Makalah Metode Bermain Peran
Oleh: Vera Fatmawati
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pembelajaran guru dan peserta didik sering dihadapkan pada berbagai masalah, baik yang berkaitan dengan mata pelajaran maupun yang menyangkut hubungan social. Pemecahan masalah pembelajaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui diskusi kelas, Tanya jawab antara guru dan peserta didik, penemuan dan inkuiri.
Guru yang kreatif senantiasa mencari pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terpaku pada cara tertentu yang monoton, melainkan memilih variasi lain yang sesuai. Bermain peran merupakan salah satu alternative yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik.
Manusia merupakan makhluk social dan individual, yang dalam hidupnya senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau situasi di sekelilingnya. Mereka berinteraksi, berinterdepedensi dan pengaruh mempengaruhi. Sebagai individu manusia memiliki pola yang unik dalam berhubungan dengan manusia lain. Ia memiliki rasa senang, tidak senang, percaya, curiga, dan ragu terhadap orang lain. Namun perasaan tersebut diarahkan juga pada dirinya. Perasaan dan sikap terhadap orang lain dan dirinya itu mempengaruhi pola respon individu terhadap individu lain atau situasi di luar dirinya. Karena senang dan penasaran ia cenderung mendekat. Karena tidak senang dan curiga ia cenderung menjauh manifestasi tersebut disebut peran.
BAB II
PEMBAHASAN
Metode Bermain Peran
A. PENGERTIAN BERMAIN PERAN
pengertian Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada tindakan, tetapi pada factor penentunya, yakni perasaan, persepsi dan sikap. Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dannilaiyangmendasarinya.
Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan tersebut, sejumlah peserta didik bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya sebagai pengamat. Seorang pemeran harus mampu menghayati peran yang dimainkannya. Melalui peran, peserta didik berinteraksi dengan orang lain yag juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih.
Selama pembelajaran berlangsung, setiap pemeranan dapat melatih sikap empati, simpati, rasa benci, marah, senang, dan peran lainnya. Pemeranan tenggelam dalam peran yang dimainkannya sedangkan pengamat melibatkan dirinya secara emosional dan berusaha mengidentifikasikan perasaan dengan perasaan yang tengah bergejolak dan menguasai pemeranan. Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai social, yang kedudukannya sejajar dengan model-model mengajar lainnya.
Keempat asumsi tersebut sebagai berikut:
a Secara implicit bermain peran mendukung sustau situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi ‘’di sini pada saat ini’’. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Tewrhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
b. Kedua, bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan). Namun demikian, terdapat perbedaan penekanan antara bermain peran dalam konteks pembelajaran dengan psikodrama. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran; sedangkan dalam psikodrama, pemeranan dan keterlibatan emosional pengamat itulah yang paling utama. Perbedaan lainnya, dalam psikodrama bobot emosional lebih ditonjolkan daripada bobot intelektual, sedangkan pada bermain peran peran keduanya memegang peranan yang sangat penting dalam pembelajaran.
c. Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Denagn demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaauntuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, model mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Model bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
d. Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan system keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para pserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai model pembelajaran, yakni (1) kualitas pemeranan, (2) analisis dalam diskusi, (3) pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.
B. JENIS- JENIS BERMAIN PERAN
Bermain peran mikro, anak-anak belajar menjadi sutradara, memainkan boneka, dan mainan berukuran kecil seperti rumah-rumahan, kursi sofa mini, tempat tidur mini (seperti bermain boneka barbie). Biasanya mereka akan menciptakan percakapan sendiri. Dalam bermain peran makro, anak berperan menjadi seseorang yang mereka inginkan. Bisa mama, papa, tante,polisi, sopir, pilot, dsb.
Saat bermain peran ini bisa menjadi ajang belajar bagi mereka, baik belajar membaca, berhitung, mempelajari proses/alur dalam mengerjakan sesuatu, mengenal tata tertib/tata cara di suatu tempat, yang semua ada dalam kehidupan kita. Tentu saja kita hanya cukup memberikan informasi sebelum mereka mulai bermain, dan atau lebih bik kalo kita terlibat dalam permainan tersebut agar kita bisa menggali imaginasi dan mengenalkan informasi yang ingin kita kenalkan.
Contohnya
Kita ingin mengenalkan tentang Ikan (jenis, bagaimana ikan bisa terhidang di meja makan, kandungan gizi,profesi halal). Layout tempat bermain peran ini bisa diatur sedemikian rupa menjadi beberapa tempat yang berfungsi sebagai rumah, pasar, pantai, jangan lupa selalu sediakan space untuk masjid. Sediakan peralatan yang mendukung, tentu saja boleh buatan sendiri misal pancing-pancingan, jala-jalaan, kotak dijadikan sebagai timbangan. Harus ada uang mainan (tanamkan konsep bahwa agar ikannya halal untuk dimakan harus dibeli menggunakan uang) Kenalkan proses distribusi mulai dari ikan ditangkap nelayan, dijual ke pasar ikan, dibeli oleh pembeli dan dimasak oleh ibu (secara tidak langsung mengenalkan profesi halal). Saat makan, informasikan kandungan gizi apa saja yang ada dalam ikan. Untuk menuansakan agama, selalu diupayakan ada adzan di sela-sela mereka bermain, tidak lain membiasakan anak untuk berhenti bermain, melaksanakan sholat berjamaah, sesudah itu boleh meneruskan bermain. Pasang tulisan informasi jenis ikan (misal di kotak tempat ikan di pasar), nama tempat (masjid, pasar ikan, rumah keluarga Amir). Kalo unsur berhitung, bisa saat menghitung ikan yang ditangkap atau yang dibeli.tentu saja semua informasi dikenalkan melalui percakapan antar pemain.
C. Penerapan Bermain Peran Di Taman Kanak-Kanak Melalui Metode Parsitipatif
Dalam pembelajaran partisipatif terdapat tiga pihak sebagai pemegang peran seperti diungkapkan oleh Prof. H.D. Sudjana S., S.Pd., M. Ed., Ph.D. yakni pendidik, peserta didik, dan kurikulum yang menjadi kepedulian keduanya, yaitu kepedulian pendidik dan peserta didik (siswa, warga belajar, peserta latihan). Pendidik dengan penamaan lain baginya seperti pamong belajar, pembimbing, dan pelatih atau widyaiswara, adalah sebagai pemegang utama dalam stiap strategi kegiatan pembelajaran.
Strategi kegiatan pembelajaran dapat ditinjau berdasarkan pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Secara sempit, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan secara luas, strategi pembelajaran dapat diberi arti sebagai penetapan semua aspek yang berkaitan dengan pencapaian tujuan pembelajaran, termasuk di dalamnya adalah perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses, hasil dan pengaruh kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan kegiatan yang diitimbulkannya, strategi pembelajaran dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik.
Strategi pembelajaran yang berpusat pad peserta didik adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Strategi ini menekankan bahwa peserta didik adalah pemegang peran dalam proses keseluruhan kegiatan pembelajaran, sedangkan pendidik berfungsi untuk memfasilitasi peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik memiliki beberapa cirri. Ciri tersebut adalah bahwa pembelajaran menitikberatkan pada keaktifan peserta didik, kegiatan belajar dilakukan secara kritis dan analitik, motivasi belajar relative tinggi, pendidik hanya berperan sebagai pembantu (fasilitator) peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar, memerlukan waktu yang memadai (relative lama), dan memerlukan dukungan sarana belajar yang lengkap. Ciri lainnya adalah bahwa strategi pembelajaran ini akan cocok untuk pembelajaran lanjutan tentang konsep yang telah dipelajari sebelumnya, belajar dari pengalaman peserta didik dalam kehidupannya, dan untuk pemecahan masalah yang dihadapi bersama dalam kehidupan.
Strategi pembalajaran ini memiliki keunggulan dan kelemahan tersendiri. Keunggulannya adalah pertama, peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena peserta didik diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi. Kedua, peserta didik memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Ketiga, tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara peserta didik. Keempat, dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan peserta didik mungkin belum diketahui sebelumnya oleh pendidik.
Adapun kelemahannya antara lain:
- membutuhkan waktu yang relative lebih lama dari waktu pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya,
- aktivitas dan pembelajaran cenderung akan didominasi oleh peserta didik yang biasa atau senang berbicara sehingga peserta didik lainnya lebih banyak mengikuti jalan pikiran peserta didik yang senang berbicara,
- pembicaraan dapat menyimpang dari arah pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Strategi pembelajaran yang berpusat pada pendidik adalah kegiatan pembelajaran yang menekankan terhadap pentingnya aktivitas pendidik dalam mengajar atau membelajarkan peserta didik. Perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses serta hasil pembelajaran dilakukan dan dikendalikan oleh pendidik sedangkan peserta didik berperan sebagai pengikut kegiatan yang ditampilkan oleh pendidik.
D. TAHAP- TAHAP BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK- KANAK
Menurut Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran:
- menghangatkan suasana dan memotivasi peserta didik, Dalam halini guru hendaknya memberikan anak berbagai motivasi atau dorongan yang mengarah pada apa yang akan anak- anak perankan.
- memilih partisipan/peran, Dalam bagian ini anak dipersilahkan memilih peran apa yang akan ia perankan. Gurupun juga harus memberi bimbingan kepada anak bagaimana ia memerankan tokoh yang ia pilih
- menyusun tahap-tahap peran,
- menyiapkan pengamat,
- pemeranan,
- diskusi dan evaluasi,
- pemeranan ulang,
- diskusi dan evaluasi tahap dua,
- membagi pengalaman dan mengambil kesimpulan.
Kesembilan tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru.
Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, kami dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
- Bahwa bermain peran itu dapat digunakan sebagai sebuah cara atau metode untuk mengenalkan anak bersosialisasi dalam pembelajaran di kelas
- Bahwa metode bermain peran ini dapat membuat anak merasa senang dalam melaksanakan sebuah pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA
- Sudjana S., D. 2001. Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production.
- Tilaar, H.A.R. 1994. Manajemen Pendidikan Nasional, Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung: Remaja Rosdakarya.