Aneka Ragam Makalah

Makalah Potensi Dan Sifat Khas Kepribadian



Jika bermanfaat, Mohon di Share ya !. kalau sempat sumbang tulisannya ya !
BAB I
PENDAHULUAN

Pada dasarnya teori kepribadian tidak dapat dipisahkan dari ilmu psikologi yang disusun sebagai upaya untuk memahami manusia. Sebagai hasil karya buah pemikiran manusia, sehingga dalam penyajiannya tidak bisa luput dari pengaruh faktor-faktor subjektif penyajinya.

Harus diakui bahwa dalam menyusun sebuah teori tentang kepribadian bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, hal ini tidak terlepas dari beragamnya pemahaman tentang kepribadian tersebut, dari pemahaman sehari-hari sampai kepada pemahaman yang dibangun dengan pendekatan psikologis dengan berbagai corak.

Berhubungan dengan kepribadian tersebut, dalam makalah ini, akan dibahas tentang kepribadian tersebut, mulai dari definisi kepribadian, tipologi kepribadian, potensi dan aspek pembentukan kepribadian tersebut, tidak hanya sampai disitu saja dalam pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai konsep, struktur dan dinamika kepribadian dalam analisa psikologi Islam, yang mencoba mengungkap perbedaan pandangan yang mendasar terhadap pemahaman kepribadian tersebut antara psikologi Islam dengan psikologi lainnya.


BAB II
PEMBAHASAN

B. Pengertian Kepribadian

Pada dasarnya kepribadian merupakan sesuatu yang sering dibicarakan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Terkadang tanpa disadari, beberapa di antara kita sering mengartikan kepribadian tersebut sebagai sesuatu yang ada pada diri seseorang, yang dengannya seseorang tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap orang lain, atau dengannya seseorang meninggalkan kesan tertentu bagi orang lain. Selain itu, kepribadian juga sering dihubungkan dengan cir-ciri tertentu yang dimiliki atau yang menonjol pada setiap diri individu.

Dalam kehidupan kita sehari-hari kita sering mendengar sebutan, si polan orangnya pemalu, periang , pendendam, pemarah dan lain-lain. Kepada seorang cewek yang senang berpenampilan seperti layaknya seorang cowok, kita sering menyebutnya “cewek tomboy”, atau sebaliknya kepada seorang cowok yang lebih suka berpenampilan seperti layaknya seorang cewek, kita sering menyebutnya “cowok peminin atau laki-laki kok ayu”.

Di lingkungan sekolah kita sering mendengar sebutan, murid rajin, murid pemalas, murid bodoh, murid pintar, guru yang perhatian, guru yang galak, guru yang kalem, dan guru yang otoriter.

Dari gambaran diatas, sesungguhnya penulis ingin menjelaskan bahwa tanpa kita sadari, dalam kehidupan kita sehari-hari kita sering menilai kepribadian yang ada pada diri seseorang. Pada saat kita menyebutkan si polan orangnya periang, pemalu, dan pendendam, sesunggunhya kita menyebutkan si polan berkepribadian seperti itu. Ketika kita menyebutkan kepada seorang cewek tomboi, sesunggunya kita menyebutkan bahwa cewek tersebut berkepribadian seperti itu, demikian pula kepada cowok peminin atau laki-laki ko loyo, maka seperti itulah kepribadiannya. Kepada seorang murid, kita menyebutnya murid malas, bodoh, murid rajin , pintar maka sesungguhnya kita menyebut kepribadian murid tersebut, dan demikian pula terhadap guru, ketika mengatakan guru yang galak, kalem, pemarah, maka sebenarnya itulah kepribadian guru tersebut.

Gambaran diatas menjelaskan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, kepribadian seseorang dipahami dari bagaimana seseorang tersebut berpenampilan dan memberikan kesan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya. Hal ini menjelaskan bahwa pengertian kepribadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan pengertian yang begitu sederhana yang sangat mudah untuk dipahami, namun pengertian ini hanya mampu melihat seseorang dari kepribadiannya yang tampak dengan jelas dan tidak mampu menjelaskan kepribadian yang tidak tampak atau kasat mata. Sehingga pengertian kepribadian dalam sehari-hari ini adalah pengertian yang tidak sempurna dan dianggap lemah.

Selanjutnya mengenai pengertian kepribadian ini akan dibahas secara teori, yang dikembangkan dari berbagai teori psikologi.

Pada dasarnya kata kepribadian dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah personality, yang berasal dari kata Yunani kuno yaitu prosopon atau persona, yang artinya topeng yang biasa dipakai oleh artis dalam teater. Para artis bertingkah laku seperti yang sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili ciri kepribadian tertentu[1]. Penjelasan mengenai kata persona tersebut merupakan konsep awal dalam mengartikan tentang kepribadian, dimana pada perkembangannya kepribadian dipahami sebagai gambaran sosial yang diberikan kepada seorang individu, dengan harapan agar individu tersebut bertingkah laku sebagaimana gambaran sosial yang diberikan kepadanya.

Secara istilah definisi kepribadian sangat beragam. Sehingga para tokoh psikologi mencoba merumuskan pemahaman tentang kepribadian tersebut berdasarkan pendekatan psikologis.

Goerge Kelly memandang bahwa kepribadian sebagai cara yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-pengalaman hidupnya[2]. Sigmund Freud yang dengan pendekatan psikoanalisanya menjelaskan bahwa kepribadian terdiri dari tiga komponen yaitu id (naluri), ego (kesadaran atau “aku”), dan super ego (hati nurani), interaksi antar ketiga komponen itu terwujud dalam perilaku[3].

Mengenai kepribadian, Baharuddin menjelaskan sebagaimana yang ia kutip dari Abdul Aziz Ahyadi bahwa Gordon W Allport menemukan definisi kepribadian sebanyak 49 kemudian dia sendiri membuat satu definisi, sehingga genap menjadi 50 definisi[4]. E.Koswara menjelaskan adapun definisi yang disimpulkan oleh A Allport adalah kepribadian sebagai sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah kepada seluruh tingkah laku individu bersangkutan.

Tepatnya rumusannya tentang kepribadian adalah “ kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas. Ia menggunakan istilah “sistem psikofisik” dengan maksud menunjukkan bahwa jiwa dan raga manusia adalah satu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah laku. Sedangkan istilah khas dalam batasan kepribadiannya itu meiliki arti bahwa pada setiap individu bertingkah laku dalam caranya sendiri karena setiap individu memilki kepribadiannya sendiri[5].  

Dalam Kamus Psikologi, James Drever mendefinisikan personality (kepribadian) adalah organisasi yang dinamis dan tergabung dari sifat-sifat sosial, moral, mental, dan fisik dari seorang individu, yang juga nampak pada orang lain dalam kehidupan masyarakat yang saling memberi dan menerima[6].

Selanjutnya dalam Kamus Lengkap Psikologi, Chaplin menjelaskan bahwa personality adalah suatu integrasi dari sifat-sifat yang diselidiki dan dituliskan untuk memberikan suatu catatan laporan mengenai kualitas unik individu[7].

Dari beberapa definisi kepribadian yang telah dikemukakan diatas, setidaknya ada beberapa kata kunci yang dapat digunakan untuk memberikan pemahaman yang utuh tentang kepribadian tersebut. Adapun kata kunci tersebut adalah : (1) bahwa kepribadian merupakan kesatuan yang utuh antara psikis (pikiran, perasaan, minat dan lainnya) dan bentuk fisik (tinggi badan, warna kulit, sistem syaraf, bentuk tubuh, dan lainnya). Hal ini menjelaskan bahwa pisikis dan bentuk fisik menyatu dalam kepribadian. (2) bahwa kepribadian bersifat organisasi dinamis, yaitu penggabungan antara psikis dan fisik dalam satu organisasi yang terpadu dalam suatu proses kerja yang saling mendukung diantara keduanya, yang terus berubah dalam pergantian waktu. (3) bahwa kepribadian dipandang sebagai individu yang memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya. Dan (4) bahwa kepribadian dipandang sebagai sesuatu yang bernilai khas, yaitu kepribadian individu tidaklah sama dengan individu yang lainnya.


C. Tipologi Kepribadian

Sebagaimana beragamnya orang maupun para tokoh memahami tentang kepribadian, sehingga melahirkan ragam pendapat tentang kepribadian tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa begitu luasnya makna kepribadian dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tentunya juga berimbas kepada tipologi kepribadian tersebut.

Mengenai tipologi kepribadian tersebut, telah banyak para ahli dengan berbagai pendekatan mereka masing-masing berusaha untuk meyimpulkan beberapa tipologi kepribadian, Hal ini menjelaskan bahwa pada dasarnya begitu banyak bentuk kepribadian, yang mungkin banyaknya bentuk-bentuk kepribadian tersebut berjumlah sebanyak orang yang ada dalam kehidupan ini.

Dalam makalah ini penulis berusaha memberikan beberapa penjelasan mengenai tipologi kepribadian yang berdasakan beberapa pendekatan yang digunakan oleh para ahli sebagai berikut :

1. Tipologi Hippocrates

Hippocrates adalah seorang Bapak ilmu kedokteran beranggapan bahwa kerpibadian seseorang dipengaruhi oleh proses-proses faal dalam tubuh, terutama oleh bekerjanya cairan-cairan yang terdapat dalam tubuh[8]. Adapun keempat cairan tersebut adalah darah, lendir, empedu hitam dan empedu kuning. Berdasarkan keempat cairan tersebut ia membagi tipologi kepribadian kepada dominasi cairan yang satu terhadap cairan yang lainnya. Jika darah lebih mendominasi (sanguinis) maka kepribadiannya adalah periang, optimis, dan semangat. Jika lendirnya lebih mendominasi (Phlegmatik) maka kepribadiannya adalah lamban, tak semangat, dan tak mudah dipengaruhi. Jika empedu kuning lebih mendominasi (Kholerik) maka kepribadiannya adalah garang, dan pemarah. Jika empedu hitamnya mendominasi (melankolik) maka kepribadiannya adalah sedih, murung, pesimis, dan cengeng.

2. Tipologi Kretschmer

Kretschmer yang merupakan seorang ahli penyakit jiwa, yang berkebangsaa Jerman menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang erat antara tipe-tipe tubuh seseorang dengan kepribadiaannya. Sehingga ia membagi bentuk kepribadian berdasarkan jasmaninya menjadi empat tipe, yaitu[9] :

1) Atletis, dengan ciri-ciri bertubuh tinggi,besar, otot kuat, kekar dan tegap dan dada lebar.
2) Asthenis, dengan ciri-ciri bertubuh kurus, jangkung, bahu sempit, lengan dan kaki kecil.
3) Piknis, dengan ciri-ciri berbadan gemuk, pendek , perut besar, leher pendek lengan dan kaki lemah.
4) Displastis, yang merupakan penyimpangan dari ketiga tipe lainnya, sehingga tubuhnya merupakan campuran dari ketiga tipe tersebut.

Selain tipe tersebut, Kretschmer juga membagi tipe kepribadian berdasarkan tempramen, yang terdiri dari :

1) Tipe Schizotyhm, tipe ini kepribadiannya bertemperamen schizothyme yang sifat-siftnya sama seperti penderita schizophrenia, tipe ini tidak mudah mengadakan kontak dengan lingkungannya, suka mengasingkan diri, cenderung bersifat autis, dan tertutup.
2) Tipe Cyklothym, kepribadiannya sesuai dengan para penderita manisdepresif, sangat mudah beradaptasi dengan lingkungannya, mudah bergaul, ramah, perhatian dan tidak cuek.

Selanjutnya Kretschmer berdasarkan penelitian yang telah ia lakukan, menjelaskan bahwa terdapat hubungan tertentu antara bentuk jasmani dan dan temperamen, adapun hubungan diantara keduanya sebagai berikut :

1) Kepribadian yang berpostur piknis kebanyakan bertemperamen cyklothym, atau kepribadian yang bertemperamen cyklotym kebanyakan berpostur piknis.
2) Kepribadian yang berpostur leptosom, atletis dan displastis kebanyakan bertemperamen schicothym, atau kepribadian yang bertemperamen schicothym kebanyakan berpostur, leptosom, atletis dan displastis.


3. Tipologi Heymans

Heymans berpendapat bahwa kepribadian seseorang dipengaruhi oleh tiga macam kualitas kejiwaan, yaitu emosionalitas, proses pengiring, dan aktivtas jiwa. Dengan berdasarkan kualitas kejiwaan tersebut, ia mencoba membagi tipe kepribadian, sebagai berikut[10] :

a. Emosionalitas, yaitu mudah atau tidaknya perasaan seseorang terpengaruh oleh sesuatu pesan. Atas dasar ini, Heymans menggolongkan kepribadian kepada dua golongan, yaitu :

1. Golongan yang emosioanal (emosionalitas yang tinggsi), golongan ini merupakan kepribadian yang bersifat antara lain mudah marah, suka tertawa, tak suka dengan hal-hal yang menenganggangkan, pembawaan yang keras, egois, dan ingin berkuasa.
2. Golongan yang tidak emosional, golongan ini memiliki kepribadian yang bersifat antara lain sabar, santai, praktis, simple, ingin mencoba sesuatu yang menenggangkan dan tidak mengekang.

b. Proses pengiring, yaitu banyak sedikitnya pengaruh kesan-kesan terhadap kesadaran,walaupun dalam kesadaran kesan-kesan tersebut telah menghilang. Dalam prose pengiring ini, Heymans membaginya kepada dua golongan, sebagai berikut :

1. Golongan yang proses pengiringnya kuat. Adapun sifat-sifat kepribadian yang termasuk dalam golongan ini adalah tenang, tidak cepat menyerah, bijaksana, suka menolong, memiliki ingatan yang kuat, berpikir bebas, teliti, dan bertanggung jawab.
2. Golongan yang pengiringnnya lemah. Adapun sifat kepribadian golongan ini adalah tidak tenang, lekas putus asa, gampang menyerah, ceroboh, boros, dan plin-plan.

c. Aktivitas, yaitu banyak sedikitnya seseorang menyatakan diri, merealisasikan perasaannya dan pikiran-pikirannya dalam tindakan yang spontan, Haymens juga membagi kepada dua golongan, yaitu :

1. Golongan yang aktif, yaitu golongan yang karena alasan lemah saja telah berbuat, adapun tipe kepribadian ini memiliki sifat sibuk, riang, gembira, suka tantangan, tidak mudah menyerah, toleran, berpandangan luas, dan suka hal-hal yang menegangkan.
2. Golongan yang tidak aktif, yaitu golongan walaupun memiliki

alasan yang kuat belum juga mau bertindak, adapun tipe kepribadian ini bersifat pemalas, mudah putus asa, tidak mau mengambil resiko, membenci tantangan, boros, dan berpandangan sempit.


d. Tipologi Carl Gustav Jung

Carl Gustav Jung adalah seorang ahli penyakit jiwa yang berasal dari Swiss. Mengenai penentuan tipologi kepribadian, ia menggunakan pendekatan psikologis yang berupa arah perhatian manusia . Dalam hal ini Jung beranggapan bahwa pada dasarnya perhatian manusia tertuju kepada dua arah, yaitu arah yang tertuju ke luar dirinya yang disebut extrovert, dan arah yang tertuju ke arah dalam dirinya, yang disebut introvert. Berdasarkan hal ini, ia menekankan bahwa kemana arah perhatian manusia itu lebih kuat, maka keadaan itulah yang menentukan kepribadian seseorang. Jika seseorang lebih banyak melihat arah perhatian ke luar dirinya, maka ia berkepribadian extropert. Jika seseorang lebih banyak melihat arah perhatiannya ke dalam dirinya, maka ia berkribadian introvert. Mengenai sifat kerpibadian ekstrovert dan introvert, Crow and Crow sebagaimana yang dikutip oleh Ngalim Purwanto menjelaskan secara rinci sebagaimana yang terdapat dalam tabel di bawah ini[11] :


Extrovert

a. Lancar dalam bicara.
b. Bebas dari kekhawatiran/ kecemasan.
c. Tidak lekas malu dan tidak canggung.
d. Umumnya bersifat konservatif.
e. Mempunyai minat pada atletik.
f. Dipengaruhi oleh data objektif.
g. Ramah dan suka berteman.
h. Suka berkerja bersama orang lain.
i. Kurang memperdulikan pen deritaan dan milik sendiri.
j. Mudah menyesuaikan diri dan luwes (fleksibel).

Introvert

a. Lebih lancer menulis daripada bicara.
b. Cenderung/sering diluputi kekhawatiran/kecemasan.
c. Lekas malu dan canggung.
d. Cenderung bersifat radikal.
e. Suka membaca buku dan majalah.
f. Lebih dipengaruhi oleh perasaan perasaan subjektif.
g. Agak tertutup jiwanya.
h. Menyukai berkerja sendiri
i. Sangat menjaga/ berhati-hati terhadap penderitaan dan miliknya.
j. Sukar menyesuaikan diri dan kaku dalam pergaulan.


D. Potensi dan Aspek Pembentukan Kepribadian

Kepribadian merupakan dimensi yang terdapat dalam diri manusia yang berpotensi untuk dibentuk. Dalam pembentukannya tentunya dipengaruhi banyak hal. Mengenai faktor pembentukan kepribadian tersebut, Syarkawi mengelompokkannya kepada factor internal dan eksternal[12].

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki oleh salah satu orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya.

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman tetangga, sampai dengan pengaruh dari berbagai media audiovisual seperti TV dan VCD, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagai.

Pada dasarnya pembentukan kepribadian tersebut meliputi aspek psikis dan fisik. Mengenai aspek fisik tersebut, pembentukannya dapat dilihat dari bentuk fisik yang berkembang dari hari ke hari, dan hal itu dapat dilihat secara jelas. Namun sebaliknya yang terjadi pada aspek psikis yang secara notabene tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Walaupun demikian pembentukan kepribadian secara fisik dapat dilakukan melalui proses oleh raga, mengkonsumsi makanan sehat dan lainnya. Sedangkan pembentukan kepribadian yang bersifat psikis dapat dilakukan dengan proses belajar, seperti pembentukan kognisi dapat dibentuk dengan cara berhitung, dan menghapal, pembentukan sikap dapat diberikan melalui nasehat-nasehat, ceramah-ceramah agama dan suri tauladan.

Mengenai pendekatan yang digunakan dalam pembentukan kepribadian, Abdul Mujib menawarkan dua pendekatan, yaitu pendekatan konten dan pendekatan rentang kehidupan[13].

Pendekatan konten adalah serangkaian metode dan materi dalam pengembangan kepribadian secara hirarkis dilakukan oleh individu, dari jenjang yang terendah menuju yang paling tinggi, asumsi pendekatan ini adalah individu dapat menggunakan metode dan materi apa saja untuk mencapai kualitas tertingginya tanpa ada sekat-sekat usia.

Pendekatan rentang kehidupan adalah serangkaian perilaku yang dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut rentang usia. Asumsi pendekatan ini adalah bahwa setiap rentang kehidupan , individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus diperankan menurut jenjang usia. Sebagai contoh peran pada masa kanak-kanak tidak akan sama dengan peran orang dewasa.


E. Konsep, Struktur dan Dinamika Kepribadian dalam Analisa Psikologi Islam

1. Konsep Kepribadian dalam Analisa Psikologi Islam

Dalam pembahasan ini, sebenarnya ingin melihat bagaimana kepribadian dalam analisa psikologi Islam, yang tentunya tidak terlepas dari Psikologi Kepribadian Islam.

Psikologi Kepibadian Islam adalah studi Islam yang berhubungan dengan tingkah laku mansuia berdasarkan pendekatan psikologis dalam relasinya dengan alam, sesamanya, dan kepada sang Khaliknya agar dapat meningkatkan kualitas hidup di dunia dan akhirat[14].

Mengenai kepribadian pada dasarnya dalam pandangan psikologi kepribadian dipelajari sebagai sebuah bentuk dan gejolak jiwa yang stabil, yang merupakan alat pengontrol bagi pengalaman-pengalaman individu dan membentuk berbagai tingkah laku sebagai respon terhadap lingkungannya.

Penjelasan diatas menggambarkan bahwa sesungguhnya kepribadian merupakan kontrol dinamis yang terdapat dalam diri setiap individu, yang dengan kontrol tersebut menciptakan organisasi anggota tubuh dan jiwa yang mengarahkan dan menentukan tingkah laku sebagai sikap interaksi terhadap lingkungannya. Dalam hal ini Muhammad Ustman Najati menjelaskan bahwa para ahli ilmu jiwa mempelajari kepribadian dengan memandang individu sebagai kesatuan sempurna yang mampu beraksi dan memberikan respon seperti tubuh yang bergerak secara teratur baik fisik maupun psikis, menentukan aksi dan respon dengan cara tersendiri yang membedakannya dengan orang lain[15].

Dalam melakukan analisa tentang kepribadian, maka analisa tersebut dapat dilakukan mempelajari dan mengamati beberapa faktor yang membentuk kepribadian tersebut.

Dalam hal ini, Najati menjelaskan bahwa para ahli ilmu jiwa modern mengkaji faktor-faktor tersebut, biasanya mereka lebih menekankan pada penelitian faktor-faktor biologis, sosial dan budaya. Dalam mempelajari faktor-faktor biologis, umumnya mereka memfokuskan perhatian pada pengaruh gen, pembentukan tubuh, faktor pembentukan susunan syaraf dan saluran makanan. Adapun dalam mengkaji pengaruh faktor-faktor sosial terhadap kepribadian mereka mempelajari pengalaman-pengalaman masa kecil, khusunya di lingkungan keluarga dan metode bimbingan orang tua, seperti halnya penelitian mereka terhadap pengaruh budaya, status sosial, yayasan-yayasan sosial dan pengaruh lingkungan pergaulan terhadap kepribadian seseorang[16].

Mengenai analisa kepribadian tersebut, psikologi Islam mencoba memberikan gambaran bahwa, untuk mengetaui hakikat dari kepribadian tersebut, maka haruslah mengetahui hakikat manusia, sehingga mengetahui hakikat dari manusia tersebut maka akan memberikan keterangan mengenai kepribadian tersebut, karena pada dasarnya kepribadian merupakan sesuatu yang menyatu dalam diri manusia. Dalam hal ini Alquran mencoba memberikan keterangan secara impilisit bahwa manusia tersebut memiliki tiga aspek pembentukan , adapun ketiga aspek tersebut adalah aspek jismiyah yang berupa fisik dan biologis, aspek nafsiyah yang berupa (psikis, psikologis), dan aspek ruhaniyah yang berupa spiritual.

Mengenai tiga aspek tersebut, Iin Tri Rahayu menjelaskan bahwa para ahli umumnya membedakan manusia dari dari dua aspek saja, yaitu jasad dan ruh sedikit sejali yang membedakan antara jasad, ruh, dan nafs. Padahal ketiganya memiliki kriteria-kriteria sendiri. Jasad dan ruh merupakan dimensi manusia yang berlawanan sifatnya. Jasad sifatnya kasar dan indrawi atau empriris serta kecenderungannya ingin mengejar kenikmatan duniawi dan material. Sedangkan ruh sifatnya halus dan gaib serta kecenderungannya mengejar kenikmatan samawi, ruhaniyah dan ukhrawiyah[17].

Terlepas dari perbedaan para ahli tersebut, pada dasarnya kedua aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya, karena keduanya saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Hal ini dapat digambarkan dengan penjelasan bahwa ketika jasad berdiri dengan sendirinya tanpa ruh, maka hal tersebut adalah substansi yang mati, demikian pula apabila ruh tanpa jasad maka hal tersebut merupakan hal yang tak dapat teraktualisasikan. Oleh karenanya diperlukan integrasi antara kedua esensi tersebut (jasad dan ruh / ruh dan jasad) sehingga integrasi kedua aspek tersebutlah yang membentuk nafs. Adanya nafs bagi manusia merupakan aspek yang dengannya akan memenuhi keinginan jasad maupun keinginan ruh.

Penjelasan diatas mengisyaratkan bahwa pada dasarnya psikologi Islam memandang keberadaan manusia dengan peranan ketiga aspek tersebut (jasad, nafs, dan ruh). Dah hal inilah yang membedakan psikologi Islam dengan psikologi lainnya. Dalam psikologi Islam, kepribadian manusia juga ditinjau dari aspek kerohaniannya yang merupakan peranan dari aspek ruh, yang mana pada dasarnya kepribadian juga memiliki aspek yang bersifat spiritual atau transenden, yang dengan sifat tersebut mendorong mansuia menjadi kepribadian yang agamis, yaitu kepribadian yang bertuhan.

Mencermati hal tersebut, Najati menerangkan bahwa seorang analis ilmu jiwa, Erick From, telah mencatat keterbatasan ilmu jiwa modern dan kelemahannya dalam mengetahui diri seseorang disebabkan kelalaiannya dalam mengkaji aspek spiritual dalam diri manusia. Ini terlihat jelas dalam perkataannya “Sesungguhnya taqlid (figuritas) yang dijadikan tema pokok dalam kajian terhadap jiwa manusia oleh para pakar psikologi lebih menekankan pada keutamaan dan kebahagiaan seseorang. Namun, taqlid tersebut ternyata tidak banyak berarti karena sekalipun ilmu jiwa (yang berusaha menyerupai ilmu alam dan metode praktik dalam berhitung) mampu menjawab berbagai permasalahan, ia tidak sanggup menjawab masalah ruh[18]”.

2. Struktur Kepribadian dalam Analisa Psikologi Islam

Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa manusia dalam psikologi Islam, memiliki tiga aspek (jisim atau jasad, ruh dan nafs) yang dengan ketiga aspek tersebut membentuk kepribadian. Dalam pembahasan ini, ketiga aspek tersebut akan dibahas secara satu persatu.

1) Struktur Jisim

Jisim merupakan struktur manusia yang merupakan organisme fisik. Bila dibandingkan dengan makhluk lainnya,seperti hewan dan tumbuhan maka bentuk organisme manusia lebih sempurna. Dengan adanya jisim tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk biotik, yang mana setiap makhluk biotik memilki empat unsur yang sama yaitu tanah, api, air dan tanah.

Tanah, api, air dan tanah merupakan unsur abiotik, namun jika keempat unsur tersebut mendapat energi kehidupan yang berasal dari dalam orgnisme fisik (jisim), maka ia menjadi hidup. Kehidupan tersebut lazim disebut dengan nyawa, karena nyawa manusia itu menjadi hidup. Pada dasarnya nyawa tersebut telah ada pada saat bertemunya sel sperma dan sel telur pada ovum, yang kemudian menjadikan benih (embrio) manusia. Dan hal inilah yang membedakan nyawa dengan ruh. jika nyawa telah ada sejak awal pembuahan, maka ruh baru ada pada saat embrio tersebut berusia empat bulan[19].

Nyawa yang dengannya manusia itu hidup , tidaklah bersifat kekal yang berarti bahwa nyawa tersebut memiliki batas waktu tertentu, sehingga ketika batas tertentu tersebut telah berlaku maka manusia itu mengalami kematian. Bila ditinjau dari keseluruhan organ tubuh manusia maka nyawa tersebut pusatnya pada organ jantung. Sehingga untuk menandakan nyawa tersebut mengalami kematian dapat dilihat dari keadaan fungsi organ jantung tersebut.

Selanjutnya mengenai struktur jisim ini, Iin Tri Rahayu menjelaskan bahwa jisim tersebut dalam kapasitasnya sebagai bagian dari keseluruhan sistem totalitas fisik-pisikis, maka aspek ini memainkan peranan penting sebagai sarana untuk mengaktualisasikan fungsi aspek nafs dan aspek ruhaniyah dengan berbagai dimensinya. Kemudian ia menjelaskan bahwa dalam Alquran dijelaskan beberapa fungsi aspek jisim yang membantu cara kerja aspek psikis lainnya. Diantaranya kulit sebagai arat peraba (QS.al-An’am :7), hidung sebagai alat pencium (QS. Yusuf : 94)[20].

2) Struktur Ruh

Pada dasarnya struktur ruh menjadikan keunikan yang esensial bagi psikologi Islam. Ruh menjadikan seluruh bangunan kepribadian dalam Islam menjadi khas. Dalam Hal Ini, Abdul Mujib berpendapat ruh merupakan substansi (jawhar) psikologis manusia yang menjadi esensi keberadaannya, baik di dunia maupun di akhirat. Hal itu berbeda dengan psikologi kepribadian Barat yang hanya menerjemahkan ruh dengan spirit yang accident (‘aradh). Sebagai substansi yang esensial, ruh membutuhkan jasad untuk aktualisasi diri, bukan sebaliknya. Ruh yang menjadi pembeda antara eksistensi manusia dengan makhluk lainnya[21].

Ruh merupakan aspek psikis manusia yang bersifat spiritual dan trasendental. Bersifat spiritual karena ia merupakan potensi luhur batin manusia, yang dengannya manusia menjadi manusia yang bertuhan. Potensi luhur tesebut merupakan merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ciptaan tuhan. Lebih jauh Iin Tri Rahayu menjelaskan dimensi ruh atau spiritual adalah sisi jiwa yang memiliki sifat-sifat ilahiyah dan memiliki daya untuk menarik dan mendorong dimensi-dimensi lainnya untuk mewujudkan sifat-sifat tuhan dalam dirinya[22].

Gambaran diatas menerangkan bahwa sesungguhnya proses aktualisasi ruh dalam kehidupan manusia terwujud dalam tingkah laku keseharian manusia seperti saling menyanyagi, mencintai dan lainnya, dah hal tersebut merupakan sisi emperik dari sifat-sifat ilahiyah tersebut. Mengenai ruh yang sifatnya transenden juga merupakan perwujudan dimensi manusia yang mengatur hubungannya dengan yang maha Transenden, yang mana fungsi ini muncul dari dimensi al-fitrah. Mengenai hal ini Rahayu menjelaskan dimensi al-fitrah dan al-ruh sama-sama bersumber dari Allah, namun keduanya memiliki perbedaan. Dimensi al-ruh dipandang dari kapasitas hubungannya dengan alam atau hablun minannas, sedangkan dimensi al-fitrah dipandang dari sudut kapasitas hubungannya dengan Allah atau hablun min al-Allah. Lebih lanjut ia menjelaskan kalau al-ruh bermuara pada khalifah maka al-fitrah bermuara sebagai Abdullah[23].

3) Struktur Nafs

Struktur nafs merupakan keseluruhan kualitas yang dimiliki oleh manusia yang bersifat khas berupa pikiran, perasaan, kemauan dan kebebasan. Nafs merupakan aspek yang terbentuk dengan adanya persentuhan antara struktur jisim dan struktur ruh, yang mana dalam penjelasan sebelumnya diketahui bahwa pada dasarnya kedua struktur tersebut saling berlawanan satu dengan yang lainnya, walaupun demikian kedua struktur tersebut tidak dapat pula dipisahkan, karena keduannya saling berkaitan dan masing-masing memberi pengaruh kepada yang lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut nafs merupakan struktur yang mewadahi kedua kepentingan dan keinginan dari kedua struktur tersebut.

Abdul Mujib, menyimpulkan bahwa nafs memiliki arti psikofisik manusia, yang mana komponen jasad dan ruh telah bersinergi. Nafs memiliki natur gabungan antara natur jasad dan ruh. Apabila ia berorientasi pada natur jasad maka tingkah lakunya menjadi buruk dan celaka, tetapi apabila mengacu pada natur ruh maka kehidupannya menjadi lebih baik[24].

Selanjutnya Baharuddin menjelaskan bahwa struktur nafs memiliki tiga dimensi utama, yaitu dimensi al-nafsu, dimensi al-‘aql dan dimensi al-qalb. Ketiga dimensi inilah yang menjadi sarana bagi aspek nafsiyah ini untuk mewujudkan peran dan fungsinya[25]. Secara sederhana dimensi al-nafsu merupakan dimensi yang berhubungan dengan konasi (karsa) yang berhubungan dengan aspek-aspek psikomotorik, dimensi al-‘aql merupakan dimensi yang berhubungan dengan kognisi yang berhubungan dengan dimensi kognitif, dan dimensi al-qalb merupakan dimensi yang berhubungan dengan emosi yang berhubungan dengan dimensi afektif.


3. Dinamika Kepribadian dalam Analisa Psikologi Islam

Jika membicarakan masalah dinamika kepribadian dalam analisa psikologi Islam, maka pembicaraan tersebut tidak dapat dipisahkan dari tiga struktur yang terdapat dalam kepribadian manusia, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

Manusia dalam konsepsi kepribadian Islam merupakan makhluk yang berpentuk khas dan paling sempurna dari makhluk-makhluk lainnya, hal ini dikarenakan manusia tersebut memiliki kelengkapan struktur yang meliputinya, dan kelengkapan struktur tersebut tidak ada pada makhluk lainnya.

Di lain pihak, beberapa aliran psikologi yang konsen terhadap teori kepribadian, terlebih aliran psikologi behavioristik, tampaknya memandang manusia secara terpisah, dimana aliran tersebut tidak memandang substansi jiwa manusia tersebut. Aliran tersebut hanya memandang dari sudut jasmaniyah yang berbentuk nyata, sehingga penelitian terhadap manusia hanya mampu dilakukan seputar hal-hal yang berwujud materi atau masalah lahiriyah. Penjelasan ini kembali menekankan bahwa pada dasarnya penelitian yang dilakukan dalam ilmu jiwa yang berfaham barat terhadap manusia memiliki kelemahan yang mendasar, yang mana penelitian tersebut tidak mampu menyentuh struktut ruh yang terdapat dalam diri manusia tersebut.

Dengan hanya memandang struktur jasmaniyah tersebut mengakibatkan banyaknya penelitian yang dilakukan terhadap tingkah laku hewan, yang hasil dari penelitian tersebut juga digunakan untuk memotret tingkah laku manusia, artinya teori mengenai tingkah laku hewan mereka samakan seperti teori tingkah laku manusia, dan hal ini jelas berseberangan dengan konsep yang dibangun oleh psikologi Islam yang tidak hanya memandang manusia dari struktut jasmaniyah saja, namun juga memandang struktur ruh yang mana keduanya merupakan substansi yang terintegrasi dalam struktur nafsiah.

Selanjutnya Dalam dinamika kepribadian, keberadaan manusia sebagai makhluk yang memiliki berbagai struktur yang memiliki potensi untuk berkembang, maka dibutuhkannya kerjasama yang baik antara ketiga struktur tersebut, terlebih peranan struktur nafs yang merupakan kontrol bagi struktur ruh dan struktur jisim. Sehingga dengan adanya kerja sama yang baik diatara ketiga struktur tersebut, maka diharapkan akan mengahasilkan tingkah laku yang baik, sebagai cerminan kepribadian yang baik.

Tidak dapat dielakkan bahwa dalam perjalanan dinamika kepribadian, ketika struktur tersebut akan terjadi berbagai konflik dimana salah satu struktur lebih mendominasi struktur yang lainnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, jika struktur jisim lebih mendominasi maka memberikan dampak yang buruk bagi kepribadian, dan jika struktur ruh lebih mendominasi maka berdampak baik kepada kepribadian. Dalam keadaan seperti ini struktur nafs dengan ketiga dimensinya (al-nafsu, al-‘aql dan al-qalb) harus mampu membangun kontrol yang baik bagi kedua struktur tersebut, dimana nafs harus mampu meredam dominasi struktur jisim dan menumbuhkan dominasi struktur ruh sehingga dengan demikian akan menciptakan tingkah laku yang baik sebagai cerminan dari kepribadian yang baik.

Daftar Pustaka dan Footnote
  • Al Rasyidin (Ed), Kepribadian dan Pendidikan, Bandung : Citapustaka Media, 2006
  • Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang : Universitas Muhammadiyah Malang, 2005, Edisi Revisi, cetakan kelima
  • Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami : Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Quran, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004
  • Chaplin J.P, Kamus Lengkap Psikologi, judul asli Dictionary of Psychology, terjemahan Kartini Kartono, Jakarta : PT.Rajafrafindo Persada, 1981, cetakan VII
  • Drever James, Kamus Psikologi, judul asli The Pinguin Dictionary Psychology, tejemahan Nancy Simajuntak, Jakarta : PT.Bina Aksara,1986
  • Imam Annawawi, Terjemah Hadist Arba’in An-Nawawi, terjemahan Muhil Dhofir, Jakarta Timur : Al-I’tishom Cahaya Umat, 2008 cetakan ke-VII
  • Koswara E., Teori-Teori Kepribadian Bandung : PT.ERESCO, 1991, cetakan kedua
  • Mujib Abdul, Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007
  • Najati Muhammad Ustman, Psikologi Qur’ani, judul asli Al-Quran wa Ilm Nafsi, terjemahan Amirussodiq, Lilik R Nur Kholishah, dan Muhammad Luqman Arifin, Surakarta : Aulia Press Solo, 2008, cetakan I
  • Purwanto M Ngalim, Psikologi Pendidikan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997
  • Rahayu Iin Tri, Psikoterapi Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer, Yogyakarta : UIN-Malang Press, 2009
  • Sarwono Sarlito W., Pengatar Psikologi Umum, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2009
  • Suryabrata Sumandi, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2006
  • Syarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak : Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, Jakarta : Bumi Aksara, 2009
________________
[1] Alwisol, Psikologi Kepribadian, (Malang : Universitas Muhammadiyah Malang, 2005), Edisi Revisi, cetakan kelima, h.8, Mengenai Persona lihat juga E.Koswara, Teori-Teori Kepribadian (Bandung : PT.ERESCO, 1991), cetakan kedua,h. 10.

[2] E.Koswara, Ibid, h.11

[3] Sarlito W.Sarwono, Pengatar Psikologi Umum, (Jakarta : PT.Rajagrafindo Persada, 2009), h. 169

[4] Baharuddin dalam Kepribadian dan Pendidikan, Al Rasyidin (Ed), (Bandung : Citapustaka Media, 2006), h.22

[5] E.Koswara, Ibid, h.11

[6] James Drever, Kamus Psikologi, judul asli The Pinguin Dictionary of Psychology, tejemahan Nancy Simajuntak, (Jakarta : PT.Bina Aksara,1986), h. 341-342

[7] J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, judul asli Dictionary of Psychology, terjemahan Kartini Kartono, (Jakarta : PT.Rajafrafindo Persada, 1981), cetakan VII, h. 163

[8] Sarlito , Ibid, h. 180, mengenai tipologi tersebut baca : Syarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak : Peran Moral, Intelektual, Emosional, dan Sosial sebagai Wujud Integritas Membangun Jati Diri, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), h. 11-12

[9]M Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), h. 147

[10] Sumandi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2006) h. 96-97

[11] M Ngalim Purwanto, Ibid, h. 151

[12] Syarkawi , Ibid, h. 19

[13] Abdul Mujib, Ibid, h. 388

[14] Abdul Mujib, Kepribadian dalam Psikologi Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 33-34

[15] Muhammad Ustman Najati, Psikologi Qur’ani, judul asli Al-Quran wa Ilm Nafsi, terjemahan Amirussodiq, Lilik R Nur Kholishah, dan Muhammad Luqman Arifin, ( Surakarta : Aulia Press Solo, 2008), cetakan I, h. 270

[16] Ibid, h. 271

[17] Iin Tri Rahayu, Psikoterapi Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer, (Yogyakarta : UIN-Malang Press, 2009), h. 74-75

[18] Muhammad Ustman Najati, Ibid, h. 272

[19] Mengenai hal ini lihat Hadis keempat tentang Tahapan Penciptaan Manusia dan Amalan Terakhirnya dalam Terjemah Hadist Arba’in An-Nawawi, terjemahan Muhil Dhofir, (Jakarta Timur : Al-I’tishom Cahaya Umat, 2008) cetakan ke-VII, h. 12-13

[20] Iin Tri Rahayu , Ibid, h. 77-78

[21] Abdul Mujid, Ibid, h. 70

[22] Iin Tri Rahayu, Ibid, h. 79

[23] Ibid

[24] Abdul Mujib, Ibid, h. 79

[25] Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami : Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Quran, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), h. 163-164


Makalah atau artikelnya sudah di share, makasih ya !

Mau Makalah Gratis! Silahkan Tulis Email Anda.
Print PDF
Previous
Next Post »
Copyright © 2012 Aneka Makalah - All Rights Reserved