Makalah Organisasi Dan Sistem Pondok Pesantren
Oleh: H. Hendra Zainuddin. S.Ag, M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan dinamika umat Islam Indonesia, memasuki era tahun 1970-an, pesantren mengalami perubahan signifikan. Pesantren mengalami perkembangan kuantitas yang sangat menakjubkan, baik di wilayah pedesaan (rural), pinggiran kota (sub urban) maupun perkotaan (urban). Karena itu, tidak berlebihan bila Azyumardi Azra (1997) mengatakan pesantren mengalami ekspansi yang semula hanya rural based institution, kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan urban.
Pada awalnya memang pesantren bersikap “enggan dan rikuh” menerima modernisasi. Namun secara gradual pesantren juga melakukan adaptasi, akomodasi dan konsesi untuk kemudian menemukan pola yang dipandangnya cukup tepat guna menghadapi modernisasi yang berdampak luas. Modernisasi pesantren, baik berkaitan dengan sistem pendidikan maupun program sosialnya, pada dasarnya didorong oleh keinginan untuk menyahuti kebutuhan masyarakat. Hal ini inherent dengan sejarah berdirinya pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam indigeneous muncul dari pengalaman sosiologis masyarakat.
Di Sumatera Selatan saat ini pondok pesantren berjumlah sekitar + 349 pondok pesantren telah tampil sebagai salah satu lembaga pendidikan alternatif yang menawarkan berbagai bentuk pelayanan mulai dari pelayanan pendidikan dan dakwah sampai kepada peran-peran sosial yang lebih luas. Dengan demikian, perkembangan lembaga pendidikan Islam pesantren di Sumatera Selatan relatif cukup menggembirakan dan sangat potensial untuk dikembangkan di masa yang akan datang. Pesantren di daerah ini telah memainkan peranan signifikan sebagai penyebar dan sekaligus memproduk ulama-ulama Islam. Selain itu, pesantren juga telah memelihara kontinuitas budaya lokal dan media transmisi ilmu-ilmu keislaman pada masyarakat lokal. Walaupun potensi pondok pesantren di Sumatera Selatan relatif menggembirakan, namun sampai saat ini masih ada pondok pesantren yang belum menerapkan pengorganisasian dan sistem sesuai dengan standard manajemen pondok pesantren. Makalah ini secara berturut-turut akan membahas hakikat dan unsur-unsur manajemen serta proses dan aspek-aspek pengorganisasian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Manejemen
Ada ungkapan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan proses interaksi dengan manusia lain sebab manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam proses interaksi dengan manusia lain itu perlu adanya manajemen yang mengatur semua pola dan perilaku kehidupannya. Dalam konteks ini, Sudjana (1992:17) mengatakan bahwa sejak manusia hidup berkelompok, manajemen telah menjadi bagian dari kehidupan, baik dalam kehidupan berkeluarga, berorganisasi, bermasyarakat, dan bernegara, manajemen mempunyai peranan penting untuk mencapai tujuan bersama. Seiring dengan dinamika dan perkembangan masyarakat, teori-teori manajemen sangat cepat berkembang dan diterapkan di semua bidang kehidupan dan kelembagaan. Karena itu, muncul manajemen pendidikan, manajemen pesantren, manajemen pemasaran, manajemen ekonomi, manajemen pemerintahan dan sejenisnya.
Sebagai suatu sistem, hakikat manajemen adalah kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan kegiatan bersama orang lain atau melalui orang dalam mencapai tujuan organisasi. Menurut James A. Stoner, management is the process of planning, organizing, leading and controlling the efforts of organizing member and of using all ather oragnizational resourcess to achieve stated organizational goals (1987:24). Di sini Stoner menekankan bahwa manajemen merupakan sebuah proses merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan, serta mengatur dan mendayagunakan semua potensi sumber daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Harold Koontz dan Heich Weinrich (1990:40) bahwa “management is the process designing and maintraining an environment in with individuals, working together in group efficiently accomplish selected aims. This basic definition needs to be expanded: 1. As managers, people carry act the managerial function of planning, organizing, staffing, leading and controlling; 2. Management applies to any kind of organization; 3. It applies to managers at all organization; 4. The aim of all managers is the same, to scarred a surplus; and 5. Managing is concerned which productivity, this impulse effectiveness and efficiency.
Sementara itu, Ernest Dale (1973:4) dengan mengutip pendapat beberapa ahli menyimpulkan bahwa manajemen sebagai:
1. mengelola orang-orang
2. pengambilan keputusan
3. proses mengorganisasi dan memakai sumber-sumber untuk menye-lesaikan tujuan yang sudah ditentukan.
Sedangkan Ricard A. Johnson (1973) secara umum mengatakan bahwa manajemen adalah proses mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan.
Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan di atas pada prinsipnya manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, manajemen merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan mengenai kemampuan dan keterampilan melakukan kegiatan bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, terdapat beberapa fungsi manajemen yang secara konseptual memiliki kesamaan, yakni Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (penggerakkan), dan Controlling (pengawasan) atau sering disingkat dengan POAC.
B. Proses Pengorganisasian Pesantren
Seperti disinggung pada penjelasan di atas bahwa pada prinsipnya manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengawasi segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dalam rangka mencapai tujuan organisasi itu tidak terlepas dari beberapa unsur atau elemen yang ada dalam manajemen. Menurut Winardi (1990:7) unsur-unsur dasar manajemen yang lazim dipakai sebagai berikut;
1. Manusia (Man)
2. Bahan-bahan (Materials)
3. Mesin-mesin (Mechines)
4. Metode-metode (Methods)
5. Uang (Money)
6. Pasar (Marker)
Dengan demikian, untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dalam manajemen, maka keenam “M” ini harus direncanakan, diorganisasikan, digerakkan dan diawasi. Dengan kata lain, semua unsur manajemen ini harus berorientasi pada konsepsi fungsi manajemen yang lazim dinamakan POAC. Salah satu unsur atau elemen manajemen adalah pengorganisasian. Pengorganisasian merupakan tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerjasama secara efisien untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu.
Dalam hal ini, Ibnu Syamsi (1994:13) mengatakan bahwa organisasi dapat diartikan secara statis dan inamis. Dikatakan statis, organisasi sebagai wadah kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dan dikatakan dinamis, organisasi merupakan suatu sistem atau kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam melakukan aktivitas atau kegiatan, suatu organisasi harus mengacu pada prinsip-prinsip organisasi. Ada beberapa prinsip organisasi, di antaranya:
1). pembagian tugas pekerjaan
2). kesatuan pengarahan
3). sentralisasi
4). mata rantai tingkat jenjang organisasi.
Proses pengorganisasian ini sangat penting sebagai proses pembagian kerja ke dalam tugas-tugas yang lebih kecil dan sekaligus membebankan tugas-tugas tersebut kepada orang yang sesuai dengan keahlian dan kemampuannya. Selain itu, proses pengorganisasian juga akan membantu mengalokasikan sumber daya dan mengkoordinasikannya dalam rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi.
C. Aspek-aspek Pengorganisasian Pesantren
Untuk melihat proses pengorganisasian di pondok pesantren diperlukan parameter aspek-aspek pengorganisasian dalam manajemen modern. Amin Wijaya Tunggal (1993:214) mengemukakan delapan (8) aspek pengorganisasian dalam manajemen modern, yakni:
1). struktur organisasi
2). koordinasi
3). desain organisasi
4). wewenang dan kekuasaan
5). desentralisasi
6) pendelegasian
7). budaya dan organisasi
8). inovasi.
Sedangkan Sukanto (2000:37-47) mengungkapkan tujuh 7 aspek pengorganisasian, yaitu:
a). departementasi
b). pembagian kerja
c). wewenang, tanggung jawab dan pelaporan
d). wewenang garis dan staf
e). pendelegasian dan sentralisasi
f). rentang pengawasan
g). perubahan organisasi.
Pendapat di atas dielaborasi menjadi enam (6) aspek pengorganisasian pondok pesantren yang meliputi:
1. Struktur Organisasi. Secara tradisional, struktur organisasi dipandang sebagai suatu jaringan tempat mengalirnya informasi. Dalam hubungannya dengan komunikasi akan terjadi; 1). instruksi dan perintah untuk dikerjakan atau tidak dikerjakan dari seseorang kepada orang yang berada di bawah hirarkinya langsung dan 2). laporan, pertanyaan, permohonan, selalu dikomunikasikan ke atas melalui rantai komando dari seseorang kepada atasannya langsung. Pada umumnya pondok pesantren telah memiliki struktur organisasi yang menggambarkan arus interaksi personal serta hubungan satuan pekerjaannya. Bagan struktur umumnya berbentuk piramid, yakni bagan organisasi yang saluran wewenangnya dari pucuk pimpinan sampai dengan satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari atas ke bawah, atau sebaliknya. Bagan piramid merupakan bagan yang lazim dipakai berbagai organisasi, sebab sifatnya yang sederhana dan mudah dibuat.
2. Koordinasi. Koordinasi adalah proses mengintegrasikan sasaran-sasaran dan aktivitas dari unit kerja yang terpisah agar dapat merealisasikan sasaran organisasi secara efektif. Di sinilah pentingnya komunikasi sebagai kunci dari koordinasi yang efektif.
3. Wewenang, Tanggung Jawab dan Pelaporan. Wewenang adalah hak memerintah atau berbuat. Hak ini muncul kerana kedudukan formalnya dalam organisasi. Seorang pimpinan memiliki wewenang yang didelegasikan kepada bawahannya. Sedangkan tanggung jawab merupakan kewajiban bawahan yang telah diberi tugas oleh atasannya melaksanakan kegiatan-kegiatan. Tanggung jawab tercipta dengan diterimanya tugas tersebut. Namun demikian, baik pimpinan maupun bawahan bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Dengan demikian, tanggung jawab pada dasarnya tidak dapat didelegasikan. Selain bertanggung jawab, bawahan juga berkewajiban memberikan laporan terhadap pelaksanaan tugasnya. Pada umumnya, pondok pesantren telah memiliki struktur organisasi yang menggambarkan wewenang dan tanggung jawab bagi personalia organisasi pondok pesantren. Sementara itu, sistem pelaporan dari pelaksanaan tugas dilakukan secara formal melalui rapat berkala maupun infomral dan insidental.
4. Pendelegasian dan Desentralisasi. Delegasi bermakna pelimpahan wewenang formal dan tanggung jawab kepada seseorang atas pelaksanaan aktivitas tertentu. Biasanya pendelegasian ditunjang oleh unsur motivasi dan komunikasi yang baik untuk membantu pimpinan melaksanakan tugas pokoknya. Pendelegasian ini tentunya memerlukan persyaratan, yaitu 1). spesifikasi tugas dan 2). kesamaan fungsi dan rentang manajemen. Pada umumnya di pondok pesantren pendelegasian pada bidang pekerjaan formal relatif jarang dilakukan. Yang sering terjadi adalah pendelegasian untuk urusan-urusan informal, seperti menghadiri undangan dan hal-hal yang bersifat insidental. Selain pendelegasian, terjadi pula desentralisasi wewenang disebabkan; 1). orang cenderung ingin bebas mengambil keputusan; 2). dinamika usaha memerlukan putusan cepat; 3). makin bertambahnya orang yang berkemampuan mengelola organisasi; dan 4). teknik pengawasan berkembang dengan cepat.
5. Pengawasan. Apabila diperhatikan pada struktur organisasi pondok pesantren tergambar rentang atau tingkat pengawasan. Misalnya, masing-masing bidang pekerjaan di kepalai/dikoordinir oleh seseorang dan dibantu beberapa staf. Kepala atau koordinator senantiasa melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan stafnya.
6. Inovasi dan Perubahan. Pada prinsipnya sumber inovasi terdiri atas faktor internal, meliputi a). kejadian atau hasil yang tidak diharapkan; b). keganjilan, keanehan, dan ketidakpastian; c). kebutuhan prosen; d) perubahan yang tidak diharapkan dalam industri/struktur pasar. Sedangkan faktor eksternal, yakni perubahan penduduk, perubahan persepsi dan pengetahuan baru. Pada umumnya, inovasi yang terjadi di pondok pesantren berkaitan dengan kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
- Azra, Azyumardi. 1997. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru, Jakarta: Logos
- Dale, Ernest, 1973. Management: Theory and Practice, Tokyo: Mc. Graw Hill Kogakusha Ltd
- Johnson, Ricard A., at.al. 1973. The Theory and Management of Systems, Tokyo: Mc. Graw Hill Kogakusha Ltd
- Koont, Harold and Weinrich, Heich, 1990. Principles of Management, New York: Mc. Graw Hill
- Stoner, James. A., 1987. Management, London: Prentice-Hall International
- Sudjana, 1992. Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah, Bandung: Nusantara Pres
- Syamsi. Ibnu. 1994. Pokok-pokok Organisasi & Manajemen. Jakarta: Rineka Cipta
- Tunggal, Amin Wijaya. 1993. Manajemen Suatu Pengantar, Jakarta: Rineka Cipta