Karakteristik (Ciri-Ciri) Era Globalisasi Informasi
1. Pengertian Globalisasi
Perkawinan antara teknologi transmisi mutakhir dengan komputer melahirkan sebuah era baru, yaitu era informasi. Era dimana akan lahir global village (desa global). Sehingga tidak berlebihan bila kata globalisasi dikatakan sebagai word of the year. Globalisasi berasal dari kata global yang artinya secara umum atau keseluruhan. Era global adalah proses masuknya sebuah negara ke ruang lingkup dunia, sehingga sekat-sekat atau tapal batas antara negara akan semakin kabur. Globalisasi ini ditandai dengan semakin majunya teknologi komunikasi, inilah yang disebut dengan era informasi.
Collin Cherry mengungkapkan perkembangan teknologi komunikasi yang cepat dewasa ini dengan istilah explosion. Hal ini disebabkan karena, Pertama, secara potensial teknologi komunikasi dapat menjangkau seluruh permukaan bumi hanya dalam tempo sekejap. Kedua, jumlah pesan dan arus lalu lintas informasi telah berlipat ganda secara geometrik. Untuk dua dekade belakangan ini saja, jumlah kontak komunikasi global yang ada diperkirakan sama banyak dengan komunikasi serupa selama beberapa abad lalu. Ketiga, kompleksitas teknologinya sendiri semakin canggih (sophisticated), baik piranti lunak maupun piranti kerasnya.1
Era globalisasi memiliki potensi untuk ikut mengubah hampir seluruh sistem kehidupan masyarakat, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Dialog antar budaya progresif Barat dan budaya ekspresif Timur berlangsung dalam skala besar-besaran tanpa disadari. Fenomena baru dalam era globalisasi ini hanya dalam hal tempo edar informasi yang kian pendek dan cakupannya yang kian luas. Berikut ini akan disarikan beberapa ciri-ciri dari era globalisasi informasi.
2. Karakteristik Masyarakat Global dan Informatif
Ciri pertama dari masyarakat global adalah semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat modern sebagaimana dihasilkan oleh industrialisasi dan teknologisasi merupakan masyarakat dengan struktur kehidupan yang dinamis, kreatif untuk melahirkan gagasan-gagasan demi kepentingan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Daya berpikir dan daya cipta semakin berkembang sedemikian rupa sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan dalam konteks yang nyata, seterusnya akan berakibat pada bergesernya nilai-nilai budaya yang setiap saat dapat berlangsung walaupun lamban namun pasti.2
Tidak satupun peradaban yang dapat disebut maju tanpa diikuti oleh pesatnya pertumbuhan ilmu dan teknologi. Munculnya industrialisasi adalah dampak dari kemajuan pola pikir dan daya kreasi manusia sehingga mampu memformulasikan makna kehidupan dalam bentuk sarana yang tersedia di alam raya. Industrialisasi dengan demikian menyangkut proses perubahan sosial, yaitu perubahan susunan kemasyarakatan dari suatu sistem sosial, perubahan dari keadaan negara kurang maju (less developed country) menuju kepada negara maju (more developed country). Karena itu, penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat untuk memenuhi kebutuhan hidup modern yang sudah memasuki seluruh wilayah kehidupan manusia dan masyarakat bangsa.
Ciri kedua dari globalisasi informasi adalah penyerbuan komunikasi dan informasi yang menembus batas-batas budaya. Seluruh kemajuan yang diperoleh oleh manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan komunikasi. sehingga sebagian orang menyebut komunikasi sebagai “perekat” hidup bersama. Hal ini dipahami karena istilah komunikasi itu sendiri mengandung makna bersama-sama (common, commoness: Inggris) berasal dari bahasa Latin communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, di mana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya; ikut mengambil bagian.3
Di samping sebagai lem perekat hidup bersama, komunikasi juga sering dipandang seolah-olah memiliki kekuatan gaib. Menurut B. Aubrey Fisher, tidak ada persoalan sosial yang tidak melibatkan komunikasi. Oleh sebab itu setiap saat manusia selalu dihadapkan dengan masalah sosial, yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih banyak atau lebih baik.4 Setidak-tidaknya semua kesalahfahaman yang kemudian menimbulkan konflik antara manusia dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya dinyatakan sebagai akibat kesalahan komunikasi. Memang komunikasi sering dimunculkan sebagai kambing hitam, jika terjadi keruwetan dan ketidakharmonisan dalam hubungan antar manusia dan antara bangsa.
Komunikasi memang menyentuh semua aspek kehidupan bermasyarakat, atau sebaliknya semua aspek kehidupan masyarakat menyentuh komunikasi. Justru itu orang selalu melukiskan komunikasi sebagai ubiquitous atau serba hadir. Artinya komunikasi berada di manapun dan kapanpun. Komunikasi merupakan sesuatu yang memang serba ada. Sifat komunikasi yang serba hadir ini, selain memberikan keuntungan juga sekaligus menimbulkan banyak kesulitan karena fenomena komunikasi itu menjadi luas, ganda dan multi makna.
Ciri ketiga adalah tingginya laju transformasi sosial. Kemajuan teknologi komunikasi yang dialami umat manusia dewasa ini memberikan kemudahan dan kecepatan dalam berhubungan antara satu dengan lainnya. Jarak tidak lagi menjadi kendala untuk dapat berkomunikasi. Informasi dan peristiwa yang terjadi di belahan dunia secara cepat dapat diakses oleh manusia di benua lain. Di samping jarak yang semakin dekat, masyarakat juga semakin banyak mendapatkan pilihan sarana untuk menyerap informasi. Dengan semakin cepatnya arus informasi dan beragamnya media komunikasi mengantarkan umat manusia kepada transformasi.
Dengan munculnya masyarakat informasi, muncul pula ekonomi informasi. Industri pabrik berubah menjadi industri informasi. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi sekaligus yang mencirikan masyarakat informasi adalah: Pertama, masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi. Kedua, inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan arus informasi. Ketiga, teknologi informasi yang baru pertama kali diterapkan dalam tugas industri yang lama, kemudian secara perlahan akan melahirkan aktivitas dalam proses produksi yang baru. Keempat, di dalam masyarakat informasi, individu yang menginginkan kemampuan menulis dan kemampuan dasar membaca lebih bagus daripada masa yang lalu, bisa mendapatkan pada sistem pendidikan yang tidak begitu terinci. Kelima, keberhasilan atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dan sentuhan yang tinggi pula.5
Alfin Toffler menggambarkan “karena tumbuhnya karakter global dari teknologi, masalah-masalah lingkungan, keuangan, telekomunikasi dan media, maka umpan balik kultural yang baru mulai beroperasi, sehingga kebijakan sebuah negara menjadi perhatian bagi negara lain”.6 Selanjutnya ia menjelaskan, implikasi dari kebijakan ini ialah tidak ada negara yang dengan sendirinya memiliki hak untuk menyimpan fakta dan bahwa etika informasi yang tidak terucapkan mengatasi kepentingan nasional.
Pesatnya pertumbuhan informasi saat ini bukan lagi hanya menyangkut jumlah, tetapi juga jenis, kualitas, dan kompleksitas informasi yang berkembang di segala bidang, termasuk yang tidak atau belum tentu berguna, di samping banyaknya limbah informasi. Begitu rupa perkembangannya, sehingga mulai menimbulkan gejala (penyakit) kecemasan informasi. Munculnya penyakit kecemasan informasi pada sebagian masyarakat belakangan ini, dikarenakan laju pertumbuhan dan akumulasi pengetahuan serta informasi mengalami peningkatan yang sangat cepat secara eksponensial. Gejala penyakit tersebut terlihat karena orang mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, walaupun belum tentu mampu mengelola dengan baik agar informasi yang tepat dalam bentuk yang sesuai. Arus informasi yang tersedia bagi berbagai lapisan masyarakat sangat banyak dan sukar dikendalikan atau diawasi. Dari satu segi, arus yang besar ini berguna untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) sekaligus memperkuat ketahanan nasional. Tetapi pada segi yang lain, arus informasi yang membanjir akan menenggelamkan SDM yang jumlahnya relatif masih sedikit. Arus informasi sukar untuk dibendung, ia hanya dapat dikendalikan, sehingga dengan pengendalian arus informasi tersebut peradaban umat Islam akan dapat terus eksis.
Ciri keempat adalah terjadinya perubahan gaya hidup (lifestyle). Teknologi komunikasi yang semakin canggih memberi kemudahan dan kebebasan kepada masyarakat untuk mengakses informasi apa saja yang ada. Implikasinya terjadilah perubahan sistem nilai karena perbenturan sistem nilai yang diadopsi oleh suatu masyarakat belum tentu atau tidak sesuai dengan latar belakang budaya, agama pada masyarakat sebelumnya. Bahkan ada pameo yang mengatakan kebingungan manusia modern bukan disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima, namun karena terlalu banyaknya informasi yang sampai melalui berbagai media komunikasi (flood of information).
Terpaan media cukup penetratif dan persuasif, daya pengaruhnya sudah mampu menembus filterisasi kebudayaan tradisional yang sudah semakin jauh ditinggalkan oleh para generasi muda di sebuah negara. Mereka pada umumnya sudah tercerabut dari akar-akar kebudayaan nasional, sementara kita belum lagi menemukan bentuk idel kebudayaan baru yang nota bene diimpor dari luar. Pada saat itu peranan informasi sangat dominan dalam mempengaruhi sekaligus mengubah watak dan kepribadian seseorang. Di sinilah fungsi krusial informasi benar-benar berlaku sebagai sebuah kekuasaan (information is power).
Informasi memainkan peranan yang vital dalam sebuah masyarakat, dan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan sebuah komunitas. Sebaliknya, jika informasi dibatasi dan dikekang, ia bisa menjadi alat depostisme dan ketidakadilan sosial. Menurut Ziauddin Sardar informasi merupakan kekuasaan, tanpa informasi seseorang tidak memiliki kekuasaan. Jika informasi dibolehkan mengalir secara bebas dalam masyarakat, maka ia akan memberikan jalan ke arah kekuasaan kepada masyarakat yang terbelakang, serta akan mencegah konsentrasi kekuasaan pada segelintir orang.7
Ciri kelima dari era globalisasi dan informasi adalah semakin tajamnya gap antara negara industri dengan negara berkembang, dengan kata lain terjadinya dominasi informasi oleh negara-negara maju terhadap negara-negara terbelakang. Alat dominasi yang paling efektif adalah pengetahuan, sedangkan pengetahuan itu tidak lain berbasis informasi. Menurut F. Rachmadi, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi pada satu sisi telah berhasil mengatasi dimensi ruang dan waktu, namun di sisi lain ternyata juga mempertajam ketidakseimbangan informasi antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang. Secara kuantitatif arus informasi dunia dikuasai oleh negara-negara maju. Arus informasi dunia memperlihatkan ketidakseimbangan yang serius, bahkan sebagian besar negara-negara dunia ketiga tidak memiliki alat-alat dan struktur yang memadai bagi pemancaran dan penerimaan informasi.8 Ketidakseimbangan ini mengakibatkan kepincangan dan ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara-negara maju. Negara-negara maju memiliki pengaruh dan dominasi yang kuat terhadap negara yang belum memiliki teknologi maju.
3. Kesimpulan
Umat Islam yang pada umumnya masih dikategori sebagai negara sedang berkembang, akan terus menjadi objek ketidakadilan informasi dunia, jika kita sendiri tidak pernah memberikan perhatian yang cukup dan kerja yang keras di bidang informasi. Kita harus dapat memahami manfaat dan mudarat informasi serta secara sadar memanfaatkannya untuk mencapai tujuan-tujuan kita, bukan tujuan-tujuan Barat. Penyaluran informasi yang dikembangkan oleh Barat pada era ini bertendensi sinisme dan antipati terhadap Islam sehingga seringkali tidak berdasarkan objektivitas, akurasi dan keseimbangan sumber.9 Arus deras penyebaran berita dengan kedangkalan interpretasi Dunia Barat terhadap masalah hak azasi dalam Islam, seringkali merupakan akibat dari kurangnya informasi dan karena pengaruh kekuasaan yang emosional. Mereka menggambarkan situasi ke dalam kaca yang pecah. Ahmad Naufal mengatakan bahwa strategi yang dilakukan Barat adalah memecah belah dan menimbulkan kecemasan (keresahan) di hati umat Islam, dengan taktik memanfaatkan perbedaan pendapat di kalangan umat. Rekayasa informasi merupakan bagian integral dari rekayasa sosial.10
Daftar Pustaka
- Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995.
- Fisher, B. Aubrey. Teori-teori Komunikasi. Bandung: Remadja Karya, 1986.
- Ibrahim, Marwah Daud. Teknologi Emansipasi dan Transendensi (Wacana Peradaban dengan Visi Islam). Bandung: Mizan, 1994.
- Naisbitt, John. Megatrends, Ten New Directions Transforming our Lives. Warner Books: A Warner Communications Company, 1984.
- Rachmadi, F. Informasi dan Komunikasi dalam Percaturan Internasional. Bandung: Alumni, 1988.
- Saefuddin, AM. Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi. Bandung: Mizan, 1990.
- Sardar, Ziauddin. Tantangan Dunia Islam Abad 21, diterjemahkan dari judul aslinya “Information and the Muslim Wold: A Strategy for the Twenty-first Century”, oleh A.E. Priyono dan Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1989.
- Sophiaan, Ainur Rofiq. Tantangan Media Informasi Islam, Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis. Surabaya: Risalah Gusti, 1993.
- Toffler, Alvin. Pergeseran Kekuasaan, Bagian II. Jakarta: Panca Simpati, 1992.
1 Marwah Daud Ibrahim, Teknologi Emansipasi dan Transendensi (Wacana Peradaban dengan Visi Islam), (Bandung: Mizan, 1994), hal. 72.
2 AM. Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi, (Bandung: Mizan, 1990), hal. 157.
3 Anwar Arifin, Ilmu Komuinkasi: Sebuah Pengantar Ringkas, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 19.
4 B. Aubrey Fisher, Teori-teori Komunikasi, (Bandung: Remadja Karya, 1986), hal. 7.
5 John Naisbitt, Megatrends, Ten New Directions Transforming our Lives, (Warner Books: A Warner Communications Company, 1984).
6 Alvin Toffler, Pergeseran Kekuasaan, Bagian II, (Jakarta: Panca Simpati, 1992), hal. 101.
7 Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21, diterjemahkan dari judul aslinya “Information and the Muslim Wold: A Strategy for the Twenty-first Century”, oleh A.E. Priyono dan Ilyas Hasan (Bandung: Mizan, 1989), hal. 132.
8 F. Rachmadi, Informasi dan Komunikasi dalam Percaturan Internasional, (Bandung: Alumni, 1988), hal. 26.
9 Ainur Rofiq Sophiaan, Tantangan Media Informasi Islam, Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis, (Surabaya: Risalah Gusti, 1993), hal. 74.
10 Ibid., hal. 70.