Zakat merupakan ibadah pokok dalam bidang harta dan termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, dan juga menjadi salah satu bangunan dari agama Islam, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadis Nabi,[1]oleh karena itu keberadaannya bagi umat Islam adalah selain menjadi doktrin keagamaan (normative religius) yang mengikat dan bahkan dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidh-dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang[2], juga disadari bahwa zakat mempunyai dimensi sosial ekonomi umat, yaitu sebagai salah satu instrumen untuk menanggulangi problema ekonomi umat Islam dan senantiasa menjadi tumpuan umat Islam dalam menanggulangi kemiskinan.
Keterkaitannya sebagai doktrin keagamaan, zakat merupakan instrumen manusia meraih kebajikan, dapat disebut orang baik, masuk barisan orang mukmin dan bertakwa serta dapat dibedakan dengan orang musyrik dan munafik[3]. Selain itu dalam AlQuran juga dinyatakan bahwa tanpa zakat, seorang manusia tidak akan memperoleh rahmat dari Allah, tidak berhak memperoleh pertolonngan dari Allah, dari RasulNya dan dari orang-orang beriman, dan tanpa zakat pula, seorang manusia tidak bisa memperoleh pembelaan dari Allah yang sudah dijanjikannya.[4] Sehingga Al Quran memberi apresiasi kepada manusia yang secara sungguh-sungguh membayar zakat,[5] Dan sebaliknya, AlQuran memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya.[6] Demikian pentingnya zakat dalam Islam sehingga khalifah Abu Bakar bertekat memerangi orang-orang yang salat tetapi tidak mau menunaikan zakat.[7]
Perintah menunaikan zakat mengandung hikmah bagi orang yang membayar zakat (muzakki), penerimanya (mustahik), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan[8]. Dalam prespektif ekonomi, hikmah dari perintah membayar zakat bagi muzakki adalah agar mereka mengelola hartanya secara produktif. Zakat dengan tarif 2,5 % terhadap harta merupakan hukuman bagi pemilik harta agar tidak menyimpan harta benda mereka tanpa menggunakan atau menginvestasikannya di sektor produktif. Karena kalau tidak demikian, harta itu akan habis secara perlahan-lahan untuk membayar zakat. Untuk menghindari agar hartanya itu tidak habis untuk kewajiban membayar zakat, maka harta itu harus diinvestasikan seproduktif mungkin berdasarkan aturan ilahi. Seruan dan dorongan Islam agar umatnya senantiasa menggunakan harta secara produktif juga telah diberikan contoh oleh Khalifah Umar ibn Khattab ketika mengambil tanah milik Bilal ibn Rabbah di Kahaibar dekat Mekah yang dihadiahkan kepada Rasul Alah SAW, karena Bilal tidak memanfaatkan tanah tersebut dan membiarkan terlantar begitu saja[9].
Sedangkan bagi harta yang dikeluarkan zakatnya (obyek zakat), terutama adalah zakat dari harta perniagaan, hikmah yang terkandung di dalamnya adalah mendorong prilaku memaksimalkan keuntungan berjalan seiring dengan prilaku memaksimalkan zakat. Artinya jika seseorang produsen memaksimalkan keuntungannya maka pada saat yang bersamaan ia memaksimalkan besarnya zakat yang dibayarkan. Jadi pengenaan zakat perniagaan tidak berpengaruh terhadap kurva penawaran, tidak seperti pajak yang mengakibatkan komponen biaya meningkat[10]
Di sisi lain, yaitu jika kita membahas sisi pemanfaatan zakat untuk kegiatan produktif dari mustahik, dapat diduga bahwa zakat yang diberikan itu akan membuka peluang untuk dapat memproduksi sesuatu. Karena zakat yang disalurkan biasanya berbentuk qardhul hasan maka tidak ada biaya atas penggunaan zakat sebagai faktor produksi. Dengan demikian mustahik yang menjadi produsen dengan dana zakat produktif dapat menawarkan barang / jasa dengan biaya yang lebih kompetitif, akibatnya akan meningkatkan penawaran, artinya kurva penawaran akan bergeser ke bawah akibat dukungan dana zakat produktif tersebut[11]
Karena tujuan zakat secara ekonomi adalah untuk meningkatkan standar hidup para dhuafa dengan memberikan hak kepada mereka untuk memiliki apa yang mereka terima dari orang kaya, maka dengan penyaluran dana zakat kepada kaum dhuafa (mustahik) akan terjadi kenaikan pendapatannya, dan secara otomatis akan meningkatkan kemampuan mereka untuk mengkonsumsi barang-barang dan jasa yang di jual di pasar (daya beli meningkat), artinya dengan penyaluran dana zakat tersebut akan menimbulkan new demander potensial sehingga akan meningkatkan permintaan secara agregat, dan pada akhirnya akan mendorong produsen untuk meningkatkan produksi guna memenuhi permintaan yang ditimbulkan keadaan tersebut[12].Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perintah zakat, selain sebagai ibadah murni juga berdimensi ekonomi.
Terkait dengan timbulnya new demander akibat penyaluran dana zakat kepada mustahik, oleh produsen akan dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi. Untuk menganalisis tingkat produksi tersebut, dalam ilmu ekonomi dinyatakan dengan fungsi produksi yang menunjukkan sifat hubungan diantara faktor-faktor produksi[13] yaitu yang secara matematis dinyatakan dalam bentuk rumus : Q = f (K,L,)
dimana: K = Jumlah Modal
L = Jumlah Tenaga Kerja
Q = Jumlah Produksi Yang Dihasilkan
Dari rumus itu dapat dijelaskan bahwa K (modal) termasuk didalamnya adalah tanah, gedung, mesin-mesin dan persediaan, Sedangkan L (tanaga kerja) biasanya dibedakan menjadi tenaga kerja yang terampil dan tidak terampil. Faktor produksi tersebut sangat berpengaruh pada tingkat produk yang akan dihasilkan, jika tingkat produksi akan dinaikkan maka otomatis harus menaikkan komponen yang terdapat dalam faktor produksi tersebut.
Namun jika produsen mengambil keputusan ekonomi yaitu memaksimalkan keuntungan maka hal yang dilakukan adalah yang berkaitan dengan produktifitas atau efisiensi ketika berproduksi, yaitu dengan menggunakan faktor produksi (input) yang terbatas namun mampu memproduksi jumlah barang atau jasa (output) yang banyak. Usaha yang demikian itu, yaitu meminimalkan biaya produksi dengan cara menekan harga input seperti mengeksploitasi hak pekerja dengan membayar gaji rendah dan menggunakan bahan mentah yang tidak berkualitas adalah tidak termasuk kategori kerja-kerja produktif menurut Islam. Sikap yang demikian itu sering berdampak merugikan pada proses produksi yang biasanya justru lebih banyak menimpa sekelompok masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan produk yang dibuat, baik sebagai konsumen maupun sebagai bagian dari faktor produksi itu sendiri.
Selain itu juga masih dapat kita sangsikan bahwa dengan peningkatan produksi belum tentu dapat meningkatkan pendapatan, khususnya para pekerja. Sebagai contoh adalah pada tahun 1986 dimana laju pertumbuhan produksi pertanian meningkat, tetapi pendapatan petani belum tentu meningkat. Hal itu bermakna bahwa petani belum tentu lepas dari cengkeraman kemiskinan walaupun pembangunan terus berjalan dengan tujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat. Sehingga menurut Bungaran Saragih hendaknya sasaran pembangunan pertanian harus mampu meningkatkan pendapatan petani, bukan hanya meningkatkan produksi pertanian[14].
Lain halnya dengan konsep ekonomi Islam, dimana konsep produksi tidak semata-mata bermotif memaksimalkan keuntungan dunia tetapi lebih jauh dan penting adalah memaksimalkan keuntungan akhirat, dengan kata lain seseorang dapat berkompetisi dalam kebaikan untuk urusan dunia tetapi sejatinya mereka sedang berlomba-lomba mencapai kebaikan di akhirat. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Alquran dalam surat al Qashash ayat 77 :
Artinya : Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Mengenai fungsi produksi, dalam konsep ekonomi Islam bahwa memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual dipasar melainkan juga mewujudkan fungsi sosial. Oleh karena itu kegiatan produksi dalam ekonomi Islam harus bergerak diatas dua garis optimalisasi, yaitu optimalisasi berfungsinya sumber daya insani kearah pencapaian kondisi full employment dan optimalisasi dalam hal memproduksi sesuatu yang halal dan bermanfaat bagi masyarakat[15] Target yang hendak dicapai secara bertahap dalam hal itu adalah kecukupan setiap individu, swasembada ekonomi umat dan kontribusi untuk mencukupi umat dan bangsa lain.
Terkait dengan pendistribusian zakat, seperti yang kita jelaskan diatas, akan menyebabkan naiknya jumlah permintaan terhadap barang-barang dan jasa kebutuhan mustahik, sehingga akan mendorong tumbuhnya industri-industri baru yang memproduksi barang atau jasa tersebut. Lahirnya industri baru ini akan membuka lapangan kerja baru yang dapat segera diisi oleh golongan masyarakat berpendapatan rendah yang umumnya masih berstatus pengangguran.
Untuk mengatasi tingginya angka pengangguran di suatu negara, maka penyelesaiannya dalam kajian ekonomi makro adalah dengan pengembangan sektor riil dengan dana investasi sebagai instrumennya. Berdasarkan perhitungan rata-rata untuk 1 persen pertumbuhan (growt rate) dibutuhkan dana investasi Rp. 100 trilyun dengan daya serap tenaga kerja sebanyak 250.000 tenaga kerja. Jika misalnya pertumbuhan ekonomi rata-rata pada tahun 2007 adalah 6 persen maka penyerapan tenaga kerja adalah sebanyak 1.500.000 tenaga kerja dengan dana investasi sebesar Rp.600 trilyun. Pada hal kita ketahui bahwa pertambahan tenaga kerja per tahun adalah 1.600.000 tenaga kerja, dengan demikian masih ada 100.000 tenaga kerja yang tidak mendapatkan pekerjaan, dan jumlah yang tidak terserap ini juga akan menambah jumlah penganggur tahun sebelumnya yang tidak terserap dalam lapangan kerja yang jumlahnya lebih besar, karena pertumbuhan ekonomi rata-rata untuk tahun sebelumnya tidak seperti pada tahun 2007 ini.
Sehubungan dengan masalah pengangguran tersebut, maka pertanyaan yang dapat kita ajukan adalah mampukah kita mengumpulkan dana untuk investasi sebesar Rp. 600 trilyun guna menyerap tenaga kerja jika pertumbuhan ekonomi dipatok 6 persen, dan mampukah institusi zakat dan realisasi dana zakat yang telah dikumpulkan umat Islam dapat digunakan mengatasi jumlah pengangguran yang terus meningkat jumlahnya itu. .
Kabupaten Aceh Tengah dengan ibukota kabupaten di Takengon, secara administratif adalah salah satu bagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan luas wilayah kabupaten adalah 5.772,48 Km persegi atau 12,26 % dari luas wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan jumlah penduduk 164.402 diantara dari jumlah itu 70 persennya adalah bekerja pada sektor pertanian atau perkebunan dan sisanya bekerja pada sektor perdaganngan, jasa dan PNS.
Karena Kabupaten Aceh Tengah adalah bagian dari Provinsi NAD maka berdasarkan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat, terdapat kewenangan untuk membentuk Badan Baitul Mal di tingkat Kabupaten yang bertugas mengelola, mengumpul, menyalurkan dana zakat dan mengurus harta agama.
Terkait dengan pengelolaan zakat maka untuk memaksimalkan penerimaan dana zakat di provinsi itu telah ditetapkan pula Peraturan Gubernur NAD Nomor 22 tahun 2005 tentang Mekanisme Pengelolaan Zakat dan Instruksi Gubernur NAD Nomor 12 tahun 2005 tentang Pemotongan Zakat dari Gaji dan Honorarium bagi setiap PNS dan Pejabat di Lingkugan Pemda NAD.
Dari sisi muzakki yang dimaksud dalam Qanun dan Peraturan Gubernur NAD serta Instruksi Gubernur NAD tersebut maka memungkinkan akan berimplikasi positif yaitu meningkatnya jumlah muzakki dan realisasi dana zakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk kabupaten Aceh Tengah, jumlah muzakki (wajib zakat) berdasarkan laporan Badan Baitul Mal Aceh Tengah adalah selalu menunjukkan peningkatan, dimana pada tahun 2007 ini jumlah muzakki adalah 11.839 orang, dengan rincian: 5.715 orang yang bekerja pada sektor pertanian, 5.024 orang dari PNS dan 1.100 dari pedagang. Sedangkan realisasi nilai penerimaan dana zakat sebesar Rp. 2.426.968.316 ( dua milyar empat ratus dua puluh enam juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu tiga ratus enam belas rupiah) dan jumlah mustahik adalah 42.111 orang.
Terkait dengan jumlah muzakki yang sebagian besar bekerja pada sektor pertanian dan perniagaan maka masalah yang dapat kita munculkan adalah bagaimana tingkat produksi yang diusahakan oleh muzakki setelah mereka membayar zakat dan juga setelah dana zakat didistribusikan kepada mustahik.
Dapat kita ketahui bahwa sumber daya alam yang tersedia di Aceh Tengah adalah lahan pertanian, namun dalam kegiatan produksi sangat tergantung pada kesesuaian lahan, artinya tidak semua tanaman pertanian dapat diproduksi di Aceh Tengah, karena daerah ini terletak pada ketinggian 1.100 m dari permukaan laut maka komoditas unggulan untuk diproduksi adalah kopi, kentang, cabe, tomat, jeruk dan sebagian kecil padi. Lahan tempat tumbuhnya tanaman adalah faktor produksi utama disamping tenaga kerja , modal dan ketrampilan mengelola.
Pertumbuhan nilai produksi beberapa jenis tanaman unggulan tersebut di Kabupaten Aceh Tengah selama 3 tahun terakhir 2004 – 2007 cukup tinggi. Misalnya rata-rata produksi untuk kopi 9,3 %, kentang 4,7 %, cabe 1,7 %, tomat 2 %, dan jeruk 3,03 %, pertumbuhan nilai investasi rata-rata sebesar 5 %, pertumbuhan jumlah penyerapan tenaga kerja 2 %, pertumbuhan jumlah unit usaha 7 %[16]
Sedangkan bagaimana pula tingkat produksi yang diusahakan oleh mustahik dalam memanfaatkan dana yang diterima dari muzakki (pengelola zakat). Dapat kita ketahui bahwa usaha ekonomi yang dilakukan oleh mustahik sebagian besar adalah bekerja pada usaha mikro kecil seperti penjual sayur, penjual makanan/ minuman dan buruh tani sehingga tingkat produktifitasnya sangat tergantung pada modal dan ketrampilan usaha.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas diperkirakan dengan penyaluran dana zakat atau penambahan modal secara otomatis telah terjadi peningkatan dalam kegiatan produksi, dan secara bersamaan pula dapat dikatakan telah terjadi penyerapan tenaga kerja. Dapat kita ketahui bahwa jumlah angkatan kerja di kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2007 adalah 102.628 orang sedangkan jumlah yang bekerja 97.317 orang, sehingga jumlah penganggur adalah 5.311 orang.[17]
Berdasarkan paparan tersebut diatas dapat kita munculkan suatu pertanyaan yaitu apa yang menyebabkan kenaikan tingkat produksi atau produktifitas di masyarakat sehingga mengakibatkan rendahnya tingkat pengangguran di kabupaten Aceh Tengah. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai “Pengaruh Program Penyaluran Dana Zakat Oleh Badan Baitul Mal Kabupaten Aceh Tengah Terhadap Tingkat Produksi Dan Pengangguran “
B. Perumusan Masalah
- Berdasarkan permasalahan diatas maka masalah dalam penelitian ini secara umum adalah:
- Bagaimana Pengaruh Program penyaluran dana zakat terhadap tingkat produksi di Kabupaten Aceh Tengah?
- Bagaimana pengaruh tingkat produksi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Aceh Tengah ?
- Faktor-faktor apa yang mempengaruhi bahwa program penyaluran dana zakat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Aceh Tengah ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh program penyaluran dana zakat terhadap tingkat produksi di Kabupaten Aceh Tenngah
2. Mengetahui pengaruh tingkat produksi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Aceh Tengah.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi program penyaluran dana zakat terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Aceh Tengah
D. Manfaat / Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah khususnya dan pihak-pihak lain yang memerlukan umumnya tentang pengelolaan zakat terutama dalam hal pemanfaatan zakat sebagai instrumen untuk meningkatkan produksi dan menurunkan tingkat pengangguran.
2. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dalam upaya meningkatkan produksi dan mengatasi pengangguran melalui instrumen zakat
3. Sebagai salah satu syarat peneliti untuk memperoleh Magister ekonomi Islam di IAIN Sumatera Utara.
E. Batasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan dalam rangka menyatukan persepsi tentang penelitian ini, maka perlu batasan istilah atau definisi operasional terhadap suatu kata yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu tentang :
1. Pengaruh
Dampak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat berarti pengaruh yang kuat yang mendatangkan akibat, baik negatif maupun positif. Dampak ekonomis berarti pengaruh suatu penyelenggaraan kegiatan terhadap ekonomi[18].
Dalam penelitian ini, dampak yang dimaksud adalah pengaruh yang kuat dari kegiatan zakat terhadap kegiatan atau kondisi lain yaitu tingkat produksi dan tingkat pengangguran.
2. Penyaluran Dana Zakat
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al barakatu ‘keberkahan’, al namaa ‘pertumbuhan dan perkembangan’, ath thaharatu ‘kesucian’ dan ash shalahu ‘keberesan’.[19] Dan ditinjau dari segi istilah, bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.[20]
Dari pengertian tersebut diatas, dalam penelitian ini zakat yang dimaksud adalah zakat harta (mal) yang diartikan sejumlah harta (termasuk di dalam ini adalah harta hasil pertanian, perniagaan, tabungan, emas, perak, gaji, hasil dari profesi dan binatang ternak) yang berdasarkan Syari’at Islam wajib dikeluarkan atau dibayar oleh setiap orang Islam atau badan usaha kepada yang berhak menerimanya di bawah pengelolaan Badan Baitul Mal dan kemudian di salurkan kepada mustahik.
3.Tingkat Produksi
Dalam hal ini terdapat dua bentukan kata yaitu tingkat dan produksi. Adapun tingkat berarti susunan yang berlapis-lapis berlenggek-lenggek atau yang menunjukkan tinggi rendah martabat, pangkat, derajat, taraf dan kelas[21]. Sedangkan produksi (production) adalah tindakan mengkombinasikan faktor-faktor produksi (modal, tenaga kerja dan lain-lain) oleh perusahaan untuk memproduksi output barang-barang dan jasa-jasa[22].
Adapun produktifitas (productivity) adalah hubungan antara output dari suatu unit ekonomi dan input faktor-faktor produksi yang telah digunakan dalam memproduksi output tersebut. Produktifitas diukur menurut output per jam tenaga kerja. Suatu peningkatan produktifitas terjadi apabila output per jam tenaga kerja meningkat. Produktifitas yang meningkat akan memberikan kontribusi yang penting pada pencapaian tingkat pertumbuhan ekonomi[23]
Dalam penelitian ini yang dimaksud tingkat produksi adalah tinggi rendahnya hasil dalam mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang dilakukan masyarakat untuk memproduksi barang-barang atau jasa-jasa.
4. Tingkat Pengangguran
Pengangguran adalah keadaan orang-orang dalam usia kerja (diatas umur10 tahun) yang berkeinginan bekerja tetapi sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Banyak sebutan dan kreteria pengangguran, antara lain pengangguran tak kentara yaitu keadaan seseorang atau kelompok orang yang mempunyai status bekerja tapi karena kurangnya pekerjaan disbanding denngan kapasitas atau kemampuannya maka lebih baik mennganggur. Atau dengan kreteria pengangguran terbuka yaitu penduduk usia kerja : - yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan, - yang sudah pernah bekerja namun karena suatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan, - yang dibebastugaskan, baik akan dipanggil kembali atau tidak tapi sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan[24]
Sedangkan dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan tingkat pengangguran adalah tinggi rendahnya jumlah orang usia kerja yang belum mendapatkan pekerjaan atau masih mencari pekerjaan, dan yang berstatus bekerja tapi hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan kapasitas atau kemampuannya.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan penelitian ini dibagi kepada lima bab. Pada bab I diuraikan latar belakang masalah yang menggambarkan kondisi obyektif dan idealnya sehingga nampak adanya masalah, dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian atau perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat / kegunaan hasil penelitian dan batasan istilah.
Pada Bab II diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan kerangka teori dan konsep, yang dimulai dengan menggambarkan tentang tujuan utama zakat, hikmah diperintahkan zakat bagi orang muslim, dimensi ekonomi perintah zakat, zakat sebagai instrumen peningkatan produksi bagi muzakki dan mustahik, dan kemudian dijelaskan juga pandangan teori ekonomi tentang produksi dan produktifitas juga tentang teori peningkatan produksi dan pengangguran. Untuk memperjelas konsep-konsep utama yang digunakan dalam penelitian ini maka dikemukakan kerangka pemikiran dan penjelasan konsep berikut pengajuan hipotesis serta hasil uji coba reliabilitas dan validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab III merupakan bab tentang metodologi peneitian yang meliputi informasi mengenai pendekatan penelitian yang digunakan, penjelasan tentang populasi dan sample. Kemudian menjelaskan tentang definisi operasional variabel penelitian, alat pengumpul data serta teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
Pada Bab IV dibahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan, yang dimulai dengan pengenalan tentang tempat atau lokasi penelitian dan karakteristik populasi atau sampel, kemudian gambaran ringkas tentang organisasi pengelola zakat dan kegiatannya, serta pengujian hipotesis yang diajukan pada Bab II dan dilanjutkan analisis atau pembahasan hasil penelitian.
Bab V merupakan bab kesimpulan yang akan dicoba menjawab pertanyaan penelitian dan kemudian diajukan saran-saran untuk perbaikan pada masa mendatang.
G. Kerangka Teori
1. Zakat
Zakat merupakan ibadah dalam bidang harta dan ditempatkan sebagai rukun Islam ketiga setelah shalat, sehingga keberadaannya adalah sebagai pilar tegaknya bangunan Islam. Perintah ini diwajibkan pada tahun kedua Hijrah Nabi SAW di Madinah dengan tujuan utama adalah untuk membuktikan dan menguji iman seseorang di satu sisi, dan di sisi lain membebaskannya dari kekayaan dan meningkatkan rasa sayang kepada kaum miskin[25]Dari tujuan utama tersebut tersirat terjadinya distribusi kekayaan dari kaum kaya kepada kaum miskin dan penolakan penumpukan modal yang tak terbatas.
Adapun karakteristik utama zakat antara lain : hanya orang yang beragama Islam dan merdeka yang diwajibakan zakat, serta memiliki kekayaan yang mencapai nishab, dengan ketentuan kekayaan tersebut adalah sepenuhnya milik sendiri setelah dikurangi utang, kelebihan dari kebutuhan primer yang diperlukan, dimiliki selama setahun penanggalan qamariyah (melewati hawl) dan bersifat produktif serta pemilik harta memperoleh laba darinya[26] .
Sedangkan kekayaan yang wajib zakat (obyek zakat) antara lain: binatang ternak (sapi, unta, kerbau, kambing domba, kuda ), emas dan perak, kekayaan dagang (perniagaan), pertanian, madu dan produksi hewani, barang tambang dan hasil laut, investasi pabrik, investasi gedung, pencarian dan profesi serta saham dan obligasi[27].Adapun tarifnya ditetapkan 2,5 persen, juga ditetapkan kategori penerima zakat (asnaf) antara lain :Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Ibn sabil, orang yang berhutang, orang yang memerdekakan budak dan Sabilillah[28] Dengan demikian zakat adalah satu-satunya kewajiban (instrument) yang sangat erat kaitannya dengan perekonomian umat.
Dalam kegiatan zakat terdapat golongan wajib zakat (muzakki) dan golongan penerima (mustahik). Dilaksanakannya pembayaran zakat dengan tariff 2,5 persen oleh muzakki karena dia telah memiliki kekayaan yang telah ditetapkan syari’at, yaitu telah memenuhi nishab dan hawl. Untuk obyek zakat perniagaan, pembayaran zakat oleh muzakki atas obyek zakat ini, sama sekali tidak memberikan pengaruh terhadap ATC (Average Total Cost) yang berarti pula tidak berpengaruh terhadap laba yang dihasilkan serta juga tidak berpengaruh terhadap MC (Marginal Cost) yang berarti pula tidak memberikan pengaruh terhadap kurva penawaran[29]. Jadi upaya memaksimalkan laba berarti memaksimalkan surplus produsen dan sekaligus berarti memaksimalkan zakat yang harus dibayar, dengan bahasa yang sederhana bahwa dengan adanya pengenaan zakat perniagaan, usaha memaksimalkan laba sejalan dengan prilaku memaksimalkan zakat[30]
Sedangkan dari sisi mustahik yang menerima zakat dan digunakan untuk usaha produktif maka tidak ada biaya atas penggunaan dana zakat sebagai faktor produksi sehingga dapat menawarkan barang / jasa dengan biaya yang lebih kompetitif akibatnya akan meningkatkan penawaran. Kurva penawaran akan bergeser ke bawah akibat dukungan dana zakat tersebut[31] Untuk zakat konsumtif yang diterima oleh mustahik akan menimbulkan permintaan baru yang potensial terhadap barang-barang atau jasa yang dijual di pasar sehingga dari pihak produsen memanfaatkan kondisi ini untuk meningkatkan produksinya.
2. Produksi
Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga menjadikan nilai barang tersebut bertambah[32]. Dalam ilmu ekonomi, produksi dibedakan menjadi dua macam, yaitu produksi secara ekonomis dan produksi secara teknis. Produksi secara ekonomis adalah sebagai kegiatan untuk menaikkan nilai tambah pada suatu barang, baik melalui penambahan guna bentuk (form utility), guna waktu (time utility) dan guna tempat (place utility). Sedangkan produksi secara teknis berarti hubungan antara faktor-faktor produksi dengan hasil produksi.
Selanjutnya motif seseorang melakukan kegiatan produksi senantiasa selalu mengusung maksimalisasi keuntunngan, meski ada motif lain dari hanya sekedar memaksimalkan keuntunngan. Suatu produksi akan menghasilkan keuntungan maksimal dan kompetetif apabila dilakukan dengan efisien, yaitu adanya nilai lebih antara ratio output dengan input. Dari pemahaman yang sederhana tersebut maka terdapat tiga situasi yang dapat dikategorikan sebagai produksi yang efisien, yaitu : pertama, Apabila dengan input yang sama menghasilkan output yang lebih besar, kedua, apabila dengan input yang lebih kecil menghasilkan output yang sama, ketiga, apabila dengan input yang lebih besar menghasilkan output yang lebih besar.[33] Mengenai efisiensi produksi ini, Adiwarman Karim ketika membandingkan antara produksi biaya keseluruhan sistem bunga dengan biaya keseluruhan sistem bagi hasil menemukan bahwa tingkat produksi yang sama (Q yang sama),biaya total sistem bagi hasil selalu lebih kecil dibanding dengan biaya total sistem bunga[34], artinya bahwa produksi dengan sistem bagi hasil lebih efisien dibanding dengan sistem bunga. Di sisi lain juga ditemukan bahwa penerimaan total yang sama (TR), jumlah produksi sistem bagi hasil selalu lebih besar dibanding dengan jumlah produksi sistem bunga[35]. Jadi sistem bagi hasil bukan saja lebih efisien tetapi juga akan mendorong produsen untuk memproduksi pada skala ekonomi yang lebih besar.
Terkait dengan hubungan antar faktor produksi, dalam kajian ekonomi disebuat dengan faktor produksi yang secara sederhana dapat dinyatakan dalam sebuah rumus : Q = f ( K, L), sedangkan hubungan antar input dalam faktor produksi yang dapat diungkapkan adalah sebagai berikut[36] :
Intensitas faktor produksi, artinya input mana yang lebih dominan dari input lainnya dalam prosese produksi. Jika input yang digunakan dalam proses produksi hanya modal (K) dan tenaga kerja (L) maka ada kemungkinan yang terjadi, yakni proses produksi bersifat padat modal (capital intensive) atau bersifat padat tenaga kerja (labor intensive). Di negara berkembang diharapkan sektor industri menyediakan lapangan lebih luas lagi.
Distribusi pendapatan antar unsur, artinya jika proses produksi lebih bersifat padat modal maka bagian terbesar pendapatan dari perkembangan produksi akan dinikmati oleh pemilik modal, begitu sebaliknya.
Substitusi antar faktor produksi.
Elastisitas substitusi, yakni menjelaskan seberapa mudah substitusi antar faktor itu dapat dilakukan. Apakah proses produksi yang cenderung padat modal dapat dilakukan substitusi antar factor produksi dengan mudah atau sebaliknya dengan yang bersifat padat tenaga kerja.
Berdasarkan penelitian Chu Chia S. Lin (1995) di Taiwan dan China disimpulkan bahwa perusahaan yang proses produksinya bersifat padat tenaga kerja (labor intensive) lebih mudah disubstitusikan antar faktor produksinya dari pada yang bersifat padat modal (capital intensive), demikian juga dengan penelitian Syahruddin (1986) bahwa di Indonesia, industri sedang dan besar lebih bersifat capital intensive, dan substitusi modal terhadap tenaga kerja dapat dilakukan[37]
Jika demikian halnya maka untuk memaksimalkan keuntungan dalam berproduksi (peningkatan produktifitas), faktor produksi berupa modal dapat disubstitusikan terhadap tenaga kerja, yaitu misalnya dengan peningkatan ketrampilan atau pendidikan tenaga kerja. Peningkatan produktifitas mutlak dilakukan karena untuk mendorong peningkatan investasi, seperti kita ketahui bahwa investasi merupakan kegiatan yang sangat utama peranannya dalam usaha suatu bangsa untuk memajukan kesejahteraan kehidupan dan meningkat ke tingkat yang selalu lebih tinggi[38]. Artinya dengan kegiatan peningkatan investasi yang berorientasi kepada tenaga kerja akan mengatasi pengangguran.
3.Pengangguran
Bahwa semakin tinggi jumlah penduduk maka semakin tinggi pula tingkat angkatan kerja, namun jika kesempatan kerja atau ketersediaan lapangan kerja semakin kecil maka akan menimbulkan pengangguran. Manurut teori ekonomi, bahwa permintaan tenaga kerja bersifat turunan (derive demand), artinya pertumbuhan kesempatan kerja tergantung kepada pertumbuhan ekonomi[39]. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka diharapkan semakin terbuka kesempatan kerja. Namun selanjutnya apabila pertumbuhan kesempatan kerja tidak mampu mengimbangi peningkatan jumlah orang yang memasuki dunia kerja maka muncullah apa yang disebut dengan pengangguran.
Berdasarkan data BPS, pada tahun 2006 tingkat pengangguran adalah 10,24 % dari 106,4 juta orang jumlah angkatan kerja, sedangkan pada tahun 2007, angkatan kerja berjumlah 109,9 juta orang per tahun dengan tingkat pengangguran 9,4 % sehingga jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2007 ini adalah 10,5 juta orang.[40] Sementara pertumbuhan ekonomi rata-rata selama tahun yang sama adalah 6 persen, ini berarti jumlah pengangguran dari tahun ke tahun semakin meningkat dan kondisi ini terjadi lantaran selama ini pertumbuhan ekonomi, yang jadi motor penggerak pembangunan tidak membawa dampak yang signifikan terhadap perluasan lapangan pekerjaan di Indonesia karena selama ini pertumbuhan lebih besar didorong oleh konsumsi dan melulu bertumpu pada capital intensive bukan labor intensive [41].
Tingginya angka pengangguran itu disinyalir oleh M. Sadli terkait kepada pertambahan penduduk dan kualitas pendidikan dan skill sebagian terbesar sumber daya manusia bangsa Indonesia serta di lain pihak pasar tenaga kerja juga kurang fleksibel[42], artinya amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi tenaga kerjanya kalau pasarnya menciut sehingga untuk PHK karyawan memerlukan biaya tinggi.
Untuk mengatasi hal itu, saran dari Bank Dunia adalah bahwa Indonesia harus mengembalikan keunggulan kompetetifnya soal ekspor selain itu juga pertumbuhan ekonomi yaitu dengan meningkatkan total investasi di masyarakat termasuk dari swasta dalam dan luar negeri[43].
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkenaan dengan zakat di Indonesia lebih banyak menekankan pada pengembangan pemikiran tentang obyek zakat (Didin Hafidhuddin,2001) dan pendayagunaan dana zakat untuk peningkatan ekonomi umat (Ali Akbar, IAIN SU, M.Jarir NA, IAIN Ar Raniri dan Nursiah, IAIN SU).
Didin Hafidhuddin, dalam penelitiannya untuk mengambil Doktornya di UIN Syahid Jakarta pada tahun 2001, mengurai dan menjelaskan tentang sumber zakat, bahwa sumber zakat tidak hanya dari pertanian, peternakan,perdagangan,emas,perak dan harta terpendam tetapi juga zakat profesi, perusahaan, surat-surat berharga,perdagangan mata uanng, hewan ternak yang diperdagangkan, madu dan produk hewani serta zakat sektor modern lainnya. Sehingga dalam kajiannya, beliau menitik beratkan pada penggalian sumber zakat.
Ali Akbar dalam penelitiannya untuk mengambil Magisternya di IAIN Sumatera Utara, mengkaji dan menjelaskan bahwa zakat yang dikelola dengan melalui amil zakat dan distribusikan kepada mustakhik akan berdampak positif bagi kehidupan ekonomi masyarakat. M. Jarir NA dalam penelitiannya yang berkaitan dengan menggali potensi zakat dan kemudian didistribusikan kepada mustakhik akan berimplikasi pada peningkatan kehidupan masyarakat ekonomi lemah di daerah Aceh.
Sedangkan Nursiah, dalam penelitiannya yang berkaitan dengan zakat menitik beratkan pada pengaruh Program Bassed Community dari BAZDA Sumatera Utara terhadap peningkatan pendapatan pengusaha mikro khususnya di kota Medan.
Perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian ini antara lain penelitian ini menempatkan variabel zakat sebagai variabel bebas yang mampu mempengaruhi variabel terikat yaitu menurunnya tingkat pengangguran namun dibantu sebelumnya dengan variabel antara yaitu tingkat roduksi. Di sisi yang lain penelitian ini beda dengan penelitian sebelumnya adalah menjadikan variabel zakat yang merupakan kegiatan keagamaan sebagai instrumen memecahkan masalah ekonomi yaitu penngangguran..
I. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini mengikuti alur keterkaitan konsep dalam penelitian. Ada tiga konsep penting dalam penelitian ini, yaitu Zakat, produksi dan pengangguran . Ketiga konsep ini dapat kita jelaskan sebagai berikut :
Zakat.merupakan perintah syariat yang salah satu tujuan utamanya adalah mendistribusikan harta kekayaan dari kaum punya kepada kaum papa. Karena zakat merupakan perintah agama maka orang yang melakukannya marupakan wujud ketaatan mereka terhadap agama[44], sehingga kalau dapat kita katakana bahwa semakin tinggi ketaatan seseorang terhadap agama maka semakin besar dorongan mereka untuk membayar zakat. Karena zakat merupakan ibadah harta maka seorang muslim yang tingkat ketaatannya tinggi akan memaksimalkan kegiatan usahanya untuk memperoleh tingkat produktifitas maksimal
Peningkatan produktifitas sangat berhubungan dengan faktor-faktor produksi, yang dalam kajian ekonomi disebut fungsi produksi,[45] faktor produksi dapat meliputi modal, tenaga kerja, sumber daya alam dan teknologi, jika salah satu faktor produksi (input) dilakukan perubahan maka hasil (output) nya akan mengalami perubahan. Contoh mustahik yang berusaha dalam bidang perdagangan, jika modalnya berasal dari hasil penyaluran dana zakat oleh Badan Baitul Mal maka barang dagangannya mempunyai nilai penawaran yang kompetetif dibanding dengan yang modalnya diperoleh dari pinjaman yang berbunga. Di sisi lain jika kita perhatikan pada pendistribusian dana zakat maka akan menimbulkan peningkatan daya beli (new demander) mustahik terhadap barang dan jasa di pasar, dan bagi produsen akan melakukan peningkatan produksi yang muaranya adalah peningkatan investasi.
Dengan demikian, dilihat dari sudut muzakki maupun mustahik, zakat diperkirakan mempunyai dampak meningkatkan produksi. Peningkatan produksi ini secara otomatis akan membuka kesempatan kerja atau membuka lapangan kerja baru yang akan diisi oleh masyarakat yang masih menganggur. Secara sederhana dapat kita rumuskan bahwa penyaluran dana zakat berdampak pada peningkatan produksi dan mengurangi pengangguran..
Adapaun konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
X1
ZAKAT X2 Dimana X1 = Rendah pendapatan
X3 X2 = Usaha produktif
X3 = Butuh modal
PENGANGGURAN
X1
PRODUKSI X2 Dimana X1 = Jumlah modal pribadi
X3 X2 = Jumlah modal zakat
X3 = Jumlah tenaga kerja
J. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Program penyaluran dana Zakat berpengaruh terhadap tingkat produksi di Kabupaten Aceh Tengah.
2. Tingkat produksi berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Aceh Tengah.
3. Program penyaluran dana Zakat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Aceh Tenngah
K. Metode Penelitian :
a. Jenis dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reseach) yang tergolong kepada penelitian kuantitatif dengan obyek penelitiannya di Kabupaten Aceh Tengah.
b. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penerima zakat (mustahik) yang mempunyai usaha produktif berdasarkan data di Badan Baitul Mal Kabupaten Aceh Tengah dengan jumlah 404 orang.
Sampel penelitian ini ditetapkan 40 orang atau 10 % dari populasi, dengan rincian 30 orang yang modal usahanya kurang dari Rp.1.000.000,- dan 10 orang yang modal usahanya lebih dari Rp. 1.000.000,-.Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah Stratified Random Sampling, yaitu dengan menjadikan jenjang-jenjang berdasarkan jumlah modal usaha yang dimiliki.
c. Sumber Data Penelitian
Keperluan data dalam penelitian ini dari
1 .Data Primer, melakukan wawancara dengan responden yang telah ditetapkan sebagai sampel dan pengurus pengelola zakat di tingkat kabupaten Aceh Tengah.
Data Sekunder, melalui laporan-laporan serta literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian yang akan diteliti.
d. Teknik Pengumpulan Data
1. Kuesioner dan wawancara, teknik ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang jumlah modal usaha dari pribadi, jumlah tambahan modal usaha dari dana zakat, jumlah tenaga kerja dalam unit usaha, lama usaha dan pendapatan usaha.
2. Observasi, teknik ini dilakukan untuk mengetahui kegiatan usaha.
e.Instrumen pengumpul data
Untuk keperluan data maka instrument penelitian ini dioperasionalkan berdasarkan variabel penelitian yaitu :
1. Variabel penyaluran dana zakat antara lain meliputi:
- Jumlah dana yang disalurkan
- Frekuensi penyaluran dana
2. Variabel tingkat produksi antara lain meliputi :
- Pendapatan Usaha
- Modal usaha
- Tenaga kerja
3. Variabel pengangguran antara lain meliputi :
- Jumlah kesempatan kerja
- Pertumbuhan ekonomi
f. Analisis Data
Untuk keperluan analisisnya digunakan model analisis regresi linier sederhana dengan metode OLS (ordiary least square).Untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan tingkat produksi maka digunakan rumus :
Q = f (Mp,Mz,L)
Dimana : Q = Tingkat Produksi
Mp= Modal dari Pribadi
Mz = Modal dari Dana Zakat
L = Tenaga kerja
Sedangkan untuk hipotesis yang berkaitan dengan tingkat pengangguran digunakan rumus :
E = f (Pe,Kk)
Dimana : E = Tingkat Pengangguran
Pe = Pertumbuhan Ekonomi
Kk = Kesempatan Kerja
Untuk menguji apakah kedua variabel itu signifikan atau tidak, maka perlu diuji signifikansinya dengan rumus :
r n-2
t = -------------------------
1- r
Kreteria pengujiannya adalah :
Jika t cari > t tabel maka H1 diterima dan H0 ditolak
Jika t cari < t table maka H0 diterima dan H1 ditolak
Untuk memprediksi seberapa besar variabel antara dipengaruhi variabel bebas maka digunakan analisis regresi sederhana dengan rumus :
Y = β0 + β1X1+β2X2+β3X3+е
Dimana : Y = Tingkat produksi
β0 = Intercept (nilai parameter dasar), sedangkan β1, β2, β3 = Slope
X1=Modal awal (pribadi)
X2= Modal tambahan (dana zakat)
X3= Tenaga kerja
Sedangkan terhadap variabel terikat dengan rumus :
Y = β0 + β1X1+ β2X2 + е
Dimana Y = Tingkat pengangguran
X1 = Kesempatan kerja
X2 = Pertumbuhan ekonomi (€ dana yang disalurkan)
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Pengaruh Program Penyaluran Dana Zakat , anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |