakan khalifah yang dianggap semena-mena dan merugikan rakyatnya . Apabila firqah jabariyah berpendapat bahwa khalifah banu umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan oleh Allah dan hal ini berarti merupakan topeng kekejaman banu umayyah, maka firqah jabariyah mau membatasi qadar tersebut.[8] Menurut al-Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’i yang baik, tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman Ibn al-Asy’as, gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan bani Umayah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjaj, Ma’bad mati terbunuh pada tahun 80. Hijriah.[9] Dalam pada itu Ghailan sendiri terus menyiarkan faham qadariyah-nya di Damaskus, tetapi mendapat tantangan dari khalifah Umar Ibn Abd al-Azis. Setelah khalifah Umar wafat ia meneruskan kegiatannya yang lama sehingga ia mati dihukum bunuh oleh Hisyam Ibn Abd al-Malik pada tahun 105 Hijriah. |
3. Ajaran-Ajaran Qadariyah
4. Pengertian Jabariyah Dan Sejarah Kelahirannya |
menurut bahasa arab, nama jabariyah berasal dari kata “jabara” yang mengandung arti “pemaksaan”. Selanjutnya sebagaimana dituliskan warson bahwa “al-Jabariyyah” adalah aliran yang berfaham tidak adanya ikhtiar bagi manusia.[16] Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Paham ini dalam istilah Inggris disebut fatalism atau predestination. Secara terminologi dapat dikatakan bahwa paham jabariyah adalah paham yang memandang bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat sesuatu, ia tidak mempunyai daya, kekuasaan, kemauan dan pilihan. Manusia berbuat secara terpaksa. Allah pencipta tindakannya, manusia tak ubahnya dengan benda-benda lain, misalnya pohon berbuah; yang menciptakan buah adalah Allah bukan pohon itu.[17] Dalam catatan sejarah, bahwa orang yang pertama kali mengemukakan paham jabariyah dikalangan umat Islam adalah Ja’ad Ibn Dirham. Pandangan-pandangan Ja’ad ini kemudian disebarluaskan dengan sungguh-sungguh oleh para pengikutnya, terutama oleh Jahm Ibn Safwan pada awal abad kedua hijrah, sehingga jabariyah terakhir disebut juga dengan jahamiyah. Banu umayyah, atau lebih tepatnya sebagian dari khalifah-khalifah mereka pernah memanfaatkan paham jabariyah sebagai pembenar bagi tindakan-tindakan mereka atas umat Islam. Telah menjadi ketentuan Allah, bahwa mereka berkuasa dan bahwa si anu dibunuh oleh algojo mereka dan sebagainya.[18] Kemudian nantinya paham jabariyah yang dikemukakan oleh Jaham Ibn Safwan itu adalah paham jabariyah ekstrim. Sementara itu paham jabariyah yang moderat, seperti yang diajarkan oleh Husain Ibn Muhammad al-Najjar dan Dirar bin Amr.[19] |
5. Ajaran-ajaran jabariyah