Makalah Model Penerapan Teori Skemata
untuk Meningkatkan Pemahaman Isi Bacaan bagi Siswa Sekolah Dasar
Oleh: Ribut Wahyu Eriyanti
BAB
PENDAHULUAN
Pendekatan sebagai salah satu unsur sistem sangat penting dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran berkaitan dengan pandangan terhadap pembelajaran. Dalam kaitannya dengan pembelajaran membaca, pandangan guru terhadap hakikat pembelajaran membaca dan hakikat membaca sangat menentukan bentuk kegiatan atau strategi pembelajaran yang akan dilaksanakan. Bertolak dari kondisi tersebut, diperlukan alternatif model pembelajaran membaca untuk memperbaiki kondisi pembelajaran membaca yang dapat meningkatkan kemampuan memahami isi bacaan siswa. Dalam hal ini, model penerapan teori skemata dimaksudkan sebagai alternatif tersebut. Hal ini sesuai dengan karakteristik teori skemata sebagai berikut.
Menurut teori skemata, membaca adalah proses komunikasi interaktif yang melibatkan latar belakang pengetahuan, bahasa, dan suatu organisasi gagasan ( Harjasujana dalam Indrawati, 1996). Untuk mampu memahami isi bacaan dengan baik, pembaca memerlukan latar belakang pengetahuan berkaitan dengan materi bacaan yang dibaca. Dengan bantuan tersebut, pembaca dapat menginterpretasikan maksud penulis. Rumelhart (dalam Pratiwi, 2001:13) mengemukakan bahwa skemata dapat menjelaskan fenomena seperti penyerapan informasi, inferensi, memfokuskan perhatian, dan mengingat. Lebih lanjut dikatakan bahwa fungsi utama skemata adalah dalam penyusunan interpretasi peristiwa, objek, atau situasi dalam proses pemahaman. Apabila skemata gagal menangani aspek situasi tertentu, maka skemata yang sudah ada dapat diadaptasikan atau skemata yang lain dapat dicari. Oleh sebab itu, proses dasar skemata menyerupai dengan pengujian hipotesis, pengevaluasian kesesuaian informasi, dan estimasi parameter.
Teori skemata menyatakan bahwa cara yang digunakan pembaca untuk memahami bacaan tidak saja bergantung pada informasi yang dibaca, tetapi juga pada struktur mental yang relevan yang telah dimiliki pembaca. Bertolak dari fungsi skemata dalam memahami isi bacaan, maka dalam pembelajaran membaca, guru perlu membangkitkan skemata siswa. Hal ini sejalan dengan pandangan psikologi kognetif yang menyatakan bahwa aspek mental dan organisasi latar belakang pengetahuan sangat penting dalam proses belajar (Omagio, 1986:96).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat dan Proses Membaca
Ada beberapa batasan membaca yang dikemukakan pakar. Masing-masing batasan tersebut memiliki persamaan dan perbedaan. Perbedaan antara batasan membaca tersebut pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan sudut pandang atau pendekatan dan juga teori yang digunakan berbeda. Penganut teori keterampilan mengartikan membaca sebagai kegiatan menerapkan seperangkat keterampilan dalam mengolah tuturan tertulis yang dibaca untuk menangkap maknanya. Berbeda dengan penganut teori keterampilan, teori persepsi memandang membaca sebagai proses mempersepsi, yaitu memberikan respon bermakna pada simbol-simbol grafis yang telah dikenal (Oka, tanpa tahun:13). Penerapan studi psikolinguistik ke dalam studi membaca cenderung memandang membaca sebagai pengolahan informasi yang berwadahkan bahasa tulis, dengan daya intelektual pembaca dan kompetensi bahsanya (Palmer dalam Oka, tanpa tahun:14).
Jika dilihat dari ketiga pengertian membaca tersebut, dapat diketahui bahwa ketiganya memiliki perbedaan. Pengertian yang pertama memiliki jangkauan yang sangat sempit, yakni membaca hanya dipandang sebagai proses pengenalan simbol-simbol tertulis. Pengertian yang kedua memiliki cakupan yang agak luas, yakni di samping masalah mekanisme membaca, proses pengenalan makna kata-kata dan frasa penyusun bacaan, juga proses pemaduan atau penataan berbagai unsur makna menjadi satu kesatuan ide. Pengertian ketiga memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian pertama dan kedua. Pengertian yang ketiga memandang membaca meliputi pula proses atau kegiatan memberikan reaksi kritis kreatif terhadap bacaan dalam menemukan signifikansi, nilai, fungsi, dan hubungan isibacaan itu dengan suatu masalah kehidupan yang lebih luas serta dampak dari masalah yang dipaparkan oleh penulis. Proses berpikir kritis, evaluatif, dan kreatif dalam membaca bukan saja menjadi bagian integral dari proses membaca, melainkan juga merupakan kelanjutan serta kesudahan proses pemahaman (Oka, tanpa tahun: 16).
Sejalan dengan pendapat tersebut, Burns (1984:4) mengemukakan bahwa membaca merupakan proses yang kompleks. Dalam membaca, pembaca harus harus mampu menangkap sejumlah simbol tertulis yang dibaca dan menginterpretasikan simbol-simbol atau kata-kata yang dibaca, memahami alur berpikir dan bentuk-bentuk gramatikal tulisan, menghubungkan pengalaman yang telah mereka peroleh sebelumnya untuk memahami makna kata-kata yang ia baca, mengingat apa yang telah mereka baca dan menghubungkannya dengan ide-ide yang terdapat dalam bacaan dan kenyataan yang ada, membuat kesimpulan dan penilaian terhadap materi yang dibaca, serta menghubungkan minat dan sikap yang mempengaruhi keberhasilan membacanya. Dengan demikian jelaslah bahwa kegiatan membaca bukan merupakan kegiatan yang mudah dan muncul dengan sendirinya. Kemampuan membaca dapat ditingkatkan melalui pembelajaran membaca dan juga latihan yang tepat.
B. Faktor yang Menentukan Keberhasilan Membaca
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan seseorang dalam membaca. Burns (1994) mengemukakan adanya enam faktor penting yang menentukan keberhasilan seseorang dalam membaca. Keenam faktor tersebut adalah (1) latar belakang pengetahuan dan pengalaman pembaca terutama yang sesuai dengan materi bacaan, (2) penguasaan bahasa bacaan, (3) minat terhadap bacaan, (4) kesiapan sosial dan emosional, (5) kesiapan fisik, dan (6) kemampuan berpikir.
Pertama, pengelaman dan pengetahuan yang luas (skemata) merupakan faktor yang sangat penting dalam membaca. Dengan bekal pengetahuan dan pengalaman yang sesuai dengan materi bacaan, pembaca mampu mengenali dan memahami konsep-konsep dan kata-kata yang dibacanya, selanjutnya mampu memahami makna kata-kata tersebut dengan tepat dan cepat. Pengalaman merupakan dasar pembentukan konsep-konsep dan konsep-konsep adalah dasar penguasaan kosakata (perbendaharaan kata).
Kedua, penguasaan bahasa merupakan faktor yang sangat penting dalam membaca karena pada hakikatnya membaca merupakan kegiatan berkomunikasi dengan menggunakan media bahasa tulis. Dengan menguasai bahasa yang digunakan dalam bacaan, pembaca akan dapat memahami pesan yang disampaikan penulis dengan tepat dan cepat.
Ketiga, minat terhadap bacaan merupakan faktor penting dalam membaca. Dengan memiliki minat terhadap bacaan, akan mendorong pembaca untuk selalu ingin mengetahui isinya. Dengan demikian, kegiatan membaca dirasakan sebagai kegiatan yang menyenangkan.
Keempat, kesiapan (kematangan) sosial dan emosional juga berpengaruh terhadap keberhasilan membaca. Hal ini sesuai dengan hakikat membaca sebagai kegiatan komunikasi dengan media bahasa tulis. Dalam berkomunikasi, pihak yang berkomunikasi harus saling menjalin hubungan yang harmonis. Untuk itu, kematangan sosial dan emosional sangat penting agar pembaca dapat mengendalikan emosinya.
Kelima, kesiapan fisik terutama kesehatan indra penglihatansangat menentukan keberhasilan membaca. Pada saat membaca, pertama kali yang dilakukan oleh pembaca adalah menangkap lambang-lambang tulisan.
Keenam, kemampuan berpikir sangat menentukan keberhasilan membaca. Telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan hubungan antara kemampuan berpikir atau intelegensi dengan kemampuan membaca.
C. Kemampuan Memahami Isi Bacaan
Kemampuan seseorang dalam memahami isi bacaan berbeda-beda. Demikian juga dengan kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan juga berbeda. Dilihat dari tingkat kemampuan membacanya, ada tiga golongan pembaca, yaitu pembaca literal, pembaca kritis, dan pembaca kreatif. Pembaca literal adalah pembaca yang hanya memiliki kemampuan mengenal dan menangkap isi bacaan yang tertera secara tersurat atau secara eksplisit. Pembaca kritis adalah pembaca yang memiliki kemampuan mengolah bahan bacaan baik makna tersurat maupun makna tersirat melalui tahap mengenal, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi. Adapun pembaca kreatif adalah pembaca yang mampu secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-hari (Nurhadi, 1989:57-60).
Pembaca dikategorikan ke dalam pembaca literal jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Ketika proses membaca berlangsung, pembaca tidak melibatkan aspek berpikir kritis.
2) Pembaca hanya menerima apa adanya tentang apa yang dinyatakan penulis.
3) Saat berakhirnya kegiatan membaca, pembaca hanya mengingat kembali apa yang dikatakan penulis.
4) Pembaca bersikap pasif.
5) Pemahaman pembaca hanya terbatas pada aspek bacaan yang tersurat.
6) Kebarhasilan pembaca hanya terbatas pada berapa banyak mengingatb kembali apa yang dikatakan penulis, yaitu menjawab pertanyaan apa, siapa, kapan, di mana, sama dengan apa yang dinyatakan penulis.
Pembaca dikategorikan sebagai pembaca kritis bila memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Nurhadi, 1987).
1) Mampuan menemukan informasi faktual.
2) Mampuan menemukan ide pokok yang tersirat.
3) Mampuan menemukaqn unsur urutan, unsur perbandingan, unsur sebab-akibat yang tersirat.
4) Mampuan membuat kesimpulan.
5) Mampuan menemukan tujuan penulis.
6) Mampuan memprediksi dampak.
7) Mampuan membedakan fakta dan opini.
8) Mampuan membedakan realitas dan fantasi.
9) Mampuan menilai keutuhan gagasan.
10) Mampuan menilai kepaduan antargagasan
11) Mampuan menilai kelengkapan pengembangan gagasan.
12) Mampuan menilai kesesuaian judul dan isi.
13) Mampuan menyusun kerangka bacaan.
14) Kemampuan menemukan tema bacaan.
D. Peran Skemata dalam Membaca
Telah disebutkan bahwa salah satu aspek penting yang menentukan keberhasilan membaca adalah skemata. Secara umum, skemata dimaknai sebagai pengetahuan awal yang telah tersimpan dalam memori seseorang. Skemata merupakan struktur pengetahuan abstrak yang disimpan secara hirarkis dalam otak (Pratiwi, 2001). Dalam kaitannya dengan membaca, Harjasujana (dalam Indrawati, 1996) menjelaskan bahwa skemata merupakan asosiasi-asosiasi atau gambaran-gambaran yang dapat bangkit dan membayang pada saat pembaca membaca kata, frasa, atau kalimat.
Dalam membaca, skemata ini berfungsi pada saat pembaca mengintegrasikan informasi baru dan membiarkan informasi baru masuk menjadi bagian dari pengetahuan yang telah ada. Skemata ini mencakup konsep-konsep yang meliputi objek, situasi, urutan peristiwa, tindakan, dan urutan tindakan. Menurut Carrell ( dalam Pratiwi, 2001) terdapat tiga macam skemata, yaitu skemata bahasa (Linguistic schemata), skemata isi (content schemata) skemata bentuk (formal schemata). Skemata bahasa merupakan pengetahuan kebahasaan pembaca. Skemata isi merupakan pengetahuan awal pembaca yang berhubungan dengan isi teks. Adapun skemata bentuk mengacu pada pengetahuan pembaca tentang struktur retorik teks yang dibaca.
Rumelhart (dalam Pratiwi, 2001) menyatakan bahwa skemata dapat menjelaskan fenomena seperti penyerapan informasi, inferensi, pemfokusan perhatian, dan mengingat. Lebih lanjut dikemukakan bahwa fungsi utama skemata adalah dalam penyusunan interpretasi peristiwa, objek, atau situasi dalam proses pemahaman. Teori skemata menyatakan bahwa cara yang digunakan pembaca untuk memahami bacaan tidak hanya bergantung pada informasi yang dibaca, tetapi juga pada struktur mental yang relevan yang telah dimiliki pembaca.
E. Penerapan Teori Skemata dalam Pembelajaran Membaca
Banyak cara atau strategi yang dapat dilakukan oleh guru untuk membangkitkan skemata siswa dalam pembelajaran membaca. Strategi tersebut antara lain berupa pemberian pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi bacaan yang akan dibaca siswa sebelum siswa memulai membaca, memberikan analogi-analogi atau perbandingan-perbandingan, memperlihatkan contoh-contoh, gambar-gambar visual yang erat kaitannya dengan bacaan yang akan dibaca siswa (Idrawati, 1996).
Secara lebi rinci, langkah-langkah penerapan teori skemata dalam pembelajaran membaca dijelaskan berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran membaca, yakni prabaca, saat membaca, dan pascabaca. Pada saat prabaca, kegiatan diarahkan pada pembentukan pengetahuan awal, pengaktifan pengetahuan awal, dan pemfokusan perhatian siswa pada saat membaca. Kegiatan pada saat membaca dimaksudkan untuk mengarahkan interaksi perhatian siswa dengan teks yang dibaca. Adapun kegiatan pasca membaca dimaksudkan untuk memberikan pengulangan, balikan, dan rangsangan kognetif.
Pada tahap sebelum membaca, kegiatan yang dilakukan adalah mengaktifkan pengetahuan awal siswa. Pengetahuan awal siswa berhubungan dengan kemampuan dalam memahami isi bacaan. Apabila siswa kurang memiliki pengetahuan awal atau tidak dapat mengaktifkan pengetahuan awal yang diperlukan untuk memahami isi bacaan, Miller dan Perkins (dalam Pratiwi, 2001) memberikan petunjuk untuk membentuk dan mengaktifkan pengetahuan awal siswa dengan cara: pengayaan pengetahuan awal, pembelajaran kosa kata, pengaktifan pengetahuan yang dimiliki, dan pemusatan perhatian.
Pengayaan pengetahuan awal dapat dilakukan misalnya dengan memberikan gambaran umum isi bacaan sebelum membaca atau memberikan analoginya. Tujuan pemberian ringkasan isi umum adalah memperkenalkan masalah utama yang dikemukakan penulis, peristiwa-peristiwa pokok yang mengandung masalah yang mengarah pada pemecahan masalah. Apabila guru belum berhasil menyiapkan pengetahuan awal siswa, dapat ditempuh langkah yang kedua, yakni pembelajaran kosakata. Pembelajaran kosa kata ini bertujuan untuk membangkitkan hubungan konseptual antara konsep-konsep yang sudah dikenal dengan konsep-konsep yang belum dikenal. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan kosakata sukar. Siswa diajak untuk mendaftar kosakata sulit, mengartikannya, menggunakannya dalam kalimat dengan konteks yang tepat.
Apabila siswa telah memiliki kosakata awal yang memadai, tugas guru adalah mengaktifkan pengetahuan awal. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memberikan pengorganisasian kemahiran (advance organizer). Pengorganisasian kemahiran ini dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang perlu diketahui siswa sebelum membaca. Perhatian siswa dapat difokuskan pada teks yang dibacanya dengan cara memberikan kegiatan yang dapat meningkatkan perhatian tersebut. Kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk ini antara lain penetapan tujuan dan pemberian pertanyaan sebelum kegiatan membaca.
Kegiatan pada saat membaca dapat dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan sisipan . Pemberian pertanyaan sisipan dapat dilakukan dengan cara menghentikan aktivitas baca dan guru menyampaikan sejumlah pertanyaan. Pertanyaan dikembangkan berdasarkan bacaan yang telah dibaca dan juga sejumlah pertanyaan untuk memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya. Kegiatan pascamembaca dimaksudkan untuk memberikan pengulangan, balikan, dan rangsangan kognetif. Teknik-teknik yang dapat digunakan antara lain pemberian pertanyaan, pemberian balikan, dan meringkas isi bacaan yang akan dibahas. Pemberian pertanyaan dapat dilakukan berdasarkan pertanyaan yang terdapat dalam buku teks atau yang dipersiapkan sendiri oleh guru, sedangkan pemberian balikan dilakukan setelah siswa menjawab pertanyaan.
DAFTAR PUSTAKA
- Ary, Donald dkk. Tanpa Tahun. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Penerjemah Arief Furchan. Surabaya:Usaha Nasional.
- Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
- Burden, Paul R. & David M. Byrd. 1999. Methods For Effective Teaching. U.S.A : Allyn Bacon.
- Burn, Paul C. Betty. D. Roe dan Elinor P Ross. 1984. Teaching Reading in Today’s Elementary schools. Boston : Houghton Mifflin Company.
- Cahyono, B.Y. 1993. Aplikasi teori Skemata, Struktur Teks, dan Metakognisi pada Pembelajaran Bahasa Inggris. Malang: Proyek OPF IKIP Malang.
- Dick, Walter dan Lou Carey. 1990. Systematic Design of Instruction.U.S.A: Foresman and Company.
- Farris, Pamela J. 1993. Language Arts. United States of America: Wm. C. Brown Communications, Inc.
- Indrawati, Sri. 1996. Jurnal Ilmu Pendidikan. “Pengaruh Konteks Visual terhadap Pemahaman Bacaan Murid Sekolah Dasar”. Malang: IKIP Malang
- Kendall, John S. & RobertJ. Marzano. 1997. Content Knowledge: A. Compendium of Standards and Benchmarks For K-12 Education. Colorado USA: McREL.
- Nurhadi. 1989. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca. Bandung: Sinar Baru.
- Omaggio, Alice C. 1986. Teaching Language in Context. Boston: Heinle Publisher.
- Pratiwi, Yuni. 2001. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. “Pengembangan Kompetensi Teks dalam Pembelajaran Prosa Fiksi”. Malang: IKIP Malang.
- Suparno. 1998. Jurnal Penelitian Pendidikan. “Kondisi Pengajaran Bahasa Indonesia di SLTP”. Malang:IKIP Malang.