B. Pola Hubungan Masyarakat
Secara naluri bahwa manusia adalah makhuk yang mempunyai keinginan untuk hidup bermasyarakat, artinya setiap manusia punya keinginan untuk berkumpul dan mengadakan hubungan antara sesamanya. Di mana ada masyarakat di sana ada hukum (Ubi societas Ibi Ius) demikianlah ungkapan Cicero kira-kira 2.000 tahun yang lalu.[1] Ungkapan yang sama juga pernah disebutkan oleh L. J. Van Apeldoorn, dalam versi lain ia menyatakan : “Recht is er over de gehele wereld, overal, waar een samenleving vanmensen is” (hukum terdapat di dalam setiap masyarakat manusia, betapapun sederhananya masyarakat tersebut).[2] Sesuai dengan ungkapan Cicero dan L. J. Van Apeldoorn tersebut, seiring dengan kondisi sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat yang ada.
Kumpulan atau persatuan manusia yang saling mengadakan hubungan satu sama lain itu dinamakan “masyarakat”. Jadi masyarakat terbentuk apabila dua orang atau lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup mereka timbul berbagai hubungan atau pertalian yang mengakibatkan mereka saling mengenal dan saling mempengaruhi
Bagaimanapun sederhananya dan moderennya masyarakat tersebut, sangat signifikan adanya norma,[3] maka norma tetap sebagai suatu yang mutlak harus ada pada masyarakat. Untuk itu, norma hukum maupun norma lainnya dalam masyarakat tujuannya untuk keseimbangan, keserasian dan kesejahteraan hubungan-hubungan manusia dam masyarakat.
Selanjutnya, sebagaimana telah dijelaskan lebih dahulu bahwa, masyarakat kota Medan yang multi etnis tentu mempunyai corak dan karaktersitik yang bermacam-macam. Hal tersebut merupakan sebuah bukti bahwa kondisi itu erat kaitannya dengan kondisi masyarakat yang pada pada umumnya utamanya, perantau sehingga memilih motif masing-masing, sesuai dengan karakter dan keadaannya.
Misalnya orang Minangkabau merantau ke Deli di samping berdagang, mereka juga membawa pembaharuan, sesuai dengan kondisi dan kebiasaan yang mereka anut. Perantau Minangkabau mayorotas adalah untuk memperkaya dan memperkuat alam Minangkabau. Sementara perantau dari etnis Batak cenderung menonjolkan sukunya dengan marga-marganya yang begitu khas.
Dari etnis-etnis yang ada di Kota Medan, para perantau biasanya utamanya perantau Minangkabau dan Mandailing (Batak) menganggap diri mereka lebih berpendidikan dibandingkan Tuan Rumah orang Melayu. Minang menolak berasimilasi dengan budaya Melayu Muslim, begutu juga dengan kelompok Mandailing (Batak) secara formal telah mengasimilasikan diri ke dalam budaya Melayu Muslim walau hanya dipermukaan; seperti memakai bahasa Melayu, menaggalkan nama-nama atau merga Batak mereka dan akhirnya mereka mengaku berbangsa Melayu.
Sementara orang Minagkabau menolak praktek-praktek keislaman yang dilaksanakan oleh etnis Melayu. Sebaliknya, mereka dengan menggunakan organisasi reformis Islamiyah sendiri, menentang legitimasi konsep Islam masyarakat Melayu. Tetapi hal yang sangat signifikan untuk diperhatikan adalah, kelompok etnik melayu, sebagai tuan rumah (host population) tidak memiliki kekuatan sosio-demokrafik menjadikan dirinya menjadi populasi tuan rumah yang dominan seperti etnik sunda di bandung, karena etnis Melayu bukan etnis mayorotas di kota Medan.
Disebabkan adanya multi etnis di kota Medan meyebabkan adanya berbagai varaian sifat dan budaya yang mempunyai eksistensi tersendiri. Disebabkan adanya kepluralistikan etnis tersebut, tentunya punya perbedaan serta persamaan. Meskipun ada sekilas adanya persamaan, tetapi masing-masing mempuanyai ciri khusus, hal ini disebabkan adanya perbedaan wilayah, bahasa, dan adat. istiadat yang berbeda-beda. Terlebih-lebih setiap kelompok masyarakat ini tidak merasa tergabung antara satu dengan yang lain, sesuai dengan sentimen diri mereka.
Sedangkan menurut Kuncoro Ningrat, dalam karyanya yang berjudul, Antropologi Sosial, menyebutkan bahwa untuk membedakan komunitas yang satu dengan yang lainnya selain berdasarkan kenyataan perbedaan yang ada, lebih ditentukan oleh sentimen persatuan masing-masing kelompok atau komunitas.[4]
Kemudian, untuk menindak lanjuti dari pendapat Kuncoro Ningrat di atas, dalam hal ini sangat penting untuk membicarakan tentang pola hubungan masyarakat, sebab sangat terkait dengan apa yang disebut interkasi sosial. Interaksi tersebut merupakan faktor utama dalam kehidupan masyarakat, bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. interkasi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, anatar kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Berlangsungnya suatu interaksi didasrakan pada berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Bila ditinjau secara lebih dalam maka faktor imitasi misalnya, mempunyai peran yang sangat penting dalam proses interkasi sosial.[5]
C. Pola Hidup Beragama Masyarakat
Untuk mengetahui pengaruh agama terhadap masyarakat, ada tiga aspek yang sangat siknifikan untuk dikatahui, yaitu kebudayan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan fenomena sosial yang kompleks dan terpadu yang pengaruhnya dapat diamati pada perilaku manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, Nottingham[6] menjelaskan secara umum tentang hubungan agama dengan masyarakat yang menurutnya terbagi kaepada tiga tipa, kondisi tipe tersebut nampaknya mengikuti konsep Agus Komte tentang proses tahapan pembentukan masyarakat.
Sejalan dengan penjelasan di atas, perlu kiranya melihat lebih dalam tentang pola hidup beragama masyarakat kota Medan. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa, kota Medan merupakan sebuah kota yang serba heterogen, dalam hal ini termasuk dalam sektor agama dan juga bidang budaya. Sebagai sebuah komunitas yang heterogen pasti mempunyai atau menganur agama yang berbeda-beda. Di antara agama yang diakui, agama Islamlah yang paling banyak dianut oleh masyarakat kota Medan, kemudian menyusul agama Kristen, Protestan, Budha dan Hindu. Dalam menata pola hidup beragama masyarakat kota Medan yang serba majemuk dalam bidang agama tersebut, siknifikan adanya dibina dan digalakkan adanaya kerukunan antar agama.
Agar kerukunan hidup antar umat beragama, Hugh Goddard, seorang Kristiani Inggris, yang ahli teologi Islam, mengingatkan, bahwa kerukunan antar umat berama harsu dihindari penggunaan “standart ganda” (double standars). Orang-orang Kristen ataupun Islam, misalnya, selalu menerapkan standar-standar yang berbeda untuk dirinya, biasanya standar yang ditunjukkan bersifat ideal dan normatif. Sedangkan terhadap agama lain, mereka memakia standar lain yang lebih bersifat relistis dan historis. Melalui standar ganda inilah, muncul prasangka-prasangka teologis yang selanjutnya memperkeruh suasana hubungan antar umat beragama. Ada tidaknya keselamatan dalam agama lain, seringkali ditentukan oleh pandangan mengenai standar ganda kita. Keyakinan bahwa agama sendiri yang paling benar karena berasal dari Tuhan sedangkan agama lain hanyalah konstruksi manusi.[7]
Namun, jika ditinjau dari segi kerukunan beragama masyarakat kota Medan selama ini, sangat mendukung terciptanya kerukunan antar umat beragama. Hal ini terkesan dari masyarakatnya yang sangat antusias dalam mewujudkan terciptanya kerukunan yang senantiasa mendambakan kedamaian dan keamanan. Sehingga terhindar dari kekacauan dan kekerasan yang mengakibatkan kekhawatiran akan muncul percekcokan yang mengarah kepada perbedaaan agama atau keyakinan.
Bila dilihat dari struktur sosial masyarakat, acapkali dibedakan antara dua macam persoalan yang meyangkut pola hidup beragama masyarakat yaitu antara masalah masyarakat ansich (scientifis or social problems). Dengan problem sosial (ameliorative or social problems).[8] Yang pertama menyangkut analisis tentang macam-macam gejala kehidupan masyarakat. Sedangkan yang kedua meneliti gejala-gejala abnormal masyarakat dengan maksud untuk memperbaiki atau bahkan untuk menghilangkannya.
Sangat urgen kiranya tinjauan ini, artinya disoroti dalam lingkup kaijian sosiologi yang notabenenya meyelidiki persoalan-persoalan umum dalam masyarakat dengan maksud untuk menemukan dan menafsirkan kenyataan-kenyataan kehidupan kemasyarakatan. Sedangkan proses lanjutannya merupakan bagian dari perekerjaan sosial (social work). Dengan perkataan lain, berusaha untuk memehami kekuatan-kekuatan dasar yang berada di belakang tata kelakuan sosial.
D. Metode Dakwah
Metodologi (metode) berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari methodos (cara/jalan) dan logos (teori/pengetahuan sitematis). Secara sederhana metodologi dapat diartikan studi tentang metode pada umumnya, baik metode ilmiah maupun bukan. Namun metode yang yang dikaji dalam metodologi mengandung arti sesuatu tata cara, teknik atau jalan yang telah dirancang atau dipakai dalam proses intelektual guna memperoleh pengetahuan jenis apapun.[9]
Untuk lebih jelasnya pembahasan ini maka metode yang dimaksud di sini adalah metode dakwah. Secara etimologi perkataan dakwah berasal darai kata :
دعا, يدعو, دعوة.
Artinya : Menyeru, mengajak, memanggil. Sedangakan menurut Juama`ah amain Abdul Azis dalam bukunya “Addakwah Qawa`id wa Ushul”, memberikan pengertian dakwah secara etimologi mengandung beberapa pengertian yakni :
1. an-Nida` yang berarti memanggil
2. ad-Du`a yang artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu
3. ad-Da`wah ila qadhiyah yang artinya adalah menegaskan dan membela, baik yang benar maupun salah
4. Suatu usaha berupa perkataan perbuatan untuk menarik manusia ke suatu mazhab atau agama. Memohon atau meminta kebaikan.
Sedangkan menurut termonologi atau secara istilah, sebagimana dikemukakan oleh Endang Saefuddin, ia membagi dakwah dalam arti sempit berarti penyampaian Islam kepada manusia, baik secara lisan maupun tulisan ataupun lukisan (panggilan dan ajakan kepada manusia Islam). Semanatara dakwah dalam arti luas yakni penjabaran, penterjemahan dan pelaksanaan Islam dalam prikehidupan dan kehidupan manusia (termasuk di dalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan ilmu penegetahun, kekeluargaan dan sebaginya).[10]
Syekh Ali Mahfudz di dalam karyanya yang berjudul “Hidayatul Mursyidin memberikan pengertian bahwa “mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk (Allah) dan menyeru berbuat ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar, agar meraka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Selanjutnya A. Hasyimi dalam bukunya “Dustur Dakwah Menurut al-Qur`an “ memberikan penretian dakwah itu adalah “mengajak orang untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syari`ah Islamiyah yang terlebih dahulu diyakini dan diamalkan pendakwah itu sendiri.[11]
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa dakwah itu adalah untuk mengatarkan manusia kepada kebahagiaan seperti yang disebutkan dala al-Qur`an pada surat Yunus ayat 25 :
والله يدعوا الى دار السلام
Artinya : Allah menyeru kepada mereka ke Darussalam (Q.S. Yunus : 25).
Pengertian di atas dapat dipahami bahwa dakwah itu merupakan suatu uapaya untuk memformulasikan ajaran Islam dalam semua aspek kehidupan baik individu, keluarga, masyarakat serta kehidupan beraneka, sehingga aktivitas untuk berdakwah merupakan aktivitas manusia yang dapat melaksanakan dan menjalankan tugas-tuganya sebagai hamba Allah di muka bumi.
Mengingat pentinganya sebuah aktivitas dakwah sekaligus merupakan sutau kewajiban dalam mengemaban amar ma`ruf nahi munkar. Oleh karena itu Allah S.W.T. lewat kalam atau firmannya telah memeberikan rumusan metode dalam berdakwah secara general. Kemudian Allah memberikan wewenagn tersebut kepada manusia (muslim) melalui risalah Rasul-Nya untuk mengemabangkan dakwah atau ajaran Islam yang paripurna sesuai dengan kondisi dan situasi daerah serta medan dakwah itu sendiri. Di dalam al-Qur`an Allah menjelaskan bahwa dalam memberikan dakwah haruslah dengan cara bijaksana, kemudian dengan menasehatinya lemah lembut dan dengan cara yang baik atau ma`ruf. Hal ini sesuai dengan apa yang tertuang dalam firmannya yang berbunyi :
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة (النحل).
Artinya : Ajaklah kepada jalan Tuhanmu dengan cara yang bijaksana, nasehat yang baik dan berdebatlah dengan cara yang baik (Q.S. an-Nahl : 125).
Dari keterangan ayat di atas, terlihat adanya rumusan umum metode dakwah yaitu :
1. bil hikmah, yaitu bijaksana
2. bil Mau`izatil hasanah yaitu dengan pengajaran atau neshat yang baik
3. bil Mujadalah yaitu dengan diskusi atau dialog secara baik.
Para mufassirin menjelaskan bahwa hikmah merupakan keterangan-keterangan dan penjelasan yang dapat meyakinkan sekaligus dapat menghilangkan keragu-raguan seseorang dalam menjalankan perintah atau ajaran Islam. Sedangkan mau`izatil hasanah merupakan uraian, bimbingan dan nasehat yang dapat membuka dan menyadarkan pintu hati untuk mentaati ajaran Islam. Semenrata mujadalah adalah melakukan diolog dengan mengemukakan argumentasi yang meyakinkan.
Untuk dapat melaksanakan hal yang disebutkan di atas, maka pera da`i dituntut agar memliki keilmuan yang khusus dan keilmuan yang mendukung, sehingga akhirnya lewat metode atau teknik dakwah yang baik dapat mengantarkan kepada tujuan yang sesungguhnya.
Ilmu khusus yang dimaksud adalah ilmu-ilmu yang terkait dengan masalah-masalah sosial, seperti ilmu psikologi, antropologi, sosiologi dan lain sebagainya. Ilmu tersebut dijadikan sebagai sarana dalam menentukan dan merumuskan metode yang akan diterapkan.
Secara kondisional, tiap-tiap kelompok masyarakat yang berada pada derah yang memiliki ciri khas masing-masing. Oleh kerena itu metode yang diuraikan secara umum dalam surat an-Nahl tersebut di atas menuntut akan adanya pengembangan yang berorientasi pada objke dakwah yang berada padsa medan dakwah yang berlainan.
Ketiga prinsip dasar yang diungkapakan ayat tersebut di atas perlu dijabarkan dalam bentuk metode-metode terperinci bukan saja menyangkut pada tingkat kecerdasan yang dibagi pada golongan nalar tinggi, golongan awam dan golongan yang di antaranya. Namun perlu juga dipertimbangkan faktor-faktor lain seperti strata ekonomi, keuangan, tingkat pendidikan, agam lokasi tempat tinggal, sikap kelompok lain terhadap Islam dan lain sebagainya.
Latar belakang yang yang telah diuraikan, maka perlu kiranya mengemukakan sepintas tenang aspek-aspek pengembnagan terhadap metode dakwah yang telah diuraikan dalam al-Qur`an tersebut dengan jalan memberikan rincian metode dakwah selanjutnya, namun dalam hal ini akan diuraikan pada sub bab selanjutnya yakni pada sub judul metode rethorika nantinya.
Dakwah sebagai sebuah aktvitas yang punya nilai religius dan sakral tentunya mempunyai tujuan tertentu. tujuan tersebut tidak lain untuk memberikan arah atau pedoman bagi gelak langkah kegiatan dakwah tersebut. Sebab tampa tujuan yang jelas seluruh aktivitas dakwah akan sia-sia. Menurut Asmuni Syukir, ada dua tujuan dakwah. Pertama, tujuan umum dakwah, yaitu mengajak umat manusia ke jalan yang benar agar dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat. Kedua, mengajak manusia yang sudah memeluk agama Islam untuk selalu meningkatkan ibadah kepada Allah, membina mental agama bagi kaum yang masih muallaf, mengajak umat manusia yang belum beriman agar kepada Allah, dan mendidik serta mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
Dalam berdakwah harus punya strategi dan metode, agar tercapai tujuan sebagaimana yang disebutkan di atas. Metode dakwah tersebut merupaka suatu elemen yang utama dalam pelaksanaan dakwah. Jika metodenya tidak tepat maka akan menemukan sutau kegagalan atau hasil yang tidak memuasakan. Untuk itu siknifikan untuk menemukan metode yang paling baik dan berkualitas.
Meskipun demikian, perlu disinggung sekilas bagaimana pandangan para ahli dakwah dalam membagi metode dakwah itu sendiri. Menurut KI M. A. Machfoeld membagi metode[12] dakwah itu menjadi empat metode. Pertama, metode pola, yang dimaksud metode pola adalah memperlihatakan kepada masyarakat pola hidup yang Islami dengan tingkah laku tanpa memberikan ceramah dan mengambil ayat-ayat al-Qur`an dan hadis sebagai bahan ceramah. Kedua, metode klinik, yaitu dakwah disampaikan secara perorangan melalui pendekatan yang cukup sopan serta santun. Ketiga, metode degelan, yaitu dakwah disampaikan dengan ceramah serta memberikan ekspresi melui tubuh ataupun melalui alat peraga yang lain. Keempat, metode dakwah Nabi, metode tersebut merupakan metode yang paripurna, semua metode yang disebutkan di atas digunakan oleh Nabi, namun dalam pelaksanaannya ada beberapa fase yaitu fase secara sembunyi-sembunyi, fase terbuka atau terang-terangan serta fase secara kekerasan. Fase ketiga ini boleh dilakukan apabila semua metode atau jalan telah mengalami kebuntuan.[13]
Ahli yang lain menyebutkan seperti Asmuni Syukir menjelaskan ada tujuh metode yakni : Pertama, metode ceramah, hal ini merupakan suatu teknik atau metode dakwah yang banyak diwarnai dengan cara berbicara oleh seorang da`i pada suatu aktivitas dakwah. Keduan, tanya jawab, yang dimaksud dengan metode ini ialah penyampaian materi dakwah dengan cara mensugesti audiensnya untuk mentakan sesuatu masalh yang dirasa belaum dimenegrti dan da`i sebagai penjawabnya. Ketiga, melalui metode debat, metode ini pada esensinya mencari mencarai kebenaran yang substansial berdasarkan hukum atau ajaran Islam. Keempat, percakapan antar pribadi, hal ini merupakan suatu kondisi yang termodivikasi untuk membangun suatu keterbukaan antara seorang da`i dengan individu-individu lain terhadap objek dakwah tersebut. Kelima, metode demonstrasi, kondisi akan ini lebih memudahkan bagi para audiens untuk memahami apa yang disampaikan yakni dengan memperlihatkan sesuatu, sebagai contoh memperagakan, baik berupan benda, peristiwa atau suatu perbuatan. Keenam, metode dakwah Nabi sendiri. Rasulullah dalam menyampaikan risalah dakwahnya ada dengan cara sembunyi-sembunyi dan ada secara terang-terangan, dan ada juiga dengan cara invasi atau peperangan. Ketujuh, dengan metode kunjungan atau silaturrahmi (home visit).[14]
Koentjaraningrat mengomentari tentang metode tersebut, dalam karyanya metode-metode penelitian masyarkat, mengemukakan dalam arti kata sesungguhnya, bahwa metode itu merupan cara atau jalan, dalam memahami objek yang menjadi sasaran dalam ilmu yang berkaitan. Semisal dalam hal ini objeknya berkaitan dengan dengan dakwah, maka yang menjadi fokus sentralnya dalah metode dalam berdakwah.
Untuk menguasai metode yang telah disebutkan di atas, Abdul Kadir Munsyi menyarankan agar memperhatikan hal-hal berikut :
One. Menguasai maslah yang akan disampaikan dengan sebaik mungkin
Two. Berikan kebebasan pendapat kepada majelis untuk mengeluarkan pendapatnya
Three. Janganlah tanya jawab agar tetap pada maslah yang dibahas
Four. Bahwa tidak semua anggota berani mengeluarkan pendapatnya
Dengan demikian, pemaknaan dakwah sebagai sebuah media dan punya metode yang begitu sempurna, maka pemaknaan dakwah adalah aktivitas yang berorientasi pada penegembangan masyarakat muslim, antara lain dalam bentuk peningkatan kesejahteraan sosial. bagi umat Islam, ide pengembangan masyarakat sebagai bagian dari cakupan dakwah adalah bukan ide lain yang dimasukkan begitu saja dalam dakwah. Ia adalah pemunculan kembali apa yang sebenarnya ditunjuk oleh istilah dakwah yang pernah tertutup oleh dominasi makana politik-keagamaan, ketika diabadikan untuk kepentingan polotik.[15]
Semua yang telah dijelaskan di atas mengenai metode dan segala macam pemaknaan dakwah, merupakan sutu langkah atau cara dan seharusnyalah diaplikasikan dengan baik. Dalam tatar idealnya, tanpa adanya proses dakwah dan pencarian metode yang paripurna, sebagai seorang penganut agama Islam yang taat tentunya menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Sebab Allah dan Rsul-Nya telah memberikan suatu petunjuk atau pedoman berupa al-Qur`an dan sunnah Nabi. Wajarlah Nabi pernah bersabda yang artinya : “Kutinggalkan bagi kamu dua perkara (pusaka), kamu tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kamu berpegang kepada keduanya, yakni al-Qur`an dan sunnah Nabi saw. (H. R. Muslim).
Nabi Muhammad dan ajaran syari`atnya telah menentukan kewajiban bagi baik yang bersifat vertikal juga yang bersifat horizontal. Secara vertikal manusia punya kewajiban yang mutlak untuk mentaati segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Sedangkan secara horizontal manusia harus berinterkasi antar sesama manusia sesuai aturan agama atau syari`at Islam. Namun, dibalik segala perintah dan larangannye tersebut Allah juga memerintahkan untuk mengakjak orang lain untuk berbuat baik, dengan kata lain mengajak ke jalan yang benar dengan cara berdakwah. Untuk itu siknifikan kiranya membuat metode dan cara dalam berdakwah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Untuk itu, kiranya dalam pembahasan ini sangat penting memuat tentang sumber baik yang berasal dari al-Qur`an maupun as-Sunnah Nabi tentang dasar-dasar urgensi dakwah yang berkaitan dengan amar ma`ruf nahi munkar, hal tersebut juga meupakan tugas utama manusia dalam mengemban amanah dari Allah, ayat serta hadis tersebut sebagai berikut :
Banyak ayat yang menjelaskan tentang perintah amar ma’ruf nahi munkar, namun penulis hanya mencantumkan beberapa ayat mengingat keterbatasan. Adapun ayat-ayat tersebut adalah :
Ayat pertama
ومن أحسن قولا ممن دعاﺇلى الله وعمل صالحاوقال اننى من المسلمين.
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru (manusia) kepada Allah dan mengrjakan amal salih dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslimin).” (Fu¡¡ilat: 33).[16]
Ayat kedua
وذكرفإن الذكر تنفع المؤمنين.
“Dan berilah peringatan, sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang beriman.” (az-Zariyat: 55).[17]
Ayat ketiga
ولتكن منكم أمة يدعون الى الخير ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكروأولئك هم المفلحون.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru (manusia) kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali ‘Imron: 104).[18]
Ayat keempat
كنتم خيرأمة اخرجت للناس تأمرون بالمعروف وتنهون عن المنكر وتؤمنون بالله.
“Kalian adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia, kalian menyuruh (berbuat) kebaikan dan mencegah dari kemungkaran dan kalian beriman kepada Allah.” (Ali ‘Imr±n: 110).[19]
Ayat kelima
يايهاالذين أمنوا إن تنصرواالله ينصركم ويثبت اقدامكم.
“Hai orang-orang yang beriman! Kalau kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan Dia akan meneguhkan langkah-langkahmu (di atas musuh-musuhmu).” (Mu¥ammad: 7).[20]
1.hadist Rasulullah saw. yang Menegaskan Pentingnya Amar Makrf Nahi Mungkar.
Banyak ¥adis yang menjelaskan tentang amar makrf nahi munkar, penulis hanya mencantumkan beberapa ¥adis sebagai dasar hukum.
¦adis pertama
عن ابى سعيد الخدرى رضىالله عنه سمعت رسول الله ص. م. يقول من رأى منكم منكرا فليغير بيده فإن لم يستطع فبلسانه إن لم يستطع فبقلبه وذلك اضعف الإيمان.
Dari Ab Sa‘id al-Khudr³ ra. berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa melihat suatu kemunkaran dilakukan di hadapannya maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika tidak mampu maka cegahlah dengan lidahnya, jika tidak mampu maka hendaklah ia merasa benci dalam hatinya, dan ini adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim, at-Tirmizi, Ibnu M±jah, dan an-Nasa’i).[21]
hadist kedua
عن النعمان بن بشررضى الله عنه عن النبى صلى الله عليه وسلم قال مثل القائم بحدودالله والواقع فيهاكمثل قوم استهمواعلى سفينةفصاربعضهم اعلاهاوبعضهم اسفلهافكان اللذى فى اسفلها اذااستقوامن الماءمرواعلى من فوقهم فقالوالواناخرقنافى نصيبناخرقاولم نؤذ من فوقنافان تركواهم وماارادواهلكواجميعاوان اخذواعلى ايديهم نجواونجواجميعا. (رواه البخارى والترمذى)
Dari Nukman ibn Basyir ra. dari Nabi Mu¥ammad saw bersabda, “Perumpamaan seseorang yang berada di dalam batasan-batasan Allah swt. dan orang yang melanggar batasan-batasan-Nya , adalah seumpama dua kelompok manusia yang naik sebuah perahu. Satu kelompok duduk pada bagian atas dan kelompok lainnya pada bagian bawah (perut) perahu. Maka bagaimana keadaannya, jika kelompok yang berada di perut perahu itu memerlukan air dari atas, lalu mereka berkata, “Seandainya kita memerlukan air, kita bisa melubangi pada bgian kita ini, dan tidak perlu menyusahkan orang-orang di atas.” Apabila yang di atas membiarkan mereka, maka semuanya akan celaka (tenggelam). Dan jika yang di atas mencegah mereka maka semuanya akan selamat.” (HR. al-Bukh±r³ dan at-Tirmiz³).[22]
hadist ketiga
عن عائشة رضها قالت دخل على النبى ص م فعرفت فى وجهه ان قد حضره شيئ فتوضأ وماكلم احدا فلصقت بالحجرة اسمع ما يقول فقعد على المنبرفحمدالله وأثنى عليه وقال يايهاالناس ان الله تعالى يقول لكم مروا بالمعروف وانهوا عن المنكرقبل ان تدعوا فلاعجيب لكم وتسئلونى فلا أعطيكم وتستنصرونى فلا انصركم فما زادعليهن حتى نزل.
Dari Aisyah ra. berkata, suatu ketika Nabi saw. masuk ke rumah saya dan dari raut wajahnya saya mengetahui bahwa sesuatu telah terjadi pada beliau. Beliau segera berwudu tanpa berbicara kepada seorang pun lalu beliau masuk ke masjid dan duduk di atas mimbar. Saya merapatkan telinga ke dinding kamar saya agar dapat mendengar apa yang beliau sabdakan. Beliau memanjatkan pujian kepada Allah swt. lalu berkhutbah, “Hai manusia, sesungguhnya Allah telah berfirman kepada kalian: “Suruhlah manusia berbuat baik dan cegahlah mereka dari kemungkaran, sebelum datang masanya di mana kalian berdoa, tetapi Aku tidak mengabulkan doa kalian, kalian meminta kepada-Ku, tetapi Aku tidak akan memberimu, dan memohon pertolongan dari-Ku, tetapi Aku tidak akan menolongmu.” Beliaupun tidak menambah khutbahnya sehingga beliau turun dari mimbar.” (HR. Ibn M±jah dan Ibn ¦ibb±n).[23]