BAB I
PENDAHULUAN
Pembangunan Nasional menimbulkan dua konsekuensi logis, yaitu konsekuensi positif yang perlu ditingkatkan terus dan konsekuensi negatif yang memerlukan solusi tertentu. Konsekuensi negatif sering menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat luas yang sering direfleksikan secara filosofis berdasarkan perilaku lahiriah, seperti mengarang lagu dan menyanyikan lagu–lagu daerah (Bali).
Sekolah Dasar (SD) merupakan awal dari pendidikan formal yang mempunyai visi dan misi untuk mewujudkan Life Skill atau kecakapan hidup guna dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk menjalani kehidupan yang layak di kemudian hari. SD merupakan jenjang yang sangat penting karena siswa SD diberi dasar-dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mewarnai kehidupan interaksi sosialnya di masa depan. Untuk itu, berbagai mata pelajaran dasar yang berfungsi untuk mendukung pembentukan kepribadian siswa sangat perlu diberikan pada jenjang SD, termasuk mata pelajaran musik sebagai bagian dari pembelajaran seni di sekolah.
Pembelajaran musik, bila dikelola dengan baik, akan dapat memberikan sejumlah kontribusi guna meningkatkan kreativitas dan kepribadian siswa. Oleh karena pentingnya pembelajaran ini, dalam pelaksanaannya perlu disiapkan kondisi-kondisi yang memberikan kemungkinan pada siswa untuk menyalurkan bakat dan kreativitasnya secara optimal. Untuk itu, bukan saja diperlukan sarana yang memadai, akan tetapi juga kesiapan pihak yang bertanggung jawab terhadap pembelajaran musik, termasuk guru sebagai pengelola sistem instruksional. Di samping menguasai setrategi pembelajaran musik, guru musik dituntut untuk mampu menerapkan teori-teori yang melandasi pembelajaran kemusikan.
Temuan riset belakangan ini menunjukkan bahwa, siswa yang sedang memainkan musik atau menyanyikan sebuah lagu akan menjadi pembaca yang lebih baik, pemikir yang lebih baik, dan pembelajar yang lebih baik dari siswa yang lainnya. (A. Cassidy, 2000, 3), Pengalaman musik dalam perspektif dapat menjadi wahana yang sangat baik untuk pembelajar pemula. (Gardner, 1993, 25). Siswa pada tingkat awal yang diajarkan irama dan melodi dari lagu-lagu selama 40 menit sehari selama tujuh bulan menunjukkan skor yang lebih tinggi dalam pelajaran membaca dari siswa kelompok kontrol, dan siswa yang diberikan kegiatan bermain musik tradisional Jepang dan Cina serta gerakan, seperti yoga dan T’aichi menjadi lebih tenang dan perhatian pada pelajaran lebih terfokus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Musik
Musik adalah seni yang mendasarkan pada pengorganisasian bunyi menurut waktu. Hal yang membedakan musik dari jenis bunyi lain, yaitu adanya elemen utama yang melekat pada bunyi yang bersifat musikal (Gordon, 2000 : 7). Elemen-elemen musik tersebut meliputi warna nada (timbre), kecepatan(tempo), intensitas (volume), ketinggian nada (pitch) dan durasi (rhythm) (Van Ess, 1981 : 7); pada tingkatan yang lebih tinggi elemen-elemen tersebut dapat digunakan untuk menyusun irama, melodi, dan kord.
Irama atau ritme suatu perasaan musikal yang bergerak maju sebagai faktor utama dari bentuk musik dan merupakan hasil dari pengulangan pola-pola nada dari nilai perbedaan waktu, unit dasar irama disebut beat yaitu kombinasi tekanan berat dan ringan dari irama yang dapat didengar menurut warna nada alat musik yang digunakan. Contohnya, cha-cha, rock, disko, dangdut, dan lain-lain (Rossi, 1981 : 58).
Melodi adalah rangkaian nada yang disusun ke dalam pola-pola yang beraturan atau rangkaian nada-nada secara tunggal yang memberi arti suatu keseluruhan, dengan ciri-ciri: adanya rangkaian sejumlah nada penyusun melodi, adanya sifat gerak tertentu berdasarkan interval, dan adanya tonalitas (Lundin, 1967 : 77-78).
Harmoni adalah suatu teknik kombinasi nada-nada dalam bentuk kord, dan nada-nada tersebut secara simultan dapat mendukung aspek musikal secara vertikal (melodi) maupun horisontal sebagai pengiring, yang ditandai adanya kord dan kadens (Hoffer, 1985 : 25).
Notasi musik pada dasarnya tertulis di atas kertas dalam bentuk partitur, untuk kemudian dapat dibaca, diteruskan kepada orang lain atau disimpan sebagai dokumen musik. Dalam penulisan musik (notasi) dikenal adanya dua sistem yaitu sistem not angka (do, re, mi, fa, sol, la, si, do) dan sistem not balok (c, d, e, f, g, a, b ,c)
B. Pengertian Bakat
Bakat merupakan suatu kondisi seorang yang mengikuti latihan agar dapat mencapai suatu kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan khusus, misalnya, kemampuan berbahasa, kemampuan bermain musik. (Crocker, Linda, Algina, 1987 : 256). Seorang yang berbakat musik, dengan jumlah latihan yang sama dengan orang lain yang tidak berbakat musik akan lebih cepat menguasai keterampilan musik. Dengan demikian, bakat musik harus ditunjang oleh faktor lingkungan. Selain faktor lingkungan, faktor keturunan juga berpengaruh terhadap bakat seseorang. Faktor keturunan tersebut dapat dikembangkan melalui pengaruh lingkungan. Dalam proses interaksi antara faktor lingkungan dan keturunan, faktor lingkungan merupakan pengolah pengembangan faktor keturunan (Malcolm and Steve, 1985 : 68).
Salah satu faktor lingkungan yang dapat mengembangkan bakat musik adalah latihan-latihan yang terarah dan teratur. Contohnya, siswa yang berbakat musik, jika mendapat latihan dari guru musik secara intensif dan teratur; akan dimungkinkan untuk menjadi ahli musik yang ternama, bila dibandingkan dengan siswa yang tidak berbakat musik. Selain faktor keturunan dan lingkungan, ada satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan bakat musik yaitu faktor kematangan dan latihan pada saat yang tepat ( Sadli, 1991 : 64).
Berdasarkan kajian di atas, maka faktor yang mempengaruhi pengembangan bakat musik adalah lingkungan sosial. Proses pengembangan bakat musik dilakukan melalui proses sosialisasi dan lingkungan pendidikan di sekolah.
C. Pembagian Musik
Musik terdiri dari musik vokal dan instrumental atau gabungan antara keduanya. Dalam membentuk potensi-potensi tersebut di atas agar dapat menjadi kemampuan yang bertingkat seperti kemampuan membaca, mendengar dan menyanyikan not atau nada diperlukan latihan-latihan. Dalam lingkungan musik, latihan disebut solfegio yang berfungsi sebagai tes untuk mengetahui bakat musik siswa SD. Solfegio adalah istilah yang mengacu pada menyanyikan tangga nada, interval dan latihan melodi dengan sillaby zolmization, yaitu menyanyikan nada musik dengan menggunakan suku kata (Stanley, 1980: 454). Dalam perkembangan selanjutnya, solfegio tidak hanya mengacu pada menyanyikan saja, tetapi juga membaca dan mendengar nada dan irama membaca not disebut dengan istilah sight reading, kemampuan mendengar not disebut dengan istilah ear training dan kemampuan menyanyikan not disebut sight singing.
Sight reading adalah kesanggupan untuk membaca dan memainkan notasi musik yang sebelumnya belum dikenal. Sedangkan Ear training adalah latihan ketajaman pendengaran musik, baik ketepatan ritmik maupun ketepatan nadanya. Kemampuan ini merupakan gabungan dari faktor kebiasaan dan pembawaan (Benward, 1989 : 78). Selanjutnya, sight singing adalah latihan menyanyikan nada-nada yang tertulis dengan memakai notasi musik. Pada latihan ini, siswa diberikan karya musik yang berupa notasi yang kemudian dinyanyikan sesuai dengan tinggi-rendahnya.
Sistem yang digunakan untuk menyanyikan lagu adalah sistem fixed do dan sistem movable do. Fixed do adalah nada dinyanyikan apa adanya. Misalnya, jika siswa menyanyi dengan tangga nada G mayor (1 kruis), maka nada g tidak dibaca do melainkan dibaca sol, Movable do adalah do yang bisa berubah-ubah. Dalam arti, do tersebut dapat terletak pada nada c, d, fis, dan seterusnya sesuai dengan nada dasar yang digunakan.
Siswa SD merupakan pembelajar secara formal yang melibatkan belahan otak kanan dan kiri. Belahan otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier, rasional dan teratur. Realitas di lapangan belahan otak kiri mampu melakukan penafsiran yang abstrak dan simbolis. Cara berpikir otak kiri sesuai untuk tugas-tugas yang teratur, ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik dan simbolisme. Cara berpikir otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Cara berpikir tersebut sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui yang bersifat non verbal, seperti perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan dengan kesadaran, kasadaran spasial, pengenalan bentuk/pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi. Kedua belahan otak sama pentingnya. Siswa yang mampu memfungsikan keduanya, cenderung seimbang dalam aspek kehidupannya, merasa sangat mudah dalam belajar karena mempunyai pilihan untuk menggunakan belahan otak tersebut. Kegiatan musik sangat terkait dengan belahan otak kanan.
D. Standardisasi Tes Bakat Musik
Pembelajaran di SD sudah saatnya dikonsep agar siswa memiliki kemampuan berpikir yang luar biasa. Optimalisasi kedua belahan otak akan menghasilkan apa yang diinginkan. Untuk itu, perlu adanya rangsangan dari luar. Pembelajaran musik di SD perlu diarahkan pada pembelajaran musik kreatif.
Terdapat dua jenis tes untuk mengukur kemampuan bakat musik siswa, yaitu tes baku (Standardized) dan tes buatan guru (Dafidoff, 1987 : 254). Tes baku adalah tes yang sudah dibakukan melalui proses kalibrasi sehingga memiliki tingkat kesahihan (Validity) dan keterandalan (reliability) yang memadai. Tes baku dihasilkan dari kegiatan kalibrasi atau validasi secara teoretik dan empirik (Ebel, 1986 : 30). Kriteria sebuah tes baku adalah kesahihan dan keterandalan yang cukup tinngi.
Validitas atau kesahihan adalah kemampuan mengukur apa yang seharusnya diukur dan sejauh mana informasi yang diperoleh dapat diinterpretasikan sebagai tingkah laku yang diukur (Crocker, Linda and Algina, 1986 : 6). Terdapat tiga jenis kesahihan, yaitu kesahihan isi ( content validity), kesahihan kriteria (criterion-related validity) yang terdiri dari kesahihan prediksi (predictive validity) dan kesahihan konkurensi (concurrent validity), serta kesahihan konstruk (construct validity). Kesahihan konstruk diuji dengan analisis faktor (Crocker, Linda and Algina, 1986 : 217). Validasi tes bakat musik melalui teknik kesahihan konstruk dilakukan melalui dua tahap, yaitu uji kesahihan teoretik melalui penilaian rancangan tes oleh sejumlah penilai yang memiliki kemampuan bakat musik dan uji kesahihan empirik melalui data uji coba tes dari sejumlah responden. Banyaknya responden untuk kalibrasi tes menurut Fernandes (1979 : 8) adalah paling sedikit 5x jumlah butir tes, sedangkan Gable (1986 : 39) menyatakan bahwa jumlah responden kalibrasi suatu tes adalah 6 sampai 7 kali jumlah butir tes. Dalam penelitian ini, jumlah butir tes bakat musik yang akan dikalibrasi adalah 54 butir tes; sehingga jumlah responden 300 orang untuk kalibrasi pertama dan 300 orang lagi untuk kalibrasi kedua.
Pengujian kesahihan tes bakat musik secara empirik dilakukan secara statistik dengan teknik analisis faktor. Analisis faktor merupakan metode statistik multivariat yang digunakan untuk menganalisis tabel matrik koefisien korelasi untuk skor variabel pendidikan dan psikilogi (Ferguson, 1989 : 265). Dengan analisis faktor, dapat dilihat apakah spesifikasi kemampuan yang dikembangkan secara teoretik telah sesuai dengan teori atau konsep yang digunakan setelah diakukan uji coba tes di lapangan. Asumsi analisis faktor adalah berperannya sejumlah besar varians pada suatu gejala. Analisis faktor dapat memberikan gambaran besarnya sumbangan varians yang diselidiki dan secara tidak langsung memperlihatkan kemungkinan turut berperan varians yang belum diketahui atau yang tidak diselidiki. Dari sejumlah teknik analisis faktor, ada teknik yang mengasumsikan sejumlah variabel yang mungkin mempunyai sejumlah kesamaan, sehingga dapat dikelompokkan ke dalam rumpun sebagai suatu faktor umum.
Karakteristik analisis faktor mampu memberikan arti terhadap sejumlah koefisien korelasi dari sejumlah variabel. Teknik analisis faktor dapat pula memberikan gambaran tentang pola hubungan yang ada sehingga sejumlah kecil susunan faktor atau komponen yang bersumber dari data pengukuran. Dengan demikian, analisis faktor memiliki kemampuan untuk mereduksi data. Selanjutnya analisis korelasi menentukan (1) apakah semua pengukuran didominasi oleh faktor-faktor khusus; (2) apakah semua pengukuran didominasi oleh faktor-faktor umum; dan (3) apakah semua pengukuran cendrung untuk mencerminkan beberapa faktor bersama secara kelompok.
Keterandalan atau reliability adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu tes dapat dipercaya atau diandalkan, konsisten, dan stabil (Emanuel and Bramble, 1989 : 265). Bila alat ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama, dan hasil pengukuran relatif konsisten, maka alat ukur tersebut dikatakan reliabel. Indeks keterandalan dapat ditentukan dengan tes ulang, belah dua, bentuk setara dan formula Kuder-Richardson . (Hopkins and Antes, 1990 : 297). Dalam penelitian ini, keterandalan tes bakat musik dianalisis dengan bantun paket program SPSS For Windows 98 Version 9.0. (Reliability Analisys-Scale Alpha).
Pengadministrasian tes menyangkut petunjuk atau pengarahan dalam tes, pembatasan waktu, dan kondisi pelaksanaan tes. Petunjuk tes mencakup dua sasaran, yaitu petunjuk untuk testi dan administrator tes. Tes baku dapat dikembangkan melalui langkah teoretis dan empiris, tes baku memiliki pembatasan isi, penyelenggaran, pengukuran, dan penggunaan hasilnya. Ciri-ciri tes baku berdasarkan standards for educational and psychological test adalah (1) tes disertai pentunjuk manual mengenai pengembangan, tujuan kualifikasi pengujian dan norma penafsiran yang pasti; (2) tes memiliki prosedur dan penskoran yang jelas; (3) tes memuat skor standar, tendensi sentral, variabilitas pengukuran dan variabilitas data; (4) tes memiliki kriteria dan pengadministrasian yang jelas; dan (5) tes memiliki petunjuk dan perlengkapan lainnya (Sax, 1980 : 350-351). Secara umum ada dua hal penting dalam pembakuan tes, yaitu isi dan administrasi tes. Pembakuan isi tes mencakup rumusan butir-butir tes dan petunjuk mengerjakan tes, sedangkan pembakuan administrasi tes mencakup perlengkapan tes, penyelenggaraan tes, prosedur pengukuran, waktu, penskoran, penilaian, penafsiran, dan pelaporan hasil tes.
DAFTAR PUSTAKA
- Benward Burt. 1989. Work Book in Ear Training, New York: Brown Company Publisher.
- Crocker, Linda and James Algina. 1986. Introduction to Classical and Moderen Test Theory, Florida USA: Holt Rinehart and Winston, Inc.
- Dimyati, Muh.1998. Landasan Kependidikan: Suatu Pengantar Pemikiran Tentang Kegiatan Pendidikan, Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK.
- Davidoff Linda . 1987. Introduction to Psychology, New York: McGraw-Hill Book Com.
- Emanuel J. Mason and William J. Bramble. 1989. Understanding and Conducting Research: Aplication and Education and Behavior Science, New York: McGraw-Hill Book,Com.
- Ebel R.L. 1968. Essentials of Educational Measurement, Englewood Cliffh, New York: Prentice-Hall Inc.
- Ferguson George A. 1981. Statistical Analysis in Psychology and Education, New York: McGraw-Hill Book Com.
- Fernandez, H.J.X. 1979. Construction of An Achievement Test, Jakarta: Pusat Penelitian BP3K.
- Gardner Howard. 1993. Mulltiple Intellegences: The Theory and Practice, New York: Cambridge University Press.
- Gorsuch Richard L. 1983. Factor Analysis, New York: Lawrence Eralbaum Associates, Publisher.
- Hoffer. Charles D. and Richard L. Antes. 1990. Classroom Measurement and Evaluation, Illionis: F.E. Peacock Publisher, Inc.
- Lundin, Robert W. 1967. An Objective Psychology of Music, New York: John Wiley and Sons.
- Malcolm Hardy and Steve Heyes. 1985. Bengining Psychology, New York: South Trafford College of Further Education.
- Nunnaly, Jum C. 1978. Psychometriks Theory, New York: McGraw-Hill Book Cam.
- Norrusis Marija J. 1988. SPSS/PC+ Advanced Statistic, Chicago: SPSS Inc.
- Rossi Nick. 1981. Hearing Music an Introduction, San Diego: Harcourt Brace Jovanovich, Publishers.