George A. Lindbeck menawarkan pendekatan kultural linguistik. Menurutnya George A. Lindbeck agama adalah suatu jaringan makna yang dapat membantu manusia untuk memahami kehidupan ini. dalam Relevansi Pemikiran post liberal menurut George A. Lindbeck tentang Agama adalah sebagai peraturan hidup, doktrin struktur, institusi, klaim kebenaran yang dapat membantu manusia untuk memahami kehidupan ini menjadi berarti. George A. Lindbeck membalik basis argumentasi yang digunakan oleh kelompok liberal. Bukanya agama merupakan hasil dari ekspresi keagamaan manusia, melainkan agama adalah modal yang digunakan atau yang membimbing manusia untuk memperoeh pengaaman spiritual.
Berbagai Macam Pendekatan Agama Pada abad 19 terjadi ketengangan pemikiran dalam dunia Kristen, antara kelompok tradisional ortodox yang berpegang teguh pada kebenaran literal yang ada di kitab suci sebagai ukuran kebenaran agama versus kelompok liberal yang lebih menekankan kebenaran agama sebagai ekspresi pengalaman. Dan gabungan dari keduanya. Lindbeck mencoba keluar dari ketegangan itu dengan menawarkan konsep yang berbeda dari perdebatan di atas yaitu agama sebagai jaring makna cultural linguistic. [3] Makalah ini akan menerangkan seputar perdebatan antara kelompok-kelompok tersebut, perbandingan pemikiran Lindbeck dengan para pemikir lainnya. Kemudian saya mencoba mengontekkan pemikiran Lindbeck tersebut dalam lokus peta pemikiran Muslim di Indonesia. Pada bagian ini saya akan mengutarakan 4 pendekatan agama yaitu pendekatan kognitif doktrin agama, pendekatan ekspresi pegalaman, pendekatan gabungan keduanya, dan pendekatan kultural linguistik. Pertama, Pendekatan kognitif literal doktrin agama. Kelompok ini disebut kaum ortodox tradidisonal. Mereka menekankan aspek kognitif dari doktrin, dan bagaimana doktrin gereja berfungsi klaim kebenaran yang proporsional terhadap realitas obyektif. [4] Mereka beranggapan bahwa ayat-ayat kitab suci (Bible) secara harfiyah (literally) adalah menjadi ukuran kebenaran terhadap segala sesuatu mencakup sains, sejarah, filsafat dan sebagainya. Cerita-cerita dan kejadian-kejadian yang ada didalam kitab suci seperti kebangkitan jesus setelah mati, mu'jizat-mu'jizatnya adalah benar secara historis. Teori atau pendepat yang bertentangan dengan kitab suci dianggap salah. [5] Kelompok ini berkembang sangat luas pada gereja-gereja, dan dipegangi secara teguh oleh para pemimpin dan jemaat Gereja. Biasanya dalam khutbah gereja seorang imam mengutip suatu ayat dalam bible untuk menerangkan fenomena kehidupan atau sebaliknya melihat fenomena kehidupan kemudian dicarikan rujukannya di Bible secara harfiyah. [6] Jadi kelompok ini berpendapat bahwa kata yang digunakan pada bible adalah pernyataan itu benar secara literal (harfiyah). Kosep dalam agama yang diformulasikan dalam doktrin secara harfiyah diterima sebagai kebenaran sesuai dengan kenyataan. Inilah pendekatan tradisional. Kelompok ini lebih fundamentalis, yaitu ingin memahami secara ketat apa yang dikatakan sebagai teori kebenaran. Bagi mereka, kebenaran adalah apa yang dikatakan secara akurat mewakili kenyataan yang diucapkan, kata dan kenyataan sesuai satu sama lain, ini adalah tradisionalis konservatif atau teologi ortodok. Kedua, pendekatan ekspresi pengalaman. Kelompok yang menggunakan pendekatan ini disebut sebagai kelompok liberal. Pada abad ke 19 tradisi ilmu pengetahuan dilanda oleh 'air bah' mainstrem pendekatan positifistik, naturalistik. Sehingga ada keinginan untuh menghapus segala sesuatu yang bersifat immaterial, ruhani. Kecenderungan ini juga melanda diskusi tentang agama. Ada kecenderungan untuk merasionalisasi agama. Agama harus bisa ditilih dari pendekatan positifistik yaitu perlu diterima oleh akal, mempunyai bukti-bukti historis yang meyakinkan. Pada semangat zaman seperti inilah, para teolog Kristen di jerman banyak yang meragukan kebenenaran historis cerita-cerita, kejadian-kejadian yang ada pada kitab suci. Akibat keraguan tersebut, banyak umat yang kehilangan orientasi sehingga menjadi atheis. Namun ada pendapat lain walau kebenaran sejarah dalam kitab suci diragukan. Namun agama Kristen tetap bermanfaat dan dibutuhkan, karena agama Kristen merupakan ekspresi pengalaman seseorang terhadap realitas tertiggi (tuhan). Kelompok liberal menekankan pada ekspresi pengalaman yang menggambarkan oritentasi perasaan, sikap dan eksistensi. [7] Menurut Lonergan, karakter model teori agama yang bersifat ekspresi pengalaman adalah sebagai berikut: (1) Agama yang berbeda adalah ekspresi yang berbeda atau obyektifikasi pengalaman utama yang bersifat umum. (2) pengalaman, kesadaran, mungkin tidak diketahui pada tingkat refleksi kesadaran diri. (3) mempersentasikan keseluruhan eksistensi manusia. Dan (4) Pada sebagian agama, pengalaman menjadi sumber obyektifikasi norma. [8] Kelompok liberal ini berpendapat bahwa konsep-konsep dan statemen-statemen harfiyah, cerita-cerita, kejadian-kejadian yang ada di Bible bukanlah merupakan redaksi ilmiah, melainkan bahasa metaforis sebagai ungkapan ekspresi pengalaman spiritual seseorang. Oleh karenanya kita tidak perlu melakukan pembuktian kebenaran. Kajian terhadap bible adalah untuk menangkap dimensi spiritualitas pada ekspresi pengalaman metaforis dalam Bible. Sebagai contoh sebutan Tuhan Bapa, dan Putra Allah adalah merupakan ungkapan kedekatan seseorang terhadap Tuhan, karena begitu dekatnya hubungan tersebut sehingga dibahasakan dengan bahasa hubungan Bapak-Anak. [9] Kemudian pengalaman agama tersebut diformulasikan dalam bentuk cerita-cerita, mitos-mitos, peraturan-peraturan yang dapat mengatur manusia. Ketiga, gabungan pendekatan kognitif literal doktrin agama dan pendekatan ekspresi pengalaman. Katolik Roma berusaha menggabungkan dua pendekatan ini, yaitu menggap bahwa proporsinal kognitif, dimensi ekspresi dalam bentuk simbol eksis dalam agama kristen. Tokoh penganjurnya pendekatan ini adalah Karl Rahner dan Bernard Lonergan dengan mengembangkan hibriditas dua pendekatan tersebut. [10] Lindbeck tidak puas dengan solusi yang ditawarkan oleh kelimpok ini. Dia menggunakan pendapat Keinessen dari Widgenstein yaitu untuk menghadapi masalah yang sulit dengan cara membuat masalah itu hilang. Atau untuk melawan suatu diskurus dilakukan dengan cara membuat diskursus yang baru. Lindbeck tidak berusaha menjawab pertanyaan yang diusung oleh kedua belah pihak yaitu apakah ada kebenaran dalam literal kognitif, atau apakah kebenaran ada pada agama yang berupa pengalaman ekspresif, juga tidak menyalahkan ata membenarkan kedua aliran tersebut. Dia memunculkan pertanyaan baru yaitu apakah agama berarti atau bermanfaat bagi kehidupan seserang? Lindbeck menawarkan pendekatan kultural linguistik. Menurutnya agama adalah suatu jaringan makna yang dapat membantu manusia untuk memahami kehidupan ini. Agama adalah peraturan hidup, doktrin struktur, institusi, klaim kebenaran yang dapat membantu manusia untuk memahami kehidupan ini menjadi berarti. Dia membalik basis argumentasi yang digunakan oleh kelompok liberal. Bukanya agama merupakan hasil dari ekspresi keagamaan manusia, melainkan agama adalah modal yang diguakan atau yang membimbing manusia untuk memperoeh pengaaman spiritual. Orang sulit mendapatkan pengalaman spiritual tanpa menggunakan media agama. Yang ditonjolkan adalah apakah agama bermanfaat bagi kehidupan sehingga memberi hidup menjadi lebih baik. Jadi pertanyaan tentang kebenaran literal dan kebenaran simbolis tidak diutamakan. |
Perbandingan terhadap Pemikir Lain
FootNote
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Relevansi Pemikiran post liberal George A. Lindbeck, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |