Makalah Dinasti Umayyah di Andalusia
Oleh: Ibrahim Lubis, M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
Setelah berakhirnya periode Klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduraan, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan – kerajaan Islam dari bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang Ilmu pengetahuan dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan – kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Andalusia[1]
Dari Andalusia Islamlah Bangsa Eropa, banyak menimba ilmu. Pada periode Klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Andalusia merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting , menyaingi Baghdad di Timur. Ketika itu orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan – perguruan tinggi islam di sana. Islam menjadi “ guru “ bagi orang-orang Eropa. Karena itu , kehadiran Isam di Andalusia banyak menarik perhatian para sejarawan.[2] Namun begutu pun besarnya kiprah islam di spanyol dalam pentas sejarah Harun Nasution dalam bukunya “ Islam di tinjau dari berbagai aspeknya meletakkan periode ini pada periode pertengahan dari fase-fase perkembangan sejarah islam yaitu : 1200 – 1800 M , pada masa kemunduran I : 1250 – 1500 M karena dilihat dari masa pemerintahannya, Islam di Andalusia ini tidaklah begitu lama bila dibandingkan dengan Islam di Timur pada masa Abbasyiah.[3]
Tetapi tidak dipungkiri kemajuan-kemajuan yang ada pada Eropa terutama setelah berakhirnya masa kegelapan mereka adalah disebabkan kontribusi Islam di Andalusia. Untuk itu bagaimana melihat asal – usul masuknya Islam di Andalusia, perkembangan dan keberadaan dinasti Bani Umayyah. Peradaannya serta faktor-faktor kemunduran dan kehancuran Islam di Andalusia disini pemakalah akan mengulasnya lebih lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal-Usul Masuknya Islam Ke Andalusia
Sebelum umat Islam menguasai Andalusia wilayah yang terletak disekitar semenanjung Iberia dan membelah Benua Eropa dengan Afrika ini dikenal dengan berbagai nama. Sebelum abad ke – 5 M, wilayah ini disebut dengan Iberia ( atau Les Iberes ), yang diambil dari nama Bangsa Iberia ( penduduk tertua diwilaya tersebut ). Ketika berada dibawah kekuasan Romawi, wilayah ini dikenal dengan nama Asbania. Pada abad ke – 5 M, Andalusia dikuasai olah Bangsa Vandal yang berasal dari wilayah ini sejak itu wilayah ini disebut Vandalusia yang oleh umat Islam akhirnya disebut “ Andalusia “.
Sejak pertama kali berkembang di Andalusia sampai dengan berakhirnya kekuasaan Islam di sana, Islam telah memainkan peranan yang sangat besar. Masa ini berlangsung selama hampir delapan abad ( 711 – 1492 M ). Pada tahap awal semenjak menjadi kekuasaan Islam, Andalusia diperintah oleh wali-wali yang diangkat oleh pemerintah Bani Ummayah di Damaskus. Pada periode ini kondisi sosial politik Andalusia masih diwarnai perselisihan disebabkan karena kompleksitas etnis dan golongan. Disamping itu juga timbul gangguan dari sisa- sisa musuh Islam di Andalusia yang bertempat tinggal diwilayah-wilayah pedalaman. Periode ini berakhir dengan datangnya Abdur Rahman Al–Dakhil ke Andalusia. Sebagaimana disebutkan terdahulu, Andalusia disusuki umat Islam pada zaman Khalifah Al–Walid (705-715 M), salah seorang Khalifah dari Bani Ummayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Andalusia, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Uatar itu terjadi di zaman khalifah Abdul Malik ( 685 – 705 M).[4]
K. Ali dalam bukunya Sejarah Islam (Tarikh Pramodren) membagi peroide ini kepada dua periode yaitu periode keamiran dan periode kekhilafan. Pada periode keamiran Umayyah Andalusia dipimpin seorang puasa yang bergelar Amir (panglima atau Gubernur) yang tidak terikat dengan pemerintah pusat. Amir pertama adalah Abdul Rahman I. Setelah berhasil menyelamatkan diri dari kekejaman Al–Saffah, Abdul Rahman menempuh pengembaran ke Palestina, Mesir dan afrika Utara hingga ia tiba di Cheuta. Di wilayah ini ia mendapat bantuan dari bangsa Barbar dalam menyusun kekuatan militer. Pada masa itu Andalusia sedang dilanda permusuhan antar etnis Mudariyah dan Himyariyah.[5]
Jika kita melihat ke belakang, sebelum mereka menakukkan Andalusia, pada masa pemerintahan Khalifah sebelum Al–Walid yaitu khalifah Abdul Malik (685–705 M), umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya salah satu provinsi dari dinasti Ummayah, dan yang menjadi Gubernurnya adalah Hasan Bin Nu’man Al Ghassani[6]. Namun pada masa pemerintahan dinasti Ummayah pada khalifah Al–Walid, Gubernur di Afrika Utara tersebut digantikan kepada Musa Ibn Nushair. Pada Musa Ibn Nushair, mereka berhasil memduduki Al-Jazair dan Maroko dan daerah bekas Barbar.
Menurut sejarah sebelum Islam dapat menguasai daerah Afrika Utara ini, di daerah ini terdapat kekuatan-kekuatan dari kerajaan Romawi. Kerajaan inilah yang selalu mengajak masyarakat agar mau menentang kekuasaan Islam. Namum pemikiran mereka itu dapat di habiskan atau kekuasaan Islam kerajaan Romawi ini dapat dikalahkan oleh kekuatan Islam, sehingga wilayah Afrika Utara ini dapat dikuasai sepenuhnya dan dari daerah sinilah Islam menguasai Andalusia.[7]
Dalam proses penaklukan Andalusia terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan kesana. Mereka adalah Tahrif Ibn Malik , Thariq Ibn Ziyad dan Musa Ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada diantara Maroko dan Benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan Visighotoc yang berkuasa di Andalusia pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa Ibn Nushair pada tahun 711 M mengirimkan pasukan Andalusia sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq Ibn Ziad.
Thariq Ibn Ziad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Andalusia kerana pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari bagian besar suku Barbar yang di dukung oleh Musa Ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah
Al-Walid pasukan itu menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq Ibn Ziad.[8] Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan mneyiapkan pasukannya, dikenal dengan Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya derah ini maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Andalusia sehingga terjadilah pertempuran di derah Bakkah yang merupakan tempat raja Roderick dikalahkan.
Dengan demikian Thariq dapat menahlukan Cordova , Granada dan Toledo. kemenangan ini memberikan peluang yang sangat besar untuk menaklukkan kewilayah yang lebih luas lagi. Atas dasar inilah akhirnya Musa Ibn Nushair turun membantu Thariq, akhirnya Musa Ibn Nushair dan Thariq bergabung dan berhasil menaklukkan wilayah-wilayah penting di Spanyol seperti Saragosa, Karmonan, Seville dan Merida.[9]
Perluasan wilayah selanjutnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar Bin abdul Aziz tahun 99 H atau 717 M. Wilayah yang ingin ditaklukkan Pyrenia dan Perancis Selatan, namun penaklukkan itu mengalami kegagalan. Al–Sammah, pimpinan pasukan mati terbunuh, kemudian diserahkan kepada Abdul Rahman, namun mereka juga mengalami kegagalan, dan akhirnya pasukan Islam mundur. Namun peperangan tetap harus dilakukan. Sehingga gelombang kedua yang dimulai permulaan abad ke – 8 kaum muslimin sudah dapat menguasai seluruh daerah Andalusia seperti wilayah Perancis Tengah dan bagian Italia, yang akhirnya kekuasaan Islam di daerah itu semakin kuat.[10]
Adapun kemenangan – kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah, hal itu dapat dipisahkan dari adanya eksternal dan internal , yaitu :
Faktor eksternal, adapun yang dimaksud dengan faktor eksternal ini adalah suatu keadaan yang terdapat dalam negeri Andalusia itu sendiri. Dimana saat itu kondisi sosial, politik dan ekonomi negeri ini dalam keadaan menyedihkan. Secara politik wilayah Andalusia terkoyak-koyak dan terbagi-bagi kedalam beberapa negeri kecil. Ditambah penguasa yaitu aliran Gothic bersikaf tidak toleran terhadap aliran agama penguasa yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain. Sementara penganut agama terbesar penduduk Andalusia adalah agama yahudi, mereka dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Rakyat dibagi kepada kelas-kelas sehingga keadaannya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, ketiadaan persamaan hak.
Faktor internal, adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa Islam , termasuk tokoh-tokoh pejuang dan para prajurit Islam yang terlibat dalam penaklukkan wilayah Andalusia pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu dan penuh percaya diri. Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditinjukkan para tentara Islam , yaitu toleransi, persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum muslimin itu menyebabkan Andalusia menyambut kehadiran Islam disana.
B. Perkembangan Islam dan Keberadaan Dinasti Ummayah di Andalusia
Masa panjang yang dilalui umat Islam di Andalusia itu dapat di bagi menjadi enam periode menurut Badry Yatim. Tiga priode diantaranya diperintah oleh Bani Umayyah, yaitu :[11]
Periode Pertama ( 711 – 755 M )
Pada pemerintahan ini, Andalusia berada dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Ummayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Andalusia belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan yang datang dari dalam antara lain berupa perselisihan diantara elite penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Disamping itu, terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai daerah Andalusia. Karena itu terjadi dua puluh kali pergantian wali (Gubernur) Andalusia dalam waktu yang amat singkat. Sementara gangguan yang datang dari luar yaitu sisa-sisa musuh Islam di Andalusia yang yang bertempat tinggal dipegunungan yang tidak pernah tunduk kepada pemerintahan Islam gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam di bumi Andalusia, maka dalam periode Islam belum memasuki kegiatan pembangunan dibidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abdl Rahman Al – Dakhil ke Andalusia (138 H atau 75 ).
Periode Kedua (755 – 912 M )
Periode ini, Andalusia diperintah oleh seorang Amir (panglima atau Gubernur) tetapi tidak tunduk pada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdur Rahman I diberi gelar Al–Dakhil. Dia adalah keturunan Bani Ummayah. Penguasa–penguasa Andalusia pada periode ini adalah Abdl Al–Rahman Al– Aushat, Muhammad Ibn Abd Al–Rahman, Munzir Ibn Muhammad dan Abdullah Ibn Muhammad. Pada periode ini Andalusia sudah mulai maju baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban, dengan mendirikan mesjid dan sekolah-sekolah, Hisyam dikenal berjasa menegakkan hukum Islam dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang kemiliteran. Sedangkan Abdl Rahman Al–Aushat dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.
Periode Ketiga ( 912 – 1013 M )
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdl Rahman III yang bergelar “ An– Nasir “ sampai munculnya “ raja-raja kelompok “ yang dikenal sebagai Muluk Al –Thawaif. Pada periode ini Andalusia diperintah oleh penguasa dengan gelar Khalifah, penggunaan gelar khalifah ini beradasarkan atas berita bahwa khalifah Al – Muqtadir daulat Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia. Menurutnya keadaan ini saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah selama 150 tahun lebih dan dipakai lagi mulai tahun 929 M. khalifah – khalifah besar yang memerintah pada periode ini ada tiga orang yaitu : Abdl Al – Rahman Al – Nasir (912 – 916 M), Hakam II ( 961 – 976 M ), dan Hisyam II ( 976 – 1009 M ).
Pada periode ini umat Islam mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi kejayaan daulat di Baghdad. Abdl Al – Rahman Al – Nasir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku. Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri pustaka. Selanjutnya Hisyam naik tahta dalam umur sebelas tahun yang nerupakan awal cikal bakal hancurnya khalifah Bani Ummyah di Andalusia . Dan hancur pada tahun 1009 M . akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah, saat ini spanyol sudah terbagi kepada banyak sekali negara kecil.
C. Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Daulah Umayyah
Pada masa pemerintahannya, Dinasti Umayyah telah mencapai banyak kemajuan di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh bahkan pengaruhnya membawa ke Eropa, dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks, diantara yang telah terbangun adalah:
1.Kemajuan Intelektual
Masyarakat Andalusia Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab-arab (Utara dan Selatan), Al-Muwalladun (orang-orang Andalusia yang masuk islam), Barbar (umat islam yang berasal dari Afrika Utara) Al-Shaqallibah (penduduk antara konstantinipel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada penguasa islam untuk dijadikan tentara bayaran). Yahudi Kristen yang berbudaya arab dan Kristen yang masih menentang kehadiran islam. Semua komunitas ini kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap terbentuknya lingkungan budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra dan pembangunan fisik di Andalusia. Kemajuan-kemajuan intelektual ini dapat dilihat diberbagai bidang antara lain :
a.Filsafat
Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 selama pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, yaitu Muhammad Ibn Abdl Al-Rahman (832-886 M).[12]
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Andalusia adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr Ibn Thufail, ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay Ibn Yaqzhan. Bagian akhir abad ke 12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang dikenal sebagai komentator pikiran-pikiran dialah Ibn Rusyd (Averroes) hidup antara 1126-1198 M, karena itu pula ia dijuluki sebagai Aristoteles II, pengaruhnya sangat menonjol atas pendukung filsafat skholastik Kristen dan pikiran-pikiran Sarjana Eropah pada abad pertengahan.[13]
b.Sains
Dalam bidang ini bermunculan tokoh-tokoh ilmuwan seperti Abbas Ibn Farnas termashyur dalam ilmu kimia dan astronomi orang yang pertama menemukan pembuatan kaca dari batu, Ibrahim bin Naqqash dalam bidang astronomi dapat menentukan kapan terjadinya gerhana matahari dan kapan lamanya, ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Abbas dari Cordova ahli dalam bidang obat-obatan dan banyak lagi tokoh-tokoh yang disebutkan namun sangat besar jasanya dalam perkembangan dan pencerahan ilmu pengetahuan pada masa itu.
c.Fikih
Dalam bidang fikih, Andalusia islam dikenal sebagai penganut mahzab Maliki. Yang memperkenalkan mahzab ini adalah Ziad Ibn Abd Al-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam Ibn abd. Al-Rahman. Ahli-ahli fikihnya lainnya diantaranya adalah Abu Bakar Ibn Al-Quthiyah, Munzir Ibn Sa’id Al-Baluti, dan Ibn Hazm yang terkenal.
d.Musik dan Kesenian
Tokohnya Al-Hasan Ibn Nafi yang dijuluki Zaryab, Zaryab yang selalu tampil mempertunjukkan kebolehannya yang terkenal sebagai penggubah lagu.
e.Bahasa dan Sastra
Karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti Al-Iqad Al-Farid karya Ibn Abd Rabbih , Al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl Al-Jazirah oleh ibn Bassam, Kitab Al-Qalaid buah karya Al-Fath Ibn Khaqan dan banyak lagi yang lain.
2)Kemegahan Pembangunan Fisik
Aspek pembangunan fisik yang mendapat perhatian umat islam sangat banyak seperti dalam perdagangan. Jalan-jalan dan pasar dibangun seindah mungkin. Di samping itu pula bidang pertanian juga tidak ketinggalan dengan memperkenalkan system irigasi, kemudian memperkenalkan pertanian padi, jeruk, kebun dan taman-taman.
E. Kemunduran dan Kehancuran
Ada beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran Daulah Umayyah di Andalusia, yang nantinya kehancuran itu merupakan awal dari kehancuran Islam di Andalusia. Di antara penyebab kemunduran dan kehancuran itu antara lain :
1. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa tidak menyebarkan islam secara kaffah, sehingga para umat Kristen masih tetap beragama Kristen di Andalusia, mereka diberi kebebasan menjalankan ajaran agama yang pada akhirnya mereka mengadakan penyerangan balik terhadap Islam. Disamping itu pula orang-orang Andalusia Kristen merasa kehadiran orang Arab Islam memperkuat rasa kebangsaan mereka, maka penyerangan terhadap islam tidak pernah terhenti sejak awal pemerintahan Islam di Andalusia.[14]
2.Tidak ada Ideologi Pemersatu
Di tempat-tempat lain para mualaf diperlakukan sebagi orang sederajat,di Andalusia, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai pada abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan Muwalladun kepada para kelompok etnis non Arab
3.Kesulitan Ekonomi
Andalusia Islam bagaikan terpencil dari dunia islam yang lain, ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.
4. Tidak ada figur pemimpin yang memadai.
Pada masa kehancurannya, dinasi Umayyah dimpimpin oleh Hisyam yang masih berumur sebelah tahun. Karena umurnya yang masih beliau, tentu saja ia tidak bisa membawa stabilitas kepada negara.
DAFTAR PUSTAKA
- Ali, K., Sejarah Islam (Tarikh Pra-Modern). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
- Brocklemann, Carl History of the Islamic Peoples. London: Rotledge & Kegan Paul, 1989.
- Fakhri, Majdid, Sejarah Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Jaya, 1996.
- Hasan, Hasan Ibrahim, Tarikh al-Islam al-Sitasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’. Kairo: Maktabah al-Nahdhah, t.th.
- Hitti, Philip K., History of the Arabs. London: Macmilin Press, 1970.
- Ismail, Faisal, Paradigma Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996.
- Nasution, Harun, Islam di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I. Jakarta: UI-Press, 2001.
- Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid 2. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983.
- Spuler, Bertold, The Muslim Word , History Survey. Leiden: t.p., 1960.
- Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
[1] Andalusia menjadi suatu provinsi dari Khilafat. Nama Arab yang diberikan untuk negeri itu adalah Al-Andalus. Secara etimologi kata ini ada hubungannya dengan nama bangsa Vandal, yang menaklukkan negeri itu sebelum kedatangan orang Arab, Philip K.Kahitti, History of the Arabs (London: Macmilin Press,1970), hal.450.
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 87
[3] Harun Nasution, Islam di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya, jilid I(Jakarta: UI-Press, 2001), hal.76.
[4] ) Ibid ,hal.88
[5] K.Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pra-Modern) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal. 301-302.
[6] A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, jilid 2 (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1983), hal.153.
[7] Ibid, hal.154 - 155
[8] ) Badri Yatim, Sejarah Peradaban, hal.89. lihat juga Carl Brocklemann, History of the Islamic peoples (London: Rotledge & Kegan Paul, 1989), hal.83
[9] Ibid, hal. 14
[10] Bertold Spuler, The Muslim Word , History Survey (Leiden: t.p., 1960), hal.100
[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban, h. 92-93.
[12] Majdid Fakhri, Sejarah Filsafat Islam (Jakarta: Pustaka Jaya, 1996), hal. 357.
[13] Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), hal. 154
[14] ) Hasan Ibrahim Hasan , Tarikh al-Islam al-Sitasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’ (Kairo: Maktabah al-Nahdhah, t.th.), hal. 502.