Integrasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
di Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pembinaan Akhlak Siswa
Oleh: Firman Robiansyah
BAB I
PENDAHULUAN
Proses pendidikan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari proses penciptaan manusia. Agar dapat memahami hakikat pendidikan maka dibutuhkan pemahaman tentang hakikat manusia (Muhaimin, 2004: 27). Manusia adalah mahluk istimewa yang Allah ciptakan dengan dibekali berbagai potensi, dan potensi-potensi tersebut dapat dikembangkannya seoptimal dengan pendidikan. Karena menurut Langeveld (Pratiwi, 2010: 1) manusia merupakan animal educandum yang mengandung makna bahwa manusia merupakan mahkluk yang perlu atau harus dididik.
Berdasarkan undang-undang SISDIKNAS no. 20 tahun 2003 bab I (2009: 3), yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan menurut Azra (2000: 3), pendidikan adalah suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Mulyana (2004: 106) menyebutkan bahwa tujuan utama pendidikan adalah menghasilkan kepribadian manusia yang matang secara intelektual, emosional, dan spiritual. Oleh karena itu, komponen esensial kepribadian manusia adalah nilai (value) dan kebajikan (virtues). Nilai dan kebajikan ini harus menjadi dasar pengembangan kehidupan manusia yang memiliki peradaban, kebaikan, dan kebahagiaan secara individual maupun sosial. Dengan demikian, pendidikan di sekolah seharusnya memberikan prioritas untuk membangkitkan nilai-nilai kehidupan, serta menjelaskan implikasinya terhadap kualitas hidup masyarakat.
Dewasa ini, dunia pendidikan di Indonesia seakan tiada hentinya menuaikritikan dari berbagai kalangan karena dianggap tidak mampu melahirkan alumni yang berkualitas manusia Indonesia seutuhnya seperti cita-cita luhur bangsa dan yang diamanatkan oleh Undang-undang Pendidikan. Nata (2003: 45) berpendapat, permasalahan kegagalan dunia pendidikan di Indonesia tersebut disebabkan oleh karena dunia pendidikan selama ini yang hanya membina kecerdasan intelektual, wawasan dan keterampilan semata, tanpa diimbangi dengan membina kecerdasan emosional. Akibatnya, muncul counterproductive dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa yang diamanatkan oleh Undang-undang Pendidikan tersebut, dan telah menyebabkan hadirnya gejala-gejala di kalangan anak muda, bahkan orang tua, yang menunjukkan bahwa mereka mengabaikan nilai dan moral dalam tata krama pergaulan yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang beradab.
Permasalahan-permasalahan kemerosotan nilai, moral dan akhlak telah menjadi salah satu problematika kehidupan bangsa Indonesia terpenting di abad ke- 21 ini. Merosotnya nilai-nilai moral yang mulai melanda masyarakat kita saat ini tidak lepas dari ketidakefektifan penanaman nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara keseluruhan. Efektivitas paradigma pendidikan nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan, termasuk di dalamnya Pendidikan Agama Islam. Padahal mata pelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam, tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran pendidikan agama Islam juga menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, psikomotor dan afektifnya (DIRJEN
DIKDASMEN, 2003: 2).
Oleh karenanya muncul gugatan dan hujatan terhadap dunia pendidikan,kepada guru, dan terhadap proses pembelajaran. Di samping itu, terjadi pembicaraan dan diskusi tentang perlunya pemberian pelajaran budi pekerti secara terpisah atau secara terintegrasi ke dalam mata-mata pelajaran yang sudah ada (pendidikan agama, PKN dan sejenisnya). Menurut Soedijarto (1997: 333) pengintegrasian nilai-nilai yang telah direncanakan untuk mempribadi ke dalam aturan tingkah laku belajar peserta didik sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas hasil belajar sebagai salah satu indikator strategi bagi keberhasilan pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Apalagi pengembangan pendidikan ke depan hendaknya merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang diintegrasikan dengan etika keagamaan dalam kehidupan sehari-hari (Suderajat, 2002: 17).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Integrasian Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran
Pendidikan nilai merupakan proses bimbingan melalui suri tauladan pendidikan yang berorientasikan pada penanaman nilai-nilai kehidupan yang di dalamnya mencakup nilai-nilai agama, budaya, etika dan estetika menuju pembentukan peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang utuh, berakhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara (Sumantri, 2007: 134).
Mardiatmadja (Mulyana, 2004: 119) mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan kepada peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Pendidikan nilai tidak hanya merupakan program khusus yang diajarkan melalui sejumlah mata pelajaran, tetapi mencakup pula keseluruhan proses pendidikan. Dalam hal ini, yang menanamkan nilai kepada peserta didik bukan saja guru pendidikan nilai dan moral serta bukan saja pada saat mengajarkannya, melainkan kapan dan di manapun, nilai harus menjadi bagian integral dalam kehidupan. Integrasi menurut Sanusi (1987: 11) adalah suatu kesatuan yang utuh, tidak terpecah belah dan bercerai berai. Integrasi meliputi kebutuhan atau kelengkapan anggota-anggota yang membentuk suatu kesatuan dengan jalinan hubungan yang erat, harmonis dan mesra antara anggota kesatuan itu. Sedangkan yang dimaksud dengan integrasi pendidikan nilai adalah proses memadukan nilai-nilai tetentu terhadap sebuah konsep lain sehingga menjadi suatu kesatuan yang koheren dan tidak bisa dipisahkan atau proses pembauran hingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan
bulat (Sauri, tt: 3).
B. Implementasikan konsep integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran di sekolah
Dalam mengimplementasikan konsep integrasi pendidikan nilai dalam pembelajaran di sekolah, kita dapat merujuk referensi yang ditawarkan Bagir, dkk. (Sauri, tt: 11) yang membaginya ke dalam empat tataran implementasi, yakni: tataran konseptual, institusional, operasional, dan arsitektural.Dalam tataran konseptual, integrasi pendidikan nilai dapat diwujudkan melalui perumusan visi, misi, tujuan dan program sekolah (rencana strategis sekolah). Adapun secara institusional, integrasi dapat diwujudkan melalui pembentukan institution culture yang mencerminkan paduan antara nilai dan pembelajaran. Sedangkan dalam tataran operasional, rancangan kurikulum dan esktrakulikuler (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan/KTSP) harus diramu sedemikian rupa sehingga nilai-nilai fundamental agama dan ilmu terpadu secara koheren. Sementara secara arsitektural, integrasi dapat diwujudkan melalui pembentukan lingkungan fisik yang berbasis iptek dan imtak, seperti sarana ibadah yang lengkap, sarana laboratorium yang memadai, serta perpustakaan yang menyediakan buku-buku agama dan ilmu umum secara lengkap.
Menurut Suwarna (2007: 33-37), dalam mengevaluasi proses integrasi pendidikan nilai, kita dapat menggunakan teknik penilaian 5 P (papers and pencils, portfolio, project, product, and performance. Penilaian 5 P ini benar-benar diarahkan pada konteks pendidikan nilai dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Penilaian paper & paper adalah penilaian tertulis. Hendaknya tes-tes tertulis juga mempertanyakan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Portfolio merupakan kumpulan tugas, prestasi, keberadaan diri atau potret diri keseharian pembelajar. Wujud tugas portofolio ada yang berjenjang ada pula yang deskrit (terpisah). Project merupakan tugas terstruktur. Sebagai tugas terstruktur, project bersifat wajib. Hal ini biasanya terkait dengan fenomena pendidikan nilai yang harus dikaji, dianalisis, dan dilaporkan oleh pembelajar.
Sementara yang dimaksud adalah product adalah hasil karya pembelajar ataskreativitasnya. Pembelajar dapat membuat karya-karya kreatif atas inisiatif sendiri, misalnya menghasilkan cerita pendek, karikatur atau membuat puisi yang memuat budi pekerti. Sedangkan yang dimaksud dengan Performance atau performansi
adalah penampilan diri. Sebenarnya, hakikat dari Pendidikan nilai adalah realisasibudi pekerti luhur dalam berbicara, bertindak, berperasaan, bekerja, dan berkarya, pendek kata cipta, rasa, dan karsa dalam kehidupan sehari-hari. Jika pembelajar telah dapat menampilkan budi pekerti luhur, berarti internalisasi dan aplikasi pendidikan nilai telah tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
- Suderajat, H. (2002). Konsep dan Implementasi Pendidikan berbasis Luas (BBE) yang Berorientasi pada Kecakapan Hidup (Life Skill). Bandung: Cipta Cekas Grafika.
- Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
- Sumantri, E. (2007). Pendidikan Nilai Kontemporer. Bandung: Program studi PUUPI.