KORELASI ANTARA BEBERAPA PERNYATAAN ILMIAH ALQUR'AN DAN ILMU PENGETAHUAN
A. Pendahuluan
Ilmu pengetahuan adalah himpunan pengetahuan manusia yang dikumpulkan melalui proses pengkajian dan dapat diterima oleh rasio[1]. Pendapat lain menyatakan bahwa ilmu pengetahuan merupakan gambaran atau keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta-fakta pengalaman manusia yang disusun dengan metode-metode tertentu dan menggunakan istilah-istilah yang disederhanakan[2].
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah fakta-fakta pengalaman manusia yang disusun secara seksama dan sistematis sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan serta dapat diterima rasio. Dalam hal ini Al-Qur'an memberikan penghargaan yang amat tinggi terhadap akal. Tidak sedikit ayat –ayat Al-Qur'an yang menganjurkan dan mendorong manusia agar menggunakan pikiran dan akalnya untuk senantiasa menuntut ilmu. Dengan penggunaan akal dan pikiran tersebut, ilmu pengetahuan dapat diperoleh dan dikembangkan.
B. Korelasi antara Beberapa Pernyataan Ilmiah Al-Qur'an dengan Ilmu Pengetahuan
Kata-kata atau pernyataan yang dipakai dalam Al-Qur'an untuk menggambarkan aktivitas berpikir bukan hanya `aqala tetapi juga dengan kata-kata lain, di antaranya:
1. Nazara yaitu melihat secara abstrak, dalam arti berpikir dan merenung. Kata ini terdapat dalam 30 ayat lebih[3], di antaranya yang terdapat dalam Al-Qur'an surat al-Ghâsiyah ayat 17-20, yang Artinya: "Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan? Dan langit bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dibentangkan?"
Perintah untuk merenungi alam semesta, baik makhluk hidup maupun makhluk yang tak bernyawa sebagaimana yang tercantum dalam ayat di atas, dan jaminan bahwa hukum-hukum yang mengendalikan alam semesta ini tidak berubah, mengandung janji apabila kita mematuhi perintah tersebut, maka kita akan menemukan sebagian dari hukum-hukum yang ditetapkan-Nya itu dan kita akan dapat menguasai sains dan mampu mengembangkan teknologi untuk kebahagiaan manusia[4]. Kata nazara dapat berarti mengumpulkan pengetahuan melalui pengamatan atau observasi dan pengukuran atau pengumpulan data pada alam sekitar kita. Dengan demikian, nazara yang dianjurkan Al-Qur'an ternyata merupakan hal yang biasa dilakukan para ahli dalam mengembangkan sains modern.
2. Tadabbara yaitu merenungkan sesuatu yang tersurat dan tersirat. Kata ini banyak dijumpai dalam ayat-ayat Al-Qur'an, di antaranya yang terdapat dalam surat Muhammad ayat 24 yang berbunyi: "Tidakkah mereka merenungkan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci?"
Dengan melakukan tadabbur sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, maka manusia akan diantarkan kepada suatu fakta bahwa Al-Qur'an menambahkan dimensi baru terhadap studi mengenai hal yang tersurat seperti ayat-ayat Al-Qur'an dan tanda-tanda yang terdapat dalam alam (ayat kauniyah), dan membantu pikiran manusia melakukan terobosan terhadap batas penghalang dari alam materi. Al-Qur'an menunjukan bahwa materi bukanlah sesuatu yang kotor dan tanpa nilai, tetapi di dalamnya terdapat tanda-tanda yang membimbing manusia menuju Allah dan menunjukkan keagungannya. Alam semesta adalah ciptaan Allah, Al-Qur'an mengajak manusia untuk menyelidiki dan mengungkap tentang keajaiban alam serta berusaha memanfaatkan kekayaan alam yang berlimpah ruah untuk kesejahteraan hidup manusia. Jadi Al-Qur'an membawa manusia mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah melalui ciptaan-Nya dan realitas konkrit yang terdapat dalam alam semesta. Hal ini sejalan dengan aktivitas dalam dunia ilmu pengetahuan, yaitu mengadakan observasi, melakukan berbagai eksperimen, dan menarik kesimpulan mengenai hukum-hukum alam yang berdasarkan observasi dan eksperimen tersebut. Dengan ilmu pengetahuan manusia dapat mencapai Yang Maha Pencipta melalui observasi yang teliti dan tepat terhadap hukum-hukum yang mengatur gejala alam dan Al-Qur'an menunjukkan kepada realitas intelektual Yang Maha Besar, yaitu Allah Swt lewat ciptaan-Nya[5]. Dengan cara seperti ini akan terwujud keseimbangan antara kemajuan ilmu pengetahuan dan ketinggian iman kepada Allah Swt.
3. Tafakkara yaitu berpikir secara mendalam. Kata ini terdapat dalam Al-Qur'an sebanyak 16 ayat[6], di antaranya sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an surat al-Jâsiyah ayat 13 yang berbunyi: "Ia buat segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi tunduk padamu, semuanya adalah dari-Nya, padanya sungguh terrdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau berpikir".
4. Faqiha yaitu mengerti secara mendalam. Kata ini dijumpai dalam Al-Qur'an sebayak 16 ayat[7], di antaranya firman-Nya dalam Al-Qur'an surat al-Taubat ayat: 122 yang berbunyi: "Tidak semestinya orang-orang mukmin semua pergi (berperang). Mengapa sebagian dari tiap golongan tidak pergi memperdalam pemahaman tentang agama agar dapat memberi peringatan bagi kaumnya, bila mereka kembali. Semoga mereka berjaga-jaga".
Ayat-ayat tersebut mendorong para ulama zaman klasik untuk mempelajari ilmu pengetahuan dari berbagai sumber. Usaha penerjemahan dimulai sejak abad VIII Masehi ketika Khalifah Harun al-Rasyid menarik orang-orang pandai dan ahli bahasa ke istananya di Baghdad. Orang-orang Arab belajar dari orang Cina tentang teknik pembuatan kertas,, sehingga pada tahun 800 M., Khalifah al-Makmun di Baghdad mendirikan Bait al-Hikmat, sebuah perpustakaan besar yang berisi sejuta buku. Pada tahun 819 M., seorang pengembara menghitung jumlah perpustakaan umum di Baghdad lebih dari 100 buah. Umat yang terbuka terhadap warisan kebudayaan Persia, Cina, India, dan Yunani menghidupkannya kembali dan memperbaharuinya sesuai dengan pandangan mereka sendiri[8]. Mereka memilih kebudayaan yang sejalan dengan pandangan mereka, yaitu bahwa alam, manusia, dan Tuhan merupakan satu kesatuan. Dengan demikian, gerakan ilmu pengetahuan yang dikembangkan tersebut tidak bergeser dari prinsip tauhid. Dari aktivitas keilmuan dan prinsip tauhid yang dipegang ini lahirlah para ilmuan kaliber dunia dan ensiklopedik yang menguasai puluhan cabang ilmu pengetahuan. Di samping ahli ilmu agama, juga ahli ilmu pengetahuan alam, seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina. Mereka juga berhasil mengintegrasikan berbagai ilmu pengetahuan yang semula berjalan sendiri-sendiri menjadi satu kesatuan. Semua ini tidak lepas dari dorongan Al-Qur'an untuk ber-tafaqquh dalam segala bidang ilmu.
5. Tazakkara yaitu memahami dalam bentuk pemahaman yang mendalam. Sebagai contoh firman Allah dalam AlQur'an surat al-Anbiyâ ayat 78-79) yang berbunyi: Dan Daud serta Sulaiman sewaktu mnenentukan keputusan tentang ladang ketika domba masuk ke dalamnya pada malam hari, dan kami menjadi saksi atas keputusan itu . Kami buat Sulaiman memahaminya dan kepada keduanya kami berikan nikmat dan ilmu. Kami jadikan bersama Daud gunung dan burung tunduk memuja kamilah pembuat semua itu.
7. 'Aqala yaitu menggunakan akal atau rasio. Di dalam Al-Qur'an tidak kurang dari 45 ayat yang berbicara tentang pemakaian akal yang merupakan bagian integral dari pengembangan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh Allah Swt berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Anfâl ayat 22 yang berbunyi: "Seburuk-buruk binatang pada pandangan Allah adalah yang tuli, bisu, dan tidak mempergunakan akal".
Dengan memperhatikan ayat-ayat di atas, nampak jelas bahwa Al-Qur'an banyak mengandung perintah kepada manusia untuk memperhatikan alam (kosmos). Alam penuh dengan tanda-tanda yang harus diperhatikan, diteliti, dan dipikirkan oleh manusia agar mereka mengetahui rahasia yang terkandung di balik tanda-tanda itu. Pemikiran mendalam mengenai tanda-tanda itu membawa kepada pemahaman tentang berbagai fenomena alam itu sendiri. Hal ini akan melahirkan keyakinan yang kuat akan eksistensi Tuhan Pencipta alam dan hukum alam yang mengatur perjalanan alam. Di sisi lain dari pemikiran yang mendalam tersebut akan diperoleh temuan-temuan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
- Baiquni. 1983. Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. Bandung: Pustaka.
- Petik,.George Thomas W. 1985. Introduction to Philosphy. London: tp.
- Nata, Abuddin. 1996. Al-Qur'an dan Hadits (Dirasah Islamiyah I). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
- Rahman, Al-Fajlur. 1989. Al-Qur'an Sumber Ilmu Pengetahuan, terjemah Prof. HM. Aripin, M.Ed. Jakarta:Bina Aksara.
- Garaudy, Roger. 1984. Janji-janji Islam, Terjemahan Prof. HM. Rasyidi . Jakarta: Bulan Bintang.
________________________
[1] A. Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern (Bandung: Pustaka. 1983), hlm. 1
[2] George Thomas W. Petik. Introduction to Philosphy (London: tp. 1985), hlm. 373-374
[3] Abuddin Nata, Al-Qur'an dan Hadits (Dirasah Islamiyah I) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1996), cet. ke-5, hlm. 99
[4] Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern, hlm. 16
[5] Al-Fajlur Rahman, Al-Qur'an Sumber Ilmu Pengetahuan, terjemah Prof. HM. Aripin, M.Ed (Jakarta:Bina Aksara. 1989), cet. ke-1, hlm. 1
[6] Nata, Al-Qur'an dan Hadits, hlm. 102
[7] Ibid
[8] Roger Garaudy, Janji-janji Islam, Terjemahan Prof. HM. Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang. 1984), cet. ke-2, hlm. 89