Makalah Pembangunan pendidikan dan MDGs di indonesia
(Sebuah Refleksi Kritis)
Oleh: Dyah Ratih Sulistyastuti
1. PENDAHULUAN
Tujuan kedua dari delapan tujuan Pembangunan Millenium (TPM) atau Millennium Development Goals (MDGs) adalah mencapai pendidikan dasar untuk semua. MDGs memang bukan merupakan isu yang baru, tetapi pencapaian target MDGs di Indonesia masih di bawah target yang diharapkan. Bahkan, menurut Laporan "A Future Within Reach" maupun Laporan MDGs Asia-Pasifik tahun 2006, Indonesia termasuk dalam kategori terbawah bersama Banglades, Laos, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini dan Filipina (Hartiningsih, 2007). Pada awal sosialisasi MDGs di Indonesia memang menimbulkan beberapa kontroversi. Ada sebagian dari komponen masyarakat yang menganggap bahwa MDGs sebagai program yang ambisius. Namun, MDGs sebenarnya bukan hal yang ambisius atau mengada-ada karena MDGs merupakan program yang didasarkan pada semangat pemenuhan hak dasar warga negara. Hal ini dapat dilihat bahwa sebagian besar indikator MDGs didasarkan pada Human Development Index (HDI) yang terdiri dari tiga indikator, yaitu: pencapaian pembangunan bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Tiga indikator dalam HDI yang meliputi aspek kesehatan, pendidikan dan ekonomi tersebut mencerminkan sejauh mana negara mampu memenuhi hak-hak dasar warga negara.
Apabila keberhasilan pencapaian MDGs diukur dari HDI, maka pencapaian MDGs di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Posisi Indonesia dalam HDI pada tahun 2006 berada pada urutan 108, dengan nilai indeks sebesar 0,83. Ranking Indonesia ini jauh di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya, misalnya Singapura yang berada pada urutan ke-25, Malaysia ke- 61, Thailand ke-74, Filipina ke–84 dan Brunei Darrusalam ke-34. Karena tulisan ini akan mendiskusikan tujuan kedua dari delapan Tujuan Pembangunan Milenium, maka akan disajikan tingkat pencapaian bidang pendidikan di Indonesia. Setidaknya kita akan melihat posisi Indonesia dalam beberapa negara di Asia Tenggara. Menurut Global Monitoring Report (GMR)[2] 2008 yang dikeluarkan UNESCO, Indeks Pembangunan Pendidikan atau Education Development Index (EDI)[3] Indonesia mengalami penurunan. Pada GMR, peringkat Indonesia turun dari posisi 58 menjadi 62. Seperti yang dipaparkan pada Kompas (31 Desember 2007:14), nilai total EDI yang diperoleh Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 0,003 poin dari 0,938 menjadi 0,935. Tabel 1 berikut ini menyajikan nilai EDI agar dapat mengamati perbandingan Education Development Index (EDI) beberapa negara Asia Tenggara.
Menurut sistem penilaian EDI yang membagi tiga kategori skor, yaitu kelompok negara dengan indeks pendidikan tinggi (0,950 keatas), sedang (0,800 sampai dibawah 0,950) dan rendah (dibawah 0,800). Maka menempatkan Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Myanmar dan Kamboja, berada di kelompok negara dengan kategori EDI sedang. Sementara Indeks Pendidikan Brunei Darussalam menempati peringkat tinggi (Kompas, 31 Desember 2007:14).
Posisi negara Indonesia yang berada pada kategori sedang ini terkait dengan beberapa realita. Realita-realita tersebut, yang akan diuraikan pada pembahasan berikut ini yang terdiri dari angka buta huruf di beberapa daerah, rendahnya rata-rata lama studi dan kesenjangan Angka Partsipasi Sekolah (APS) antara laki-laki dan perempuan.
PEMBAHASAN
2. Tujuan Pembangunan Milenium dan Pendidikan untuk Semua (PUS)
Pada bulan September tahun 2000, perwakilan-perwakilan dari 189 negara menandantangani deklarasi yang disebut sebagai Millennium Declaration yang mengandung 8 poin dan harus dicapai sebelum tahun 2015. Negara-negara yang membuat kesepakatan tersebut bukan saja negara kaya tetapi juga negara-negara miskin dan berkembang. Delapan poin ini tergabung dalam tujuan yang dinamakan sebagai Millennium Development Goals (MDGs). Di Indonesia MDGs disebut sebagai Tujuan Pembangunan Milenium.
Delapan kesepakatan dalam MDGs tersebut adalah:
- Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan (eradicate extreme poverty and hunger).
- Mencapai pendidikan dasar untuk semua (achieve universal primary education)
- Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (promote gender equality and empower women)
- Menurunkan Angka Kematian anak (reduce child mortality).
- Meningkatkan kesehatan Ibu (increase maternal health)
- Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya (combat HIV/AIDS, malaria and other diseases)
- Memastikan kelestarian lingkungan hidup (ensure environment sustainability).
- Membangun kemitraan global untuk pembangunan (develop a global partnership for development).
Delapan tujuan pembangunan milenium yang telah disepakati oleh 189 negara itu didasarkan pada pemenuhan hak dasar warga negara atau right based approach. Hak dasar/asasi manusia (human right) bersifat universal, legal dan belaku sama bagi setiap warga negara. Hak dasar ini merupakan suatu konsep etika politik dengan gagasan pokok penghargaan dan penghormatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Secara umum HAM yang diumumkan PBB tahun 1948 mengandung empat hak pokok. Pertama, hak individual atau hak-hak yang dimiliki setiap orang. Kedua, hak kolektif atau hak masyarakat yang hanya dapat dinikmati bersama orang lain, seperti hak akan perdamaian, hak akan pembangunan dan hak akan lingkungan hidup yang bersih. Ketiga, hak sipil dan politik, antara lain mernuat hak-hak yang telah ada dalam perundangan Indonesia seperti: hak atas penentuan nasib sendiri, hak memperoleh ganti rugi bagi mereka yang kebebasannya dilanggar; hak atas kehidupan, hak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama, hak yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk menikmati hak sipil dan politik, hak seorang untuk diberi tahu alasan-alasan pada saat penangkapan, persamaan hak dan tanggung jawab antara suami-istri, hak atas kebebasan berekspresi. Keempat, hak ekonomi, sosial dan budaya, antara lain mernuat hak untuk menikmati kebebasan dari rasa ketakutan dan kemiskinan; larangan atas diskriminasi ras, wama kulit, jenis kelamin, gender, dan agama, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati hak ekonomi, sosial dan budaya; hak untuk mendapat pekerjaan; hak untuk memperoleh upah yang adil bagi buruh laki-laki dan perempuan; hak untuk membentuk serikat buruh; hak atas pendidikan: hak untuk bebas dari kelaparan. Kemudian prinsip human right ini diadopsi oleh beberapa institusi internasional seperti CARE, Save the Children, UNICEF, UNDP, UNFPA, UNESCO dan SIDA, DFID untuk dijadikan dasar aktivitasnya. Demikian juga MDGs dibentuk dengan prinsip hak dasar warga negara atau human right based approach (Arowolo, 2007:2). Prinsip pemenuhan hak dasar bagi setiap warga negara ini memberikan implikasi bahwa negara bahkan dunia internasional mempunyai tanggung jawab yang mutlak terhadap pemenuhannya.
Dengan menggunakan prinsip right based approach, maka upaya untuk memberikan pelayanan bidang pendidikan menjadi salah satu tujuan prioritas di dalam Tujuan Pembangunan Millenium dengan tekad untuk mewujudkan Education for All (EFA) yang di Indonesia kemudian disebut sebagai Pendidikan untuk Semua (PUS).
Mengapa pemenuhan pelayanan pendidikan kepada seluruh warga negara menjadi prioritas yang akan diwujudkan di dalam MDGs? Hal ini karena pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara. Pendidikan merupakan kebutuhan paling asasi bagi semua orang karena masyarakat yang berpendidikan setidaknya dapat mewujudkan tiga hal, yaitu : Pertama, dapat membebaskan dirinya dari kebodohan dan keterbelakangan. Kedua, mampu berpartisipasi dalam proses politik untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis dan ketiga, memiliki kemampuan untuk membebaskan diri dari kemiskinan.
Pentingnya pendidikan sebagaimana diuraikan di atas memang tidak dapat disangkal lagi. Bagi sebagian besar orang miskin, pendidikan merupakan salah satu alat mobilitas vertikal yang paling penting. Ketika modal yang lain tidak mereka miliki, terutama modal berupa uang atau barang, hanya dengan modal pendidikanlah mereka dapat berkompetisi untuk mendapatkan kesempatan memperoleh penghidupan yang lebih baik di masa depan.
Pendidikan yang tinggi, yang ditunjang dengan kondisi kesehatan yang baik, pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mencapai kehidupan yang sejahtera. Tentu pendidikan dan kesejahteraan tidak memiliki hubungan yang bersifat langsung, akan tetapi melalui proses panjang di mana pendidikan yang baik akan memberi peluang pada anggota masyarakat untuk dapat terlibat di dalam proses pembangunan ekonomi. Bagaimana mekanisme tersebut dapat terjadi dapat dijelaskan dalam proses sebagai berikut: Kondisi pendidikan dan kesehatan yang baik merupakan prasayat terbentuknya SDM yang berkualitas. Dengan SDM yang berlualitas maka masyarakat akan memiliki produktivitas tinggi. Produktivitas yang tinggi pada gilirannya akan berkontribusi sangat significant pada upaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Kesempatan untuk dapat memperoleh pelayanan pendidikan, dengan demikian, dapat pula digunakan sebagai instrumen yang paling efektif untuk memotong matai rantai atau lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty, di mana kemiskinan terjadi karena rendahnya produktivitas orang miskin yang disebabkan rendahnya kualitas SDM (pendidikan dan kondisi kesehatan) orang miskin tersebut. Rendahnya SDM orang miskin itu sendiri disebabkan kondisi kemiskinan mereka sehingga mereka tidak mampu melakukan investasi untuk pendidikan dan kesehatan.
Selain menjadi instrumen strategis untuk memotong lingkaran setan kemiskinan, pendidikan juga punya makna sangat penting bagi upaya untuk memberdayakan kaum perempuan. Relevansi ini tidak hanya berkaitan dengan persoalan kesetaraan gender, akan tetapi juga didasarkan pada realitas bahwa, jika berbicara tentang kemiskinan, maka dari golongan kaum perempuanlah sebagian besar pemberi kontribusi kelompok miskin.
Dengan demikian pendidikan bagi kaum perempuan memiliki makna yang sangat penting. Lebih dari sekedar memberi instrumen untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik yang pada gilirannya dapat membebaskan diri dari belenggu kemiskinan dan ketidakberdayaan, pendidikan juga akan memperbaiki kondisi kehidupan kaum perempuan dalam banyak aspek atau dimensi kehidupan mereka. Dengan pendidikan yang maju, maka kaum perempuan akan lebih banyak terekspos dengan berbagai hal seperti kesehatan, hak-hak pribadi, hak politik dan sebagainya. Meningkatnya pengetahuan kaum perempuan terhadap berbagai hal tadi pada gilirannya akan memperbaiki kondisi kesejahteraan masyarakat pada berbagai aspek, sebab kaum perempuanlah yang selama ini menjadi ujung tombak perbaikin kondisi kesejahteraan keluarga. Thomas, et.al (2000: 50-2) menjelaskan bahwa peningkatan kapasitas perempuan tidak hanya memperbaiki pendapatan mereka akan tetapi juga memperbaiki kesehatan reproduksi, menurunkan angka kematian bayi dan anak, serta dengan pengetahuannya tentu akan menguntungkan bagi pembentukan generasi berikutnya. Pendapat senada juga didukung oleh Tatyana (2000: 35) yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan unsur yang sangat vital dalam pembangunan ekonomi. Disamping, modal fisik seperti mesin, bangunan dan sejenisnya, modal manusia merupakan unsur vital. Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang tinggi maka diperlukan modal manusia yang berpendidikan tinggi juga.
3. Pencapaian Pendidikan Untuk Semua di Indonesia
Pendidikan dasar bagi anak laki-laki dan perempuan adalah tujuan kedua dari Millennium Development Goals (MDGs). Targetnya adalah pada tahun 2015, seluruh anak baik laki-laki maupun perempuan di mana saja mereka berada harus sudah menyelesaikan pendidikan dasar. Sebagai negara yang ikut meratifikasi MDGs/ Tujuan Pembangunan Millenium, Indonesia tidak bisa mengabaikan pembangunan di bidang pendidikan dasar ini.
Untuk dapat mewujudkan Tujuan Pembangunan Millenium bidang pendidikan tersebut tentu bukan perkara yang mudah untuk dilaksanakan. Diperlukan suatu langkah-langkah kongkrit dalam bentuk kebijakan-kebijakan, baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut. Kebijakan-kebijakan tersebut tentu saja tidak hanya dibuat dan diimplementasikan oleh pemerintah pusat saja, akan tetapi juga perlu dukungan dari pemerintah daerah. Sebab, mengacu kepada Undang-Undang No. 22/1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004 tentang otonomi daerah, pemerintah daerahlah yang memiliki tugas untuk menyelenggarakan urusan pelayanan pendidikan dasar (SD dan SLTP). Dengan demikian, upaya pemerintah untuk dapat mencapai Tujuan Pembangunan Millenium dalam bidang pendidikan harus juga melibatkan dukungan pemerintah daerah.
Upaya meyakinkan pemerintah daerah untuk dapat mewujudkan tujuan millenium bidang pendidikan tentu bukan pekerjaan mudah dilakukan. Selain kesadaran daerah yang masih kurang tentang pentingnya mewujudkan MDGs, persoalan yang muncul adalah rendahnya dukungan anggaran, SDM, dan infrastruktur yang ada di daerah untuk dapat mewujudkan tujuan MDGs tersebut. Terlebih lagi, koordinasi pembangunan yang tidak lagi bersifat sentralistik seperti yang terjadi pada jaman Orde Baru dalam banyak hal telah menyebabkan berbagai dokumen rencana pembangunan yang dibuat oleh pemerintah, misalnya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tidak selalu menjadi acuan pemerintah daerah di dalam membuat dokumen yang sama, yaitu RPJP-D dan RPJM-D. Persoalan yang muncul kemudian adalah rencana dan realisasi berbagai program pembangunan di daerah tidak selalu seiring dan sejalan dengan rencana pembangunan yang dibuat oleh pemerintah pusat.
Kebijakan Pemerintah Untuk Mencapai MDGs Bidang Pendidikan
Pemerintah telah banyak melaksanakan kebijakan dan program untuk menjamin pendidikan. Komitmen pemerintah untuk menjamin pendidikan ini sangatlah penting mengingat pendidikan merupakan kebutuhan utama untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah, maka program pendidikan dasar yang menjadi prioritas kewajiban pemerintah. Sebagai wujud konkrit atas pentingnya pendidikan dasar, UUD 1945 pasal 31 (termasuk juga pasal 31 dalam Perubahan keempat Undang-undang Dasar 1945) yang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pendidikan dasar.
Pengeluaran Publik untuk Pendidikan di Indonesia
Indonesia menargetkan 100% APS di tingkat SD dan 96% di SMP pada tahun 2009. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap anak yang berumur 7 sampai 15 tahun harus menyelesaikan pendidikan dasar. UU No. 20/2003 ini memberikan implikasi bahwa pemerintah seharusnya menyediakan pelayanan pendidikan gratis untuk semua. Kemudian hal ini dituangkan dalam program Pendidikan untuk Semua (PUS) atau sering disebut sebagai Education for All (EFA). Program Pendidikan untuk Semua (PUS) ditujukan untuk: (i). Seluruh siswa dapat ditampung sampai tingkat pendidikan sekolah menengah pertama, (ii). Menjamin bahwa anak-anak dari keluarga miskin memiliki akses yang sama dan penuh terhadap sekolah yang menyediakan lingkungan belajar yang menarik dan pengajaran yang efektif, dan (iii). Menyediakan pendidikan dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi Indonesia.
Namun tantangan terberat yang dihadapi saat ini setidaknya ada tiga hal, yaitu:
1). Kesenjangan APS antara tingkat SD dengan SMP
2). Kesenjangan APS akibat perbedaan status sosial ekonomi terutama pada tingkat SMP
3). Kesenjangan APS karena faktor geografis.
Sebahagian Makalah ini tidak dipaparkan semuanya karena terlalu banyak seperti gambar dan tabel, oleh karena itu jika Anda perlu isi keseluruhan silahkan Download format Doc di sini
Daftar Pustaka
- Alston, Philip. 2004, A Human Rights Perspective on the Millennium Development Goals, Contributed paper to the work of the Millennium Project Task Force on Poverty and Economic Development, New York.
- Arowolo, Oladele.Achieving the MDGs with Equity: Need for the Human Rights Based Approach, UNFPA (Contributed paper, at the Fifth African Population Conference: Arusha, Tanzania, 10-14 December, 2007)
- Dwiyanto, Agus et.al. 2003. Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan.
- Purwanto, Erwan Agus. 2006. Pembagian Kewenangan dalam Pelayanan Publik antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik (JKAP) v.10(2).
- Soubbotina, Tatyana P. 2000. Beyond Economic Growth: An Introduction to Sustainable Development. World Bank
- Thomas, Vinod et.al. 2000. The Quality of Growth. World Bank.
- Ujiyanti, Tatak Prapti 2005. Reformasi Pendidikan Dasar di Indonesia. Policy Assessment, The Indonesian Institute
- Kompas, Indeks Pendidikan Indonesia Menurun, Kompas 31 Desember 2007
- UNDP, 2006. Human Development Index.
- Badan Pusat Statistik, 2006. Statistik Pendidikan, Jakarta.
- …………, 2005. Statistik Kesejahteraan Rakyat, Jakarta.
- …………, 2005. Indikator Kesejahteraan Rakyat, Jakarta.