BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari unsur sosial dan budaya. Sepanjang kegiatan kehidupan manusia, aktivitasnya tidak terlepas dari kelompok manusia lainnya. Karena hal itu dikatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial karena memerlukan kehadiran dan bantuan serta peran serta orang lain. Sosial budaya ini tercermin pada kegiatan sekelompok manusia secara bersama-sama.Hal-hal yang dikerjakan manusia, cara mengerjakannya, bentuk pekerjaan yang diinginkan merupakan unsur sebuah budaya.Maka, aspek sosial ditinjau dari hubungan antarindividu, antar masyarakat serta aspek budaya ditinjau dari proses pendidikan manusia tersebut melalui materi yang di pelajari, cara belajarnya, bagaimana gaya belajarnya, bentuk- bentuk belajar serta pengajaranya.
Pendidikan pada hakikatnya adalah kegiatan sadar dan disengaja secara penuh tanggung jawab yang dilakukan orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan yang dilakukan secara bertahap berkesinambungan di semua lingkungan yang saling mengisi (rumah tangga, sekolah, masyarakat)unsur sosial merupakan aspek individual alamiah yang ada sejak manusia itu lahir. Langeveld mengatakan “setiap bayi yang lahir dikaruani potensi sosialitas atau kemampuan untuk bergaul, saling berkomunikasi yang pada hakikatnya terkandung unsur saling memberi dan saling menerima (Umar Tirtarahardja, 2005:18). Aktivitas sosial tercermin pada pergaulan sehari-hari, saat terjadi interaksi sosial antarindividu yang satu dengan yang lain atau individu dengan kelompok, serta antar kelompok. Didalam interaksi ini ada keterkaitan yang saling mempengaruhi (Abu Ahmadi, 2003:13).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Politik Pendidikan
Pendidikan adalah sala satu bentuk interaksi manusia. Pendidikan adalah suatu tindakan sosial yang pelaksanaanya dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan- hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan peranan individu di dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat.
Jika politik dipahami sebagai “ praktik kekuatan, kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat dan pembuatan keputusan- keputusan otoritatif tentang alokasi sumberdaya dan nilai- nilai sosila”. Maka jelaslah bahwa pendidikan tidak lain adalah sebuah bisnis politik
Politik adalah bagian dari paket kehidupan lembaga- lembaga pendidikan. Bahkan menurut Baldridge, lembaga- lembaga pendidikan dipandang sebagai sitem politik mikro, yang melaksanakan semua fungsi utama sistem- sistem politik.
Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan selalu mengandung unsur- unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas politik ada kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan.
B. Aspek-Aspek Dalam Pendidikan
Pendidikan tidak akan terlaksana secara baik bila tidak memandang pada bermacam- macam aspek. Yang dimaksudkan dengan aspek disini adalah sudut pandang, maka sudut pandang tersebut sangat menentukan dalam mempertimbangkan sesuatu. Dalam Pendidikan, memang ada beraneka ragam aspek, di antara aspek yang dominan adalah politik dan sosial.
1. Aspek politik dalam pendidikan
Sebagaimana di maklumi bahwa yang hendak dituju oleh pendidikan nasional ialah pendidikan yang yang menuju kepada masyarakat industri yang tidak terlepas dari tujuan politik ideologi bangsa kita sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945, Pancasila dan GBHN. Sistem Pendidikan Nasional telah merumuskan dasar, fungsi dan tujuan pendidikan, yaitu : Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945; Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemajuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional; Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekertu luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Apabila dilihat rumusan tersebut di atas, kelihatannya sudah jelas dan sistematik serta merupakan kerangka acuan bagi politik pendidikan nasional dalam semua aspek pendidikan. Sebenarnya rumusan ini merupakan penjabaran dari politik ideologi nasional ke dalam sektor pendidikan. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor pendidikan adalah aspek dari pembangunan politik bangsa, yang tidak lain sebagai konsistensi antara arah politik dengan cetak biru pembangunan bangsa yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 (HAR. Tilaar, 2003:161).
Tujuan nasional sebagai ideologi dasar dari masyarakat dan bangsa kita menjiwai terbentuknya masyarakat industri modern, ideologi pembangunan dan politik pendidikan nasional. Ilmu pengetahuan, teknologi serta informasi sangat menentukannya, karenanya sangat perlu diketahui oleh masyarakat serta berkembangnya kehidupan demokrasi. Maka demokrasi modern memerlukan rakyat yang selain berpaham nasionalis itu juga berwatak demokrat. Baik paham nasionalisme maupun watak demokrat tidaklah tumbuh sendiri, melainkan harus dididikan melalui proses sosialisasi pendidikan politik.
Dengan demikian, masyarakat industri modern adalah masyarakat yang mengacu pada kualitas dalam segala aspek kehidupan, kualitas tersebut akan hidup dalam masyarakat yang tinggi disiplinnya. Justru itu masyarakat industri modern yang diinginkan tidak dapat dilepaskan dari dasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 serta GBHN, dengan intinya adalah pemerataan, kualitas kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia dan pembangunan yang berbudaya nasional.
Salah satu unsur politik pendidikan yang menunjang kehidupan masyarakat industri modern ialah pendidikan yang memperioritaskan kepada kualitas. Pemberian prioritas kepada kualaitas bukan berarsi suatu sistem pendidikan yang elitis tetapi yang memberi kesempatan kepada setiap orang mengembangkan bakat sesuai kemampuannya dengan. Pendidikan yang selektif untuk rogram yang relevan, pendidikan untuk anak pintar, merupakan program yang perlu dilaksanakan.
Politik pendidikan dengan sadar menyiapkan tenaga yang cukup jumlahnya dan terampil untuk mendukung masyarakat industri perlu dengan sungguh-sungguh disiapkan. Persoalannya ialah masyarakat industri modern yang akan kita bina adalah masyarakat yang adil dan makmur.
Oleh karena itu pendidikan merupakan landasan utama bagi tumbuhnya rasa nasionalisme yang positif. Usaha ini tentu saja harus mendapat perhatian utama dalam pendidikan dasar 9 tahun ( wajar 9 tahun ). Pelaksanaan politik pendidikan ini menuntut cara penyajian yang efektif sesuai dengan taraf pendidikan rakyat dan tumbuhnya kehidupan yang terbuka. Untuk itu metodologi yang rasional dan kritis sangat diperlukan sehingga mampu mengolah berbagai bentuk arus globalisasi.
Dalam hal ini, akhirnya politik pendidikan nasional perlu ditata dalam suatu organisasi yang efesien dan dikelola oleh yang profesional. Yang tidak dapat dielakkan ialah keterpaduan antara berbagai jenis dan jenjang pendidikan nasional sebagai sistem pengelolaan pembangunan nasional.
2. Aspek sosial dalam pendidikan
Sebagaimana yang telah di ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial (Soscial Being atau homo saphiens ). Kita sebagai manusia dilahirkan ke alam dunia ini dalam kondisi yang lemah, tak berdaya. Karena manusia tidak berdaya, maka dia tidak akan sanggup melangsungkan hidupnya tanpa bantuan orang lain.
Fithrah-potensi manusia yang dibawa semenjak lahir baru dapat dan bisa berkembang dalam pergaulan hidupnya, dan manusia yang dilahirkan itu tidak akan menjadi manusia tanpa pengembangan potensi tersebut sebagaimana yang dikehendaki oleh ajaran Islam. Di antara nash yang menyatakan demikian, dapat dipahami dari surat Al-Hujurat ayat 13, yaitu:
يأيها الناس إنّا خلقناكم من ذكر او انثى و جعلناكم شعوبا و قبائل لتعارفوا
Dari nash tersebut diatas dapat disinyalir betapa pentingnya memperdayakan masyarakat. Untuk memperdayakan masyarakat, yang pertama adalah mengembang kan potensinya. Potensi tersebut dapat dikembangkan adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia akan berwawasan, mempunyai bermacam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuanlah yang akan menjadikan seseorang atau masyarakat dapat diperdayakan untuk bermacam-macam kepentingan, baik yang berhubungan dengan pribadinya maupun yang berkaitan dengan masyarakat. Kedua, dengan jalan sosialitas manusia ( social being ), dalam ajaran Islam inilah yang dikenal dengan ta’arafu-berkenalan, menjalin hubungan secara baik. Keadaan seperti itulah yang dikehendaki oleh ajaran Islam sekaligus memperdayakan masyarakat untuk mencapai suatu tujuan, khususnya dalam mengelola pendidikan.
Apabila seseorang telah dapat bergaul dan menyesuaikan dirinya dengan kehidupan kelompoknya, berarti orang tersebut dapat mengenal nilai yang berlaku dalam kehidupan sosialnya, sekaligus memperkembangkan pribadinya. Dengan interaksi sosial itu manusia dapat merealisasikan kehidupannya, sebab tanpa timbal balik dalam interaksi sosial itu, ia tidak akan dapat merealisasikan kemungkinan dan potensi-potensinya sebagai individu ( Gerungan, 1966 : 26 ). Mengenai sosialitas manusia ( social being ) terlaksananya pendidikan secara baik adalah dengan saling tolong-menolong sebagai makh luk sosial. Pernyataan ini dapat dipertegas dengan firmanAllah:
وتعاونوا علي البرّ و التّقوي (المائدة : 2)
Aspek- aspek sosial pendidikan dapat digambarkan dengan memandang ketergantungan individu- individu satu sama lain dalam proses belajar. Makhluk-makhluk bukan manusia seperti binatang buas, burung-burung, atau serangga dapat hidup hanya berpedoman pada warisan biologis, suatu program genetik bagi tingkahlaku makhluk hidup. Pola-pola diwarisi mengajarnya memelihara anaknya, mencari makan, dan menjaga kawasannya.
Sebaliknya, kebanyakan yang perlu diketahui oleh manusia tidak diprogramkan melalui genetik. Semenjak dan masa sangat muda lagi kanak-kanak sudah harus mulai mempelajari cara hidup yang begitu banyak macamnya.Cara hidup yang disebut kebudayaan itu tidak dapat diwariskan secara biologis, harus selalu dipelajari oleh setiap individu.
Sekolah, yang merupakan institusi formal untuk belajar, mengharuskan sejumlah persyaratan kepada pendidikan. Akibatnya, belajar di sekolah sangat berlainan dengan yang berlaku di dalam keluarga, dalam teman-teman sebaya, atau dalam komunitas. Jadi pendidikan dalam pengertiannya yang sangat luas dapat dianggap sebagai suatu proses sosialisasi yang melaluinya seseorang mempelajari cara hidupnya.
Dimensi- dimensi sosial pendidikan yang dibicarakan dalam aspek- aspek sosial pendidikan adalah:
a. aspek sosial yang ditanamkan oleh pendidikan yang berlaku disekolah, seperti pewarisan budaya dari generasi tua ke generasi muda. Ini berlaku pada semua masyarakat, dahulu atau pun sekarang, termasuk dalam masyarakat Indonesia sendiri. Juga pewarisan ketrampilan. ketrampilan dan generasi ke generasi. ini juga berlaku di masyarakat manapun, walaupun teknologi ketrampilan itu selalu berubah. Juga pewarisan nilai-nilai dan kepercayaan merupakan fungsi pendidikan. Nilai-niiai scperti kejujuran, solidaritas, gotong-royong adalah nilai-nilai yang tak dapat tidak harus wujud kalau masyarakat itu akan hidup terus. Sebab kumpulan apapun tak akan hidup sebagai kumpulan tanpa nilai-nilai itu sebagai pemersatu.
b. aspek sosial yang kedua yang mempengaruhi pendidikan adalah ciri-ciri budaya yang dominan pada kawasan-kawasan tertentu di mana sekolah-sekolah itu wujud. Walaupun pengelompokan seperti ini tidak selalu memberi gambaran yang jernih terhadap kelompok yang dibicarakan di situ. Sebab faktor-faktor lain turut memainkan peranan di dalamnya, seperti kepercayaan politik dan sosial, status sosio ekonoimi, kelas sosial, etnik, ras, agama dan lain-lain.
c. aspek sosila ketiga yang memainkan peranan pada pendidikan yaitu faktor-faktor organisasi, dan segi birokrasi. Adanya sistem adrninistrasi yang bersifat hirarkis dan biasanya berlaku pada tiap organisasi persekolahan. Juga hubungan-hubungan dan segi formal dan informal yang masing-masing tergantung pada sistem-sistem sosial yang mengadakannya. Begitu juga guru dan adininistrasi, hubungan orang tua, guru, hubungan teman-teman sebaya, dan hubungan guru, murid, semuanya besar pengaruhnya dalam pelaksanaan pendidikan.
d. aspek sosial keempat yang terpenting mempengaruhi pendidikan adalah sistem pendidakan itu sendiri. Istilah sistem pendidikan bermaksud suatu pola total masyarakat dalam institusi formal, agen-agen dan organisasi yang meimindahkan pengetahuan dan warisan kebudayaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial, spiritual, dan intelektual seseorang. Walaupun mungkan kita menganalisa sistem pendidikan dalam kawasan kota, kota madya, propinsi dan lain-lain, tetapi biasanva dibuat dalam bentuk lebih besar, seperti sebuah negara.
Tidak ada suatu sistem pendidikan yang tetap dan statis. Perlu juga disadari bahwa sistem pendidikan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan-kecenderungan dan kekuatan-kekuatan sosial, budaya, spiritual, ekonomi, dan politik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan adalah suatu tindakan sosial yang pelaksanaanya dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan- hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan inilah bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan peranan individu di dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat. Politik adalah bagian dari paket kehidupan lembaga- lembaga pendidikan Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan politik adalah dua hal yang saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek pendidikan selalu mengandung unsur- unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas politik ada kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan
DAFTAR PUSTAKA
- A.Gaffar, MS., Dasar Dasar Administrasi dan Supervisi Pengajaran, Padang : Angkasa Raya, 1992
- Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : Rosdakarya, 2005
- Asnawir, Administrasi Pendidikan, Padang : IAIN Press, 2003
- Departemen Agama RI. Al-Qur`an dan Terjemahnya, Surabaya : Toha Putra, 1997
- Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1990
- Harold G. Shane, Arti Pendidikan Bagi Masa Depan, Jakarta : Rajawali, 2003
- HAR Tilaar, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung : Rosdakarya, 2003
- M.Sirozi, Politik Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007
- Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : Bina Aksara, 2003
- Oemar Hamalik, Kurikulum Pembelajaran, Jakarta : Bumi Aksara,2005
- Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu, Jakarta : Balai Pustaka, 2001
- Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta : Rineka Cipta, 2001