SIKAP LEMAH LEMBUT DAN PEMAAF
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bersikap lemah lembut dan saling memaafkan merupakan sikap yang sangat dianjurkan dalam Al-Qur’an. Hal itu menunjukkan bahwa Islam mengajarkan tentang sikap lemah lembut dan memaafkan bukan kekerasan seperti yang dituduhkan oleh umat agama lain yang sangat sentiment terhadap Islam. Dengan melihat bebrapa bukti ajaran tentang sikap lembut yang ada dalam al Quran (kitab suci Islam), maka tuduhan mereka salah besar. Karena bagaimanapun di dalam al Quran sudah jelas-jelas Allah menganjurkan bahkan mewajibkan semua manusia khususnya umat Islam untuk senantiasa bersikap lembut dan bersedia memaafkan kesalahan orang lain, baik orang melakukan kesalahan melalui ucapan ataupun perbuatan.Itulah anjuran Allah dalam al Qur’an.
Berbeda dengan realitas social yang ada pada masyarakat muslim sendiri, walaupun Allah telah dengan jelas mengajurkan keutamaan sikap lemah lembut dan saling memaafkan, tetapi meraka masih enggan mengaplikasikan isi al Qur’an tersebut. Kebanyakan mereka masih tidak mau lepas dari tabiat dasar kemanusiaan yang sangat keras ketika berada pada titik emosi yang tidak terkendali. Bahkan tidak jarang di antara mereka berseteru dan menuai konflik yang berkepanjangan karena hal sepele yang akhirnya mengakibatkan pecahnya persaudaraan dalam internal Islam sendiri.Hal itu sering terjadi karena mereka tidak sadar bahwa al Quran telah menjelaskan tentang pentingnya bersikap lemah lembut dan saling memaafkan.
Sikap lemah lembut sebenarnya tidak hanya dianjurkan kepada saudara seiman saja tapi juga kepada semua orang termasuk juga pemeluk agama lain dan orang-orang yang talah berbuat jelek kepada kita.Selain secara tekstual Islam mengajarkan tentang sikap lemah lembut dan saling memaafkan, Islam juga memberikan contoh konkrit melaui sikap dan perilaku nabi Muhammad s.a.w, ketika beliau disakiti dan mendapatkan berbagai macam perlakuan jelek dari kaum kafir Quraish saat awal-awal beliau mensyiarkan Islam. Untuk lebih memahami arti dan pentingya sikap lemah lembut dan saling memaafkan tersebut, maka tidak berlebihan jika seorang Muslim melakukan kajian yang lebih mendalam mengenai kedua sikap tersebut melalui beberapa kitab tafsir dan literature Islam lainnya.
BAB II PEMBAHASAN
Sikap Lemah Lembut dan Memaafkan
A. Ayat tentang Sikap Lemah Lembut dan Memaafkan (QS.An Nisa’ ayat 149)
Terjemahan:”Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikannya atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa”.
B. Tafsir Mufrodat
C. Sikap Lemah Lembut dalam Tafsir Al Mishbah dan tafsir Fi Zhilalil Qur’an
Munasabah
Pada ayat sebelumnya memebalas ucapan buruk dengan ucapan serupa itu dibenarkan,tetapi yang demikian itu bukan merupakan anjuran, hanya sebatas izin. Tujuan ayat ini hanya sekadar untuk mencegah timbulnya sikap ekstrim dalam memahami alas an izin yang telah dinyatakan dalam ayat sebelumnya. Menurut Quraish Shihab, dalam karyanya, Tafsir Al Mishbah, ayat ini menekankan bahwa yang dianjurkan adalah Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan sehingga diketahui orang lain, baik dilihat atau didengarnya, atau menyembunyikan kebaikan itu sehingga tidak ada yang mengethuinya kecuali Allah, atau memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain, padahal kamu mampu dan diizinkan pula oleh Allah membalasnya Maka sesungguhnya Allah pun akan memaafkan kesalahan kamu , karena Dia Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa. Jika kamu melakukan hal yang demikian sesungguhnya kamu telah meneladani Allah dalam sifat-sifatNya yang sempurna sesuai kemampuan kamu.yakni memaafkan orang lain padahal kamu kuasa dan diizinkan untuk membalasnya.
Ayat ini menurut Quraish Shihab sekali lagi bukanlah kewajiban. Ini karena membalas merupakan salah satu yang menyertai setiap jiwa sehingga sangat sulit jika hal itu diwajibkan. Allah menganjurkan agar seseorang dapat meningkat pada tingkat terpuji dengan meneladani sifat-sifat Allah. Di dalam QS. Al Imran ayat 134 Allah mengemukakan adanya tiga tingkatan manusia dalam jenjang sikapnya. Pertama, yang mampu menahan amarahnya, yakni seseorang berusaha menahan dirinya untuk tidak membalas dengang perbuatan negatif.Kedua adalah tingkatan yang lebih tinggi yakni yang memaafkan. Kata maaf di sini juga bisa diartikan menghapus.Seseorang yang telah memaafkan orang lain berarti ia menghapus bekas luka hatinya akibat kesalahan yang dilakukan orang lain.Ketiga, adalah berbuat baik kepada orang yang telah pernah melakukan kesalahan sebab Allah sangat menyukai sikap tersebut. Demikianlah penjelasan Quraish Shihab mengenai ayat ini.
Tidak jauh berbeda dengan Sayyid Quthb, menurutnya ayat ini merupakan suatu kalam Allah yang memberikan arahan untuk memaafkan kejelekan orang lain, dan menunjukkan sifat Allah Yang Pemaaf, padahal Dia berkuasa untuk menghukum, supaya orang-orang Mukmin berakhlak dengan akhlak Allah SWT. Itu dalam hal penjelasan ayat tersebut secara umum. Namun mengenai tingkatan manusia berdsarkan sikapnya dalam konteks ayat ini, Sayyid Quthb berbeda dengan apa yang telah dijelaskan oleh Quraish Shihab. Sayyid Quthb membagi tingkatan tersebut ke dalam dua tingkatan.Pada tingkatan Pertama, dikatakan kepada mereka tentang kebencian Allah SWT terhadap tindakan mengucapkan perkataan buruk secara terang-terangan, dan diberinya keringanan bagi orang yang dianiaya untuk menyuarakan perkataan jelek secara terang-terangan itu terhadap orang yang berbbuat zalim kepadanya agar kezaliman yang dilakukan terhadap dirinya diketahui orang lain.Tingkatan kedua, diangkatnya mereka seluruhnya untuk melakukan kebaikan, dan diangkatnya jiwa orang yang dizalimi kalau dapat menyadari untuk memaafkan dan berlapang dada terhadap yang bersangkutan sesuai dengan kemampuannya.Ini merupakan tingkatan yang lebih tinggi dan lebih bersih. Pembagian tingkatan ini tidak hanya berdasarkan pada ayat ini saja, tapi juga melihat pada pengertian ayat sebelumnya. Hal inilah yang paling membedakan antara Sayyid Quthb dengan M. Quraish Shihab.
Selain perbedaan di atas, masih ada beberapa perbedaan lainnya. Pertama, model penafsiran, jika diperhatikan perbedaan model penafsiran antara Quraish Shihab dan Sayyid Quthb sangatlah tipis, sebab dalam model penafsirannya mereka sama-sama menggunakan metode tahlili hanya saja dalam kitab Tafsir al Mishbah karya M. Quraish Shihab itu lebih terperinci penjelasannya terutama mengenai makna dari suatu kata.Kedua, pada tafsir Al Mishbah terdapat penjelasan kata maaf dan maksud dari kata memaafkan, sedangkan Sayyid Quthb tidak menjelaskan secara lebih rinci hanya menjadikan penutup ayat sebagai kesimpulan dari penafsirannya.Ketiga, dalam hal mengklasifikasikan tingkatan manusia berdasarkan sikap dalam konteks berbuat lemah lembut dan saling memaafkan, Quraish Shihab menyertakan ayat lain sebagai pendukung ayat tetang sikap lemah lembut dan saling memaafkan sedangkan Sayyid Quthb tidak demikian. Dan yang terakhir adalah dalam kitab tafsir Fi Zhilalil Qur’an yang, penjelasan mengenai ayat ini disertai dengan sub tema yang akan mempermudah untuk mengetahui maksud ayat tersebut secara garis besar.
DAFTAR PUSTAKA
- Moch. Thohir ‘Aruf.2010.Tafsir Sosial Kemasyarakatan. Surabaya:Gena Pratama Pusta
- Shihab, M. Quraish.2007. Tafsir Al Mishbah.Jakarta:Penerbit Lentera Hati
- Quthb, Sayyid.2002.Tafsir Fi Zhilalil Qur’an.Terj. As’ad Yasin.Jakarta: Gema Ihsani Press.