A. Latar Belakang Masalah
Di dalam proses kegiatan dakwah, faktor motivasi menjadi penentu bagi keberhasilannya. Adapun tujuan motivasi bagi seorang da’i adalah menggerakkan atau memacu objek dakwah (mad’u) agar timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah dapat tercapai. Dan seorang da’i dituntut untuk mengarahkan tingkah laku mad’u sesuai dengan tujuan dakwah kemudian menopang tingkah laku mad’u dengan menciptakan lingkungan yang dapat menguatkan dorongan-dorongan tersebut. Selanjutnya suatu organisme yang dimotivasi akan melakukan aktifitasnya secara lebih giat dan lebih efisien dibandingkan dengan organisme yang beraktifitas tanpa motivasi. Selain menguatkan organisme, motivasi cenderung mengarahkan kepada suatu tingkah laku tertentu.
Namun, tidak semua motivasi yang telah direncanakan tersebut berjalan mulus tanpa sandungan sedikitpun. Permasalahan seringkali muncul yang berkaitan dengan pemberian motivasi dalam dakwah, yaitu ketika da’i dalam mengarahkan tingkah laku mad’u tidak sesuai dengan tujuan dakwah tersebut, seperti pribadi da’i yang mungkin kurang dapat diterima, seperti watak yang keras, kaku, angkuh, sombong, materialistis, sifat yang tidak terpuji dan tingkah laku yang tidak mencerminkan seorang da’i, juga dari materi yang disampaikan kurang tepat sasaran, tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai dengan kadar kemampuan, juga dari teknis penyampaian dakwah tidak sesuai dengan keadaan yang menerima, dan dari alat yang dipergunakan tidak banyak menunjang keberhasilan dakwah, serta dari tujuan tidak jelas dan mungkin belum dihayati sehingga proses dakwah berjalan tanpa arah. Kejadian ini dapat diidentifikasi sebagai minimnya motivasi dakwah yang diberikan da’i kepada audien (mad’u).
Dari contoh kejadian kasus di atas, dapat diambil suatu pertanyaan, “Bagaimanakah sebetulnya pengertian motivasi dalam dakwah ?” Realitas ini sangat penting untuk dibahas dalam makalah ini. Maka dari itu, pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalah-masalah tersebut. Berdasarkan keterangan-keterangan, telah ditemukan penjelasan para pakar mengenai pengertian motivasi dalam dakwah dan hal-hal yang terkait dengannya. Selanjutnya, berangkat dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulisan makalah ini kami beri judul “Pengertian Motivasi Dalam Dakwah”.
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata motive. Motive berasal dari kata “motion” yang berarti “gerakan”. Menurut Vroom seperti yang dikutip Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bentuk-bentuk kegiatan yang dikehendaki. Istilah motivasi ini mencakup sejumlah konsep seperti dorongan (drive), kebutuhan (need), rangsangan, ganjaran dan sebagainya. Jadi dapat dijelaskan bahwa motif merupakan dorongan yang timbul dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah pendorong kepada suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak untuk melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Jadi, motif cenderung instrinsik sedangkan motivasi cenderung ekstrinsik. Atau dapat dikatakan motivasi adalah pendorong munculnya motif.
Pengertian motivasi menurut beberapa pakar :
- Fillmore H. Sandford menjelaskan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan suatu makhluk yang mengarahkannya kepada sesuatu tujuan atau beberapa tujuan dari tingkat tertentu.
- Chung dan Meggison, motivasi merupakan perilaku yang ditujukan kepada sasaran, motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan.
- Stoner & Freeman, motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu.
- Kartini Kartono, motivasi adalah dorongan terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dengan dorongan (driving force) di sini dimaksudkan : desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup.
- Menurut Walgito (2002) motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau tomove yang berarti kekuatan dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force).
- Menurut Caplin (1993) motif adalah suatu keadaan ketegangan di dalam individu yang membangkitkan, memelihara dan mengarahkan tingkah laku menuju pada tujuan atau sasaran. Motif juga dapat diartikan sebagai tujuan jiwa yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi di sekitarnya. (Woodworth dan Marques dalam Mustaqim, 1991).
- Sedangkan menurut Koontz dalam Moekjizat (1984) motif adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang menggiatkan atau menggerakkan, dan yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan-tujuan tertentu.
- MC. Donald (dalam Hamalik, 1992) motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurutnya terdapat tiga unsur yang berkaitan dengan motivasi yaitu :
1). Motif dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, misalnya adanya perubahan dalam sistem pencernaan akan menimbulkan motif lapar.
2). Motif ditandai dengan timbulnya perasaan (afectif arousal), misalnya karena Amin tertarik dengan tema diskusi yang sedang diikuti, maka dia akan bertanya.
3). Motif ditandai oleh reaksi-rekasi untuk mencapai tujuan. Respon-respon itu berfungsi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Tiap respon merupakan suatu langkah ke arah mencapai tujuan. Contoh : si A ingin mendapat hadiah, maka ia belajar misalnya mengikuti ceramah, bertanya, membaca buku, menempuh tes dan sebagainya.
h. Menurut Terry (dalam Moekjizat, 1984) motivasi adalah keinginan di dalam diri individu yang mendorong individu untuk bertindak.
i. Motivasi adalah keadaan internal organisme_ baik manusia ataupun hewan_yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Atau pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.
j. Menurut Sartain dalam Psychology Understanding of Human Behavior seperti yang dikutip Ngalim Poerwanto, yang dikutip Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, motivasi adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku ke suatu tujuan atau perangsang.
Ada tiga poin penting dalam pengertian motivasi yaitu hubungan antara kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan muncul karena adanya sesuatu yang kurang dirasakan oleh seseorang, baik fisiologis maupun psikologis. Dorongan merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan tadi, sedangkan tujuan adalah akhir dari satu siklus motivasi.
Terlepas dari beberapa definisi di atas, kita dapat mengambil tiga kata kunci yang berkaitan dengan pengertian motivasi, yaitu dorongan/ keinginan, tingkah laku, dan tujuan. Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya mengarahkan tingkah laku untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan.
2. Konsep Motivasi
a. Menurut Abraham H. Maslow. Maslow mengatakan bahwa hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang memotivasi perilaku manusia. Teori Maslow ini menekankan pada dua pemikiran pokok :
1). Manusia mempunyai banyak kebutuhan, tetapi kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi yang mempengaruhi perilaku manusia.
2). Kebutuhan manusia dikelompokkan ke dalam hierarki menurut kepentingannya. Bila suatu kebutuhan dipenuhi, maka kebutuhan lainnya yang lebih tinggi muncul untuk dipuaskan.
Teori Maslow berpendapat bahwa manusia mempunyai 5 (lima) kebutuhan sosial, meliputi :
1). Kebutuhan fisikologikal seperti sandang, pangan dan papan.
2). Kebutuhan keamanan, tidak hanya dalam arti fisik akan tetapi dengan mental psikologikal dan intelektual.
3). Kebutuhan sosial, berupa persahabatan dan ketertiban.
4). Kebutuhan prestise yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status.
5). Aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah jadi kemampuan nyata.
Tingkatan kebutuhan tersebut dapat diragakan seperti tampak dalam gambar berikut ini :
b. Sementara itu, Stranger (Nana Syaodih Sukmadinata, 2005) mengetengahkan empat jenis kebutuhan individu, yaitu:
1). Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu kebutuhan untuk berkompetisi, baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang tertinggi.
2). Kebutuhan berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk mencari dan memiliki kekuasaan dan pengaruh terhadap orang lain.
3). Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk mengikat diri dalam kelompok, membentuk keluarga, organisasi ataupun persahabatan.
4). Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yaitu kebutuhan untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang menghambat perkembangannya.
3. Aspek-Aspek Motivasi
Aspek-aspek motivasi adalah :
a. Aspek fisik, meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya, seperti tubuh, pakaian, benda miliknya, dan lain sebagainya.
b. Aspek psikis, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri.
c. Aspek sosial, meliputi kemampuan dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain secara umum.
d. Aspek moral, meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang, arti dan nilai moral, hubungan dengan Tuhan, perasaan menjadi orang “baik atau berdosa”, dan kepuasan atau ketidakpuasan terhadap agama yang dianut.
e. Aspek seksual, meliputi pikiran dan perasaan individu terhadap perilaku dan pasangannya dalam hal seksualitas.
f. Aspek keluarga, meliputi arti keberadaan diri di dalam keluarga, hubungan dengan dan dalam keluarga.
g. Aspek diri secara keseluruhan, meliputi pikiran, perasaan, dan sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri. Kombinasi dari keseluruhan aspek tersebut adalah gambaran mengenai diri seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya maupun penilaian berdasarkan harapannya.
Aspek-aspek tersebut selanjutnya menjadi dorongan (motivasi) yang merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi (keteguhan, kegigihan, ketegaran, ketahanan) dan antusiasmenya (gairah, semangat yang menggebu) dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
4. Teori-Teori Motivasi
HM. Arifin mengatakan bahwa, secara fundamental motivasi bersifat dinamis yang melukiskan ciri-ciri tingkah laku manusia yang terarah pada suatu tujuan. Dengan motivasi, seseorang dapat melipat gandakan usahanya untuk mengetahui rintangan dan mencapai tujuan tersebut.
Para psikolog memberikan pengertian dan teori-teori sebagai berikut:
a. Sigmund Freud : berpendapat bahwa dasar dari motivasi tingkah laku manusia adalah insting (naluri). Semua perilaku manusia berasal dari dua kelompok naluri yang bertentangan yaitu :
1). Naluri kehidupan yang meningkatkan hidup dan pertumbuhan seseorang. Maksudnya dorongan insting untuk hidup mendorongnya untuk mencintai dan mencipta.
2). Naluri kematian yang mendorong manusia ke arah kehancuran. Maksudnya dorongan insting untuk mati mendorong manusia untuk membenci dan menghancurkan.
b. Abraham Moslow : berpendapat bahwa manusia dimotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah dan berasal dari sumber genesis atau naluriah. Maksudnya motive manusia senantiasa menggerakkannya kepada pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan yang bertingkat-tingkat.
c. K.S. Lashley : berpendapat bahwa motivasi dikendalikan oleh respon-respon susunan saraf sentral ke arah rangsangan dari dalam dan dari luar yang variasinya sangat komplek termasuk perubahan komposisi kimiawi dan aliran darah.
d. Fillmore H. Sanford : berpendapat motivasi sebagai kondisi yang menggerakkan suatu organisme yang mengarah kepada tujuan.
5. Motif Dalam Al-Qur’an
Ketika manusia melakukan perbuatan, disadari atau tidak sebenarnya ia digerakkan oleh suatu sistem di dalam dirinya yang disebut sebagai sistem nafs. Isyarat tentang adanya tingkah laku manusia (motif) dalam sistem nafs dipaparkan Al-Qur’an dalam surat Yusuf ayat 53:
53. ”Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Yusuf : 53)
Isyarat di atas secara jelas mengisyaratkan adanya sesuatu di dalam sistem nafs yang menggerakkan tingkah laku manusia yang mengajak pada kejahatan.
Dan dalam ayat lain disebutkan :
30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Dalam ayat di atas, malaikat mengisyaratkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki insting atau naluri merusak. Meskipun manusia memiliki predikat khalifah di bumi, manusia memiliki dorongan jahat yang dapat menggerakkannya pada perbuatan merusak dan pertumpahan darah. Secara khusus Al-Qur’an mengisyaratkan tentang berbagai dorongan dalam diri manusia yang menggerakkan tingkah laku manusia. Dorongan-dorongan tersebut masih bersumber pada sistem nafs manusia, yang meliputi dorongan fisiologis dan psikologis.
a. Dorongan-dorongan fisiologis
1). Dorongan untuk menjaga diri
Dalam Al-Qur’an Surat An-Naba : 78:9-11 berbunyi
9. dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat,
10. dan Kami jadikan malam sebagai pakaian[1546],
11. dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,
[1546] Malam itu disebut sebagai pakaian karena malam itu gelap menutupi jagat sebagai pakaian menutupi tubuh manusia. Rasa lelah merupakan dorongan penting bagi manusia yang mendorongnya untuk istirahat dan tidur setelah bekerja di siang hari. Dengan istirahat dan tidur, kegiatan dan vitalitas sel-sel tubuhnya akan kembali lagi. Tidur juga bisa melepaskan seseorang dari ketegangan fisik yang timbul akibat dari ketakutan-ketakutan yang menimpa seseorang.
2). Dorongan mempertahankan kelestarian hidup jenis
Dorongan yang dimaksud di atas adalah dorongan seksual dan dorongan keibuan.
(a). Dorongan seksual : yaitu melakukan satu fungsi penting melahirkan keturunan demi kelangsungan hidup.
(b). Dorongan keibuan : Allah menciptakan dalam setiap diri wanita dorongan alamiah yang membuat mereka siap untuk melaksanakan misi utamanya untuk melahirkan demi kelangsungan hidup jenis manusia.
b. Dorongan-dorongan Psikis
1). Dorongan untuk memiliki. Dorongan untuk memiliki adalah dorongan psikis yang dipelajari manusia dalam proses sosialisasi yang dijalaninya. Melalui kebudayaan di mana ia hidup, manusia belajar rasa cinta untuk memiliki harta benda dan berbagai hak milik tersebut menumbuhkan rasa aman dari kemiskinan.
2). Dorongan memusuhi. Dorongan memusuhi tampak dalam tingkah laku manusia yang memusuhi orang lain dengan tujuan untuk memusuhinya dengan bentuk fisik maupun dengan kata-katanya.
3). Dorongan berkompetisi. Kompetisi merupakan salah satu dari dorongan-dorongan psikis yang dipelajari seseorang melalui lingkungannya. Al-Qur’an sendiri memberikan dorongan kepada manusia untuk berkompetisi dalam melakukan kebaikan dan kebajikan serta berpegang teguh pada nilai-nilai manusiawi yang luhur.
4). Dorongan Beragama. Dorongan beragama merupakan dorongan psikis yang mempunyai landasan alamiah dalam watak kejadian manusia. Dalam relung jiwanya manusia merasakan adanya dorongan untuk mencari dan memikirkan Sang Penciptanya dan Pencipta alam semesta, dorongan untuk menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya setiap kali ia ditimpa malapetaka dan bencana. Namun godaan duniawi yang lebih mementingkan kebutuhan jasmani atau materi dapat membuat manusia lupa pada fitrahnya sebagai makhluk berTuhan bahkan lambat laun dapat terkikis sehingga manusia akan semakin jauh dari nilai-nilai spiritualitas keagamaan yang sebenarnya tersembunyi dalam relung bawah sadarnya.
6. Pengertian Dakwah
Banyak definisi telah dibuat untuk merumuskan pengertian dakwah yang intinya adalah mengajak manusia ke jalan Allah agar mereka berbahagia di dunia dan di akhirat.
a. Abdul Aziz menjelaskan, secara etimologis da'wah berarti: 1). Memanggil; 2). Menyeru; 3). Menegaskan atau membela sesuatu; 4). Perbuatan atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu; dan 5). Memohon dan meminta.
b. Menurut Ahmad Mubarok (1999: 19) dakwa dalam bahasa Arab, da’wat atau da’watun biasa digunakan untuk arti-arti undangan, ajakan seruan yang kesemuanya menunjukkan adanya komunikasi antara dua belah pihak dan upaya mempengaruhi orang lain. Ukuran untuk keberhasilan undangan, ajakan atau seruan adalah manakala pihak kedua yakni yang di undang atau diajak memberikan respon positif, yaitu mau datang atau memenuhi undangan itu. Ukuran keberhasilan seorang mubaligh adalah manakala ia berhasil menyampaikan pesan Islam dan pesannya sampai (Wama’alaina al balagh), sedangkan bagaimana respon masyarakat tidak menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian maka dapat dirumuskan bahwa dakwah ialah usaha mempengaruhi orang lain agar mereka bersikap dan bertingkah laku seperti apa yang didakwahkan oleh da’i.
c. Menurut M.Sya’afat Habib (1992: 93), Arti dakwah secara luas ialah sebagai agen merubah manusia ke arah yang lebih baik. Dengan arti yang lebih luas ini dakwah akan menjamah kegiatan-kegiatan fisik, termasuk pembangunan sarana-sarana pendidikan, rumah sakit, rumah anak yatim piatu dan sebagainya. Bahkan pembangunan yang bersifat tempat-tempat rekreasi yang sesuai dengan tuntunan agama, jalan jembatan dan lainnya lagi untuk memberikan pengaruh ‘perubahan’ pada tingkah laku manusia, sesuai dengan tujuan dakwah.
d. Bakhial Khauli menjelaskan dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.
e. Syekh Ali Mahfudz menjelaskan dakwah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.
f. Prof. Toha Yahya Umar, MA menjelaskan dakwah yaitu mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan juga di akhirat.
g. Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir menjelaskan dakwah yaitu tugas suci atas tiap-tiap muslim dimana dan bilamana ia berada di dunia ini, yaitu menyeru dan menyampaikan agama Islam kepada masyarakat dan kewajiban tersebut untuk selama-lamanya.
Kadangkala istilah dakwah disama artikan dengan istilah tabligh.
Istilah tabligh di dalam surat Al-Maidah : 67, yaitu :
67. Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. ( Q.S. Al-Maidah : 67 )
[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.
Sedangkan istilah dakwah ada di surat An-Nahl : 125 yaitu :
125. Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. ( Q.S. An-Nahl : 125 )
[845] Hikmah: ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil.
104. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)
[217] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
33. Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (Q.S. Fushshilat: 33)
Ditinjau secara terminologis, istilah da'wah merupakan konsep yang memiliki ragam penjelasan dalam bentuk rumusan redaksional yang berbeda-beda. Perbedaan yang terdapat pada setiap penjelasan para pakar dan cendikia, kelihatannya lebih pada aspek orientasi dan penekanan bentuk kegiatannya, bukan pada aspek essensinya.
Definisi-definisi berikut merupakan beberapa rumusan mengenai da'wah yang disampaikan oleh para pakar.
Pertama, definisi da'wah yang menekankan pada proses pemberian motivasi untuk melakukan pesan da'wah (ajaran Islam), tokoh penggagasnya adalah Syekh Ali Mahfudz (tt:17), menurutnya da'wah adalah "Mendorong manusia kepada kebaikan dan petunjuk, memerintahkan perbuatan yang diketahui kebenarannya, melarang perbuatan yang merusak individu dan orang banyak agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat"
Kedua, definisi da'wah yang lebih menekankan pada proses penyebaran pesan da'wah (ajaran Islam) dengan mempertimbangkan penggunaan metode, media, dan pesan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi mad'u (khalayak atau sasaran da'wah). Pakar da'wah yang menjadi penggagasnya adalah Ahmad Ghalwusy. Menurutnya, da'wah adalah "menyampaikan pesan Islam kepada manusia di setiap waktu dan tempat dengan metode-metode dan media-media yang sesuai dengan situasi dan kondisi para penerima pesan da'wah (khalayak da'wah)" (Ghalwusy, 1987:11).
Ketiga, definisi da'wah yang lebih menekankan pada pengorganisasian dan pemberdayaan sumber daya manusia (khalayak da'wah) dalam melakukan berbagai petunjuk ajaran Islam (pesan da'wah), menegakkan norma sosial budaya (ma'ruf) dan membebaskan kehidupan manusia dari berbagai penyakit sosial (munkar). Definisi ini antara lain dikemukakan oleh Sayyid Mutawakil. Menurutnya, da'wah adalah "mengorganisasikan kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan, menunjukannya ke jalan yang benar dengan menegakkan norma sosial budaya dan menghindarkannya dari penyakit sosial" (dalam al-Mursyid, 1989:21).
Keempat, definisi da'wah yang lebih menekankan pada sistem dalam menjelaskan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, menganalisis tantangan problema kebathilan dengan berbagai macam pendekatan, metode dan media agar mad'u mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Definisi da'wah yang demikian antara lain dikemukakan oleh Al-Mursyid. Menurutnya, da'wah adalah sistem dalam menegakkan penjelasan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, memerintahkan perbuatan ma'ruf, mengungkap media-media kebatilan dan metode-metodenya dengan macam-macam pendekatan, dan metode dan media da'wah (Al-Mursyid, 1989:21).
Kelima, kategori definisi da'wah yang lebih menekankan pada urgensi pengamalan aspek pesan da'wah (ajaran Islam) sebagai tatanan hidup manusia hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi. Definisi ini dikemukakan oleh Ibnu Taimiyah (1398 H:157-158), dan pesan da'wah yang terkandung dalam perspektif ini adalah: (1) mengimani Allah; (2) mengimani segala ajaran yang dibawa oleh semua utusan Allah, dengan membenarkannya dan mentaatinya segala yang diperintahkan; (3) menegakkan pengikraran syahadatain; (4) menegakkan shalat; (5) mengeluarkan zakat; (6) shaum bulan Ramadhan; (7) menunaikan ibadah haji; (8) mengimani Malaikat, Kitab-kitab Allah, para Utusan-Nya, kebangkitan setelah wafat, kepastian baik-buruk yang datang dari Allah; dan (9) menyerukan agar hamba Allah hanya beribadah kepada-Nya seakan-akan melihat-Nya.
Keenam, definisi da'wah yang lebih menekankan pada profesionalisme da'wah, yakni da'wah dipandang sebagai kegiatan yang memerlukan keahlian, dan memerlukan penguasaan pengetahuan. Dengan demikian, da'i-nya adalah ulama atau sarjana yang memiliki kualifikasi dan persyaratan akademik serta keterampilan dalam melaksanakan kewajiban da'wah. Definisi ini diajukan oleh Zakaria yang menyatakan bahwa "Aktivitas para ulama dan orang-orang yang memiliki pengetahuan agama Islam dalam memberi pengajaran kepada orang banyak (khalayak umum) hal-hal yang berkenaan dengan urusan-urusan agama dan keduniaannya sesuai dengan realitas dan kemampuannya" (dalam Sambas dan Subandi, 1999:21).
7. Status Da’i
a. Da’i sebagai pemimpin, artinya sebagai pemimpin bukan hanya menyuruh, menganjurkan orang lain saja, tetapi keteladanan memegang peranan penting di dalam kepemimpinan itu sendiri. Ia haruslah ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
b. Da’i sebagai mujahid, artinya sebagai seorang pejuang, mempunyai ukuran nilai tersendiri terhadap apa yang diperbuatnya. Sebagai pejuang dia sanggup menggalang umat, menggerakkan mereka untuk kepentingan dakwah, ketaqwaan dan untuk pengabdian kepada sesamanya dan memberikan perlindungan serta pengayoman kepada mereka dan menyalurkan aspirasinya. Seorang mujahid harus selalu berjiwa besar dan membesarkan jiwa orang lain, tidak sombong dalam keberhasilannya dan tidak hina dalam kegagalannya. Kesemuanya itu hanya karena Allah semata.
c. Da’i sebagai objek artinya sebagai da’i hendaknya selalu menyadari bahwa apa yang diberikan kepada orang lain pada hakikatnya bukan untuk orang lain saja, melainkan untuk dirinya juga. Di sinilah tanggung jawab moril seorang da’i.
d. Da’i sebagai pembawa misi artinya sebagai da’i perlu menyadari bahwa amanah Allah selalu berada di atas pundaknya, kapan dan dimanapun berada. Amanah harus dijaga sebaik-baiknya dan harus disampaikan kepada yang berhak menerimanya, karena akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah SWT.
e. Da’i sebagai pembangun artinya sebagai da’i hendaknya selalu melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
8. Pengertian Motivasi Dalam Dakwah
Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi dalam dakwah adalah dorongan dalam diri seseorang dalam usahanya untuk memenuhi keinginan, maksud dan tujuan dalam mengajak manusia dengan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan juga di akhirat.
Dalam proses kegiatan dakwah/ penerangan agama, pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia adalah mutlak perlu diperhatikan, karena tanpa dapat menghampiri motive-motive pokok manusia, pesan dakwah mustahil dapat mempengaruhi perilaku objek dakwah / penerangan agama sebagai yang diharapkan. Dan dalam praktek dakwah, motive tersebut dapat dikembangkan melalui pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada orang-orang untuk aktif melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuannya dengan pengarahan kepada hal-hal yang tidak berlawanan dengan norma susila dan sosial. Bilamana dalam proses dakwah, jaminan rasa aman dapat direalisasikan dalam bentuk situasi dan kondisi kehidupan di lingkungan masyarakat dimana dakwah sedang dilangsungkan, maka masyarakat dengan mudah akan terdorong untuk menerima bahkan menaruh simpati serta mengaktualisasikan ke dalam perilaku pribadinya. Akan tetapi sebaliknya jika malah menimbulkan atau mengundang ancaman dari luar, maka sudah pasti mereka akan menolak bahkan antipati terhadap kegiatan dakwah. Kepercayaan kepada yang maha Ghaib adalah suatu tenaga motivasi yang paling kuat dalam masyarakat, karena hal itu pada umumnya merupakan sumber kedamaian yang tahan lama, suatu dorongan keinginan untuk mempercayai-Nya adalah kekuatan pendorong yang potensial dalam kehidupan manusia.
Dan dalam usaha memperoleh hasil guna pelaksanaan dakwah, motive atau dorongan-dorongan di atas masih perlu diarahkan kepada tujuan proses dakwah yaitu mengendalikan, mengarahkan, mengembangakan dan memanfaatkan kemampuan tersebut bagi hubungan manusia sebagai makhluk individual dan sebagai anggota masyarakat. Daya tarik dakwah atau tabligh kepada sasaran adalah sangat ditentukan oleh kemampuan mengendalikan, mengarahkan, mengembangkan dan memanfaatkan motive-motive tersebut untuk diaktualisasikan dan diorientasikan kepada sasaran dakwah. Dan dalam proses kegiatan dakwah, faktor manusia adalah yang menjadi sasaran yang perlu didorong sedemikian rupa sehingga produktivitas dan kreativitas hidup individual dan sosial yang dijiwai oleh agama dapat berkembang karena hal tersebut menjadi kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Dalam proses dakwah, diharapkan seorang da’i mampu menggerakkan atau menimbulkan kekuatan dalam diri mad’u dan memimpin mad’u untuk bertindak sesuai dengan ajaran-ajaran agama yang disampaikan.
Sudah menjadi fitrah manusia suka kepada yang menyenangkan dan benci kepada yang menakutkan, maka selayaknya bagi para da’i untuk memulai dakwahnya dengan memberi harapan yang menarik, mempesona dan menggembirakan sebelum memberikan ancaman. Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Musa ra., ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Serulah manusia ! Berilah kabar gembira dan janganlah membuat orang lari”. Seorang da’i seharusnya terlebih dahulu memberikan targhib (kabar gembira) sebelum tarhib (ancaman), mendorong, beramal dan menyebutkan faedah amal sebelum menakut-nakuti dengan bahaya riya, memberitahu keutamaan menyebarkan ilmu sebelum memberi peringatan kepada mereka tentang besarnya dosa menyembunyikan ilmu dan memotivasi untuk melaksanakan shalat pada waktunya sebelum memberikan peringatan tentang besarnya dosa meninggalkan shalat. Jadi memberi kabar gembira terlebih dahulu sebelum peringatan itu bisa membuat hati menerima dengan baik dan lega. Pemberian motivasi ini bisa menumbuhkan harapan dan optimisme seseorang. Jadi ringkasnya dalam berdakwah, hendaknya kita mendahulukan memberikan motivasi dan pencerahan.
9. Peranan Motivasi Dalam Proses Dakwah
Motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan dan menopang tingkah laku manusia. Motivasi mengarahkan tingkah laku individu ke arah suatu tujuan, menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan individu tersebut. Tujuan motivasi bagi seorang da’i adalah menggerakkan atau memacu objek dakwah (mad’u) agar timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah dapat tercapai. Selanjutnya seorang da’i dituntut untuk mengarahkan tingkah laku mad’u sesuai dengan tujuan dakwah kemudian menopang tingkah laku mad’u dengan menciptakan lingkungan yang dapat menguatkan dorongan-dorongan tersebut.
Penting bagi seorang da’i mengetahui motif-motif mendesak dari sasaran dakwahnya agar seorang da’i mampu menyesuaikan materi dakwah, metode dakwah atau strategi dakwah yang tepat, sehingga tujuan dakwah dapat tercapai.
Dakwah secara luwes dilakukan dengan memandang dasar-dasar Islam (Al-Qur’an dan Hadis) dengan cakrawala yang luas yang berarti tidak semua dalil dapat digunakan dalam setiap keadaan tetapi kemungkinan ada dalil lain yang lebih cocok dan relevan. Seperti dalam firman Allah :
190. Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S Al-Baqarah : 190)
Ayat tersebut di atas adalah perintah Allah terhadap Nabi SAW dan orang-orang yang beriman di saat melakukan ibadah haji dan umrah di Baitul Haram (Mekkah) untuk menjaga kemungkinan orang-orang kafir Quraisy memerangi kaum muslimin.
Dengan firman Allah SWT :
10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dalam pengharaman khamr ada tiga fase yaitu :
219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Q.S Al-Baqarah : 219)
[136] Segala minuman yang memabukkan.
Selanjutnya :
43. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub[301], terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun. (Q.S An-Nisa’: 43)
[301] Menurut sebahagian ahli tafsir dalam ayat ini termuat juga larangan untuk bersembahyang bagi orang junub yang belum mandi.
Selanjutnya :
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(Q.S Al-Maidah: 90)
[434] Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. Bila mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci Ka'bah mengambil sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulang sekali lagi.
10. Hambatan Dakwah
Hambatan-hambatan dakwah merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari oleh da’i. Diantaranya adalah :
a. Dari da’i sendiri dimana pribadinya mungkin kurang dapat diterima, seperti watak yang keras, kaku, angkuh, sombong, sifat yang tidak terpuji dan tingkah laku yang tidak mencerminkan seorang da’i.
b. Dari materi yang disampaikan kurang tepat sasaran, tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai dengan kadar kemampuan.
c. Dari teknis penyampaian dakwah tidak sesuai dengan keadaan yang menerima. Contoh penyebaran buletin pada masyarakat yang banyak buta huruf.
d. Dari alat yang dipergunakan tidak banyak menunjang keberhasilan dakwah.
e. Dari tujuan tidak jelas dan mungkin belum dihayati sehingga proses dakwah berjalan tanpa arah.
DAFTAR PUSTAKA
- Anshari, Hafi. Pemahaman Dan Pengamalan Dakwah Pedoman Untuk Mujahid Dakwah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
- Arifin, M. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, cet. 5. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
- Faizah dan Effendi, Lalu Muchsin. Psikologi Dakwah, cet. 1. Jakarta: Kencana, 2006.
- Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Edisi Revisi, Cet. 11. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.
- http://fuad30.blog.friendster.com/2008/10/motivasi/
- http://heruexa.blogspot.com/2009/06/pentingnya-motivasi-dalam-belajar.html
- http://www.warnaislam.com/blog/enjang/2009/9/28/39600/Definisi_Dakwah.htm
If you are interested to copy paper, so I allowed it outright, but I hope my friend put my link ya .. I'm sure a good friend. other than paper Makalah Motivasi Dalam Dakwah, you can read the other paper in the Aneka Ragam Makalah. And If You Want to Share your paper to my blog please click Here. By Ibrahim Lubis and My Email ibrahimstwo0@gmail.com |