Yaitu kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat ditempat yang khusus dan mencantumkan nama sahabat yang meriwayatkannya. Teknik penyusunan seperti ini sangat membantu dalam mengetahui jumlah dan jenis hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat dari Nabi saw. Dan mempermudah pengecekannya; lebih-lebih keberadaan kitab seperti ini merupakan kitab yang sangat berfaidah bagi pencarian sumber hadis yang telah diketahui nama sahabat yang meriwayatkannya, serta faidah-faidah lain yang berkaitan dengan kemudahan pengkajian hadis. Kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat ini ada dua macam, yaitu[12]:
1. Kitab Musnad
Kitab musnad adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan urutan nama sahabat. Urutan sahabat itu ada kalanya disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyah, ada kalanya berdasarkan urutan waktu masuk islamnya, dan ada kalanya berdasarkan keluhuran nasabnya. Jumlah kitab Musnad ini sangat banyak, yang paling masyhur dan paling tinggi martabatnya adalah Al-Musnad karya Al-Imam Ahmad bin Hanbal, kemudian Musnad karya Abi Ya’la Al-Mushili.
2. Al-Atrāf
Kata Atrāf adalah jama’ dari tharf yang berarti bagian dari sesuatu.[13] Tharf hadis adalah bagian hadis yang dapat menunjukkan hadis itu sendiri, atau pernyataan yang dapat menunjukkan hadis, seperti hadis innama al-a’mālu bi An-niyyāt.[14]
Kitab al-Atrāf adalah kitab-kitab yang disusun untuk menyabutkan bagian hadis yang menunjukkan keseluruhannya, biasanya di dalamnya dituliskan pangkal-pangkal hadis saja.[15] lalu disebutkan sanad-sanadnya pada kitab-kitab sumbernya. Sebagian penyusun menyebutkan sanadnya dengan lengkap, dan sebagian lainnya hanya menyebutkan sebagiannya. Kitab-kitab ini tidak memuat matan hadis secara lengkap, dan bagian hadats yang dimuat pun tidak pasti bagian dalam arti tekstual.
Kata al-Ma‘ājim adalah bentuk jamak dari kata al-mu’jam. Kitab mu’jam menurut istilah para muhaddisin adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan susunan guru-guru penulisnya yang kebanyakan disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyah (alfabetis). Beberapa kitab mu’jam yang terkenal adalah tiga buah kitab mu’jam karya Al-Muhaddis al-Hafizh al-Kabir Abu Al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Thabrani (W.360 H). Ketiga kitab mu’jam itu adalah: al-Mu’jam al-Sagīr, al-Mu’jam al-Ausat, dan al-Mu’jam Al-Kabīr.[16] Dua mu’jam yang pertama disusun berdasarkan urutan nama guru-gurunya, sedangkan mu’jam yang terakhir disusun berdasarkan urutan nama para sahabat menurut urutan huruf mu’jam.
D. Kitab-kitab yang disusun berdasarkan urutan awal hadis |
Yaitu kitab-kitab hadis yang menyebutkan beberapa kata awal setiap hadis yang disusun berdasarkan urutan mu’jam . Jadi dimulai dengan hadis yang diawali dengan huruf alif, lalu hadis yang diawali dengan huruf ba’, dan seterusnya.
Kitab seperti ini memberikan banyak kemudahan bagi orang yang menelaahnya. Akan tetapi, terlebih dahulu harus diketahui dengan pasti huruf awal setiap hadis yang dicari sumbernya itu. Bila tidak, maka akan sia-sialah upaya pencariannya itu. Kitab-kitab hadis yang disusun dengan cara seperti ini ada dua macam antara lain:[17]
- Kitab Majami’, yaitu kitab-kitab yang merupakan himpunan hadis dari berbagai kitab hadis.
- Kitab-kitab tentang hadis-hadis yang sering diucapkan oleh orang umum.
Kitab ini mencakup banyak hadis yang sering diucapkan oleh umat pada umumnya, dan kebanyakan hadisnya tidak terdapat dalam kitab lain yang sejenis.
E. Kitab-kitab Himpunan Hadis |
Yaitu kitab-kitab yang disusun untuk menghimpun hadis dari sejumlah kitab sumber hadis. Kitab-kitab jenis ini disusun dengan dua cara yaitu:[18]
1. Kitab Hadis yang berdasarkan urutan bab
Diantara kitab jenis ini yang terpenting adalah: a). Jami’ al-Ushūl min Ahadīs ar-Rasūl karya Ibnul Atsir al-Mubarak ditulis tanpa disertai sanad. Setiap hadis diberi penjelasan ringkas tentang lafal-lafal yang asing. Namun tidak disertai dengan penjelasan tentang derajad hadis-hadis sunan, bahkan ia tidak menyebutkan komentar al-Turmudzi terhadap hadis-hadis yang diriwayatkannya, sehingga hal ini membuat para pembacanya membutuhkan upaya lebih lanjut untuk mengetahiunya. b). Kanzul ‘Ummal fi sunan al-aqwal wa al-af’al karya al-Syaikh Al-Muhaddis Ali bin Hisam al-Muttaqi al-Hindi(W.975 H), merupakan sembilan puluh tiga buah kitab hadis, menurut hasil perhitungan, sehingga ia tampil sebagai kitab hadis yang komplit dan tidak ada duanya.
2. Hadis-hadis yang disusun berdasarkan urutan huruf-huruf pertama pada mu’jam
Di antara kitab jenis ini yang terpenting adalah: a) Al-Jami’ al-Kabīr atau Jam’ul Jawami’ karya Imam al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi. Kitab ini merupakan cikal bakal kitab Kanzul Ummal. b) Al-Jami’ as-Sagīr li Ahadis al-Basyir an- Nazir karya As-Suyuthi pula. Kitab ini merupakan cuplikan dari kitab al-Jami’ al-Kabīr.
a. Kitab az-Zawā’id
Az-Zawāid merupakan kitab –kitab hadis yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang tidak terdapat pada kitab hadis yang lain, yakni selain hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab yang diperbandingkan itu. Sangat banyak ulama yang telah menyusun kitab az-Zawā’id ini, sebagian yang terkenal adalah: 1) Majma’ az-Zawā’id wa Manba’ al-Fawā’id oleh al-Hafizh Nuruddin Ali bin Abu Bakar al-Haitsami. 2) Al-Matālib al-‘Aliyah bi Zawā’id al-Masānid as-samāniyah karya al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar al-Atsqalani. Kitab ini menghimpun hadis-hadis yang melebihi al-Kutub al-Sittah.[19]
b. Kitab-Kitab Takhrīj
Yaitu kitab-kitab yang disusun untuk mentakhrij hadis-hadis kitab tertentu. Di antara kitab takhrij yang penting adalah: 1) Nashbu Ar-Rāyah li Ahādis al-Hidāyah karya Jamaluddin Abu Muhammad Abdillah bin Yusuf al-Zaila’i al- Hanafi. Kitab ini merupakan takhrij hadis-hadis kitab Hidayah, sebuah kitab fiqh mazhab Hanafi, yang disusun oleh Ali bin Abu Bakar al-Maghinani. 2) Al-Mughni ‘an Haml al-Asfār fi al-Asfār fi Takhrīj Mā fi al-Ihya’ min al-Akhbār karya Imam Abdurrahim bin al-Husain al-Iraqi. Kitab ini merupakan kitab takhrij hadis-hadis dalam kitab Ihya ‘Ulūm al-Dīn karya Imam Al-Gzālī.[20]
c. Al-Ajzā’
Al-Juz’ merupakan kitab yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang diriwayatkan dari seorang perawi, baik dari kalangan sahabat maupun generasi setelahnya.[21] seperti Juz’ Hadis Abi Bakar dan Juz’ Hadis Malik. Pengertian lain menjelaskan bahwa al-Juz’ adalah kitab hadis yang membahas sanad-sanad sebuah kalimat seperti Ikhtiyar al-Aulani Hadis Ikhtisham al-Mala’I al-A’la karya al-Hafiz Ibnu Rajab.
d. Al-Masyikhat
Al-Masyikhat adalah kitab-kitab yang disusun untuk menghimpun nama guru-guru penyusunnya, hadis atau kitab yang mereka terima beserta sanadnya, berikut para penyusunnya. Di antara kitab semacam ini yang paling masyhur adalah agenda pengajian hadis yang ditulis oleh al-Ra’aini yang diberi judul al-Nubdzat al-mustafad minal riwayat wa al-isnad.
e. Al-‘Ilal
Al-‘Ilal adalah kitab-kitab hadis yang disusun untuk menghimpun hadis-hadis yang memiliki cacat, disertai penjelasan tentang cacatnya itu. Penyusunan kitab sejenis ini merupakan puncak prestasi kerja penyusunnya, karena pekerjaan ini membutuhkan ketekunan, kerja keras dan waktu yang panjang untuk meneliti sanad , memusatkan pengkajian dan mengulang-ngulanginya untuk mendapat kesimpulan.[22]
Dari segi jumlah, koleksi dari berbagai macam (tipe) tersebut sangatlah berlimpah dan sulit dipastikan. Pada abad pertama (Hijriah) saja, M. Azami (1977) berani menaksir ada ratusan booklet (kitab mini, brosur hadis) yang beredar. Kemudian bila ditambah seratus tahun berikutnya (abad ke-2 H) akan lebih sulit lagi memerkirakan jumlah booklet dengan (ditambah) kitab hadis yang muncul. Bahkan, katanya, para ulama hadis mengestimasi jumlahnya mencapai ribuan. Dari ribuan koleksi itu, hanya sejumlah kecil yang masih bisa dijumpai. Mengenai hal ini, Azami(1977) mengajukan dua hipotesis, pertama, perkiraannya tentang jumlah koleksi yang sampai ratusan (bahkan ribuan) tadi adalah salah total. Hipotesis kedua, koleksi-koleksi tersebut pada suatu waktu memang ada, namun semakin punah. Hipotesisnya yang terakhir ini memang memunculkan kemungkinan lain di antaranya bahwa itu semua karena ketelodoran para ahli hadis atau mereka merasa tidak memerlukan literatur hadis sehingga tak terpelihara sampai rusak. Namun demikian, Azami (1977) meyakini hipotesisnya yang kedua adalah tepat dan benar. Koleksi-koleksi tersebut tidaklah rusak ataupun musnah, namun terserap ke dalam karya-karya para ahli hadis yang kemudian. Oleh karenanya, ketika kitab-kitab (tipe) ensiklopedik tersusun, para ahli hadis merasa tidak perlu lagi memelihara kitab-kitab ataupun booklets, sehingga lambat-laun makin punah.[23]
Adapun mengenai kitab koleksi hadisnya siapa yang lebih dulu muncul, juga muncul perbedaan pendapat. Sebagai contoh, Muhammad Rasyid Rida, seperti yang dikutip Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib (1989), berpendapat bahwa pada kurun awal dari kalangan tabiin, ahli yang pertama kali mencatat hadis dan membukukannya menjadi sebuah koleksi (Musannāf) adalah Khalid ibn Ma‘dan al-Lahmasi (w. 103/4 H). Ibn Syihab al-Zuhri, kata Rida, terkenal sebagai yang pertama karena melakukannya atas dasar perintah khalifah Umayyah. Sementara al-Khatib sendiri berpendapat bahwa penulisan hadis yang bersifat perorangan (berbentuk koleksi pribadi) sudah ada sejak periode sahabat dan tabi‘in. Ia mencontohkan Ibn ‘Amr (w. 63/682) dan Hammam ibn Munabbih (w. 101/719) yang mempunyai koleksi sahifah. Sedangkan, kalau koleksi yang bersifat resmi (atas perintah khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz) adalah Abu Bakar. Ibn Hazm dan al-Zuhri. [24]
C. PERINGKAT-PERINGKAT KITAB HADIS
Ad Dahlawy membagi derajat kitab-kitab hadis kepada empat tingkatan :
Pertama : al Muwaththa’at
Muwaththa‘at merupakan bentuk jamak dari muwaththa’. Menurut bahasa ia bermakna sesuatu yang dimudahkan atau yang disediakan. Dikatakan jenis kitab ini dengan muwaththa’ karena penyusunnya berusaha untuk memudahkan para peminat hadis dan menyediakannya untuk mereka. Salah satu kitab yang diberi nama muwaththa’ adalah karya Malik bin anas al-Ashbahi. Kitab ini merupakan salah satu kitab yang berisi atsar, fatwa, amal ahli madina, dan sunnah Rasul saw. Ulama yang mensyarahkan al-Muwaththa’ antara lain : ‘Abd al-Barr, dengan nama at-Tamhid wa al-Istidkar, ‘Abul-Walid, dengan nama al-Mau’ib, az-Zarqani dan ad-Dahlawi dengan nama al-Musawa[25].
Kedua : Sunan yang Empat
Yang dimaksud dengan sunan yang empat, yaitu : sunan Abu Daud, sunan at-Turmudzi, sunan an-Nasa’I, dan sunan Ibnu Majah. Keempat kitab sunan tersebut masyhur dikenal dengan sebutan as-sunan al-Arbaah.
Ketiga : Seluruh Musnad yang lain dari Musnad Ahmad, yang kandungannya bercampur baur, ada yang shahih, ada yang hasan, ada yang dhaif, bahkan ada yang mungkar, seperti Musnad Abu Ya’la, sunan al-Baihaqy kitab-kitab Ath Thatawy dan kitab Ath Thabrany.
Keempat : Kitab-kitab yang dimaksud oleh penyusunnya mengumpulkan segala rupa hadis, untuk kepentingan mereka masing-masing yang membantu pendirian dan faham, seperti : kitab-kitab Ibnu Asakir-Ad Dailamy-Ibnun Najjar Abu Nu’aim dan yang sesamanya.[26]