A. Latar Belakang Masalah
Penidikan pada hakekatnya merupakan tali untuk mengantarkan peserta didik menuju pada kesadaran sosial yang lebih tinggi dari sebelum ia mengenyam pendidikan. Namun, kadang dalam perjalanannya pendidikan islamkerap malah memisahkan pesrta didik dari kehidupan sosialnya. Hal ini terjadi karena pendidikan islamyang diberikan bukan lagi berbasis akan realitas masyarakat. Akan tetapi lebih berorientasi apada pemenuhan kebutuhan pasar. Sehingga peserta didik setelah selesai mendapatkan pendidiakn bukan peka akan realitas sosial malah hilang dari realitas sosial.
Melihat realitas tersebut perlu kiranya merubah akan orientasi dari pendidikan islam tersebut. Agar pendidikan islamdapat memainkan perananya sebagai motor penggerak mobilitas sosial. Sebab, pendidikan islamsebagai pembentuk intelektual peserta didiknya merupakan faktor yang sangat penting dalam peruabahan yang terjadi di masyarakat. Bahkan boleh dikatakan, perubahan dalam masyarakat tergantung akan pendidikan islamapa yang diterima oleh peserta didiknya. Sebagai contoh, apabila pendidikan islammengajarkan bahwa komunis, kapitalisme, dan anakirme tidak baik. Maka pesetrta didik tidak akan melakukan hal tersebut. Misalnya juga, bahwa untuk dapat mendekatkan diri kepada Tuhan harus dengan peka terhadap realitas sosial maka peserta didik yang dihasilkan akan selalu melakukan analisa sosial.
Mobilitas sebagai salah satu indikator bahwa masyarakat kita mengalami kamjuan atau tidak cukup pantas kiranya dijadikan sebuah orientasi dari pendidikan. Sebab, tanpa adabya Mobilitas sosial masyarakat tidak mungkin untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Dari gambaran di atas maka dalam makalah ini akan mencoba membahas sedikit perubahan orientasi pendidikan, Mobilitas sosial dan peranan pendidikan islamislam dalam upaya melakukan Mobilitas sosial.
B. Pokok Bahasan
1. Apa pengertian pendidikan islam?
2. Apa pengertian Mobilitas social?
3. Bagaimana Strategi Pembaharuan Pendidikan islamIslam Demi tercapainya Mobilitas Sosial?
4. Apa Peranan Pendidikan islamDalam Mewujudkan Mobilitas Sosial?
BAB II PEMBAHASAN
A. Mobilitas Sosial
Mobilitas sosial adalah sebuah alat untuk menggerakkan masyarakat dalam kegiatan dan mengalamai perubahan yang lebih baik. Mobilitas sosial ada yang terjadi secara vertikal dan ada yang horisontal. Mobilitas secara vertikal terjadi apabila seorang mengalamai kemajuan dan peningkatan dalam taraf sosialnya. Contohnya: seorang buruh pabrik yang giat bekerja, karena ia dipandang ulet dan rajin oleh atasannya lalu diangkat menjadi kepala bagian. Sedangkan mobilitas sosial horisontal adalah apabila perubahan yang terjadi secara linier. Contohnya: seorang petani yang berubah pekerjaanya menjadi buruh pabrik. Dalam melakukan mobilitas sosial ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dianataranya: kesenjangan ekonomi, kebodohan, perbedaan kasta, kemalasan. Faktor yang paling menghambat dalam mobilitas sosial adalah kebodohan atau kurangnya pendidikan. Seperti faktor penghambat, faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial pun cukup banyak. Diantaranya: keinginan untuk berubah, bosan dengan keadaan yang sudah ada, dan pendidikan.
Disinilah pendidikan islam memainkan peranannya untuk membentuk intelektual manusia, sehingga kemampuan intelektual ini menjadi lokomotif mobilitas sosial, ekonomis. Sebab, dalam kehidupan nyata, kekuatan intelektual ini tentu saja tidak dapat dipisahkan dari kekuatan sosial. Akibat dari faktor keterpelajaran, keterdidikan atau intelektualitas ini, citra pendidikan islam dalam masyarakat kita selalu berada pada lingkaran persoalan konseptual berupa: (1) perbenturan modern dan tradisional, (2) masalah Barat dan Timur, (3) ketegangan antara kaya dan miskin, dan (4) ketegangan dan upaya memperoleh ruang publik dan otonomi.
Gambaran teori Marxis nampaknya dapat dijadikan bahan refleksi untuk melakukan perubahan. Meskipun teori ini lahir dari dunia barat. Namun, pola perubahan yang dilakukan cukup baik. Teori Marxisme mengajarkan kita untuk mampu melakukan perubahan agar terbentuknya masyarakat yang tanpa kelas. Dalam artian semuanya sama dalam kelas masyarakat. Tidak ada lagi kelas borjuis dan kelas proletar. Kesenjangan ekonomi yang ada dijadikan sebagai alat untuk malakukan mobilitas sosial. Masyarakat diajak untuk melakukan perubahan agar dapat sejajar dengan golongan kelas lain. Dan kelas yang borjuis dipaksa untuk mau berbagi dengan kelas proletar. Contoh mobilitas sosial yang paling sukses di dunia ini adalah apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW, dimana Rasul mampu untuk mengubah tatanan masyarakat yang jahiliah menjadi masyarakat yang sangat beradab. Dan jalan yang ditempuh untuk merubah tatanan masyarakat pada waktu itu adalah melalui pendidikan.
B. Strategi Pembaharuan Pendidikan Islam Demi tercapainya Mobilitas Sosial
Strategi pembaharuan pendidikan islam merupakan perspektif baru dalam dunia pendidikan islam yang mulai dirintis sebagai alternatif untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan islamyang belum diatasi secara tuntas. Jadi pembaharuan pendidikan islam dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam dunia pendidikan islam dan menyongsong arah perkembangan dunia pendidikan islam yang lebih memberikan harapan kemajuan ke depan.
Dalam proses perubahan pendidikan islam paling tidak memiliki dua peran yang harus diperhatikan, yaitu: 1) Pendidikan islam akan berpengaruh terhadap perubahan masyarakat, dan 2) Pendidikan islam harus memberikan sumbangan optimal terhadap proses trnasformasi menuju terwujudnya masyakat madani. Proses perubahan sistem pendidikan islam harus dilakukan secara terencana dengan langkah-langkah yang strategis, yaitu “mengidentifikasi berbagai problem yang menghambat terlaksansya pendidikan islam dan merumuskan langkah-langkah pembaharuan yang lebih bersifat strategis dan praktis sehingga dapat diimplementasikan dilapangan” langkah-langkah tersebut harus dilakukan secara terencana, sistematis, dan menyentuh semua aspek, mengantisipasi perubahan yang terjadi, mampu merekayasa terbentuknya sumber daya manusia yang cerdas, yang memiliki kemampuan inovatif dan mampu meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu, pendidikan islam betul-betul akan berpengaruh terhadap perubahan kehidupan masyarakat dan dapat memberikan sumbangsi secara optimal terhadap proses transformasi ilmu pengetahuan dan pelatihan dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan manuisa.
E. Peranan Pendidikan Islam Dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial
Pendidikan islam dalam kaitannya dengan mobilitas sosial harus mampu untuk mengubah mainstrem pesrta didik akan realitas sosialnya. Pendidikan islam yang tepat untuk mengubah paradigma ini adalah pendidikan kritis yang pernah digulirkan oleh Paulo Freire. Sebab, pendidikan kritis mengajarkan kita selalu memperhatikan kepada kelas-kelas yang terdapat di dalam masyakarakat dan berupaya memberi kesempatan yang sama bagi kelas-kelas sosial tersebut untuk memperoleh pendidikan. Disini fungsi pendidikan islam bukan lagi hanya sekedar usaha sadar yang berkelanjutan. Akan tetapi sudah merupakan sebuah alat untuk melakukan peruabahan dalam masyarakat. Pendidikan islam harus bisa memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang realitas sosial, analisa sosial dan cara melakukan mobilitas sosial.
Orang bisa mendebat balik, dengan pendidikan islam seseorang bisa mengalami mobilitas sosial. Mereka tak harus terus menjadi petani dan orang miskin jika bisa mengenyam pendidikan. Itulah masalahnya. Di banyak negara berkembang lain mobilitas sosial tidak selalu dimungkinkan. Di India kasta adalah salah satu hambatan mobilitas sosial, selain banyak hambatan lain. Di negara seperti Indonesia, korupsi yang sudah mengakar hingga ke tingkat penerimaan pegawai bisa jadi alasan lain mengapa mobilitas sosial relatif sulit terjadi.
Cengkeraman kapitalisme nampaknya begitu kental dalam dunia pendidikan islam di Indonesia. Didorong oleh misi untuk meningkatkan akumulasi kapital sebesar-besarnya, lembaga pendidikan islam akan lebih banyak menerima pelajar-pelajar gedongan meski memiliki IQ pas-pasan. Pelajar yang berprestasi tetapi miskin, tidak dapat sekolah atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mobilitas sosial vertikal hanya akan menjadi milik orang kaya yang mampu sekolah tinggi, meskipun secara intelektual diragukan.
Berbarengan dengan meningkatnya gejala privatisasi pendidikan islam dan aspirasi atas pendidikan islam yang berkualitas memang juga terjadi peningkatan kecenderungan dalam masyarakat untuk mendirikan pendidikan islam yang mahal tetapi menjanjikan mutu: Buktinya sekolah/madrasah -baik swasta maupun negeri semakin meningkat jumlahnya dalam kurun hampir dua dasawarsa terakhir.
Jelas, hanya terdapat segelintir kalangan masyarakat biasa disebut sebagai “kelas menengah” – yang mampu membeli pendidikan islam yang mahal tersebut. Tetapi lembaga lembaga pendidikan islam yang mahal itu sudah telanjur eksis di mana-mana. dan tersebar dimana-mana dan kalangan publik yang inisk. sekalipun beranak anak mereka ke sana. Dan ini jelas dan perlu dihargai dan didukung.
Disinilah terletak dilema klasik. Pendidikan islammerupakan akses yang sangat penting – jika tidak satu satunya – untuk mencapai mobilitas sosial; tetapi kaum miskin tidak dapat menjangkau akses tersebut, karena mahalnya biaya. Akhirnya terciptalah vicious circle (lingkaran setan); kerniskinan menciptakan keterbelakangan pendidikan, dan sosial ekonomi, dan keterbelakangan terakhir ini menghasilkan keterbelakangan pendidikan.
Dalam konteks terakhir inilah kebutuhan pada filantrofi (kedermawanan) secara khusus untuk pendidikan islamterasa semakin dibutuhkan dan mendesak. Jika tidak, sekolah/madrasah yang berkualitas hanya bisa dimasuki anak anak dari keluarga kaya. Padahal, kita juga tahu, terdapat cukup banyak anak dari kalangan miskin yang cerdas, berbakat, rajin, mau bekerja keras dan dengan demikian, cukup menjanjikan.
Memang tradisi filantropi untuk pendidikan islam bukanlah sesuatu hal baru di Indonesia. Kita tahu sangat banyak lembaga pendidikan, seperti madrasah/sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi yang didirikan dan dikembangkan dengan dana filantropi. Agaknya, hampir bisa dipastikan, lembaga lembaga pendidikan islam yang dibangun dengan dana filantropi swasta dan masyarakat jauh lebih banyak, dibandingkan dana pemerintah.
BAB III PENUTUP
Orientasi pendidkan sangat perlu dilakukan agar pendidikan islamselalu peka akan realitas sossial yang ada. Perubahan orientasi bukan lagi hanya pada wilayah materi. Akan tetapi harus sudah dapat menyentuh pada wilayah orientasi di masyatakat Pendidikan islambukan. Jelasnya terlihat bahwa pendidikan islampada hakekatnya adalah suatu jalan yang harus ditempatkan dan ditempuh untuk malakukan perubahan dalam tatanan masyakat (mobilitas sosial). Sebab, saat kita akan melakukan perubahan mau tidak harus menyadarkan masyarakat tentang kesejajaran kelas. Dan ini hanya bisa dilakukan saaat masyarakat sudah mendapatkan pendidikan islam yang benar.
Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dianataranya: kesenjangan ekonomi, kebodohan, perbedaan kasta, kemalasan Faktor yang paling menghambat dalam mobilitas sosial adalah kebodohan atau kurangnya pendidikan. Faktor yang mempengaruhi mobilitas sosial pun cukup banyak. Diantaranya: keinginan untuk berubah, bosan dengan keadaan yang sudah ada, dan pendidikan. Disinilah pendidikan islammenja di faktor penentu dalam mobilitas sosial. Oleh karena itu saaat kita akan melakukan mobilitas sosial maka yang harus dibenahi adalah pendidikannya.
DAFTAR PUSTAKA
- Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 1987. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
- Kelompok Kerja Pengkajian dan perumusan. 1999. Rangkuman Filosofi, Kebijaksanaan dan Strategi Pendidikan islamNasional, Jakarta: Departemen Pendidikan islamdan Kebudayaan Republik Indonesia.
- Ritzer, George -Dougla J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi odern. Jakarta: Kencana.
- Widijanto, Tjahjono. Wajah Perempuan dalam Sastra Indonesia. www.Republika.Com.
- Perdana, Ari A.. Pendidikan, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan. WWW.CSIS.Com
- Suharto, Edi. Bahaya Sosial Privatisasi Pendidikan. http://relawan.net
- Suyanto. Mobilitas Horizontal bagi Guru Bermutu. www.UNY.Co.id