Makalah Visi Misi Sistem Pendidikan Nasional
Untuk Kebangkitan Indonesia Menghadapi Globalisasi – Liberalisasi Dan Postmodernisme
Untuk Kebangkitan Indonesia Menghadapi Globalisasi – Liberalisasi Dan Postmodernisme
POTENSI DAN KEUNGGULAN INDONESIA RAYA
Tujuan dan visi-misi pendidikan nasional dalam rangka pembudayaan (moral) Pancasila bersifat amat fundamental dan komprehensif; mulai kewajiban menegakkan sistem kenegaraan Pancasila sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi seutuhnya, termasuk melaksanakan amanat: “....memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...”.
Amanat mendasar ini dapat diwujudkan berkat modal dasar yang dianugerahkan Allah Yang Maha Kuasa dan diwarisi sebagai potensi unggul dan budaya luhur bangsa Indonesia Raya. Amanat dimaksud terkandung dalam nilai-nilai filosofis-ideologis dan konstitusional di dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945. Amanat mendasar ini mengandung makna ganda:
1. Meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama dengan menegakkan asas moral sila V Pancasila dan UUD 45 pasal 33 dan 34 yang terjabar sebagai ekonomi Pancasila (ekonomi kerakyatan, dan demokrasi ekonomi); dan
2. Membina kualitas dan integritas SDM Indonesia yang unggul-kompetitif-terpercaya; sebagai wujud nation and character building sebagai manusia dan warga negara NKRI demi tegaknya integritas sistem kenegaraan Pancasila.
POTENSI SOSIOPSIKOLOGIS DAN KULTURAL INDONESIA
Kita sebagai bagian dari generasi pejuang kemerdekaan, dan demi generasi penerus berkewajiban senantiasa menegakkan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila, negara Proklamasi 1945. Kesetiaan dan kebanggaan nasional kita, mulai mewarisi semangat Kebangkitan Nasional yang diabadikan dalam integritas NKRI sebagai negara bangsa (nation state) hanya terjamin kelestariannya berkat pembudayaan nilai dasar negara Pancasila.
Tekad bangsa demikian, terpancar sebagai motivasi dan tujuan dalam sistem pendidikan nasional. Motivasi dan tujuan dimaksud dapat dihayati sebagai visi-misi kelembagaan sistem pendidikan nasional, yang terjabar dalam strategi dan program sistem pendidikan nasional; terutama:
1. Membudayakan nilai (moral) dasar negara Pancasila sebagai fungsi asas kerokhanian bangsa dan negara Indonesia, sebagai asas moral dan kepribadian bangsa sebagaimana terjabar dalam UUD Proklamasi 1945.
2. Menegakkan identitas (jatidiri) dan integritas Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya, beradab dan bermartabat sebagai pancaran dan perwujudan pengamalan nilai luhur ajaran sistem filsafat Pancasila: dalam integritas theisme-religious.
3. Meningkatkan pemberdayaan potensi (SDM) rakyat dan bangsa Indonesia sesuai dengan kondisi-potensi nusantara (= negara masyarakat agraris dan kelautan), dengan mengembangkan SDM unggul-kompetitif-terpercaya (sebagaimana terumus dalam tujuan pendidikan nasional) sebagai pengelola sumber daya alam nasional.
4. Nilai fundamental ad. 1. dan 2. menjiwai dan melandasi budaya dan moral pengembangan modal dasar ekonomi nasional dengan memberdayakan ekonomi kerakyatan nusantara, sebagai negara pertanian dan negara kelautan. Pengembangan ini menjadi dasar dan soko guru ketahanan nasional bangsa sebagai bagian dari wujud kejayaan nasional NKRI.
5. Menegakkan dan membudayakan sistem kenegaraan Pancasila (berdasarkan UUD Proklamasi) dalam tatanan budaya dan ekonomi nusantara dengan dijiwai asas moral dan budaya politik ideologi Pancasila. Maknanya, pembudayaan moral dasar negara Pancasila akan menjamin integritas SDM warga negara yang bermartabat sebagai subyek bhayangkari integritas sistem kenegaraan Pancasila.
Berdasarkan motivasi dan visi-misi kelembagaan demikian akan dikembangkan, dikelola dan dirumuskan kebijaksanaan, strategi dan program kelembagaan dalam sistem pendidikan nasional yang secara filosofis-ideologis dinamis dalam asas perundangan yang berkembang.
LANDASAN DAN WAWASAN FILOSOFIS – IDEOLOGIS DAN KONSTITUSIONAL
Sebagai bangsa dan negara modern, kita mewarisi nilai-nilai fundamental filosofis-ideologis yang ditegakkan dalam asas normatif konstitusional, yakni UUD Proklamasi 1945.
Nilai-nilai fundamental dimaksud terutama filsafat hidup bangsa (i.c. filsafat Pancasila) yang oleh pendiri negara (PPKI) dengan musyawarah mufakat ditetapkan dan disahkan sebagai dasar negara Indonesia merdeka (dalam UUD Proklamasi 45 seutuhnya). Berdasarkan legalitas dan otoritas PPKI maka UUD Proklamasi sesungguhnya mengikat (imperatif) seluruh komponen bangsa, bahkan seluruh generasi bangsa untuk setia menegakkan dan membudayakannya. Asas demikian diakui dan berlaku secara universal sebagaimana terlukis dengan ringkas dalam bagian III. B di bawah.
A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara
Filsafat Pancasila cukup memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila mengutamakan asas normatif theisme-religious:
1. bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2. bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b. manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila – UUD 45.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia
Bagaimana menegakkan, mewariskan, membudayakan dan melestarikan nilai-nilai fundamental kebangsaan dan kenegaraan Indonesia diamanatkan kepada fungsi sistem pendidikan nasional; termasuk kewajiban semua keluarga warga negara Indonesia yang memiliki kesetiaan dan kebanggaan nasional. Juga merupakan kewajiban semua infrastruktur dan suprastruktur dalam wilayah kekuasaan hukum NKRI!
B. Dasar Negara Pancasila Sebagai Sistem Ideologi Nasional
Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan kedaulatan sebagai wujud kemandirian, integritas dan martabat nasional. Bagi bangsa Indonesia dapat dinyatakan sebagai: Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi.
Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan kritis atas UUD 45 (amandemen) dan dampaknya dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan landasan pemikiran berikut:
1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31 – 52; Kelsen 1973: 127 – 135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 – 70; 175 – 230; Soejadi 1999: 59 – 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas kerokhanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat, memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya.
Sebaliknya, tiada seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya.
2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi negara Proklamasi 17 Agustus 1945 (baca: NKRI) ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 1945. Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas nama bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45. Asas demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya 1 X oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara Proklamasi (membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna pula tidak loyal dan tidak membela dasar negara Pancasila, maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar (tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara.
3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara di dalam Penjelasan UUD 45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai asas kerokhanian negara dan Weltanschauung bangsa) terutama:
"4. Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemnusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis.
Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya."
Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 45 berfungsi sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya memiliki legalitas supremasi dan integritas filosofis-ideologis secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 45).
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan menegakkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state) dengan membudayakannya.
SISTEM KENEGARAAN PANCASILA SEBAGAI FUNGSI SISTEM BUDAYA
Sesungguhnya secara filosofis-ideologis-konstitusional bangsa Indonesia menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan dalam tatanan negara Proklamasi, sebagai NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45, dengan asas dan identitas fundamental, adalah fungsional sebagai asas kerokhanian-normatif-filosofis-ideologis dalam UUD 45. Artinya, dasar negara Pancasila (filsafat Pancasila) ditegakkan dan dikembangkan sebagai sistem ideologi negara (ideologi nasional). Secara kelembagaan negara, ditegakkan sebagai sistem kenegaraan (in casu: sistem kenegaraan Pancasila; analog dengan: sistem negara kapitalisme-liberalisme; dan sosialisme, atau marxisme-komunisme).
Demi integritas sistem kenegaraan Pancasila sebagai diamanatkan UUD Proklamasi 45, maka secara imperatif (mutlak, mengikat dan memaksa) Pemerintah bersama semua komponen bangsa berkewajiban untuk menegakkan dan membudayakannya; dalam makna menegakkan: N-Sistem Nasional.
A. Filsafat Pancasila Sebagai Sistem Ideologi Nasional
Semua asas filosofis-ideologis demikian terjabar dalam UUD Proklamasi; karenanya kewajiban semua lembaga negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat konstitusional dimaksud; terutama NKRI dengan identitas sebagai negara demokratis dan negara hukum menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral politik yang dijiwai moral filsafat Pancasila ---yang beridentitas theisme-religious---. Amanat konstitusional ini secara kenegaraan terutama menegakkan moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state).
Asas normatif fundamental ini bersumber dari sistem filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. (Bandingkan dengan berbagai sistem filsafat yang melandasi sistem kenegaraan dari: negara komunisme, negara liberalisme-kapitalisme; negara sosialisme, zionisme maupun fascisme). Jadi, bangsa dan NKRI secara normatif memiliki integritas dan kualitas keunggulan sistem kenegaraan; karenanya kita optimis dapat menjadi bangsa dan negara jaya (MNS, 2000: 45)
B. Sistem Budaya dan Ideologi Sebagai Sistem Nasional
Menegakkan filsafat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional, secara kebangsaan dan kenegaraan berwujud sistem kenegaraan Pancasila. Sebab, setiap sistem kenegaraan dilandasi sistem filsafat dan atau sistem ideologi.
Kesadaran dan kebanggaan nasional suatu bangsa terpancar dalam asas kebangsaan (nasionalisme); sebagai wujud kesadaran jatidiri bangsa (jatidiri nasional, identitas nasional) yang ditegakkan dalam semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem kenegaraan demikian berwujud dikembangkannya dan ditegakkannya berbagai sistem nasional sebagai pengamalan dan pembudayaan dasar negara dan ideologi negara.
Pengembangan dan pembudayaan sistem nasional ini sebagai wujud kesadaran nasional dan wawasan nasional; sekaligus sebagai fungsi dari asas imperatif konstitusional sistem ideologi nasional. Sebaliknya, tidak dikembangkan dan dibudayakannya N-sistem nasional adalah fenomena degradasi nasional yang bermuara: disintegrasi nasional; dan keruntuhan sistem kenegaraannya.
V. SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA
Setiap bangsa modern menegakkan sistem (tatanan) kebangsaan dan kenegaraannya dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nilai pandangan hidup (filsafat hidup, Weltanschauung dan Volkgeist) bangsanya. Artinya, nilai-nilai fundamental ini merupakan jiwa bangsa (jatidiri nasional, identitas dan kepribadian bangsa); sebagai perwujudan asas kerokhanian bangsa.
Nilai-nilai fundamental ini bagi bangsa merdeka dan berdaulat ditegakkan dan dikembangkan (baca: dibudayakan) sebagai sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasional (= sistem ideologi negara). Budaya dan peradaban modern menunjukkan bagaimana identitas dan integritas sistem filsafat dan atau sistem ideologi dimaksud ditegakkan sebagai sistem kenegaraan. Dinamika sosial politik internasional, sistem kenegaraan meliputi: kapitalisme-liberalisme, sosialisme, marxisme-komunisme; naziisme-fascisme. Ajaran klassik, terutama: theokratisme, zionisme dan fundamentalisme. Karenanya, Indonesia sebagai bangsa dan negara merdeka dan berdaulat yang sejajar dengan bangsa-bangsa modern, wajar menegakkan sistem kenegaraan (berdasarkan) Pancasila (baca: sistem kenegaraan Pancasila).
Antar sistem kenegaraan, in casu antar sistem filsafat dan atau sistem ideologi modern itu sesungguhnya senantiasa berjuang merebut (politik) supremasi dan dominasi. Dalam dinamika globalisasi – liberalisasi dan postmodernisme terutama dipelopori oleh Amerika Serikat (USA) sebagai panglima dari Sekutu penganut ideologi kapitalisme-liberalisme, termasuk Unie Eropa.
Dalam dinamika kompetitif global itu marxisme-komunisme-atheisme yang semula dipimpin oleh kubu Unie Soviet ---yang runtuh akibat reformasi 1989--- sekarang kubu blok Timur (komunisme) secara tidak langsung dipimpin RRC. Kondisi mereka, makin mengalami keruntuhan, karena tidak dipercaya oleh rakyat dan bangsanya sendiri. Namun dalam NKRI, kader-kader PKI terus bangkit yang dilandasi dendam kesumat karena kegagalan kudeta (1948 dan 1965). Motivasi dendam ini cukup kuat untuk membalas semua komponen bangsa Indonesia yang mengalahkannya (baca: menumpas, mengikis) paham marxisme-komunisme-atheisme, termasuk melalui Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 yang masih berlaku! (Cermati dan hayati skema 3).
Tegasnya, setiap bangsa senantiasa berjuang melalui pendidikan dan pembudayaan untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia berdasarkan pandangan hidup bangsanya (filsafat hidup, dasar negara, ideologi negara, ideologi nasional). Tiada bangsa yang berjuang tanpa dijiwai dan dilandasi nilai-nilai fundamental kebangsaan dan kenegaraannya.
Bangi bangsa Indonesia kita bersyukur ajaran filsafat Pancasila sinergis dengan nilai-nilai keagamaan sebagai terpancar dari sila I (Ketuhanan Yang Maha Esa). Karenanya, sistem filsafat Pancasila sebagai bagian dari sistem filsafat Timur, memancarkan identitas dan integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Inilah identitas dan integritas yang memancarkan keunggulan martabatnya sesuai integritas martabat kepribadian dan kerokhanian manusia. Hanya dengan integritas theisme-religious ini martabat dan moral kemanusiaan terjamin sebagaimana kodratnya.
A. Amanat Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Filsafat Pancasila baik sebagai pandangan hidup bangsa maupun dasar negara RI secara imperatif menjamin kedudukan, hak dan martabat kepribadian manusia ---karenanya manusia bermartabat menghayati dan menunaikan HAM dalam keseimbangan dengan KAM---.
Berdasarkan asas filosofis-ideologis demikian orang tua (keluarga) bersama masyarakat dan lembaga pendidikan (asas tripusat pendidikan) membudayakan asas-asas moral kemanusiaan berdasarkan filsafat Pancasila ini. Asas-asas filosofis ini secara normatif memiliki integritas moral yang luhur karena dijiwai oleh moral Ketuhanan Yang Maha Esa (theisme-religious), sesuai dengan agama kita masing-masing.
Dalam kurikulum pendidikan nasional ditetapkan: Kurikulum dasar (= kurikulum inti, di PT berlaku MKPK) sebagai asas pembinaan mental dan moral warga negara. Kemudian dilengkapi dengan kurikulum bidang studi (keahlian, profesional).
Semua kurikulum dimaksud bertujuan membina SDM unggul-kompetitif-terpercaya sebagai SDM masa depan yang menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan NKRI. Semua nilai dan pengetahuan di atas dijiwai dan dilandasi moral Ketuhanan Yang Maha Esa dan agama masing-masing. Secara nasional program dimaksud terutama sebagai Pendidikan dan Pembudayaan Moral Filsafat Pancasila.
Integritas SDM unggul-kompetitif-terpercaya sebagai wujud nation and character building menjamin kejayaan bangsa dan negara yang bermartabat. Integritas demikian memancarkan ketahanan nasional sekaligus integritas dan martabat nasional sebagai bangsa dan negara yang sederajat dalam pergaulan internasional dalam peradaban postmodernisme. Artinya, bangsa NKRI merdeka, berdaulat dan mandiri dalam dinamika dan tantangan postmodernisme.
Sebahagian Makalah ini tidak dipaparkan semuanya karena terlalu banyak seperti gambar dan tabel, oleh karena itu jika Anda perlu isi keseluruhan silahkan Download format Doc di sini
DAFTAR PUSTAKA
- Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
- Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung, Penerbit Alumni.
- Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
- McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
- Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang, Laboratotium Pancasila.
- ------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
- Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
- Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
- Notonagoro, 1984: Pancasila Dasar Filsafat Negara, Jakarta, PT Bina Aksara, cetakan ke-6.
- UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
- UUD 1945, UUD 1945 Amandemen, Tap MPRS – MPR RI dan UU yang berlaku. (1966; 2001, 2003)
- UUD Proklamasi 1945; UUD 45 (Amandemen) 1999 – 2002
- UU No. 27 tahun 1999; dan UU No. 20 tahun 2003
- Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.