A. Pendahuluan
Al quran memberikan kekhususan dan keistimewaan kepada nabi Muhammad SAW, hal ini dikarenkan tantangan dan cobaan yang dihadapinya lebih berat, namun keberhasilan yang dicpainya melampaui keberhasilan yang dicapai para nabi sebelumnya. Dalam beberapa komentar disebutkan oleh Annie Besant, dalam bukunya The Life and Teaching Of Muhammad sebagaimana dikutip H.M Quraish Shihab sampai pada kesimpulan : Mustahil bagi siapapun yang mempelajari kehidupan dan karakter Muhammad SAW, hanya mempunyai perasaan hormat saja terhadap nabi mulia itu. Ia akan melampaiunya sehingga meyakini bahwa beliau adalah seorang nabi terbesar dari sang pencipta[1].
Tentu saja informasi yang disampaikan al-Qur’an dan penjelasan yang diberikan para ahli sejarah mengenai kisah para rasul berikut permasalahan yang dihadapinya bukan hanya sebagai pengetahuan atau wacana, melainkan untuk digali pesan ajaran moral yang terkandung didalamnya, serta dijadikan bahan renungan untuk kemungkinan diterapkan pada masa selanjutnya. Dengan demikian keimanan yang demikianitu diharapkan dapat menimbulkan dampak psikologis edukatif bagi umat manusia.
Seiring dengan uraian tersebut, pada makalah ini penulis mencoba membahas lebih lanjut mengenai makna kerasulan dan dampaknya bagi pembinaan dan pendidikan ummat manusia, dengan focus kajian surat An-Nisa’ ayat 115 yang kemudian dihubungkan dengan surat Ali Imron ayat 106-108.
B. Surat An-Nisa’ Ayat 115 dan Ali-‘Imron Ayat 106-108
Surat An-Nisa’ ayat 115 selengkapnya berbunyi :
Artinya : dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukan ia ke dalam neraka jahannam, dan neraka Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali[2].
Dikalangan para ulama rafsir jarang sekali dijumpai keterangan yang menjelaskan tentang sebab-sebab turunya ayat 115 tersebut. Dari 176 ayat yang terkandung dalam surat An-Nisa’ ini diketahui tidaklah turun sekaligus, melainkan secara bertahap sesuai dengan situasi dan kondisi yang mengitarinya[3]. Namun tidak seluruh ayat tersebut ada penjelasanya. Namun demikian kandungan ayat 115-117 yang antara lain berisi kecaman terhadap orang yang menentang Rasul dengan akan dimasukanya kedalam neraka Jahanam, dapat diketahui bahwa ayat ini turun dalam situasi dimana masyarakat Arab Jahiliyah pada saat itu banyak yang menentang Rasulullah. Penentangan ini dapat difahami karena sesuai dengan penjelasan, bahwa secara umum keadaaan masyarakat pada saat datangnya para Rasul berada dalam keadaan chaos, jauh dari kebenaran dan cenderung menentang kepada siapa saja yang mengingatkan dan meluruskan mereka. Dengan keadaan demikian, maka wajar jika banyak orang yang masih belum mau mengikuti Rasulullah. Walau demikian karena Rasulullah SAW membawa agama yang diturunkan oleh Allah, maka dengan sendirinya Allah melindunginya dan sekaligus mengecam orang-orang yang menentangnya.
Kecaman Allah pada ayat tersebut juga sebagai akibat dari pelanggaran yang mereka lakukan terhadap perintah Allah sebagaimana ayat 59 surat An-Nisa’, yaitu perintah agar mentatati Allah dan mentaati Rasulullah, ayat tersebut selengkapnya berbunyi :
Artinya : Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu[4].
Karena orng-orang tersebut jelas mengabaikan perintah Allah SWT tersebut maka wajar jika Allah mengecam mereka dengan neraka jahanam. Sebagai calon penghuni neraka jahanam, mereka memiliki cirri-ciri khusus di hari kiamat, sebagaimaa dijelaskan surat Ali-Imron ayat 106-108 sebagai berikut :
Artinya : pada hari yang diwaktu itu ada muka yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka yang menjadi hitam buram. Dapapun orang-orang yang menjadi hitam buram mukanya (kepada mereka dikatakan), kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman, karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu.
Adapun orang-orang yang menjadi putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (syurga); mereka kekal di dalamnya. Itulah ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamab-Nya[5].
Dalam berbagai kitab tafsir tidak dijumpai pendpat yang menjelaskan tentang hubungan secara langsung antara surat Ani-Nisa’ ayat 115 dengan syat yang terdapat dalam surat Al-Imron tersebut diatas. Namun dapat dilihat dari segi isinya tampak antara ayat-ayat tersebut saling menafsirkan, ayat 115-117 surat An-Nisa’ yang menjelaskan kecaman Allah terhadap orang-orang yang mengingkari Rasulullah SAW berupa siksaan api neraka Jahanam, sedangkan ayat 106-108 surat Al-Imron menjelaskan ayat-ayat tersebut.
C. Kandungan Surat An-Nisa’ Ayat 115-118 (Tafsir)
Maksud dari ayat 115 sebagaimana dijelaskan oleh al-Maraghi adalah sebagai berikut: Barang siapa yang menentang Rasul dengan cara murtad dari Islam dan menunjukan dengan jelas permusuhan kepadanya, setelah tampak dengan jelas hidayah (petunjuk) pada ucapanya, dan ditegakan argumentasi yang kuat, serta mereka mengikuti jalan yang tidak sesuai petunjuk, maka kami (Rasul) akan membiarkan mereka itu berada dalam kesesatan.[6]
Lebih lanjut al-Maraghi menjelaskan bahwa ayat tersebut menerangkan sunatullah yang berlaku terhadap amal perbuatan manusia, serta penjelasan terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya, berupa kehendak,kebebeasan dan berbuat berdaarkan pilihanya sendiri. Sesuatu dari aspek perbuatan yang dipilihnya untuk dilakukan, itulah pula (balasan) yang akan diberikan Allah kepadanya. Amal perbuatanya itulah yang menjadi pemandu dan petunjuk terhadap jalan yang ditempuhnya. Dalam kaitan ini tidak akan dijumpai kekuasaaan Allah yang dipaksakan kepada manusia agar ia mengerjakan atau meninggalkan perintah-Nya, hingga ia dimasukan kedalam neraka Jahanam karena perbuatan mereka sendiri.[7]
Dengan demikian pada manusia terdapat kebebasan untuk memilih perbuatan yang akan dilakukanya dengan segala konsekwensi atau akibatnya. Orang-orang yang menentang rasul adalah karena pilihanya sendiri dan dimasukananya mereka kedalam neraka jahanam juga karena pilihanya juga.
Kerasny kecaman Allah kepada orang-orang yang menentang Rasuluyllah SAW tersebut tentu saja memiliki maksud yang amat dalam. Allah menginginkan agar ummat manusia mengikuti ajaran Rasulullah SAW dengan tujuan agar mereka tidak tersesat dan tidak pula celaka. Rasulullah SAW sendiri dalam salah satu hadistnya mengingatkan: aku tinggalkan dua perkara untukmu yang dijamin tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu kitabullah (alqur’an) dan sunnah Rasul (Hadistnya). (H.R.Imam malik). Contoh-contoh dalam sejarah telah memperlihatkan bahwa orang yang durhaka kepada para Rasul berahir dengan kehidupan yang tragis, kehidupan mereka terhina, celaka dan buruk yang penyebab utamanya adalah diri mereka sendiri.
Selain dari pada itu, makna kerasnya kecaman Allah SWT kepada orang yang menentang Rasul itu dapat dipahmi secara terbalik, yaitu bahwa Allah akan memberikan pujian bagi orang-orang yang mengikuti ajaran yang dibawa para Rasul tersebut, sebagaimana Allah SWT sendiri memuji Rasulullah SAW karena keagungan akhlaknya[8].
Akhlak Rasulullah SAW yang agung itu diceritakan dalam al-Qur’an dan juga dalam riwayat hidupnya dengan tujuan agar manusia meneladaninya. Dalam kaitan ini al-Qur’an menegaskan: Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasulullah itu keteladanan yang baik bagi yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran dihari kemudian. (Q.S. al-Ahzab, 33 ayat 21)[9]. Namun tentu saja mengikuti Ahklak Rasulullah SAW disesuaikan dengan kadar kesanggupan yang dimiliki manusia.
D. Hubungan Makna Kerasulan Dengan Pendidikan
1. Aspek-aspek kependidikan
Terdapat paling kurang empat aspek pedidikan yang dapat dikaji dari hasil analisis terhadap makna kerasulan sebagaimana diuraikan diatas. Keempat aspek pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, makna kerasulan tersebut mengingatkan tentang pentingnya pendidikan akhlak (Substansinya pada Materi pelajaran). Hal ini dapat dipahami dari misi yang dibawa oleh rasul yang pada intinya adalah pembinaan akhlak. Nabi Muhammad SAW dengan tegas menyatakan “bahwasanya aku diutus kemuka bumi hanyalah untuk menyempurnakan akhlak” . akhlak yang dimaksud disini bukanlah kajian teoritis filosofis tentang etika sebagaimana yang dijumpai dalam kajian mengenai filsafat etika, melainkan contoh perilaku nyata dalam berbagai aspek kehidupan yang disertai dengan nilai-nilai luhur. Dalam bidang ekonomi misalnya, dotegakan akhlak berupa pemeartaan, anti monopoli, menggunakan harta tidak terlalu berlebihan atau untuk tujuan-tujuan keburukan, diperoleh dengan cara yang halal dan baik, dan digunakan dengan cara yang baik pula. Dalam bidang sosial ditegakan akhlak kesederajatan (egaliter), saling tolong menolong atas dasar keimanan dan ketakwaan, anti rasial, anti kasta, dan sebagainya. Dalam bidang politik ditegakan akhlak kejujuran, amanah, keadilan, musyawarah, melindungi kaum yang lemah, tanggung jawab dan demokratis. Dalam bidang hukum ditegakan akhlak keadilan, kesamaan, tanpa pilih kasih, manusiawi, tanggung jawab dan amanah. Dalam bidang kebudyaan ditegakan akhlak kesucian jiwa, cendrung kepada kebenara, jauh dari memperturutkan hawa nafsu dan sebagainya. Akhlak yang demikian itulah yang selanjutnya harus dijadikan sebagai bagian pokok dalam materi pendidikan.
Kedua, makna kerasulan tersebut juga mengingatkan tentang pentingnya mentaati guru. Para rasul yang diutus oleh Allah SWT adalah guru bagi kaumnya. Allah menyuruh ummat manusia mentaati Rasul ini berarti Allah menyuruh ummat manusia mentaati guru dan jangan sekali-kali menentangnya. Ketaatan kepada guru ini adalah terkait dengan peran guru sebagai agen ilmu pengetahuan, bahkan agen spiritual. Dalam pandangan para ahli pendidikan yang menggunakan paradigma sufistik terdapat kesimpulan bahwa para guru adalah agen spiritual dan agen ilmu dari Allah. Mereka berpendapat bahwa pada hakikatnya ilmu itu berasal dari Allah danpara guru sebagai mediator yang menyampaikan ilmu dari Allah itu kepada manusia[10]. Sejalan dengan itu, maka bagi orang yang ingin mendapatkan ilmu dari Allah, maka ia harus menghormati guru sebagai mediatornya. Para rasul telah memainkan perananya yang demikian itu, walaupun dalam prakteknya ada yang berhasil dan pula yang gagal dan kurang berhasil.
Ketiga, makna kerasulan tersebut juga mengingatkan tentang pentingnya profesionalisme bagi seorang guru. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa seorang guru yang professional adalah guru yang selain menguasai materi pelajaran dengan sebaik-baiknya dan mampu menyampaikan materi pelajaran tersebut secara efektif dan efisien, juga harus memiliki akhlak yang mulia dan berkepribadian mulia. Seorang guru yang harus mengamalkan nilai-nilai luhur yang diajarkan kepada siswanya[11]. Hal yang demikian dapat dipahami dari sikap yang diperlihatkan para Rasul. Mereka itu selain menguasai dengan baik ajaran Allah yang harus disampaikan kepada ummat manusia juga berakhlak mulia. Sikap yang ada pada Rasul itu adalah ciri-ciri profesionalitas bagi seorang guru. Keberhasilan Rasulullah dalam mengemban ajaran Allah itu menunjukan bahwa beliau adalah seorang guru yang professional. Selanjutnya jika saat ini kita menyaksikan adanya kegagalan yang dilakukan para guru dalam mendidik para siswanya bisa jadi disebabkan karena mereka bukan guru yang professional.
Ke-empat, makna kerasulan tersebut juga mengingatkan tentang banyaknya tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang guru. Ia bukan hanya sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan ajaran-ajaran, melainkan ia juga harus tampil sebagai pengawal moral dan sebagai teladan. Selain itu ia juga harus tampil sebagai reformer, pembaharu, innovator, guru bangsa, pejuang, pekerja keras, wiraswasta, orang tua yang baik dan bertanggung jawab, sahabat yang setia, hakim yang adil, pemimpin yang bijaksana, dan sebagainya.
2. Peran Penting Guru
Peran-peran positif yang harus dilakukan oleh guru ini dapat dianalisis melaui peran kerasulan sebagai berikut :
Pertama, tugas Rasulullah sebagai pengajar dan pendidik, dapat dipahami dari ayat yang artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka danmengajarkan kepada merea kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S al-Jumu’ah, 62; 2)[12]. Berkenaan dengan hal ini H.M Quraish Syihab mengatakan, bahwa mensucikan dan mengajarkan manusia sebagaimana terdapat pada ayat tersebut adalah bahwa mensucikan dapat diidentikan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lai kecuali mengisi otak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisik serta fisika[13]. Tujuan yang ingin dicpai dengan pembacaan, penyucian dan pengajaran tersebut adalah pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yang ditegaskan oleh al-Qur’an surat Al-Dzariat ayat 56 yang artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agarmereka beribadah kepada-Ku”[14]
Tugas dan fungsi Rasulullah SAW dijelaskan juga oleh ayat yang artinya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat engkau dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab(al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Baqarah, 2; ayat 129)[15]
Tugas Rasulullah SAW tersebut selanjutnya dimandatkan olehnya kepada para ulama[16], yaitu orang-orang yang tidak hanya menguasai ilmu agama saja,melainkan juga menguasai ilmu pengetahuan umum, dan ilmunya untuk itu bukan hanya diajarkan, tetapi digunakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT[17], dengan memperhatikan ayat ini, maka sebagai seorang guru selain harus menguasai ilmu pengetahuan baik agama maupun umum serta mampu menyampaikan (mengajarkanya) dengan baik juga harus mengamalkan ilmu yang diajarkanya itu.
Kedua, tugas dan fungsi rasul sebagai saksi atau penilai terhadap perbuatan manusia. Didalam al-Qur’an Allah SWT menyatakan: Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (Q.S.al-Baqarah, 2, ayat 143)[18]. Kita menjadi saksi sebagaimana disebutkan pada yat tersebut adalah saksi dipengadilan akhirat kelak, yaitu ketika ummatnya diadili oleh Allah SWT. Sebagai saksi, rasul memberikan pernyataan dan bukti-bukti yang myakinkan dan objektif terhadap perbuatan yang dilakukan oleh umatnya.
Bertolak dari semangat ayat ini, maka seorang guru harus pula memberikan penilaian yang objektif dan memberikan data-data yang akurat dan meyakinkan terhadap prestasi belajar para siswanya, yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan lulus atau tidaknya murid-murid yang diajarnya. Hal ini sesuai dengan konsep penilaian hasil belajar siswa bahwa penilaian atau evaluasi harus dilakukan secara objektif agar dapat diperoleh data yag akurat[19].
Ketiga, tugas dan fungsi Rasul sebagai mubaligh yaitu menyampaikan ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada umat manusia. Didalam al-Qur’an kita jumpai ayat yang artinya: Dan kewajiban Rasul itu, tidak lain hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan seterang-terangnya. (Q.S. Al-Ankabut, 29 ayat 18)[20]. Ia benar-benar telah menyampaikan ajaran tersebut secara tuntas, tnpa ada yang dikurangi dan melbihkan. Ia telah berhasil melaksanakan fungsi mubaligh-nya epada umat saat ini, dan pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sebagai mubaligh ia dikenal mampu menyampaikan tutur kata yang lembut, ringkas namunjelas dan padat isinya serta disesuaikan dengan daya tangkap audienya. Sebuah ajaran yang telah disampaikan dengan cara dan bentuk penyajian yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kecerdasan para siswanya[21].
Hal ini memberi petunjuk kepada para guru, agar disamping sebagai pengajar ia juga sebagai mubaligh yang harus menyampaikan pesanya sesuai dengan kecerdasan anak didiknya. Untuk itu perlu diupayakan metode dan bentuk-bentuk penyajian pesan yang menarik dan mudah dicerna. Dalam kaitan ini dapat disampaikan melalui bentuk contoh, teladan, nasehat, bimbingan, peragaan, magang dan sebagainya. Tugas yang demikian itu menjadi bagian integral dari tugas seoran guru. Hal ini juga terkait dengan konsep pendidikan tentang alat bantu pembelajaran berupa media. Agar proses belajar mengajar menyenangkan dan mudah ditangkap maka perlu ada media sebagai proses penyampaian pesan.[22]
Ke-empat, tugas dan fungsi Rasul sebagai mubayyin atau orang yang diberi mandate untuk menjelaskan wahyu Allah SWT kepada ummat manusia. Didalam al-Qur’an kita jumpai ayat yang artinya: dan kami turunkan kepadamu (Muhammad) al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. An-Nahl, 16, ayat 44)[23].
Berbagai penjelasan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sebagaimana diatas, tertuang dalam hadistnya baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Penjelasan yang dilakukan oleh Raulullah SAW ini dilakukan dengan penuh tanggung jawab, dan sekaligus dipantau oleh Allah SW. oleh sebab itu jika dijumpai ada kesan kontradiktif antara al-Qur’an dan Hadist, maka dapat diduga hadist tersebut sebagai yang bukan berasal dari Rasulullah[24]. Fungsi sebagai mubayyin tersebut seharusnya diambil alih oleh para para ulama termasuk para guru. Dengan demikian guru juga berfungsi sebagai guru. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini, tugas guru sebagai informatory dan interpreter semakin berat. Namun berbagai informasi tersebut saat ini sudah disimpan dalam disket, flashdisk, film, CD, tulisan dan sebagainya. Dengan adanya berbagai bentuk penyimpanan informasi tersebut, maka seorang guru dimasa sekarang harus dapat mengakses sumber informasi tersebut sehingga tidak ketinggalan zaman. Penyimpanan berbagai informasi yang melibatkan media informasi dan teknologi ini sesuai dengan penggunaan media audio dalam kegiatan belajar mengajar[25]
Kelima, tugas dan fungsi Rasul sebagai reformer (pembaharu) terhadap ajaran agama-agama yang dating sebelumnya. Pembaharuan tersebut dilakukan mengingat kedalam agama-agama yang datang sebelumnya itu pernah terjadi upaya-upaya memutar balik, menambah, mengubah dan sebagainya, sehingga agama-agama tersebut tidak murni lagi[26]. Upaya pembaharuan yang dilakukan denganpenuh tantangan dan resiko ini tetap dilaksanakan, dengan tujuan agar umat manusia mendapat petunjuk yang tidak keliru danmenyesatkan. Hal demikian dinyatakan dalam al-Qur’an : Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (Q.S. Al-Taubah, 9 ayat 33)[27]
Tugas dan fungsi rasulullah sebagai reformer tersebut selanjutnya harus diambil oleh para ulama termasuk guru. Diketahui bahwa sasaran masyarakat yang harus dibina banyak diantaranya yang selain belum memahami dasar-dasar agama, juga telah memiliki keyakinan agama yang dianutnya sebelumnya yang barangkali masih ada yang sangat primitif. Dalam perkembangan masyarakat modern yang makin penuh denganpersaigan yang tidaksehat, tiupu menipu, saling menjegal dan sebagainya, seperti sekarang ini, gejala untuk mendapatkan perlindungan kepada kekuatan-kekuatan gaib nampak tumbuh kembali. Untuk mengatasi hal tersebut, para guru sebagaimana halnya para Rasul dimasa lalu, harus mengemban misi sebagai reformer.
Keenam, tugas dan fungsi Rasul sebagai uswatun hasanah sebagai contoh dan panutan yan baik atau sebagai model ideal bagi kehidupan dalam segala bidang, terutama dari segi akhlak mulia. Dia harus memberi contoh yang baik dalam bertutur kata, berjalan, makan, minum, berpakaian, tidur, berumah tangga, bergaul, berjualan, berperang, memimpin, berdiplomasi dan lain sebagainya. Contoh yang ideal demikian itu amat dipentingkan dimasa sekarang ini, saat dimana umat manusia sudah mulai kehilangan idola, figure dan anutan yang baik. Akibat dari kelangkaan contoh ideal tersebut, ahirnya masyarakat berkiblat kepada contoh yang sama sekali tidak dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan spriual, seperti telah mencontoh ala kebarat-batan. Hal yang demikian tidak berarti kita harus bersikap anti Barat, apa yang berasal dari luar dapat dilihat untuk dijadikan bahan perbandingan dan untuk memperkuat nilai-nilai yang kita yakini sebagai kebenaran. Tugas dan fungus uswatun hasanah yang dicontohkan Rasulllah SAW sebagaimana tersebut diatas mau tidak mau harus diambil alih oleh para guru.
Ketujuh, tugas dan fungsi Rasul sebagai hakim yang mengadili perkara yang terjadi diantara para pengikutya, dengan berpedoman kepada Al-Qur’an. Allah SWT, berfirman : sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu (Muhmmad) dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa-apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu jadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang khianat. (Q.S. An-Nisa’, 4, Ayat 105)[28].
Tugas dan fungsi rasul tersebut selanjutnya harus pula diambil alih oleh guru, terutama dalam memperlakukan para muridnya yang melakukan penyimpangan. Sebagai hakim, guru, harus harus melakukanya dengan tujuan bukan untuk menyiksa, menyakiti atau balas dendam, melainkan dengan tujuan untuk memperbaiki dan membawa mereka menjadi orang yang baik. Untuk itu hukuman dilakukan dalam konteks pedagogik dan edukatif. Sebagai hakim, ia harus bertindak adil, bijaksana dan konsisten yakni berpegang teguh kepada apa yang telah digariskanya tanpa mau kompromi.
Dari kajian sedehana di atas penulis mencoba menampilkan ayat Al-Qur’an (focus persoalan) baru kemudian di implikasikan dengan konsep-konsep lain dalam hal ini pendidikan. Walaupun terlihat sangat sederhana namun mudah-mudahan dapat memberi kita ruang untuk bertukar fikiran dalam rangka mengembangkan wawasan keislaman dalam konteks edukasi.
E. Simpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, terlihat dengan jelas bahwa uraian tentang makna kerasulan banyak terkait dengn kualitas, peran, fungsi dan hak-hak yang harus dimiliki oleh guru. Sikap dan kemampuan yang dimiliki Rasulullah SAW tersebut menggambarkan sikap sebagai seorang guru yang professional. Seorang yang guru yng professional selain harus menguasai materi pelajaran yang akan diajarkanya, juga harus memiliki kemampuan menyampaikan materi tersebut secara efisien dan efektif serta berakhlak mulia, selajut menjaga dirinya dari perbuatan tercela dan berusaha menjadi teladan bagi murid-muridnya. Selanjutnya peran Rasulullah SAW sebagai pengajar, mubaligh, aksi, reformer, interpreter, contoh teladan yang baik dan hakim adalah juga termasuk peran-peran yang harus dimiliki oleh guru. Jika hal ini dapat terealisasi maka guru akan mendapat penghormatan selama guru tersebut dengan sungguh-sungguh melaksanakan peran dan fungsinya tersebut.
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijinkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah MISI KERASULAN DAN HUBUNGANYA DENGAN PENDIDIKAN, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |