PEMBAHASAN
A. Makna Zakat Fitrah
Makna zakat fitrah, yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah futur (berbuka puasa) pada bulan ramadhan disebut pula dengan sedekah. Lafadh sedekah menurut syara' dipergunakan untuk zakat yang diwajibkan, sebagaimana terdapat pada berbagai tempat dalam qur'an dan sunnah. Dipergunakan pula sedekah itu untuk zakat fitrah, seolah-olah sedekah dari fitrah atau asal kejadian, sehingga wajibnya zakat fitrah untuk mensucikan diri dan membersihkan perbuatannya.
Dipergunakan pula untuk yang dikeluarkan disini dengan fitrah, yaitu bayi yang di lahirkan. Yang menurut bahasa-bukan bahasa arab dan bukan pula mu'arab (dari bahasa lain yang dianggap bahas arab)-akan tetapi merupakan istilah para fuqoha'.
Zakat fitrah diwajibkan pada kedua tahun hijrah, yaitu tahun diwajibkannya puasa bulan ramadhan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberi makanan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada hari raya. Zakat ini merupakan pajak yang berbeda dari zakat-zakat lain, seperti memiliki nisab, dengan syarat-syaratnya yang jelas, pada tempatnya. Para fuqoha' menyebut zakat ini dengan zakat kepala, atau zakat perbudakan atau zakat badan. Yang dimaksud dengan badan disini adalah pribadi, bukan badn yang merupakan dari jiwa dan nyawa.
Di dalam hadist dari ibnu umar. Ia berkata,
" Rosullullah saw. mewajibkan zakat fitrah (berbuka) bulan ramadhan sebanyak satu sa' (3,1 liter) kurma atau gandum atas tiap orang-orang muslim merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan." (Riwayat bukhari dan muslim). Dalam hadist bukhari disebutkan,"mereka membayar fitrah itu sehari atau dua hari sebelum hari raya."
Dari abu sa'id. Ia berkata,
"Kami mengeluarkan zakat fitrah satu sa' dari makanan, gandum, kurma, susu kering, atau anggur kering."(diketengahkan oleh bukhari dan muslim)
B. Kewajiban Zakat Fitrah
Jama'ah ahli hadits telah meriwayatkan hadits rosulullah saw. Dari ibnu umar:
"Sesungguhnya Rosulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan ramadhan satu sa' kurma atau satu sa' gandum kepada setiap orang yang merdeka, hamba sahaya, laki-laki, maupun perempun dari kaum muslimin.
Jumhur ulama' Salaf dan Kholaf menyatakan bahwa makna farodho pada hadits itu adalah alzama dan awjaba, sehingga zakat fitrah adalah suatu kewajiban yang bersifat pasti. Juga karena masuk pada keumuman firman Allah: "Dan tunaikanlah oleh kamu sekalian zakat" (Qur'an,2:110;4:77;24:56)
Zakat fitrah oleh Rosululloh saw. Disebut dengan zakat, karenanya termasuk kedalam perintah Allah. Dan karena sabda Rosululloh saw. Farodho, biasanya dalam istilah syara' dipergunakan makna tersebut. Telah menjelaskan pula Abu Aliah, Imam 'Atho, dan Ibnu Sirin, bahwa zakat fitrah itu adalah wajib. Sebagaimana pula dikemukakan dalam Bukhori. Ini adalah madzhab Maliki,Syafi'i dan Ahmad.
Hanafi menyatakan bahwa zakat itu wajib bukan fardhu, fardhu menurut mereka segala sesuatu yang di tetapkan oleh dalil qath'i, sedangkan wajib adalah segala sesuatu yang di tetapkan oleh dalil zanni. Hal ini berbeda dengan imam yang tiga. Menurut mereka fardhu mencakup dua bagian: fardhu yang di tetapkan berdasarkan dalil qoth'i dan fardhu yang ditetapkan berdasar dalil zanni. Dari sini kita mengetahui bahwa hanafi tidak berbeda dengan mazhab yang tiga dari segi hukum, tetapi hanyalah perbedaan dalam istilah saja dan ini tidak menjadi masalah.
Maliki mengutip dari asyhab bahwa zakat fitrah itu hukumnya adalah sunnat muakkad. Ini adalah pendapat sebagian ahli zahir, dan ibnu lubban dri syafi'i. mereka mentakwilkan kalimat fardhu di dalam hadits dengan makna qaddara/memastikan. Apa yang telah di kemukakan diatas, sesungguhnya telah membantah pendapat tersebut. Imam Nawawi setelah mengemukakan pendapat ibnu luban yang menyunatkannya, menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat yang aneh dan munkar bahkan jelas salahnya.
Ishaq bin rahawih menyatakan bahwa kewajiban zakat fitrah adalah seperti ijma' bahkan Ibnu Mundzir mengutip ijma' ulama akan kewajibannya. Ibrahim bin Uliah dan Abu Bakr Asham berpendapat bahwa kewajiban zakat fitrah itu dinaskh dengan kefardhuan zakat. Keduanya beralasan dengan sebuah hadits riwayat Ahmad dan Nasa'i dari Qoyis bin Sa'ad bin Ubadah:
"Ia ditanya tentang zakat ftrah, ia menjawab: rosulullah saw. telah memerintahkan zakat fitrah, sebelum diturunkan kewjiban zakat. Ketika diturunkan kewajiban zakat, rosul tidak menyuruh dan juga tidak melarang, akn tetapi harus melakukannya."
C. Kepada siapakah zakat fitrah itu diwajibkan?
Rosulullah telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan ramadhan-pada orang yang merdeka, hamba sahaya, laki-laki, perempuan, anak-anak, orang dewasa, orang kaya, fakir atau miskin.
Empat mazhab sepakat bahwa zakat fitrah itu diwajibkan kepada setiap orang islam yang kuat, baik tu maupun muda. Maka bagi wali anak kecil dan orang gila wajib mengeluarkan harta serta memberikan kepada orang fakir, menurut Hanafi orang yang mampu ialah orang yang mempunyai harta yang cukup nishab atau nilainya lebih dari kebutuhannya. Menurut Syafii, Maliki, Hanbali orang yang mampu adalah orang yang mempunyai lebih dalam makanan pokoknya untuk dirinya dan untuk keluarganya pada hari dan malam hari raya dangan pengecualian kebutuhan tempat tinggal dan alat-alat primer, Maliki menambahkan bahwa orang yang mampu adalah orang yang bisa berhutang kalau dia mempunyai harapan untuk membayarnya. Menurut Imamiyah syarat wajib mengeluarkan zakat fitrah itu adalah baligh berakal dan mampu, maka harta anak kecil dan juga harta orang gila tidak wajib di zakati
Menurut Imam Syafi'i orang yanng mempuyai tanggungan ( menanggung nafkah orang lain) dan tidak munngkin meninggalkannya ia wajib menngeluarkan zakat fitrah untuk orang-orang yang berada dibawah tanggungannya seperti anak-anak yang masih kecil. Seseorang juga wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk budak-budaknnya yang berada dibawah kekuasannya atau ditempat lain yang masih ada harapan kembali atau ysng tidak ada harapan unutuk kembali ketangannya, dengan syarat ia mengetahui budak-budak tersebut masih hidup karena budak-budak tersebut statusnya masih dalam kepemilikannyaApabila seseorang mempunyai anak atau tanggungan baru dihari terkhir
bulan ramadhan sebelum matahari tenggelam-sebelum kelihatan hilal bulan syawal-maka ia wajib mengeluarkan zakat fitrah dari anak yang baru lahir tersebut.
Apabila seseorang menghibahkan seorang budak kepada orang lain beberapa saat sebelum terlihat hilal bulan syawal(masih berada diakhir bulan ramadhan), maka yang wajib mengeluarkan zakat fitrah dari budak tersebut adalah orang yang mendapat hibah tersebut. Untuk orang gila dan anak yang masih kecil, maka yang wajib mengeluarkan zakat fitrahnya adalah walinya. Apabila seseorang memasuki awal bulan syawal(malam hari bulan syawal) dan mempunyai makanan yang cukup untuk dirinya dan untuk orang-orang yang berada dibawah tanggungannya, dan makanan tersebut juga cukup untuk dibayarkan sebagai zakat fitrah untuk dirinya dan untuk orang-orang yang berada dibawah tanggungannya, maka dlam hal ini ia wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinyna dan untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya. Apabila makanan tersebut hanya cukup dimakan oleh dirinya dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya ( tidak cukup membayar zakat walaupun untuk satu orang ), maka dalam hal ini ia wajib mengeluarkan zakat fitrah bagi dirinya dan bagi orang-orang yang menjadi tanggungannya.
D. Takaran zakat fitrah dan ketentuannya
Dari nafi' dan ibnu umar, "bahwasannya rosulullah saw. Mewajibkan zakat fitrah ramadhan pada manusia( kaum muslimin ), yaitu satu sha' tamar atau satu sha' sya'ir (gandum). Imam Syafi'i berkata: "sesungguhnya Abu Sa'id al Khudhri berkata,
"Dizaman nabi saw. kami mengeluarkan zakat fitrah berupa makanan pokok satu sha', yaitu satu sha' keju ( susu kering ) atau satu sha' zabit ( anggur kering ), atau satu sha' tamar (kurma kering ) atau satu sha' gandum. Demikianlah kami mengeluarkan zakat fitrah, sampai pad suatu hari Muawiyah datang berhaji atau berumroh, lalu ia berkuthbah dihadapan kaum muslimin. Diantara isi khutbahnya adalah, 'aku berpendapat bahwa dua mud samrah yang berasal dari negeri syam adalah sebanding dengan satu sha' tamar. Maka kaum muslimin mengikuti apa yang di ucapkan oleh mu'awiyah."
Imam Syafi'i berkata: biji gandum tidak dikeluarkan zakatnya kecuali satu sha' saja. Menurut sunnah rosul, zakat fitrah adalah berupa makanan pokok yang biasa dimakan oleh seseorang, makanan yang harus di keluarkan sebagai zakat fitrah adalah makanan yang paling sering dimakan seseorang. Jika seseorang mendapat pinjaman berupa makanan dari orang lain, kemudian pinjaman tersebut habis pada malam satu syawal, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah.
Jika terdapat pada suatu negeri yang makanan pokoknya bukan gandum maka dapat dikiaskan dengan gandum, contoh padi ukurannya dapat disamakan dengan gandum dan menjadi menjadi ukuran 2,5 KG seperti yang sudah umum di masyarakat. Ketentuan zakat fitrah yang paling mendasar adalah bahan makanan pokok di indonesia sendiri selain itu terdapat banyak makanan pokok seperti: sagu, ketela atau tepung yang berasal dari ketela. Satu sho' gandum(Hinthoh) versi Imam Abu Nawawi:1862,18Gr, satu sho' beras putih: 2719,19Gr,Satu sho' dalam volume versi Imam Syfii, hambali dan maliki: 188,712Lt / kubus berukuran + 14,65Cm.
Satu sho' itu 1/6 ltr mesir, yaitu 11/3 wadah mesir. Sebagaimana dinyatakan dalam Syarah Dardir dan yang lain. Ia sama dengan 2167 gram(hal ini berdasarkan timbangan dengan gandum). Apabila keadaan ini timbangan 1 sho' gandum, maka mereka menyatakan, bahwa makanan selain gandum itu lebih ringn dari padanya, sehingga apabila yang selain gandum itu dikeluarkan, timbangannya sama dengan gandum, tentu akan lebih dari 1 sho'. Apabila pada suatu daerah makanan utamanya lebih berat daripada gandum, seperti beras misalnya maka wajib untuk menambah dari ukuran tersebut, sebagai imbangan dari adanya perbedaan itu. Atas dasar itu, maka sebagian ulama ada yang berpegang teguh pada takaran, bukan pada timbangan. Karena biji-bijian itu ada yang ringan dan ada pula yang berat.
Menurut Imam Nawawi :" telah menjadi sulit membuat batasan 1 sho' dengan timbangan, karena 1 sho' yang dikeluarkan di zaman Rosululloh saw. adalah takaran yang diketahui, dan berbeda-beda ukuran timbangannya, karena perbedaan benda yang dikeluarkannya, seperti biji-bijian, kacang-kacangan, dan yang lainnya.
Dibolehkan lebih dari satu sho' karena sesungguhnyaa zakat itu bukanlah urusan ibadah semata, seperti dan segala yang berhubungan dengannya, seperti dzikir dan tasbih. Adanya tambahan pada zakat dari sekedar kewajiban adalah tidak mengakibatkan dosa, bahkan merupakan perbuatan terpuji, sebagaimana yang dinyatakan Quran:
"barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya."
E. Apakah zakat fitrah itu dibagikan asnaf yang delapan?
Pendapat yang masyhur dari mazhab Syafi'i bahwa wajib menyerahkan zakat fitrah kepada golongan orang yang berhak menerima zakat yaitu Asnaf yang delapan. Mereka wajib diberi bagaian dengan rata. Dan ini dalah mazhab Hazm. Apabila zakat fitrah itu dibagikan sendiri, maka gugurlah bagian petugas, karena memang tidak ada dan gugur pula bagian muallaf karena urusan mereka hanyalah diserahkan kepada penguasa.
"Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang di bujuk hatinya, untuk(memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang di wajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijakasan."
(QS. At-Taubat:60)
Allah telah mejelasakan delapan golongan yang berhak menerima zakat. Yaitu:
- Fakir: orang yang hanya mampu memenuhi kurang dari separoh kebutuhanya.
- Miskin: orang yang mampu memenuhi lebih dari separoh kebutuhanya, namun ia belum mampu memenuhi kebutuhannya secara menyeluruh, maka ia diberi zakat untuk beberapa bulan kebutuhanya.
- Amil Zakat: orang yang ditugaskan oleh penguasa (pemerintah) untuk mengumpulkan zakat dari orang yang membayar zakat.mereka di beri upah yang layak sesuai dengan pekerjaan mereka.
- Para muallaf yang dibujuk hatinya: adalah orang orang yang baru memeluk islam, mereka diberi zakat agar hti mereka lunak menerima islam dan agar keimanan dihati mereka tetap teguh
- Zakat juga di berikan untuk memerdekakan budak dan membebaskan tawanan perang yang tertawan oleh pihak musuh.
- Orang-orang yang berhutang: mereka adalah orang-orang yang terbebani hutang mereka di beri zakat untuk melunasi hutang mereka dengan syaratnya harus beragama islam, tidak mampu melunasi hutang, dan tidak berhutang untuk membiayai kemaksiatan.
- Fi sabilillah: mereka adalah para mujahid yang berperang dengan suka rela tanpa mendapat gaji dari pemerintah, mereka di beri zakat untuk diri mereka sendiri atau untuk membeli senjata.
- Orang yang sedang dalam pejalanan yaitu para musafir yang kehabisan bekal untuk melanjutkan perjalananya, maka ia diberi zakat sekedar kebutuhanya, sehingga ia sampai ke tujuanya.
Ibnu Qayyim membantah pendapat ini dan berkata: "Pengkhususan zakat fitrah bagi orang-orang miskin, merupakan hadiah dari Nabi saw. Nabi tidak pernah membagikan zakat fitrah sedikit-sedikit kepada golongan yang delapan, tidak pernah pula menyuruhnya, tidak dilakukan oleh seorangpun dari para sahabat dan orang-orang sesudahnya.bahkn salah satu pendapat dari mazhab kami adalah tidak boleh menyerahkan zakat fitrah, kecuali hanya kepada golongan miskin saja. Pendapat ini lebih kuat dibanding pendapat yang mewajibkan pembagian zakat fitrah pada asnaf yang delapan.
Menurut mazhab Maliki, sesungguhnya zakat fitrah itu hanyalah diberikan kepada golongan fakir dan miskin saja. Tidak pada petugas zakat, tidak pada orang yang muallaf, tidak dalam pembebasan perbudakan, tidak pada orang yang berutang, tidak untuk orang yang berutang, tidak untuk orang yang berperang dan tidak pula untuk ibnu sabil yang kehabisan bekal untuk pulang, bahkan tidak diberi kecuali dengan sifat fakir. Apabila di suatu negara tidak ada orang fakir, maka di pindahkan kenegara tetangga dari ongkos orang mengeluarkan zakat, bukan diambil dari zakat, supaya tidak berkurang jumlahnya.
Dalam hal ini jelas ada tiga pendapat:
Pendapat yang mewjibkan di bagikan pada asnaf yang delapan, dengan rata ini adalah pendapat yang masyhur dari golongan Syafi'i.
Pendapat yang memperkenankan membagikannya pada asnaf yang delapan dan mengkhususkanya kepada golongan fakir. Ini adalah pendapat jumhur, karena zakat fitrah adalah zakat juga, sehingga masuk dalam keumuman sebagaimana pada surat at-Taubat ayat:60
Pendapat yang mewajibkan mengkhususkan kepada orang-orang yang fakir saja, ini adalah pendapat golongan Maliki, salah satu dari pendapat Imam Ahmad, di perkuat oleh Ibnu Qoyyim dan gurunya, yaitu Ibnu Taimiyah. Pendapat ini di pegang pula oleh Imam Hadi, Qashim dan Abu Tholib,dimana mereka mengatakan bahwa zakat fitrah itu hanyalah di berikan kepada fakir miskin saja, tidak kepada yang lainnya dari asnaf yang delapan, berdasarkan hadist: "Zakat fitrah adalah untuk memberi makan pada orang-orang miskin." Dan hadis: "Cukupkanlah mereka di hari raya ini."
Hadist-hadist di atas menunjukkan bahwa maksud utama zakat fitrah adalah mencukupkan orang-orang fakir pada hari raya, jika orang orang fakir itu ada, tetapi ini tidak berarti mencegah diberikanya kepada kelompok lainnya, sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan, sebagaimana penjelasan Nabi tentang zakat harta, bahwa zakat itu diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir. Roslullah saw. tidak melarang, zakat itu diberikan kepada asnaf lainya, sebagaimana yang terdapat dalam surat at-Taubat ayat 60.
F. Masalah-masalah yang mencul sehubungan zakat fitrah
Banyak sekali masalah yang muncul ketika membayar zakat antara lain: Mengeluarkan harga zakat fitrah menurut imam yang tiga adalah tidak diperkenankan, baik pada zakat fitrah maupun pada zakat-zakat lainnya, Ibnu Umar berpendapat bahwa menyerahkan harganya itu bertentangan dengan sunnah Rosul demikian juga Ibnu Hazm berpendapat bahwa menyerahkan harganya itu sama sekali tidak boleh karena hal itu berbeda dengan apa yng diwajibkan Rasulullah saw.
Imam at-Tsuri, Abu Hanifah dan ashabnya berpendapat bahwa mengeluarkan harganya itu diperbolehkan. Hal ini diriwayatkan pula dari Umar bin Abdul Azis serta Hasan Basri, diantara alasan yang memperkuat pendapat ini adalah sabda Rosul saw. "cukuplah orang-orang miskin pada hari raya tidak meminta-minta." Mencukupi ini juga bisa dengan harganya, bisa pula dengan makanannya, kebolehan mengeluarkan harga itu sejak di tunjukkan sejak dari dahulu, yaitu para sahabat memperbolehkan mengeluarkan setengah sha' gandum, karena di anggap sama nilainya dengan satu sha' kurma. Beberapa masalah yang berhubungan dengan penyerahan harga:
- Yang di maksud dengan menyerahkan harga adalah harga gandum, syai'ir, atau kurma.
- Tidak boleh mengelurkan harga dari makanan yang ada nasnya, dicampur antara satu jenis dengan jenis lainya.
- orang yang tidak mampu mengeluarkan zakat fitrah sampai melewati hilal bulan syawal, kemudian sehari sesudahnya, maka dalam hal ini ia tidak wajib mengeluarkan zakat (imam syafii).
DAFTAR PUSTAKA
- Dr. Yusuf Qordawi, (1996). Hukum Zakat. Bogor: Litera Antar Nusa dan Mizan.
- Imam Syafii, Ringkasan Kitab al-Umm, (2004). Jakarta: Pustaka Azzam.
- Muhammad jawad Mugniyah, (1996). Fikih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.
- Asqalani, Ibnu Hajar. T.th. Bulugh al Maram. Surabaya. Hidayah.
- Al Jauziyyah, Ibn Qayyim. 1999. Zadul Ma’ad Bekal Menuju ke Akherat. Jakarta. Pustaka Azzam.
- Mas’udi, Masdar Farid. 1986. Islam agama Keadilan. Jakarta. LP3M.
- Qardawi, Yusuf. 1997. Hukum Zakat. Jakarta. Litera Antar Nusa.
- Syuja’, Abu. T.th. Fath al Qarib. Surabaya. Hidayah.
- Zuhaili, Wahbah. 1997. Fiqh al Islam wa adillatuh. Beirut. Dar al Fikr.