A. Pendahuluan
Perang Dunia Kedua terjadi pada tahun 1939, adalah perang antara Blok Negara Sekutu melawan Jerman, Italia dan Jepang. Blok Negara sekutu terdiri atas Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Cina dan Belanda. Pada awal abab ke 20 sebagai konsekwensi politik etis Belanda, Lahirlah elit-elit baru Nasionalis selain elit-elit Islam, mereka sering di sebut golongan nasionalisme sekuler, yang beridiologi Komunisme dan Nasionalisme.
Islam di Indonesia baik secara historis maupun sosiologis sangat komplek, terdapat banyak masalah, misilnya tentang sejarah dan perkembangan awal Islam. Oleh karna itu para sarjana sering berbeda pendapat. Harus di akui bahwa penulisan sejarah Indonesia diawali oleh golongan Orientalis yang sering berusaha untuk meminimalisasi peran Islam, di samping usaha para sarjana muslim yang ingin mengemukakan fakta sejarah yang lebih jujur.
Suatu kenyataan bahwa kedatangan Islam ke Indonesia di lakukan secara damai, berbeda dengan penyebaran islam di Timur Tengah yang dalam beberapa kasus di sertai dengan pendudukan wilayah oleh militer Muslim, Islam dalam batas tertentu di sebarkan oloh pedagang, kemudian di lanjutkan oleh para guru Agama(da´i) dan pengembara Sufi.
Tidak ada catatan sejarah atau prasasti pribadi yang sengaja di buat oleh mereka untuk mengabadikan peran mereka tersebut, di samping wilayah Indonesia yang amat luas dengan perbedaan kondisi dan situasi. Oleh karena itu wajar terjadi perbedaan pendapat tentang kapan, dari mana, dan dimana pertama kali Islam datang ke Nusantara.
Secara garis besar dapat di bagi ke pada tiga pendapat :
Pendapat pertama yang di pelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, di antaranya Snouck Hurgronye, mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia Pada abab ke 13 M dari Gujarat, bukan dari Arab langsung, dengan bukti di temukan makam Sultan yang beragama Islam bernama malik as-Sholeh, Raja pertama Kerajaan Samudra Pasai yang dikatakan berasal dari Gujarat.
Pendapat kedua dikemukakan oleh sarjana-sarjana muslim, diantaranya Prof. HAMKA, mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia pada abab pertama hijriyah, lansung dari Arab, dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat Internasional sudah di mulai jauh sebelum abab ke 13 (yaitu sudah ada sejak abab ke 7 M).
Pendapat ketiga yang terdiri dari sarjana kontenporer, di antaranya Tufik Abdullah mengkompromikan dua pendapat tersebut. Menurut pendapatnya, memang benar Islam sudah datang sejak abab pertama hijriyah (abab ke 7 atau 8 M), tetapi baru di anaut oleh para pedagang timur tengah di pelabuhan-pelabuhan sedangkan secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik baru pada abab ke 13 m, dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai.
Dengan kedatangan Islam, masyarakat Indonesia mengalami transpormasi dari masyarakat agraris feudal pengaruh Hindu-Budha kea rah masyarakat kota pengaruh Islam. Peradaban Islam pada hakikatnya terdiri dari proses Islamisasi di Nusantara yang bermula dari kota-kota pelabuhan.
Perjuangan kemerdekaan Indonesia yang telah di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak terlepas dari perjuangan sebahagiaan umat Islam, maka untuk melihat lebih jauh bagaimana Islam pasca Perang Dunia II, yakni pada abab ke 20, Islam Indonesia pada masa penjajahan colonial Belanda, pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan dapat kita lihat dari uraian di bawah ini.
B. Bangkitnya Nasionalisme di Dunia Islam
Usaha untuk memulihkan kembali kekuatan Islam, yang disponsori oleh gerakan pembaharuan, di dukung oleh dua factor yang saling mendukung, yakni kemurniaan ajaran Islam dari unsure-unsur asing yang di pandang sebagai penyebab kemunduran Islam dan dengan meminta gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat. Yang pertama seperti gerakan Wahhabiyah yang di pelopori oleh Muhammad ibn Abd al Wahhab ( 1703-1787 M) di Arabia, Syah Waliyullah ( 1703-1762 M) di India dan Garakan Sanusiyah di Afriaka Utara yang di pimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari Aljazair .
Sedangkan yang kedua, tercermin dalam pengiriman pelajar muslim oleh pengusaha Turki Usmana dan Mesir ke Negara-negara Eropa untuk menimba Ilmu Pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penertejemahan karya-karya barat ke dalam bahasa islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga banyak menuntut ilmu ke Inggris.
Gerakan pembaharuan ini dengan segera memasuki dunia politik, karena Islam tidak bias di pisahkan dengan dunia politik. Gagasan Islam yang pertama kali muncul adalah gagasan Pan-Islamisme ( persatuan islam Sedunia) yang mula-mula di dengungkan oleh gerakan Wahhabiayah dan Sunisiyah . namun, gagasan ini baru di suarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaluddin al-Afghani (1838-1897) .
Menurut L. Stoddard, al-Afghanilah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal itu dan melakukan usaha-usaha yang teliti untuk pertahanan . umat Islam menurutnya, harus meninggalkan perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Akan tetapi, dia juga berusaha untuk membangkitkan semangat local dan nasional negeri-negeri islam. Karena itu al-Afghani di kenal sebagai bapak nasionalisme dalam islam .
Semangat Pan-Islamisme yang bergelora itu mendurong Sultan Kerajaan Turki Usmani, Abd. Al Hamid II ( 1876-1909) untuk mengundang Al-Afghani ke Istambul, ibu kota kerajaan. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan hangat di negeri-negeri Islam. Akan tetapi semangat demokrasi Al-Afghani tidak di izinkan membuat banyak di Istambul .
Setelah itu, gagasan pan-islamisme cepat redup, terutama setelah Turki Usmani bersama sekutunya, Jerman, kalah dalam perang dunia dan kehalipahan di hapuskan oleh Musthafa Kemal, tokoh yang justru mendukung gagasan nasionalisme, rasa kessetiaan kepada Negara kebangsaan.
Gagasan nasionalisme yang berasal dari barat itu, masuk ke negeri-negeri muslim melalui persentuhan umat islam dengan barat yang menjajah mereka dan di percepat dengan banyaknya pelajar muslim yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga pendidikan barat yang didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada mulanya banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam karena di pandang tidak sejalan dengan semangat ukhuwah Islamiyah. Akan tetapi, ia berkembang cepat setelah gagasan Pan-Islamisme redup.
C. Islam di Indonesia
Sejak zaman pra sejarah penduduk kepulawan Indonesia di kenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abab masehi, sedah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepulawan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara .
Penyebaran Islam di Indonesia pertama-tama di lakukan oleh pedagang, pertumbuhan komoditas Islam bermula di berbagai pelabuhan-pelabuhan penting di jawa dan pualu lainya. Kerajaan-kerajaan Islam lainya juga berdiri di daerah pesisir, demikian halnya dengan kerajaan Pasai, Aceh, Demak, Cirebon, Ternate dan Tidore. Dari sana Islam menyebar ke daerah-daerah sekitar. Begitu pula yang terjadi di Sulawesi dan Kalimantan menjelang akhir abab ke 17, pengaruh Islam sudah hampir merata di berbagai wilayah penting di Nusantara.
Pada abab pertama hijriyah atau abab ke 7 & 8 M, Islam masuk ke Indonesia ini di dasarkan pada penemuan batu nisan wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maupun di leran dekat Surabaya tahun 475 H atau 1082 M , Snouk Hurgronye menjelaskan bagai mana di kutip oleh Ruslam Abdul Ghani, bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abab ke 13 yang merupakan campuran atau tambahan dari peradaban Persia dan India. Masuknya Islam ke Indonesia di lakukan dengan cara damai di asertai dengan toleransi dan saling menghargai antar penyebar dan pemeluk agama baru dengan penganut agama-agama lama (Hindu-Budha).
Ajaran Islam di bawa oleh pedagang Arab dari Gujarat di India yang tertarik dengan rempah-rempah, kemudian mereka membentuk kloni-kloni Islam yang sering kali di tandai dengan kejayaan dan semangat dakwahnya. Menurut Uka Tjandrasasmita sebagaimana yang di kutip Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, menjelaskan bahwa proses penyebaran agama Islam di lakukan melalui enam saluran yaitu :
1. Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan saluran Islamisasi adalah perdagangan, kesulitan lalu lintas perdagangan pada abab ke 7 hingga ke 16 M, membuat pedagang muslim (Arab,Persia dan India), turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri bagian barat, tenggara dan timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaliu perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal
2. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status social yang lebih baik dari para kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putrid-putri bangsawan tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka di Islamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan lingkungan mereka makin luas, segingga timpul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan muslim.
3. Saluran Tasauf.
Pengajar-pengajar tasauf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah di kenal luas oleh amsyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang mengawini para putrid-putri bangsawan setempat. Dengan tasauf,“bentuk“ Islam yang di ajarkan pada punduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama hindu, sehingga agama baru ini mudah di mengerti dan di terima.
Di antara ahli-ahli tasauf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh lemah Abang dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik ini masih berkembang di abad ke 19 bahkan di abab ke 20 M ini.
4. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga di lakukan dengan pendidikan, baik pesantern maupun pondok yang di selanggrakan oleh guru agama, kiyai-kiyai maupun para ulama. Di pesantren atau pondok itu para ulama, guru agam dan kiyai mendapat pelajaran agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampong masing-masing, atau berdakwah ke tempat tertentu pengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang di dirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabayadan Suan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini banyak di undang ke maluku untuk mengajarkan agama Islam.
5. Saluran Kesenian
Saluran islamisasi yang paling terkenal adalahpertunjukan wayang. Sunan Kali Jaga adalah tokoh yang paling mahir dalam pementasanWayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi dia meminta penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat Syahadat.
6. Saluran Politik
Di maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat terbantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatra dan Jawa maupun se-Indonesia bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaanIslam secara politis, banyak menarik kerajaan non Islam itu masuk Islam.
D. Corak dan Perkembangan Islam di Indonesia
1. Masa Kolonial Belanda
Pada mulanya kedatangan Kolonial Belanda ke Indonesia hanya menjalin hubungan dagang, hal ini di sebabkan Indonesia kaya dengan rempah-rempah, mamun setelah itu mereka ingin memonopili perdagangan tersebut bahkan manjadi tuan bagi bangsa Indonesia. Saat itu Pemerintah Kolonial belum berani mencampuri masalah agama dan tidak mempunyai kebijaksanaan terhadap orang Islam, ini di mungkinkan karena mereka belum mempunyai pengetehuan tentang Isalm dan bahasa Arab serta belum mengetahui pula tentang system social kemasyarakatan umat Islam.
Namun, pada tahun 1808, pemerintah Belanda mengeluarkan Instuksi kepada bupati agar usrusan orang Jawa tidak di ganggu dan pemuka-pemuka agama mereka di biarkan menyelesaikan perkara-perkara yang menyangkut masalah perkawinan dsan kewarisan. Lalu pada tahun1882 terjadi ketika berkembang pendapat di kalangan orang Belanda, bahwa hukum yang berlaku bagi orang-orang Indonesia asli adalah undang-undang agama meraka, yakni hukum Islam. Mereka menganut teori yang sangat terkenal, Receptio in complexu, yang sejak tahun1855 telah memperoleh landasan perundang-undangan Hindia Belanda melalui pasal 75, 78 dan 109 pada tahun 1854 (stbl 2855 No.2). sementara itu, sejak tahun 1838, di kalangan pemerintah Belanda sendiri muncul keinginan untum memberlakukan modifikasi hukum perdata berdasarkan asas konkordansi di Hindia Belanda saat itu kewenangan Lembaga Pendidikan Agama di batasi hanya perkara-perkara perkawinan, kewarisan dan perwakafan.
Apalagi setelah kedatangan snouk Hurgronye yang di tugasi menjadi penasehat urusan pribumi dan Arab, pemerintahan Hindi Belanda berani membuat kebijakan tentang politik Islam. Dengan politik ini dia membagi masalah Isalm dalam tiga kategori :
a). Bidang Agama Murni/Ibadah
terhadap bidang ini Pemerintah Kolonial Belanda memberikan kemerdekaan kepada umat Islam, untuk melaksanakan ajaran agamanya sepanjang tidak mengganggu pemerintahan hindia belanda.
b). Bidang Sosial Kemasyarakatan
pemerintah membiasakan adat kebiasaan yang berlaku ( Teori Receptie).
c). Bidang Politik
pemerintah melarang keras orang Islam yang membahas hokum Islam baik al-Qur‘an dan sunah yang memerangkam tentang politik kenegaraan dan ketatanegaraan.
Di kalangan rakyat makin berkuasanya colonial di rasakan sangat berat karena terjadi Eksploitasi hasil bumi rakyat untuk kepentingan VOC. Dalam kondisi seperti itu rakyat bergabung kepada pemimpin non formal para kayai,ulama dan bangsawan untuk menggalang rakyat untuk melawan dan berjuang atas nama agama. Terjadilah Perang Paderi ( 1821-1837 ), di pelopori Imam Bonjol di Bantu delapan ulama yang bergelar Harimau Nan Salapan, Perang Aceh ( 1837-1904 ) di pimpim oleh panglima Polim yang di dukung para ulama, haji dan muslim Aceh. Walaupun perang ini kalah, tetapi Islam makin berkembang ke pedalaman di bawah pemimpin yang menyingkir dari kerajaan belanda, seperti sisa-sisa tentara perang paderi di pedalaman tanah Batak menjadikan sebahagiaan suku batak masuk Islam. Sebagian sisa-sisa pelarian perang Paderi yang lain ada yang pergi ke timur tengah, bermukim di sana sambil menuntut ilmu, sehingga terkena pengaruh Reformasi Islam Internasional. Diantara mereka adalah Ahmad Khatib al- Minang Kabawi, Djamir Djambek dan Thahir Djalaluddin di susul kemudian oleh Haji Abd. Karim ( Haji Rasul-ayahanda Hamka). Ketika mereka kembali dari negerinya, mereka menyadari bahwa mereka tidak akan mungkin berkompetisi dengan colonial belandadan penetrasi Kristen. Mereka menyadari bahwa mereka tidak akan berhasil kalau mereka terus melakukan cara-cara tradisional. Oleh karena itu, perlu di adakan perubahan-perubahan, yang walaupun berasal dari colonial sendiri, yaitu berjuang melalui organisasi-organisasi, baik bidang social pendidikan yang tertenal dengan nama Sumatera Thawalib ataupun melalui gerakan politik dengan nama permi. Demikian juga K.H. Ahmad Dahlan di jawa dengan gerakan Muhammadiyah dan K.H. hasyim Asy’ari dengan gerakan N U. walaupun kegiatan dan pusat perhatian berbeda-beda, K.H. Hasyim Asy’ari menitikberatkan kepada kemurnian Mazhab, sementara Muhammadiyah serta ualma-ulama muda minangingin kembali kepada sumber asli Al-qur’an dan Hadist, tetapi mereka sama-sama ingin menjadikan Islam sebagai perjuangan politik untuk melawan colonial, menjadikan Islam sebagai sarana untuk mengangkat harga diri berhadapan dengan kekuasaan colonial. Islam jg akan di jadikan peletak landasan kesamaan, pengikat persatuan sebagaimana di perjuangkan olehSyarikat Islam(SI),“bangsa islam“ yang mengawali perasaan kebangsaan sampai partai nasionalisme di temukan.
2. Masa Penjajahan Jepang
Tahun 1938-1945, terjadi perang dunia II, antar jerman,Italia dan Jepang berhadapan dengan sekutu yang terdiri dari Inggris, Prancis, Rusia dan Amerika. Fron Fasifik meletus tanggal 8 Desember 1941 ketika Amerika Serikat membuka fron baru menghadapi Jepang yang menjatuhkan bom di Pearl Harbour, sebuah pangkalan militer Amerika. Hindia Belanda (Nusantara) di bawah jajahan Belanda melalui Ratu Wihelmina mengumumkan perang kepada Jepang. Dengan demikian, tak heran kalau Hindia Belanda yang mempunyai sumber minyak di kuasai oleh Jepang. Tanggal 1 Maret 1942 tentara jepang mendarat di Jawa. Bandung sebagai pusat pertahanan Belanda dibombardir Jepang. Hindia Belanda menyerah Tanpa Syarat , Hindia Belanda pun di jajah Jepang.
Sebagai penjajah, jepang jauh lebih kejam dari pada Belanda. Jepang merampas semua harta rakyat untuk kepentingan perang, sehingga rakyat mati kelaparan. Untuk menyambung hidup, rakyat makan pisang muda atua hatinya batang pisang, sedangkan untuk baju rakyat memakai goni.
Jika pada masa belanda ada istilah “kerja rodi“, maka di zaman Jepang menjadi romusa. Jika kerja rodi masih bekerja (paksa) di kampong sendiri, maka romusa di kirim jauh sampai kepedalaman Burma dan Thailand, untuk membangaun jalur kereta api yang menghubungkan Birma dan Bangkok.
Gadis-gadis Indonesia banyak di kerahkan menjadi penghibur tentara jepang di singapura atau di tempat lain. Mereka di bujuk untuk melanjutkan study di Tokyo padahal di jadikan mangsa tentara Jepang. Ribuan di antara mereka meninggal atau menjadi gila.
Perintah ber-seikeirei (membungkuk seperti rukuk dalam sholat ke arah matahari terbit ke timur kea rah tenno Haika, karena ia di anggap keturunanDewa Matahari Amaterasu omikami- Tuhan jagat raya yang mengarungi kepada ras Yamato) di anggap suatu paksaan untuk berbuat syirik.
Dilihat dari hal itu Jepang sebenarnya lebih kafir dari pada Belanda, karena Belanda masih tergolong kafir Kitabi. Jepang bertujuan untuk me-Nippon-kan Indonesia, sedangkan belanda menjadikan bangsa Indonesia Inlander (penduduk kelas dua).
Untuk mempercepat usaha itu segala cara di tempuh, yaitu dengan cara-cara sebagai berikut :
a. membersihkan kebudayaan barat, kebudayaan Islam dig anti dengan kebudayaan Jepang, langkah pertama adalah menjadikan bahasa Jepang sebagai Lingua Franca (bahasa resmi), istilah-istilah resmi memakai bahasa Jepang, madrasah yang bahasa pengantarnya di tutup, bahasa arab yang di ajarkan di pesantren di larang, walaupun akhirnya larangan itu di cabut akibat kerasnya tantangan umat Islam.
b. Mengubah sistim pendidikan. Jepang mengetahi bahwa jalur yang tepat me-Nippon-kan Indonesia adalah melalui pendidikan dengan menguasai kurikulum. Para pelajar harus mempelajari adad istiadat jepang, taiso (pendidikan jasmani jepang), melakukan lagu kebangsaan jepang.
c. Membentuk barisan pemuda. Jepang berusaha untuk melatih dan memobilisasi pemuda dan santri dengan latihan perang memakai senjata bamboo runcing. Dalam perkembanganya muncul PETA (Pembela Tanah Air) pada bulan Oktober 1943, Barisan Hizbullah, November 1943, Barisan Kemiliteran Santri yang di pimpin oleh Zainal Arifin, tokoh NU dalam Masyumi.
d. Memobilisasi pemimpin Islam. Islam adalah alat yang paling efektif dalam berkomunikasi dengan masyarakat, oleh karena itu, jepang memanfaatkanya untuk menyebarkan kebudayaan Jepang dengan cara mendoktim ulama dengan latihan-latihan. Dalam latihan itu para ulamadiindoktrinasi dengan ide-ide Jepang sehingga mempunyai “jiwa baru“ mempropagandakan ide-ide jepang. Di samping itu di usahakan juga menghapus ide-ide pan-Islamisme di ganti dengan pan asia. Mereka menjelaskan bahwa hakkoichiu (persaudaraan Asia) mempunyai persamaan dengan cita-cita Islam.
e. Membentuk organisasi baru. Untuk kepentingan Niponisasi, Jepang membutuhkan suatu organisasi muslim yang menyeluruh, yang menghimpum muslim Indonesia, baik yang beraliran maju (tajdid) maupun yang beraliran bertahan (Al-Muhafizhah), antara lain :
1. Shumubu (Departeman Agama buatan Jepang), di bentuk maret 1942.
2. Majelis Syuro muslimin Indonesia (Masyumi), di bentuk tanggal 24 Oktober 1943. dalam masyumi ini tergabung semua organisasi muslim, antara lain: Muhammadiyah, NU dan Persatuan Islam.
Tindakan Jepang yang kejam ternyata ada segi positifnya bagi muslimin Indonesia, terlepas dari dikehendakinya atau tidak oleh Jepang. Dengan mengabaikan niat dan tujuan Jepang, ikhtiar mereka ternyata menyiapkan kemrdekan dan kemajuan Indonesia. Tindakan-tindakan yang bernilai positif antara lain sebagai berikut:
a. Mendamaikan antara kaum “maju” (pembaharu) dengan kaum bertahan (tradisional)
b. Memberikan kesempatan kepada ulama untuk mengalami pendidikan politik dengan menjadi pemimpin suatu organisasi besar yang menyeluruh yang di dukung oleh berbagaimacam aliran.
c. Memberi kesempatan pada ulama untuk menjadi administrator, sehingga mendapat pengalaman baru, hal ini dapat dilihat dari dalam kewajiban untuk membuat dan melaksanakan peraturan perundang-undangan, sehingga sikap yang hanya di lihat dari segi fiqh saja telah berubah menjadi cakrawala yang luas
d. Mempersatukan sistim pendidikan.
e. Memberikan keahlian dan keterampilan kepada pemuda-pemuda serta mempersiapkan diri menjadi kader-kader bangsa.
f. Mempersatukan bahasa Indonesia menjadi bahasa Nasional.
g. Membentuk organisasi masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dan Hizbullah yang menjadi cikal bakal TNI.
h. Mendirikan sekolah tinggi Islam
3. politik Islam Masa Kemerdekaan.
a. Masa revolusi
Pada proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, “Piagam Jakarta“ tidak di gunakan, justru Soekarno – Hatta justru membuat teks Proklamasi yang lebih singkat, karena di tulis secara tergesa-gesa, namun demikian, penghapusan piagam Jakarta, sama sekali tidak mengakhiri kompik ideology. Para nasionalis islam harus menerima kenyataan itu, karena masa revolusi bukanlah masa yang tepat untukmendesak terlaksananya cita-cita –slam mereka. Akhirnya keinginan mereka terwujud dengan dikeluarkanya maklumat oleh pemerintah tentang di perkenankanya mendirikan partai-partai politik, maka parpol-parpol pun lahir. Di lihat secara ideologis partai-partai politik ini dapat di bedakan :
a). Ideologi Islam, seperti Masyumi, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSSI), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERMI) dan NU
b). Idoelogi Nasional Sekuler, di wakili oleh PNI
c). Ideologi marxis Sosialis, di wakili oleh Partai Sosialis PKI. Partai Buruh Indonesia, Partai Rakyat Sosialis dan PESINDO.
Dalam masa revolusi komplik idiologi, tidak begitu jelas tetapi dapat di rasakan dan di saksikan melalui pergantian-pergantian cabinet yang silih berganti. Baru setelah PEMILU tahun 1955, dialog ideology kembali muncul secara terbuka, secara teritis hasil pemilu 1955 tersebut merupakan frame of reference tentang konfigurasi papan catur politik Indonesia. Dalam Majelis Konstituante, tahun 1955 parpol islam memperoleh 230 kursi, partai lainya 286 kursi, berarti parpol Islam memiliki 45%, sedangkan berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950, penetapan Undang Undang baru harus di dukung oleh ⅔ anggota yang hadir. Jadi tidak mungkin politisi Islam manggol ideology Islam sebagai Dasar Negara.
Memang kesempatan untuk menyelasaikan konstituante masih terluang, namun bias di akhiri dengan keluarnya Dekrit Presiden 1959. kunstituante di nyatakan bubar dan Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan berlaku kembali. Dekrit ini menandai bermulanya suatu Era Baru, yakni Demokrasi Terpimpin.
b. Masa Demokrasi Terpimpin.
Sejak masa demokrasi terpimpin, Indonesia mengalami masa yang di sebut Orde Lama. Pada tanggal 10 Oktober 1956, ketika siding Majlis Konstituante di buka di Bandung, Soekarno manyatakan bahwa Demokrasi Perlementer perlu di ganti dengan Demokrasi Terpimpin. Demokrasi terpimpin adalah Demokrasi murni yang berdasarkan suatu ideology yang meminpim dengan di pimpim oleh ideology Negara yaitu Pancasiladan pleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan untuk mufakat di antara semua golongan progresif.
Rezim baru ini ditopang oleh sebuah program ideology baruyang di sebut NASAKOM ( Nasionalis, Agama dan Komunisme), sebagai simgol dari rezim yang rancangan perekonomian yang memusat dan merupakan keinginan untuk menyatakan Nsionalis, Islam dan Komunis. Akan tetapi idenya di laksanakan dengan sendiri, yang mengakibatkan ketidak puasan golongan Nasionalis dan Angkatan Bersenjata. Masa demokrasi terpimpin berakhir dengan gagalnya gerakan 30 September 1965 (PKI) oleh umat Islam bersama ABRI dan golongan lainya.
c. Masa Orde Baru.
Keluarnya surat perintah 11 Maret 1966, merupakan titik awal Lahirnya Orde Baru. Persoalan yang pertama yang menghadang erzim yang baru adalah krisis dari rezim yang sebelumnya.
Sejak terjadinya G.30 S PKI, kedudukan soekarno menjadi semakin kritis. Aksi Pemuda yang di sebut sebagai “Angkatan 66“ seperti yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dimana HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) mempunyai peranan yang sangat penting turun ke jalan menuntut : 1. turunkan harga, 2. bubarkan PKI, 3. anti penyelewengan. Pasukan Angkatan Darat terutama RPKAD menyokong aksi ini.
Di kalangan uamt Islam timbul harapan-harapan. Dengan di hapusnya PKI tidak ada lagi halangan menjalankan “Syariat Islam“. Pimpinan Masyumi yang dilepas dari tahanan di sambut gembira.
Rupanya orde baru mempunyai pikiran curiga. Oleh karena itu umat Islam mulai menyadari bahwa memperjuangkan Islam melalui jalan politik kurang menguntungkan, perlu jalan lain yaitu jalan dakwah, tidak perlu lagi melalui siding-sidang MPRS 1966. ada isu untuk menggantikan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dengan Islam. Semua kelompok partai politik sepakat sepakat berpegang dengan Undang Undang Dasar 1945. inilah yang kemudian di sebut “Konsensus Nasional“.
Namun, muncul consensus lain, menyederhanakan partai-partai dan menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azaz tunggal bagi semua Organisasi. Consensus ini menjadi pembicaraan yang lama dan a lot. Di kalangan umat Islam, kemenangan terhadap G.30 S. PKI sebagai kesempatan untuk merehabilitasi MASYUMI. Akan tetapi Orde Baru menolak. Sebagai gantinya, tanggal 20 Februari 1968, surat kepuyusan Presiden No. 70/68 mengesahkan Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI) dengan Ketuanya Djarnawi Hadikusumo serta Sekretaris Umumnya Lukman Harum.
Mengenai penyederhanaan partai di kelompokkan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut :
1. Kelompok Nasionalis (PNI, IPKI, Murba).
2. Kelompok Sritual (NU, PMI/parmusi, PSSI, Perti, Perkindo dan Katholik. Belakangan karena perkindo dan katholik berbeda agama, maka berafilisasi dengan Nasionalis.
3. Golongan Karya.
Kelompok sritual menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan kelompok nasionalis di sebut Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pada masa Orde Baru, umat islam berhasil menggalang persatuan. Orde Baru banyak mengalami perubahan. Restrukturisasi politik, di lakukan tidak hanya dalam penyederhanaan partai politik tetapi juga dalam bentuk penyadaran pentingnya persatuan.
Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijinkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah MAKALAH ISLAM PASCA PERANG DUNIA KEDUA, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.Salam saya Ibrahim Lubis. email :ibrahimstwo0@gmail.com |