A. Latar Belakang Masalah
Dilihat dari tiga ranah yang biasa digunakan dalam dunia pendidikan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor, maka emosi adalah termasuk ke ranah afektif. Emosi banyak berpengaruh terhadap fungsi-fungsi psikis lainnya, seperti: pengamatan, tanggapan, pemikiran, dan kehendak. Individu akan mampu melakukan pengamatan atau pemikiran dengan baik jika disertai dengan emosi yang baik pula. Individu juga akan memberikan tanggapan atau respon yang positif terhadap suatu objek, manakala disertai dengan emosi yang positif pula. Sebaliknya, individu akan melakukan pengamatan atau tanggapan yang negatif terhadap suatu objek, jika disertai degnan emosi yang negatif terhadap objek tersebut.
Setiap individu yang lahir akan selalu mengalami perkembangan baik itu jasmani maupun rohani, kognitif, afektif dan psikomotor, tidak henti-hentinya mengalami perkembangan dari masa ke masa. Termasuk juga emosi yang mengalami perkembangan karena emosi ini masih tergolong ke dalam ranah afektif (pemahaman). Sehingga setiap individu harus memantau dan mengarahkan masa-masa perkembangan ini ke arah yang lebih baik, sebab dalam masa ini termasuk masa yang sulit dikendalikan karena keadaan jiwa individu tersebut belum matang. Maka dari hal di atas kami tertarik untuk menyusun makalah ini, yang membahas seputar perkembangan emosi dan proses pembelajaran.
Perkembangan Emosi Dan Proses Pembelajaran | Oleh: Amirul Mu’minin
A. Pengertian Emosi
Banyak sekali definisi mengenai emosi yang dikemukakan oleh para ahli, karena memang istilah emosi ini menurut Daniel Goleman (1995) yang merupakan pakar “kecerdasan emosional” makna yang tepat masih sangat membingungkan, baik di kalangan para ahli psikologi maupun ahli filsafat dalam kurun waktu selama lebih dari satu abad. Karena sedemikian membingungkannya makna emosi itu, maka Daniel Goleman mendifinisikan emosi dengan merujuk kepada makna secara harfiah, yang diambil dari “Oxford English Dictionary” yang memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan dan nafsu; setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa emosi itu merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Menurut Chaplin (1989) dalam “Dictionary of Psychology” mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin membedakan antara emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan (feeling) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.
Jadi, dengan demikian, emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologi disertai dengan perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respon demikian terjadi terhadap perangsang-perangsang eksternal maupun internal. Dengan definisi ini semakin jelas perbedaan antara emosi denan perasaan, bahkan di sini tampak jelas bahwa perasaan itu termasuk ke dalam emosi atau menjadi bagian dari emosi.
Menurut Daniel Goleman, sesungguhnya ada ratusan emosi dengan berbagai variasi, campuran, mutasi, dan nuansanya sehingga makna yang dikandungnya lebih banyak, lebih kompleks dan lebih halus daripada kata dan definisi yang digunakan untuk menjelaskan emosi.
B. Bentuk-bentuk Emosi
Meskipun emosi sedemikian kompleksnya, namun Daniel Goleman sempat mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu:
- Amarah: di dalamnya meliputi sifat beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, berang, tersinggung dan kebencian patologis.
- Kesedihan; di dalamnya meliputi pedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa dan depresi.
- Rasa takut; di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, sedih, wasapada, tidak tenang dan pobia.
- Kenikmatan; meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan inderawi, terpesona dan mania.
- Cinta; meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.
- Terkejut; meliputi terkesiap, takjub dan terpana.
- Jengkel; meliputi hina, muak, jijik, benci dan mau muntah.
- Malu; meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, dan hati hancur lebur.
Dari daftar emosi di atas, berdasarkan temuan penelitian Paul Ekman dari University of California di San Fransisco, ternyata ada bahasa emosi yang dikenal oleh seluruh bangsa di dunia, yakni emosi yang diwujudkan dalam bentuk ekspresi wajah yang di dalamnya mengandung emosi takut, marah, sedih, dan senang. Dan ini benar-benar dikenali oleh bangsa seluruh dunia meski berbeda budaya, bahkan bangsa-bangsa yang buta huruf, yang belum tercemar oleh siaran televisi sekalipun mereka kenal. Dengan demikian, ekspresi wajah sebagai representasi dari emosi itu memiliki universalitas tentang emosi tersebut.
C. Hubungan antara Emosi dengan Tingkah Laku
Melalui teori “kecerdasan emosional” yang dikembangkannya, Daniel Goleman mengemukakan sejumlah ciri utama pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan peranan penting dalam pola berpikir maupun tingkah laku individu. Adapun ciri utama pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Repons yang Cepat Tetapi Ceroboh
Pikiran yang emosional itu ternyata jauh lebih cepat dari pada pikiran yang rasional karena pikiran emosional sesungguhnya langsung melompat bertindak tanpa mempertimbangkan apapun yang akan dilakukannya. Karena kecepatannya itu sehingga sikap hati-hati dan proses analistis dalam berpikir dikesampingkan begitu saja sehingga tidak jarang menjadi ceroboh. Padahal, kehati-hatian dan analistis itu sesungguhnya merupakan ciri khas dari proses kerja akal dalam berpikir. Namun, demikian, di sisi lain pikiran emosional ini juga memiliki suatu kelebihan, yakni membawa rasa kepastian yang sangat kuat dan di luar jangkauan normal sebagaimana yang dilakukan oleh pikiran rasional. Misalnya, seorang wanita yang karena sangat takut dan terkejutnya melihat binatang yang selama ini sangat ditakutinya, maka dia mampu melompati parit yang menurut ukuran pikiran rasional tidak akan mungkin dapat dilakukannya.
2. Mendahulukan Perasaan Baru Kemudian Pikiran
Pada dasarnya, pikiran rasional sesungguhnya membutuhkan waktu sedikit lama dibandingkan dengan pikiran emosional sehingga dorongan yang lebih dahulu muncul adalah dorongan hati atau emosi, baru kemudian dorongan pikiran. Dalam urutan respon yang cepat, perasaan mendahului atau minimal berjalan serempak dengan pikiran. Reaksi emosional gerak cepat ini lebih tampak dalam situasi-situasi yang mendesak dan membutuhkan tindakan penyelamatan diri. Keputusan model ini menyiapkan individu dalam sekejap untuk siap siaga menghadapi keadaan darurat. Di sinilah keuntungan keputusan-keputusan cepat yang didahului oleh perasaan atau emosi. Namun demikian, di sisi lain, ada juga reaksi emosional jenis lambat yang lebih dahulu melakukan penggodongan dalam pikiran sebelum mengalirkannya ke dalam perasaan. Keputusan model kedua ini sifatnya lebih disengaja dan biasanya individu lebih sadar terhadap gagasan-gagasan yang akan dikemukakannya. Dalam reaksi emosional jenis ini, ada suatu pemahaman yang lebih luas dan pikiran memainkan peranan kunci dalam menentukan emosi-emosi apa yang akan dicetuskannya.
3. Memperlakukan Realitas Sebagai Realitas Simbolik
Logika pikiran emosional, yang disebut juga sebagai logika hati, itu bersifat asosiatif. Dalam arti memandang unsur-unsur yang melambangkan suatu realitas itu sama dengan realitas itu sendiri. Oleh sebab itu, seringkali berbagai perumpamaan, pantu, kiasan dan teater secara langsung ditujukan kepada pikiran emosional. Para ulama pensyiar agama dan para guru spiritual termasyhur pada umumnya dalam menyampaikan ajaran-ajarannya senantiasa berusaha menyentuh hati para pengikutnya dengan cara berbicara dalam bahasa emosi, dengan mengajar melalui perumpamaan, fabel, filsafat, ibarat dan kisah-kisah yang sangat menyentuh perasaan. Oleh karena itulah, ajaran-ajaran orang-orang bijak itu dengan cepat dan mudah dimengerti pikiran rasional, sesungguhnya simbol-simbol dan berbagai ritual keagamaan itu tidak sedemikian bermakna jika dibandingkan dengan sudut pandang pikiran emosional.
4. Masa Lampau Diposisikan Sebagai Masa Sekarang
Dari sudut pandang ini, apabila sejumlah ciri suatu peristiwa tampak serupa dengan kenangan masa lampau yang mengandung muatan emosi, maka pikiran emosional akan menanggapinya dengan memicu perasaan-perasaan yang berkaitan dengan peristiwa yang diingat itu. Pikiran bereaksi terhadap keadaan sekarang seolah-olah keadaan itu adalah masa lampau. Kesulitannya adalah, terutama apabila penilaian terhadap masa lampau itu cepat dan otomatis, barangkali kita tidak menyadari bahwa yang dahulu memang begitu, ternyata sekarang sudah tidak lagi seperti itu.
D. Karakteristik Perkembangan Emosi Subjek Didik
Masa remaja adalah masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, maka status remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya. Conny Semiawan mengibaratkan: “terlalu besar untuk serbet, tetapi terlalu kecil untuk taplak meja” karena sudah bukan anak-anak lagi, tetapi juga belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang dan khawatir kesepian.
Secara garis besar, masa remaja dapat dibagi ke dalam empat periode, yaitu: periode pra-remaja, remaja awal, remaja tengah, dan remaja akhir. Adapun karakteristik untuk setiap periode adalah sebagai berikut:
1. Periode Pra-remaja
Selama periode ini terjadi gejala-gejala yang hampir sama antara remaja pria maupun wanita. Perubahan fisik belum begitu tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya memperlihatkan penambahan berat badan yang cepat sehingga mereka merasa kegemukan. Gerakan-gerakan mereka mulai menjadi kaku. Perubahan ini disertai sifat kepekaan terhadap rangsang-rangsang dari luar, responnya biasanya berlebihan sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi cepat merasa senang atau bahkan meledak-ledak.
2. Periode Remaja Awal
Selama periode ini perkembangan gejala fisik yang semakin tampak jelas adalah perubahan fungsi alat-alat kelamin. Karena perubahan alat-alat kelamin serta perubahan fisik yang semakin nyata ini, remaja seringkali mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya, tidak jarang mereka cenderung menyendiri sehingga tidak jarang pula merasa terasing, kuran perhatian dari orang lain, atau bahkan merasa tidak ada orang yang mau mempedulikannya. Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya. Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi karena adanya kecemasan terhadap dirinya sendiri sehingga muncul dalam reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.
3. Periode Remaja Tengah
Tanggung jawab hidup yang harus semakin ditingkatkan oleh remaja untuk dapat menuju ke arah mampu memikul sendiri seringkali menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja. Karena tuntutan peningkatan tanggungjawab ini tidak hanya datang dari orang tua atau anggota keluarganya melainkan juga dari masyarakat sekitarnya, maka tidak jarang masyarakat juga terbawa-bawa menjadi masalah bagi remaja. Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat yang seringkali juga menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui, maka tidak jarang juga remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya, remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan di kalangan mereka sendiri.
4. Periode Remaja Akhir
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orang tua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orang tua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka sudah semakin memiliki kebebasan yang relatif terkendali serta emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu mengambil pilihan serta keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun belum bisa secara penuh. Mereka juga mulai memilih cara-cara hidupnya yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat.
E. Proses Pembelajaran untuk Membantu Perkembangan Emosi Subjek Didik
Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat berkembang ke arah kecerdasan emosional, adalah dengan menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T. Grant Consortium tentang “unsur-unsur aktif program pencegahan”, sebagai berikut:
1. Pengembangan Keterampilan Emosional
Cara yang dapat dilakukan antara lain:
- Mengidentifikasi dan memberi nama-nama atau label-label perasaan
- Mengungkapkan perasaan
- Menilai intensitas perasaan
- Mengelola perasaan
- Menunda pemuasan
- Mengendalikan dorongan hati
- Mengurangi stress
- Memahami perbedaan antara perasaan dan tindakan
2. Pengembangan Keterampilan Kognitif
Cara yang dapat dilakukan antara lain:
- Belajar melakukan dialog batin,untuk mengatasi dan menghadapi masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.
- Belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial.
- Belajar menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan, seperti mengendalikan dorongan hati, menentukan sasaran.
- Belajar memahami sudut pandang orang lain (empati).
- Belajar bersikap positif terhadap kehidupan.
- Belajar mengembangkan kesadaran diri, misal mengembangkan harapan-harapan yang realistis tentang diri sendiri.
3. Pengembangan Keterampilan Perilaku
Cara yang bisa dilakukan antara lain:
- Belajar keterampilan komunikasi non-verbal; misal, komunikasi lewat pandangan mata, ekspresi wajah, posisi tubuh dan lain-lain.
- Belajar keterampilan komunikasi verbal; misal mengajukan permintaan-permintaan dengan jelas, menolak pengaruh negatif dan sejenisnya.
KESIMPULAN
Dari uraian-uraian di atas, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, bahwa emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setipa keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Sedangkan perasaan (feeling) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-bermacam keadaan jasmaniah.
Karakteristik perkembangan emosi remaja sejalan dengan perkembangan masa remaja itu sendiri, yaitu: (a) perubahan fisik tahap awal pada periode pra remaja, (b) periode remaja tengah, (c) periode remaja akhir. Kemudian lima faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja adalah: (a) perubahan jasmani, (b) perubahan pola interaksi dengan orang tua, (c) perubahan interaksi dengna teman sebaya, (d) perubahan pandangan luar, (e) perubahan interaksi dengan sekolah.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan emosi remaja agar berkembang ke arah kecerdasan emosional antara lain dengan belajar mengembangkan: (a) keterampilan emosional, (b) keterampilan kognitif dan (c) keterampilan perilaku.
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijinkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Perkembangan Emosi Dan Proses Pembelajaran, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |