Kelompok Khawarij lahir sebagai aksi demonstratif atas kebijaksanaan Ali dan Muawiyah menunjuk perwakilan dalam komporomi untuk mengahiri perang Shiffin. Peristiwa tersebut dikenal dengan Tafkim, Kaum Khawarij pada mulanya dikenal sebagai pengikut Ali (baca; Ali bin Abi Thalib), namun karena peristiwa tersebut sehingga meninggalkan Ali. Karena mereka menganggap Ali telah mendurhakai Allah dengan mengakat hakim/ wali selain Allah. Bahkan lebih jauh mereka mengkafirkan Ali dan seluruh yang tunduk pada tafkhim tersebut.
Selanjutnya golongan ini dikenal sangat ekstrim dan radikal terhadap pendapat yang berbeda dengannya. Bahkan secara Ekstrim, mereka melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan yang menurutnya zalim. Sehingga dalam rentang waktu yang cukup lama kaum ini banyak membuat keonaran.
Kalau ditelusuri ke belakang, maka dapat diketahui bahwa embirio dari seluruh komplik tersebut berawal daari peristiwa pembunuhan Usman. Mencermati peristiwa tersebut, ummat Islam terbagi tiga, satu golongan menghendaki untuk menyelesaikan pembunuhan tersebut sebelum mengangkat khalifah, sementara golongan lain menghenadaki secepatnya diadakan pengangkatan khalifah, golongan ketiga adalah golongan yang netral.
Golongan yang menghendaki segera diangkat khalifah adalah mereka yang menganggap bahwa yang paling berhak menjadi khalifah setelah Usman adalah Ali. Golongan ini pada mulanya mendapat dukungan kuat dari seluruh umat Islam. Sementara kelompok kedua berdalih bahwa persoalan kekhalifahan adalah masalah yang tidak terlalu mendesak, sementara yang perlu diproritaskan adalah pengusutan kasus pembunuhan Usman, bahkan kelompok ini mensinyalir kalau Ali ada di balik pembunuhan Usman dengan menggunakan tangan-tangan lain.
Komplik kelompok pertama dan kedua semakin melebar bahkan berakhir dengan pertempuran antara sesama muslim. Peperangan Shiffin yang diakhiri dengan tafkhim sebagai cikal bakal lahirnya kelompok Khawarij. Kelompok ini berasumsi bahwa tindakan politik tersebut telah menabrak aturan agama. Sebab hal tersebut tidak ditemukan dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad. Akibatnya mereka berontak kepada Ali dan bahkan memusuhinya sepanjang Ali tidak membatalkan kesepakatannya tersebut.
Kondisi umat Islam pada waktu itu adalah bias dari kemerdekaan berpikir dan berijtihad atas masalah yang mereka hadapi. Sebab umat Islam menghadapi sejumlah peroblema yang tidak pernah ditemukan pada priode Nabi Muhammad. Lebih dari itu para sahabat mulai menetapkan hukum dengan berpedoman pada qiyas dan ijma’. Sehingga perseberangan pendapat antara umat Islam sulit terhindarkan. Bahkan perbedaan pendapat tersebut telah “merampas” hak Allah yaitu menetapkan seorang kafir hanya kerena berbeda pendapat.
Kepustakaan:
- Muhammad Ahmad Abu Zhahrah , tarikh al Madzahib al Islamiyah (Cairo, dar asl Fikr al Araby , t. th.).
- Muhammad Ali al Sayis, Tharikh li Fiqh al Islam (Cairo; Maktabah Alih Sahaby wa Auladuhu, t.th.).
- Mukti Ali, Memahami Bebarapa Aspek ajaran islam, Cet III, Bandung; Mizan, 1996).