PROPOSAL PENELITIAN ETIKA PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSFEKTIF K.H. M. HASYIM ASY’ARI
( Dalam Kitab Adabul Al ‘Alim Wal Muta’alim Karya K.H. Hasyim Asy’ari)
Oleh : M. Abdul Basit
A. Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah kehidupan masyarakat, pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang paling hakiki bagi kelangsungan hidup umat manusia. Karena dengan pendidikanlah manusia mampu mengantarkan hidupnya secara ideal. Pendidikan juga merupakan penolong utama bagi manusia untuk menjalani hidup ini. Karena tanpa pendidikan, manusia sekarang ini tidak akan berbeda dengan keadaan masa-masa purbakala dahulu. Sehingga asumsi ini menimbulkan teori ekstrim bahwa maju mundur atau baik buruknya suatu bangsa akan ditentukan oleh keadaan pendidikan yang dijalani bangsa itu. Kalau kita kaitkan teori tersebut dengan keaadaan pendidikan yang ada di Negara kita ini memang benar adanya, negara kita belum dikatakan negara maju salah satu faktornya adalah keadaan pendidikan di negara kita yang kacau balau, salah satu contohnya adalah belum meratanya pendidikan bagi rakyat Indonesia, padahal mendapat pendidikan adalah hak setiap warga negara Indonesia.
Dalam perkembangan kebudayaan manusia, tumbuhlah tuntutan akan adanya pendidikan yang terselenggarakan lebih baik, lebih teratur dan didasarkan atas pemikiran yang matang dan sistematis. Manusia ingin lebih mempertanggung jawabkan cara ia mendidik generasi penerusnya agar lebih berhasil dalam melaksanakan hidupnya dalam pertemanan dan perjalanannya dengan sesama dan dunia serta hubungannya dengan Tuhan. Karena sesungguhnya dalam dunia dinamis ini, masyarakat selalu mengalami peubahan. Bila tidak turut berubah dan mengikuti pertukaran zaman justru akan membahayakan eksistensi masyarakat itu sendiri.
Pendidikan dalam konsep Islam, haruslah dapat mencapai dua hal. Pertama, mendorong manusia untuk mengenal Tuhannya sehingga sadar untuk menyembah-Nya dengan penuh keyakinan, menjalankan ritual yang diwajibkan dan mematuhi syariat serta ketentuan-ketentuan Ilahi, dan kedua, mendorong manusia untuk memahami sunnah Allah di Alam raya ini, menyelidiki bumi dan memanfaatkannya untuk melindungi iman dan agamanya (Noor, 2010:18).
Bila melihat konteks di atas bahwa pendidikan dalam Islam adalah untuk mencetak insan yang kamil, yang bisa mempraktekkan ilmu yang ia dapatkan di dalam kehidupannya sehari-hari dan mengamalkannya kepada orang lain, sebagaimana yang dikemukakan oleh A. Marimba bahwa pendidikan Islam adalah “bimbingan jasmani dan rohani berdasaarkan hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam” (Marimba dalam Asy’ari, 2011:12). Realita yang terjadi di masyarakat kita banyak sekali orang yang berpendidikan tapi mereka belum bisa mengamalkan ilmunya, mereka tahu korupsi itu salah tapi mengapa mereka lakukan!, mereka faham bahwa hubungan sex pra nikah itu dilarang tapi mengapa mereka kerjakan!, ada apa ini?. Degradasi moral adalah salah satu penyebabnya mengapa mereka melakukan hal tersebut, mereka pintar tapi moral mereka nol besar. Hal ini sudah terlihat di dunia pendidikan kita, banyak sekali peserta didik yang tidak menghormati gurunya, sebaliknya guru pun belum bisa menjadi suri tauladan yang baik bagi peserta didiknya.
Salah satu tokoh ulama besar Indonesia sekaligus pendiri organasasi NU yaitu K.H. Hasyim Asy’ari (selanjutnya ditulis HASYI), dalam kitabnya Adabul Al Alim Wal Muta’allim (selanjutnya ditulis AWAM) mencoba menjawab tentang bagaimana etika pendidikan dalam Islam, kitab AWAM ini berisi delapan bab yang masing-masing membahas tentang (1) keutamaan ilmu dan ilmuwan serta pembelajaran, (2) etika peserta didik terhadap dirinya yang mesti dicamkan dalam belajar, (3) etika seorang peserta didik terhadap pemdidik, (4) etika peserta didik terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama pendidik dan teman-teman, (5) etika yang harus diperhatikan bagi pendidik terhadap dirinya, (6) etika pendidik terhadap pelajaran, (7) etika pendidik terhadap peserta didik, (8) etika menggunakan literatur yang merupakan alat belajar.
Sehubungan dengan moral ini, HASYI secara tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu akhlak dan mengamalkannya adalah wajib. Karena sesungguhnya menurut HASYI meyakini bahwa dalam meluruskan karakter dan akhlak melalui pendidikan budi pekerti adalah sebuah keniscayaan. Karena peran pendidikan di samping berfungsi dalam mengembangkan kreatifitas dan produktifitas, juga berperan besar dalam upaya mengembangkan moralitas dan penenaman nilai-nilai, baik nilai-nilai insani maupun nilai-nilai ilahi. Hal inilah yang membuat peneliti ingin lebih memperdalam pemikiran beliau tentang etika dalam pendidikan Islam, maka dari itu peneliti memilih judul “Etika Pendidikan Islam dalam Persfektif K.H. Hasyim Asy’ari ( Dalam Kitab Adabul Al ‘Alim Wal Muta’alim Karya K.H. Hasyim Asy’ari).
B. Perumusan Masalah
Agar dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan yang diteliti, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana etika murid terhadap pelajarannya menurut HASYIM ?
2. Bagaimana etika murid terhadap guru menurut HASYIM?
3. Bagaimana etika guru ketika dan akan mengajar menurut HASYIM?
4. Bagaimana etika guru terhadap muridnya menurut HASYIM?
C. Tujuan Penelitian
Adapun penyusun mengadakan penelitian ini adalah bertujuan :
1. Untuk mengetahui etika murid terhadap pelajarannya menurut HASYIM.
2. Untuk mengetahui etika murid terhadap guru menurut HASYIM.
3. Untuk mengetahui etika guru ketika dan akan mengajar menurut HASYIM.
4. untuk mengetahui etika guru terhadap muridnya menurut HASYIM.
D. Kegunaan Penelitian
Secara umum kegunaan penelitian diarahkan pada dua jenis kegunaan yaitu kegunaan penelitian secara ilmiah dan kegunaan penelitian secara praktis. Adapun hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
1. Kegunaan Penelitian secara Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan pendidikan, khususnya tentang khazanah etika pendidikan Islam menurut tokoh Islam.
2. Kegunaan Penelitian secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada para pendidik dan peserta didik tentang pentingnyaetika/moral dalam proses belajar mengajar.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman kepada orang tua bahwa pendidikan akhlak bukan semata-mata tugas para pendidik melainkan orang tua sebagai sentral utamanya.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pandangan Tentang Etika, Akhlak dan Moral
Kata etika berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat kebiasaan. Hal ini berarti sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem nilai dalam masyarakat tertentu. Etika lebih banyak berkaitan dengan ilmu atau fisafat. Oleh karena itu, standar baik dan buruk.Etika sebagai ilmu tentang moralitas terbagi menjadi tiga macam yaitu :
Pertama,etika normatif.Adalah etika yang bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional dan dapat digunakan praktek. Kedua, etika deskriftif. Sedangkan etika deskriftif hanya menggambarkan tingkah laku moral dalam arti luas, tanpa memberikan penilaian, pendekatannya non filosofis, sehingga kurang relevan dengan fokus kajian ini. Ketiga, meta-etik, meta-etika yaitu yang mempelajari bahasa etis, bahasa bidang moral atau logika khusus dari ucapan-ucapan etis, pendekatan filosofis, namun hal ini cenderung berada di luar kapasitas kajian.
Akhirnya berdasarkan penjelasan di atas mengenai etika dan disesuaikan dengan bahan penelitian ini adalah etika normatif. Di bawah ini ada beberapa definisi tentang etika sebagai ilmu moralitas. Menurut Ahmad Amin yang dinamakan etika adalah “suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada sesamanya”(Amin dalam Aziz, 2010:15)
Etika dalam Kamus istilah pendidikan dan umum adalah bahwa ia bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi (baik dan buruk). Dalam Dictionary of Education etika diartikan sebagai berikut “The Science of Human Conduct, concerned with judgment of obligation (rightness or wrongness oughtness) and judgment of value (goodness and badness) (ilmu tentang tingkah laku manusia yang berkaitaan dengan ketentuan kewajiban (kebenaran atau kesalahan) dan ketentuan mengenai nilai (kebaikan dan keburukan)”(Nurjamil, 2005:21)
Sedangkan poerwadaminta memberikan definisi mengenai etika, bahwa etika yaitu “ilmu pengetahuan tentang asas-asas moral”(Poerwadaminta dalam Aziz, 2010:15). Secara sederhananya etika adalah ilmu mengenai kesusilaan, yang menentukan bagaimana patutnya manusia hidup masyarakat, apa yang baik dan apa yang buruk. Setelah terungkap beberapa pengertian dari etik, kita dapat memahaminya dari empat aspek yaitu objek, sumber fungsi dan sifat dari etika.
Pertama, berdasarkan objeknya etika membahas tindakan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, ditinjau dari sumbernya, etika bersumber dari akal pikiran atau filsafat, karena itu etika merupakan hasil dari pergumulan akal dalam upaya memahami perbuatan manusia dari segi baik buruk serta layak tidaknya suatu perbuatan dilakukan. Ketiga, berdasarkan fungsinya, etika berfungsi sebagai penilain apakah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang itu patut atau tidak dan terhormat atau tidak. Keempat, dari segi sifatnya, etika bersifat relatif. Karena memang etika bersumber dari akal pikiran manusia. Sedangkan masing-masing orang akan berbeda hal pemikirannya. Maka hasil pemikirannya pun akan bersifat relatif atau mutlak.
Dalam kehidupan sehari-hari penggunaan kata etika sering diidentikkan dengan akhlak atau moral, di bawah ini ada uraian Haidar Bagir mengenai etika islam terbagi dalam empat poin:
Pertama,pada dasarnya semua manusia baik muslim maupun non muslim memiliki pengetahuan fitri (innate nature) tentang baik dan buruk. Hal ini dapat dijelaskan dalam al-Qur’an :
Maka Dia (Allah) mengilhamkan kepadanya (jiwa manusia) yang salah dan yang benar. Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya, dan sesungguhnya rugi besar orang yang mengotorinya.(Q.S. Asy syams, 91:7-8)
Kedua, umat islam memiliki identitas sebagai kaum yang mengambil jalan tengah atau moderat. Bahkan rasulullah juga mengajarkan bahwa sebaik-baik perkataan adalah yang berada di tengah-tengah.Ketiga, pada prinsipnya setiap perbuatan bersifat bebas nilai. Tindakan baik dan buruk dapat dinilai berbeda tergantung pada penerapannya.Keempat, tindakan etis itu bersifat rasional. Kata moral berasal dari bahasa latin, yaitu mos. Kata mos adalah bentuk kata tunggal dan jamaknya adalah mores. Hal ini berarti kebiasaan, susila. Adat kebiasaan adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum tentang yang baikdan tidak baik yang diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, moral adalah perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan sosial atau lingkungan tertentu yang diterima oleh masyarakat. Akhlak secara etimologi berasal dari kata khalaqayang berarti mencipta, membuat , atau menjadikan. Akhlaqadalah kata yang berbentuk mufrod, jamaknya adalah khuluqun, yang berarti perangai , tabiat, adat atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi, akhlaq (selanjutnya disebut akhlak=bahasa Indonesia) secara etimologi berarti perangai, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat oleh manusia. Akhlak secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah mengandung konotasi baik sehingga orang yang berakhlak berarti orang yang berakhlak baik. Hal ini dapat dibandingkan firman Allah dalam surat Al Qalam(68) ayat 4: y7¯RÎ)ur4’n?yès9@,è=äz5OŠÏàtãÇÍÈ( القلم : 4) Sesungguhnya engkau (Muhammad) mempunyai budi pekerti yang luhur. (Q.S. Al Qalam, 68:4) Dan surat Asy syu’ara (26) ayat 137 : ÷bÎ)!#x‹»ydžwÎ)ß,è=äztûüÏ9¨rF{$#ÇÊÌÐÈ(الشعراء : 137) (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang yang terdahulu. (Q.S. Asy-syu’ara, 26:137) Setelah mengurai beberapa pengertian, baik etika, moral, dan akhlak, dari semua definisi yang diungkapkan ternyata hampir memiliki kesamaan, yaitu tingkah laku yang mengandung kesopanan, budi pekerti yang baik, dan etika kesusilaan. Hanya perbedaannya adalah kalau etika baik buruknya tingkah laku di tentukan oleh akal, sedangkan moral adalah bentuk nyata dari etika, dan baik buruknya ditentukan oleh masyarakat komunitas tertentu, akhlak baik buruknya perilaku ditentukan oleh sumber ajaran agama Islam yaitu al-Qur’an dan Hadits. 2. Pendidikan Islam Dalam tradisi klasik maupun di zaman globalisasi saat ini bahwa telah terjadi kajian dan perumusan tentang pengertian pendidikan termasuk pendidikan Islam, hal yang demikian ini tidak akan selesai sampai akhir zaman. Secara realita bahwa pengertian pendidikan Islam yang lebih operasional diusulkan oleh Marimba, yang mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah “bimbingan jasmani dan rokhani berdasarkan hukum Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam” (Marimba, 1984:19). Definisi yang dikemukakan oleh Marimba ini yang lebih tepat digunakan dalam pembahasan karena kepribadian utama dimaksud adalah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan menentukan serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an. Kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam sudah jelas dan pasti akan didasari oleh nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai kitab suci yang hakiki dalam pendidikan. Dalam Al-Qur’an tidak memerintahkan untuk selalu belajar. Hal ini dapat dimengerti bahwa belajar sebagai sumber pengetahuan “al-‘ilm” amat perlu dimiliki oleh orang Islam. Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa pengetahuan itu dapat diperoleh dengan belajar, jadi Al-Qur’an sangat peduli dan memerintahkan manusia untuk belajar. Selanjutnya Imam al Ghazali dengan tegas menyatakan pendapatnya bahwa belajar itu wajib bagi setiap muslim . walaupun perintah belajar tersebut bersifat umum dan tidak disebutkan tempat belajar yang jelas, namun pengertian belajar dalam Al-Qur’an dapat dipahami bahwa : a. Pendidikan informal, bahwa pendidikan dimaksud dalam rumah tangga. b. Pendidikan non formal, bahwa masyarakat diharuskan membentuk organisasi yang antara lain bertugas pendidikan agar tujuannya berhasil. Dengan dasar itulah dapat dipahami bahwa Al-Qur’an telah berbicara dan menginformasikan pentingnya pendidikan informal, formal dan non formal sebagaimana disebutkan dalam pengertian Surat Ali Imran ayat 104 :
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran, 3:104) Surat At Tahrim ayat 6 :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. At-Tahrim, 66:6) 3. Dasar-dasar Pendidikan Islam Al-qur’an menyajikan kepada manusia untuk selalu belajar agar mempunyai ilmu pengetahuan dan tentu Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam pendidikan agar manusia dapat memiliki ilmu pengetahuan sesuai dengan yang diajarkan oleh Al-Qur’an sangat membedakan orang yang memiliki ilmu pengetahuan dengan orang yang tidak mempunyai pengetahuan sebgaimana firman Allah :
katakanlah, adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakalahyang dapat menerima pelajaran.” (QS.Az-Zumar:39:9)
Kemudian Al-Qur’an menyebutkan pula bermacam-macam makhluk yang hidup di bumi ini, agar manusia memanfaatkannya dan mendapatkan pelajaran dari ciptaan Allah tersebut, sebagaimana firman-Nya :
Demikian pula diantara manusia, binatang-binatang melata dan binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya), sesungguhnya yang takut kepada Allah adalah ulama, sesungguhnya Allah Maha Pengampun. (QS. Fathir,, 35:28)
Memperhatikan pengertian dari beberapa ayat tersebut di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa pengetahuan “ al-Ilm” itu sangat penting sekali bagi manusia untuk itulah manusia dituntut untuk belajar sepanjang hayatnya. Al-Qur’an memberikan perintah belajar bagi manusia dengan memulainya melalui “iqra” artinya membaca, termasuk membaca tanda-tanda kebesaran Allah di alamini. Justru itu Al-Qur’an memerintahkan bertanya kepada orang yang ahlinya jika tidak mengerti. Dalam Al-Qur’an Rasulullah dijadikan pendidik yang utama dalam menyebarkan kandungan Al-Qur’an melalui hadis-hadisnya, justru itu Rasulullah menegaskan perlunya manusia mengikuti pendidikan agar mendapat pengetahuan, antara lain dapat dilihat dalam kitab Shahih Bukhari, dimana al-bukhari menulis khusus perlunya berilmu dan berbicara itu harus berilmu sebelum berbuat sesuatu. Demikian pentingnya ilmu pengetahuan yang didapati melalui pendidikan. Oleh karena itu Al-Qur’an sebetulnya hampir seluruh ayat-ayatnya memberikan kandungan pendidikan baik pendidikan yang berhubungan dengan aqidah, syariah, dan muamalah. Al-Qur’an memberikan penjelasan bahwa pendidikan itu berawal dari rumah tangga. Hal ini merupakan kewajiban bagi manusia agar terhindar dari siksaan api neraka sebagaimana firman Allah :
Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang kayunya(bahan bakarnya) manusia dan batu. (QS. At-Tahrim, 66:6)
Dasar pendidikan dalam Islam adalah Al-Qur’an dan penjelasan dari makna kandungan Al-Qur’an dimaksud di samping dijelaskan oleh Al-Quran itu sendiri juga peranan Hadits Rasulullah sangat penting sekali karena dalam Al-Qur’an Nabi Muhammad saw adalah pendidik utama dan Rasulullah dapat menjelaskan kandungan Al-Qur’an dalam segala aspek kehidupan manusia, sehingga pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an dapat dioperasionalkan dalam kehidupan manusia untuk menjawab tantangan di masa kini dan yang akan datang. Ditinjau dari sudut turunnya Al-Qur’an maka surat pertama mengandung sifat pendidikan melalui firman Allah:
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan,Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmu yang mulia. Yang mengajar(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia yang tidak diketahuinya. “(QS. Al-Alaq, 96:1-5)
Demikian besarnya peran Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk membaca agar mempunyai ilmu pengetahuan, dalam kaitan itu Rasulullah juga bersabda yang berbunyi : “ Aku telah meninggalkan dua perkara, jika kalian berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan sesat selamanya”.
Memperhatikan Hadist Rasulullah saw tersebut menjelaskan kepada manusia yang dimaksud kitabullah itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah adalah hadis yang menjadi pegangan dalam kehidupan manusia, dan kepada kedua kitab itulah orang islam mendasarkan segala daya dan upayanya termasuk di dalamyasegala kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran. Dengan demikian dapat disimpulkeun bahwa dapat disimpulkan bahwa dasar pendidikan bagi manusia adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw untuk mencapai kebahagian menurut Al-Qur’an. Dalam kehidupan manusia pendidikan Al-Qur’an akan menempati urutan teratas dan sangat penting dalam menjadikan manusia sebagai orang yang bertakwa, karena melalui pendidikan manusia mampu membaca, menghayati serta mengamalkan isyarat-isyarat tentang kebesaran Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an.
4. Pendidikan Islam dalam Persfektif K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwasannya pendidikan itu penting sebagai sarana mencapai kemanusiaannya, sehingga menyadari siapa sesungguhnya penciptanya, untuk apa diciptakan, melakukan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya, untuk berbuat baik di dunia dengan menegakkan keadilan, sehingga layak disebut makhluk yang lebih mulia dibanding makhluk-makhluk lain yang diciptakan Tuhan.
Di dalam buku“99 Kiai Karismatik Indonesia“,disebutkan bahwa kitab “AWAM” merupakan kitab tentang konsep pendidikan. Kitab ini selesai disusun pada hari Ahad tanggal 22 Jumada al-Tsaniyah 1343 H. K.H. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini didasari oleh kesadaran akan perlunya mencari literatur yang membahas etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan. Menurut beliau, tujuan diberikannya sebuah pendidikan pada setiap manusia ada dua, yaitu :
a. Menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
b. Insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat.
K.H. Hasyim Asy’ari membagi ilmu pengetahuan itu menjadi tiga bagian, yaitu:
- Ilmu pengetahuan yang tercela dan dilarang. Artinya, ilmu pengetahuan yang tidak dapat diharapkan kegunaannya, baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu sihir, nujum, ramalan nasib dan sebagainya.
- Ilmu pengetahuan yang dalam keadaan tertentu menjadi terpuji, tetapi jika mendalaminya menjadi tercela. Artinya, ilmu yang sekiranya mendalami akan menimbulkan kekacauan pikiran, sehingga dikhawatirkan menimbulkan kufur. Misalnya, ilmu kepercayaan dan kebatinan, ilmu filsafat.
- Ilmu pengetahuan yang terpuji, yakni ilmu pelajaran-pelajaran agama dan berbagai macam ibadah. Ilmu-ilmu tersebut dapat menyucikan jiwa, melepaskan diri dari perbuatan tercela, membantu mngetahui kebaikan dan mengerjakannya, mendekatkan diri kepada Allah swt, mencari rida-Nya dan mempersiapkan dunia ini untuk kepentingan di akhirat.
Sementara itu terdapat kesamaan pandanagan antara K.H. Hasyim Asy’ari dan Al-Ghazali mengenai hukum mempelajari ilmu pengetahuan, yakni:
a. Fardu Ain. Artinya, kewajiban mencari ilmu dibebankan kepada setiap muslim (setiap Individu)
b. Fardu kifayah. Artinya, ilmu yang diperlukan dalam rangka menegakkan urusan duniawi.
Apa yang menjadi inti seorang murid, santri, mahasiswa, atau muta’alim bukan sekedar mencari ilmu sebanyak-banyaknya, dimanapun jua, dengan belajar yang rajin dan penuh disiplin. Tapi yang lebih utama dari itu menurut beliau, adalah bagaimana ilmu yang sudah didapatitu dipraktikkan atau bisa dimanfaatkan. Ilmu bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga untuk kemaslahatan khalayak umum. Itu semua merupakan bekal untuk kehidupan di dunia dan akhirat.
Lantas bagaimana agar seorang pencari ilmu dapat memperoleh manfaat? Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy’ari menjelaskan dalam bentuk etika seorang pencari ilmu. Beliau membagi etika pencari ilmu dalam 9 bagian yang harus dikerjakan seorang pencari ilmu yaitu:
a. Membersihkan hati dari berbagai macam gangguan keimanan dan keduniawian
b. Membersihkan niat
c. Tidak menunda-nunda kesempatan belajar
d. Bersabar dan bersifat qana’ah terhadap segala macam nikmat dan cobaan.
e. Pandai mengatur waktu
f. Menyederhanakan makan dan minum
g. Bersikap wara’
h. Menghindari makanan dan minuman yang bisa menyebabkan kemalasan dan kebodohan
i. Mengurangi waktu tidur serta meninggalkan hal-hal yang kurang bermanfaat.
Latar belakang kitabnyaAWAMdipengaruhi oleh perubahan yang cepat dan perubaahan dari pendidikan klasik menuju pembentukan pendidikan modern, dimana hal tersebut dipengaruhi oleh penjajahan Belanda di Indonesia. Kitab tersebut dibuat untuk memasukkan nilai etis, moral, seperti niai menjaga tradisi yang baik dan perilaku santun dalam bermasyarakat. Tapi bukan berarti menolak kemajuan atau menolak perubahan zaman. Beliau menerimanya dengan syarat tidak mengubah nilai substantifnya atau bahasa populernya dikalangan NU : “Al-Muhafazhatu ‘ala al aqdimi al shalih, wa al akhdzu bi al jadidi al ashlah” ( melestarikan nilai-nilai lama yang positif, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih positif). Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim ini terdiri atasdelapan bab, yaitu :
(a) Keutamaan ilmu dan ilmuwan serta pembelajaran
(b) Etika peserta didik terhadap dirinya yang mesti dicamkan dalam belajar
(c) Etika seorang peserta didik terhadap pendidik
(d) Etika peserta didik terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama pendidik dan teman-teman
(e) Etika yang harus diperhatikan bagi pendidik terhadap dirinya
(f) Etika pendidik terhadap pelajaran
(g) Etika pendidk terhadap peserta didik
(h) Etika menggunakan literatur yang meupakan alat belajar
Rohinah dalam tesisnya yang mengupas konsep pendidikan K.H.Hasyim Asy’ari (UIN, Jakarta,2008) menjelaskan bahwa inti pemikiran pendidikan dalam pandangan K.H.Hasyim Asy’ari adalah beribadah kepada Allah. Hal itu karena dalam kitab tersebut beliau menyebutkan bagaimana nilai etis moral harus menjadi desain besar orang hidup di dunia. Melalui kitab tersebut misalnya, beliau menjelaskan bagaimana seorang pencari ilmu mengejawantahkan ilmunya dalam kehidupan kesehariannya dengan perilaku hidup tawakal, wara’, beramal dengan mengharapkan ridha allah semata, bersyukur, dan sebagainya.
Pada akhirnya, jika nilai-nilai ini mulai menyatu dalam jiwa peserta didik, maka akan tumbuh jiwa-jiwa yang memiliki rasa percaya diri, sikap optimis, serta mampu memaksimalkan seluruh potensi yang ada secara positif, kreatif, dinamis, dan produktif. Jadi, apa yang menjadi inti pemikiran pendidikan beliau adalah bagaimana menciptakan ruh manusia yang produktifdan dinamis padajalan yang benar.
F. Kerangka Pemikiran
Pendidikan Islam berpijak pada dua sumber utama yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw, di dalamnya juga banyak menyiratkan mengenai pentingnya akhlak atau etika. Dalam sebuah pendidikan akhlak atau etika menjadi hal penting, bahkan pada tujuan pendidikan Nasional yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab.
Bertolak pada keterangan di atas, maka menurut HASYI hal-hal yang berkaitan dengan akhlak atau etika perlu diterapkan dalam sebuah proses pendidikan, oleh karena itu HASYI merasa perlu untuk mengerahkan segenap pemikirannya dengan menyusun sebuah kitab (yaitu AWAM), sebagai respon dari pendalaman dan pemahaman mengenai masalah pendidikan, serta mengingatkan masyarakatnya akan pentingnya akhlak. Adapun buah pikiran yang beliau curahkan dalam kitab AWAM adalah berisikan etika belajar-mengajar, dan kitab ini bisa menjadi pedoman bagi para murid yang akan dan sedang menuntut ilmu, serta tuntunan bagi guru sebagai tenaga pendidik.
Kitab AWAM yang merupakan pemikiran HASYI tentang etika belajar-mengajar ini lahir bukan tanpa sebab atau tidak ada faktor yang melatar-belakanginya, sehingga memunculkan sebuah karya anak bangsa cukup baik meskipun ada yang berpendapat bahwa kitab ini merupakan upaya adaptasi dari kitab terdahulunya yaitu TM. Selain karena pentingnya sebuah akhlak atau etika, namun Ada pula faktor-faktor lain yang melatar-belakanginya yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Hanya saja kajian yang akan penulis bahas pada penelitian ini lebih kepada secara umumnya saja dalam arti sebatas pada pemikiran HASYI tentang etika belajar-mengajar, tidak terfokus pada kajian kitabnya.
Yang termasuk kepada faktor internalnya adalah kepengarangan pribadi HASYI, guru-gurunya, murid-muridnya, dan pendidikan yang ditempuhnya. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh dalam pemikirannya (yang melatar-belakangi lahirnya kitab AWAM) adalah kondisi politik dan sosial pada waktu itu.
G. Langkah-langkah Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak akhir bulan oktober 2011, dan diharapkan selesai pertengahan bulan desember 2011.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi ( Countent analysis), yang pada awalnya digunakan dalam disiplin ilmu komunikasi dapat diamanfaatkan untuk penelitian yang bersifat normative, seperti pendapat seseorang atau sekelompok orang tentang hukum suatu perkara. (LPP, 2001 : 16).
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang ditempuh dengan melakukan studi kepustakaan(library research), baik sumber data primer maupun sumber data sekunder yang membahas hal tersebut.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Pemprosesan data (Unityzing) yaitu mencari dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas dari berbagai sumber dan dipelajari secara teliti seluruh data yang sudah terkumpul kemudian satuan-satuannya diidentifikasikan.(Moleong,2002 : 190).
b. Kategorisasi yaitu data-data yang sudah terkumpul dapat dikelompokkan atas pikiran, pendapat, dan kriteria tertentu yang selanjutnya dikategorisasikan ke dalam isi pembahasan penelitian yang berkaitan. (Moleong,2002 : 192)
c. Penafsiran data yaitu setelah tersedia data-data dengan lengkap dan kategorisasi telah dilakukan, maka dilakukan analisis atau penafsiran terhadap data yang tersedia dengan menggunakan analisis, yang akhirnya dilakukan penafsiran kesimpulan dari apa yang telah dibahas. (Moleong,2002 : 193).
Dikutip dari : fdj-indrakurniawan
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Etika Pendidikan Islam Hasyim Asy'ari|Proposal Penelitian, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |