PENDAHULUAN
Sejarah ditulis untuk mengingat dan mengetahui peristiwa masa lalu, untuk mengambil ibrah (pengajaran) yang dapat disingkap melalui pembacaan yang komprehensif. Dalam lintasan sejarah waktu, Islam sebagai suatu entitas religius dalam komunitas insani telah meninggalkan warisan panjang berupa historiografi. Sejarah merupakan sebuah disiplin ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepada fakta dan peristiwa. Tanpa adanya fakta maka suatu peristiwa tidak dapat diketahui kebenarannya dan tidak dapat dibuktikan. Sejak dikenal sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan, sejarah dimulai dengan berdasarkan teori, pengertian, falsafah dan kaedahnya,maka sejarah menjadi suatu kajian yang ilmiah berdasarkan kepada fakta dan peristiwa sehingga memiliki objek kajian penelitian untuk meneliti suatu kejadian yang telah terjadi. Secara umum, terdapat masalah-masalah yang dihadapi dari berbagai aspek istilah dan disiplin ilmu tersebut. Persoalan-persoalan tersebut menggambarkan adanya peristiwa sejarah. Dan juga melambangkan keistimewaan dan keunikan sejarah tertentu. Keberadaan sejarah tersebut menjadi istimewa karena sejarah merangsang manusia untuk terus membicarakan tentang keberadaannya, kedudukannya, serta kesejarahannya dan harapan untuk mendapatkan sesuatu manfaat dari padanya.
Penulisan tentang sejarah merupakan rekontruksi peristiwa yang terjadi di masa lalu. Penulisan ini baru dapat dilaksanakan apabila telah dilakukan penelitian. Karena tanpa adanya penelitian maka peristiwa sejarah tidak akan terungkap tanpa ada bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan. Dalam penelitian dibutuhkan kemampuan untuk mencari, menemukan dan menguji sumber-sumber yang ada dan menguji kebenarannya. Sedangkan dalam penulisan sejarah dibutuhkan kemampuan menyusun fakta-fakta yang bersifat fragmentaris, keadaan suatu uraian yang sistematis, utuh dan komunikatif. Keudanya membutuhkan kesadaran teoritis yang tinggi serta imajinasi yang tinggi pula tentang historis. Sehingga sejarah yang dihasilkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang “apa, siapa, dimana, dan apabila, juga termasuk dalam menjawab pertanyaan bagaimana, mengapa dan apa jadinya”.[1]
Begitu juga dalam histotiografi Islam, sejak masa awal Islam hingga saat sekarang ini, yang juga merupakan peristiwa sejarah. Untuk itu perlu dikaji tentang studi sejarah untuk dapat memahami konsepsi keilmuan sejarah dalam khazanah intelektual Islam. Dalam makalah ini akan dibahas tentang istilah-istilah kunci yang dipakai dalam sejarah, historiografi Islam priode awal, sejarah Islam dan sejarah muslim, pendekatan utama dalam studi sejarah, sejarawan terkemuka dan karya-karyanya, dan perkembangan terakhir historiografi Islam.
PEMBAHASAN
A. Istilah-istilah Kunci
Ayyam
Untuk mengetahui secara mendalam sejarah perjalanan dan warisan asli penduduk jazirah Arab pada masa dahulu (masa jahiliyah). Perhatian ini diarahkan kepada tradisi-tradisi yang menyerupai sejarah, itulah yang disebut dengan al-ayyam. Al-Ayyam secara bahasa, ayyam berarti hari-hari, namun maksud dan kandungannya adalah cerita tentang kepahlawanan seseorang, kemenangan di medan perang. [2]
Sirah
Secara etimologi sirah diambil dari kata Saara, maksudnya adalah berjalan atau merantau. Sirah maksudnya perjalanan hidup seseorang. Hal ini terkait dengan sejarah seseorang dimulai sejak kelahirannya, karakternya, perjuangannya, sumbangsihnya dan seterusnya hingga kematian. Di dalam syariat sirah ini sering terkait dengan sejarah kehidupan nabi Muhammad saw. Dari segi bahasa, sirah bisa juga diartikan sebagai biografi seseorang. Dalam makna yang lebih luas, sirah adalah karya sejarah tentang kehidupan nabi Muhammad, sahabat-sahabatnya, keluarganya dan pengikutnya, dalam rangka menegakkan agama dan menyebarkan risalah ajaran Islam.
Orang yang pertama membuat kerangka yang jelas bagi penulisan sirah (riwayat hidup nabI) adalah Al-Zuhri. Inilah yang menjadi acuan bagi sejarawan berikutnya. Muhammad Ibn Ishaq adalah salah seorang murid Al-Zuhri yang meneruskan penulisan al-Sirah al-Nabawiyah, yang lebih dikenal dengan sirah Ibn Ishaq. Yang dipersembahkan kepada Abu Zafar Al-Mansur, yaitu Khlaifah Bani Abbas yang kedua. Karyanya ini tidak sampai kepada generasi sekarang, tetapi sebagian besar diantaranya dikutip oleh sejarawan yang datang sesudahnya. Terutama sekali oleh Ibn Hisyam di dalam karyanya “Al-Sirah Nabawiyah” yang lebih dikenal dengan nama Sirah Ibn Hisyam. [3]
Thabaqat
Thabaqat berarti lapisan. Transisi masyarakat dari satu lapisan atau kelas dalam penggantian kronologis generasi mudah dilakukan. Sebagaimana qarn yang mendahului arti thabaqat, yang dalam penggunaannya berarti generasi. Ahli-ahli leksikografi mencoba menetapkan ukuran panjang yang pasti dari thabaqat. Sebagian mereka menentukan suatu lapisan generasi itu 20 tahun sedang lainnya 40 tahun. Ada juga yang berpendapat thabaqat itu 10 tahun.
Pada mulanya, sebagai contoh dalam karya Ibn Sa’ad, penyusun thabaqat dipergunakan sebagai biografi para penguasa yang penting dalam pemindahan hadits. Dalam sejarah lokal, semacam karya Washal Sejarah Wasith di dalamnya hanya dibatasi para perawi hadits. Kemudian dapat diperguanakan untuk kelas-kelas kelompok pribadi terutama yang tergolong ulama. Selanjutnya juga digunakan untuk klasifikasi kejadian-kejadian sebagaimanay yang terdapat dalam kitab al-Dzahabi yang berjudul Tarikh al-Islam wa Thabaqati Masyahir al-‘Alam. [4]
Yang penting dalam karya thabaqat ini ialah untuk memperoleh suatu gambaran yang nyata tentang apa yang sebenarnya harus dicari dan diteliti. Dalam karya Abu Ishaq yang berjudul Thabaqat al-Fuqaha' seseorang menginginkan sebanyak mungkin informasi, sehingga memungkinkan mereka untuk mendapatkan biografi tokoh dalam suatu wilayah dan lokasi.[5] Cara alfabetis penyusunan biografi ini banyak memberikan kemudahan bagi generasi selanjutnya. Dalam kitab al-Dibaj yang disusun oleh Ibn Farhun (abad 14 M), ulama-ulama Malikiyah diuraikan sesuai nama mereka, dan ini dibagi ke dalam thabaqat kemudian thabaqat disusun menurut geografis.[6]
Hikayat
Hikayat berasal dari bahasa Arab yang berarti kisah, cerita dan dongeng.[7] Istilah ini masuk kedalam sastra Indonesia yang kemudian diartikan sebagai suatu cerita yang berbentuk prosa dengan alur cerita yang panjang dengan menggunakan gramatikal syair klasik dan biasanya mengisahkan tentang cerita rekaan atau dongeng kepahlawanan atau orang suci yang memiliki kesaktian atau keramat.
Manaqib
Manaqib diartikan dengan biografi disusun dalam kelompok yang disebut tabaqah. Karya ini mencakup sejarah hidup orang-orang besar, tokoh-tokoh terkemuka serta orang-orang penting yang telah meninggal dunia dalam waktu yang kira-kira sama. Didalam masyarakat Islam ada beberapa biografi yang dominan , yaitu biografi nabi Muhammad saw. Yang merupakan sumber utama bagi pembangunan masyarakat lama, biografi meriwayatkan kehidupan nabi Muhammad saw.
Tarajim
Tarajim , secara bahasa diartikan sebagai perjalanan dari rangkaian silsilah atau nasab tertentu.[8] Berdasarkan pengertian ini maka dapat dipahami bahwa tarajim adalah bentuk dari masa tertentu yang memiliki hubungan dengan masa sebelumnya. Masa itu tersusun secara kronologis dalam bentuk-bentuk peristiwa. Oleh karena itu yang menjadi landasan utamanya adalah mengetahui peristiwa yang terjadi pada masa lampau.
Tarikh
Taraikh dari segi bahasa berarti tanggal, masa atau waktu, namun dari segi istilah tarikh juga dapat berarti sejarah yang diambil dari kata “arkh” yang bermakna kepada catatan waktu sebuah peristiwa, dan tarikh secara aktual diindikasikan kepada waktu sebuah peristiwa khusus yang terjadi. Maksudnya adalah peristiwa silam yang berkaitan dengan suatu tokoh atau bangsa atau kaum atau negara. Namun perkataan tarikh dalam sifat umumnya, menunjukkan sebuah ilmu yang berusaha menggali peristiwa-peristiwa masa lalu agar tidak dilupakan, sepadan dengan pengertian history yang menunjukkan ilmu yang membahas peristiwa-peristiwa masa lalu, dan dalam pengertian itulah perkataan tarikh. Hasil dari penulisan sejarah atau tarikh inilah yang disebut dengan historiografi.
B. Historiografi Islam pada Periode Awal
Historiografi Islam merupakan penulisan tentang sejarah Islam yang dilakukan oleh orang Islam, baik oleh kelompok maupun perorangan dari berbagai aliran dan pada masa tertentu. Tujuan penulisannya adalah untuk menunjukkan perkembangan konsep sejarah, baik didalam pemikiran maupun didalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya disertai dengan uraian-uraian mengenai pertumbuhan, perkembangan dan kemunduran serta bentuk-bentuk ekspresi yang dipergunakan dalam penyajian bahan-bahan sejarah. Kebanyakkan karya-karya Islam ditulis dalam bahasa Arab, dan banyak pula yang berbahasa lain seperti Persia dan Turki.
Sejarah Islam dapat dibagi kedalam beberapa periode, yaitu : periode klasik, periode pertengahan dan periode modern. Berdasarkan pembagian periodesasi sejarah Islam tersebut, maka untuk melihat awal perkembangan penulisan sejarah (historiografi) Islam, mau tidak mau harus dimulai pada periode awal. Pada awal mulanya umat Islam, karena keperluan dan kepentinga agama meriwayatkan hadis-hadis nabi, termasuk perang-perang yang pernah diikuti oleh nabi dan para sahabat yang yang juga berpartisipasi didalamnya. Penulisan hadis-hadis inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal penulisan sejarah Islam.
Historiografi Islam berkaitan erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan agama Islam, dan kedudukkan sejarah didalam pendidikan Islam telah memberikan pengaruh yang menentukan tingkat intelektual penulisan sejarah. Historiografi Islam lebih mudah dipelajari dan dipahami dalam kerangka umum peradaban Islam. Dari beberapa penelitian kebudayaan menunjukkan bahwa Islam sebagai suatu agama dunia yang telah menunjukkan suatu perkembangan yang mengagumkan didalam sejarah dunia. Lebih jauh lagi Islam sebagai sebuah agama telah memancarkan pada suatu peradaban. Didalam perkembangan peradaban Islam, tradisi-tradisi kebudayaan asing diserap dan kemudian dimodifikasi dengan kebudayaan Islam, sedangkan yang tidak sesuai dihilangkan. Peradaban Islam menyajikan suatu sistem yang lengkap mengenai pemikiran dan tingkah laku yang berkembang sebagi suatu dorongan utama yang meliputi hubungan manusia dengan Tuhan,alam dan hubungan dengan manusia itu sendiri.
Adapun hal-hal yang mendorong perkembangan bagi penulisan sejarah Islam adalah :
Konsep Islam sebagai agama yang mengandung sejarah nabi Muhammad saw. Adalah sebagai puncak dan pelaksanaan suatu proses sejarah yang dimulai dengan terciptanya alam dunia ini. Nabi Muhammad juga merupakan pembaharu sosial agama yang melaksanakan kenabiannya dan untuk memberikan tuntunan bagi masa depan. Jadi nabi telah menyediakan suatu kerangka bagi suatu wadah sejarah yang sangat luas untuk diisi dan ditafsirkan oleh para sejarawan. Adanya kesadaran sejarah yang dipupuk oleh Muhammad saw. Peristiwa sejarah masa lalu dalam seluruh manifestasinya, sangat penting bagi perkembangan peradaban Islam. Apa yang dicontohkan oleh Muhammad saw. Semasa hidupnya merupakan kebenaran sejarah yang harus menjadi suri tauladan bagi umat Islam selanjutnya. Kesadaran sejarah yang besar ini, menjadi pendorong untuk penelitian dan penulisan sejarah.
Ada beberapa tahap perkembangan dalam menciptakan mekanisme sejarah, yaitu awalnya informasi disampaikan secara lisan, dan kemudian metode penyampaian lisan (oral transmission) dilengkapi dengan catatan tertulis yang tidak dipublikasikan, yaitu semacam pelapor catatan. Sebagian besar karya-karya Islam terdahulu banyak yang hilang, hal ini disebabkan karena tidak adanya lembaga penerbitan dan bahan-bahan tulis yang tahan lama, kemudian juga disebabkan pergantian kekuasaan sehingga karya-karya yang ditulis dibawah kekuasaan bani Umayyah (660-750 H) banyak dimusnahkan.
Dalam konteks perkembangan penulisan sejarah, perkembangan ini akhirnya menyebabkan semakin mendekatnya satu aliran dengan aliran yang lain, dan pada akhinya menjadi lebur. Hal itu disebabkan oleh gesekan budaya antara Islam yang baru lahir dan berkembang dengan bangsa oukimene (berperadaban) yang lain menyebabkan historiografi Islam mangambil corak dari filsafat dan budaya intelektual yang diterjemahkan maupun dikutip oleh penulis-penulis sejarah muslim. Pada masa kekhalifahan al makmun, ketika penerjemahan naskah Yunani dengan materi filsafat dan sejarah digalakkan melalui institusi Dar al-Hikmah , maka penulisan sejarah semakin marak.
Tokoh-tokoh historiografi pada abad kedua Hijrah adalah Muhammad Ibn Ishaq Ibn Yasir (W.150 H), ia sangat terkenal sebagai seorang ahli bidang sirah, karyanya yang sangat dikenal ialah al-sirah Nabawiyah juga lebih dikenal dengan sirah Ibn Ishaq yang dipersembahkan kepada Abu Ja’far al mansyur, khalifah bani Abbas kedua. Namun sirah Ibn Ishaq ini tidak sampai pada generasi sekarang. Tetapi sebagian besar diantaranya dikutip oleh sejarawan sesudahnya, terutama Ibn Hisyam dalam karyanya al-sirah al-Nabawiyah yang lebih dikenal dengan nama sirah Ibn Ishaq, al-Waqidi (W.207 H) dan Muhammad Ibn Sa’ad (W.230 H).
Setelah aliran aliran penulisan sejarah di masa awal Islam melebur dengan karya-karya Ibn Ishaq,al Waqidi, Muhammad Ibn Sa’ad.para sejarawan besar Islam semakin banyak bermunculan, hanya saja seorang sejarawan itu tidak dapat dikategorikan sebagai penganut aliran tertentu. Diantara sejarawan besar tersebut diantaranya adalah Ibn Qatadah al-dinawari (W.276 H), Al Ya’qubi (W.284 H), Al-badzury (W.310 H), Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir al Thabary (W.310 H), Al-Mas’udi (W.975 M).
Tugas utama ahli sejarah adalah menyusun apa yang benar-benar terjadi dan masalah pokok yang mereka hadapi adalah menyelidiki kebenaran informasi yang diperoleh baik secara lisan maupun melalui sumber-sumber tertulis. Pengamatan pribadi dalam pengertian sejarah kontemporer merupakan dasar dari pengetahuan sejarah dan cara yang paling ampuh untuk mengecek kebenaran sejarah. Selanjutnya sistem yang lebih lengkap dikembangkan oleh sarjana hadis, yaitu cara untuk menguji keaslian dan kebenaran hadis,telah dianggap dapat diterapkan untuk penelitian sejarah. Sejarah ditulis telah memberikan suatu wewenang pembuktian.
Ada beberapa sejarawan yang membicarakan metodologi historiografi Islam diantaranya adalah :
Karya Muhammad ibn Ibrahim al-iji, yaitu Tuhfatu al-Faqier ila Shahibi al-sarier, ditulis tahun 1381-1383 m. Ia adalah seorang sarjana Persia dengan kitabnya ini ia bertujuan untuk menyajikan informasi sejarah sebagaimana filsafat spekulatif telah melakukan untuk ilmu hadis, yaitu suatu pendekatan yang sistematis untuk menentukan kepastian kebenaran sejarah yang benar.
Muhyiddin Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiyani (1386-1474 H). Ia menulis karya komprehensif tentang historiografi Islam, metode, masalah-masalahnya, dan sejarah . hal ini dituangkan dalam kitabnya Mukhtashar fi ilm al-tarikh,terbit di Kairo pada tahun 1463 H.
C. Sejarah Islam dan Sejarah Muslim
Sejarah Islam adalah peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu yang berkaitan dengan agama Islam. Islam memiliki ruang lingkup yang sangat luas, oleh karena itu maka penelitiannya harus dimulai dari proses pertumbuhannya, perkembangannya dan penyebarannya serta juga tokoh pembawa, pengembang dan penyebar Islam serta kemajuan dan kemunduran yang dicapai umat Islam dalam berbagai bidang. Korelasinya dalam hal ini maka banyak literature yang menguraikan sejarah Islam dengan spesifikasi tema tertentu seperti sejarah ummat Islam yang dikarang oleh Prof. Dr. Hamka.
Sedangkan sejarah muslim adalah peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu yang berkaitan dengan eksistensi umat Islam, sehingga secara kontekstual, sejarah muslim ini merupakan bagian yang integral dari sejarah Islam.
D. Pendekatan Utama Dalam Studi Sejarah
Pendekatan sejarah menjelaskan dari segi mana kajian hendak dilakukan, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkannya, dan sebagainya. Deskripsi dan rekontruksi yang diperoleh akan banyak ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipergunakan. Oleh karena itu ilmu sejarah tidak segan-segan melintasi serta menggunakan berbagai bidang disiplin atau ilmu untuk menunjang studi dan penelitiannya, yang didalam ilmu sejarah sudah sejak awal telah dikenalnya dan disebut sebagai ilmu-ilmu bantu sejarah (sciences auxiliary to histori). Diantara pendekatan dalam penelitian sejarah adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan Manusia
Penelitian sejarah senantiasa berarti penelitian sejarah manusia. Fungsi dan tugas penelitian sejarah ialah merekonstruksi masa lampau manusia (the human past) sebagaimana adanya (as it was). Harus disadari sepenuhnya bahwa betapapun cermatnya suatu penelitian sejarah, dengan rekonstruksi semacam itu seorang sejarawan akan masih tetap menghadapi sejumlah problem yang tidak mudah. Dengan memberikan aksentuasi “sejarah manusia” untuk mengingatkan bahwa penelitian dan rekonstruksi sejarah hendaknya lebih berperspektif pada konsep manusia seutuhnya. Manusia adalah makhluk yang memiliki rohani dan jasmani. Rohani dengan manifestasinya dalam bentuk akal, rasa dan kehendak yang menjadi sumber eksistensi hanya nyata dalam realitas didalam alam jasmani. Perkembangan rohani manusia menjadi nampak dalam wadah agama, kebudayaan, peradaban, ilmu pengetahuan, seni dan teknologi. Manusia juga beraspek individu sekaligus bersosial, unik (particular), sekaligus umum (general). Keduanya sekaligus merupakan keutuhan (integritas), kesatuan (entitas), dan keseluruhan (totalitas). Rekonstruksi sejarahpun hendaknya utuh dan menyeluruh.
2. Pendekatan ilmu-ilmu sosial
Melalui pendekatan ilmu-ilmu sosial di mungkinkan ilmu sejarah memperoleh pemahamam yang lebih utuh mengenai makna-makna peristiwa sejarah.
a. Pendekatan Sosiologi
Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah, menurut Max Weber, dimaksudkan sebagai upaya pemahaman interpretatif dalam kerangka memberikan penjelasan (eksplanasi) kausal terhadap perilaku-perilaku sosial dalam sejarah. Sejauh ini perilaku-perilaku sosial tersebut lebih dilekatkan pada makna subjektif dari seorang individu (pemimpin atau tokoh), dan bukannya perilaku massa. Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah menghasilkan sejarah sosial. Bidang garapannya pun sangat luas dan beraneka ragam. Kebanyakan sejarah sosial berkaitan erat dengan sejarah sosial-ekonomi.
b. Pendekatan Antropologi
Antropologi dan sejarah pada hakikatnya memiliki objek kajian yang sama, ialah manusia dan pelbagai dimensi kehidupannya. Hanya bedanya sejarah lebih membatasi diri kajiannya pada peristiwa-peristiwa masa lampau, sedang antropologi lebih tertuju pada unsur-unsur kebudayaan. Kedua disiplin ilmu itu dapat dikatakan hampir tumpang tindih, sehingga seorang antropolog terkemuka, Evans-Pritchard, menyatakan bahwa ‘’Antropologi adalah sejarah’’. Hal yang sama dikemukakan pula oleh Arnold J. Toynbee(1889-1975) yang menyatakan bahwa tugas seorang sejarawan tidak jauh berbeda dari seorang antropolog, ialah melalui studi komparasi berusaha mempelajari siklus kehidupan masyarakat, kemudian dari masing-masing kebudayaan dan peradaban mereka ditarik sifat-sifatnya yang universal (umum).
Fakta yang dikaji dari kedua disiplin ilmu, antropologi dan sejarah, adalah sama. Terdapat tiga jenis fakta, ialah : artefak, socifact, dan mentifact. Fakta menunjuk kepada kejadian atau peristiwa sejarah. Sebagai suatu konstruk, fakta sejarah pada dasarnya sebagai hasil strukturisasi seseorang terhadap suatu peristiwa sejarah. Maka artefak sebagai benda fisik adalah konkret dan merupakan hasil buatan. Sebagai proses artefak menunjuk hasil proses pembuatan yang telah terjadi di masa lampau. Analog dengan hal itu maka socifact menunjuk kepada peristiwa sosial yang telah mengkristalisasi dalam pranata, lembaga, organisasi dan lain sebagainya. Sedang mentifact menunjuk kepada produk ide dan pikiran manusia. Ketiganya, artifact, socifact, dan mentifact, adalah produk masa lampau atau sejarah, dan hanya dapat dipahami oleh keduanya, antorpologi dan sejarah, dengan melacak proses perkembangannya melalui sejarah. Studi ini jelas menunjukkan titik temu dan titik konvergensi pendekatan antropologi dan pendekatan sejarah.
c. Pendekatan Ilmu Politik
Pengertian politik dapat bermacam-macam sesuai dari sudut mana memandangnya. Namun pada umumnya definisi politik menyangkut kegiatan yang berhubungan dengan negara dan pemerintahan. Fokus perhatian ilmu politik, karenanya, lebih tertuju pada gejala-gejala masyarakat seperti pengaruh dan kekuasaan, kepentingan dan partai politik, keputusan dan kebijakan, konflik dan konsessus, rekrutmen dan perilaku kepemimpinan, masa dan pemilih, budaya politik, sosialiasasi politik, masa dan pemilih, dan lain sebagainya. Apabila politik diartikan sebagai polity (kebijakan), maka definisi politik lebih dikaitkan dengan pola distribusi kekuasaan. Jelas pula bahwa pola pembagian kekuasaan akan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sosial, ekonomi, dan kultural. Posisi sosial, status ekonomi, dan otoritas kepemimpinan seseorang dapat memberi peluang untuk memperoleh kekuasaan.
3. Pendekatan Psikologi dan Psikoanalisis
dengan menggunakan pendekatan psikologi dan psikoanalisis studi sejarah tidak saja sekedar mampu mengungkap gejala-gejala di permukaan saja, namun labih jauh mampu menembus memasuki ke dalam kehidupan kejiwaan, sehingga dapat dengan lebih baik untuk memahami perilaku manusia dan masyarakatnya di masa lampau. Terobosan pertama yang paling terkenal dalam menerapkan psikologi dalam (depth psychology) pada studi ilmu sejarah dilakukan oleh Erik H. Erikson. Ternyata konsep-konsep mengenai krisis identitas di masa remmaja dapat digunakan untuk mengeksplanasi perilaku tokoh-tokoh sejarah terkemuka. Mengenai mengapa Martin Luther tampil sebagai reformator, Mahatma Gandhi menjadi seorang pemimpin gerakan anti kekerasan (non violence) di India, dan Adolf Hitler tampil sebagai seorang yang anti Semitis, serta Sukarno sebagai orang anti kolonialisme dan imperialisme, dapat dilacak kembali melalui analisis kehidupan tokoh-tokoh tersebut di masa remaja mereka. Dengan demikian pendekatan psycho history yang dirintis oleh Erik H Erikson telah membuka suatu dimensi baru dalam studi sejarah.
4. Pendekatan Kuantitatif
Dengan pendekatan kuantitatif dimaksudkan sebagai upaya untuk mendeskripsikan gejala-gejala alam dan sosial dengan menggunakan angka-angka. Quantum, quantitas dalam bahasa latin berati jumlah. Oleh sebab menggunakan angka-angka, maka pendekatan kuantitatif mempersyaratkan adanya pengukuran (measurement) terhadap tingkatan ciri-ciri tertentu dari suatu gejala yang diamati. Pengamatan kuantitatif berupaya menemukan ciri-ciri tersebut, untuk kemudian diukur berdasarkan kriteria-kriteria pengukuran yang telah ditentukan. Hasil pengukuran itu berupa angka-angka yang menggambarkan kuantitas atau derajat kualitas dari kenyataan dan eksistensi gejala alam yang diukurnya. Data-data angka hasil pengukuran dari gejala-gejala alam ayang diamati itulah yang kemudian dianalisis, dicari derajat kuantitas, atau kualitasnya, dipelajari hubungannya antara gejala yang satu dengan yang lain, dikaji pengaruhnya terhadap suatu gejala, hubungan sebab-akibatnya, pendek kata dianalisis sesuai dengan tujuan peneliti.
Metode sejarah hingga sekarang lebih cenderung menggunakan pendekatan kualitatif. Harus diakui pendekatan kualitatif mengandung banyak kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu adalah bersumber pada tiadanya kriteria yang jelas dalam penyusunan instrumentasi yang digunakan untuk mengukur kebenaran data dan fakta, serta tiadanya kaidah-kaidah umum, apalagi khusus, dalam metode dan teknik menganalisis hubungan antar berbagai peristiwa sejarah, hingga dengan demikian dalam menganalisis hubungannya, lebih banyak ditentukan oleh intuisi dan imaginasi peneliti yang kadar kebenarannya tidak dapat diuji secara empirik. Generalisasi sejarah tak pernah mendasarkan diri pada infreerensi dari hubungan antara besarnya sampel dengan jumlah populasi.
Penggunaan pendekatan kuantitatif dalam metode sejarah dapat memperkecil kelemahan-kelemahan tersebut di satu pihak, dan dapat memperbesar bobot ilmiahnya dalam analisis peristiwa-peristiwa sejarah di lain pihak. Penalaran berdasarkan tata-pikir dan prosedur statistik setidak-tidaknya dapat mengendalikan (mengontrol) analisis dan interprestasi berdasarkan pada pendapat-pendapat pribadi. Lebih jauh tata-fikir dan prosedur statistik dalam metode sejarah dapat membantu metodologi sejarah dalam mengefektifkan tugas-tugas ilmiahnya, ialah untuk memberikan penjelasan (eksplanasi), meramalkan (prediksi), dan mengendalikan (kontrol) terhadap gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa sejarah. Dalam melakukan generalisasi, dengan demikian, sejarawan harus menjadi lebih berhati-hati dan dalam menganalisis hubungan kausal yang kompleks dan rumit dari berbagai peristiwa kiranya tidak mungkin lagi dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan pendekatan kuantitatif. Pendek kata penggunaan pendekatan kuantitatif dapat mempertajam wawasan metode sejarah.
E. Sejarawan Terkemuka dan Karya-karyanya
Sebagian besar karya hisroriografi Islam adalah berkat jasa sarjana-sarjana terdidik dalam ilmu agama. Kegiatan penulisan mereka menyangkut pula penulisan sejarah seperti Bukhori (870), seorang pengumpul Hadits,ia menyusun pula biografi-biografi tokoh-tokoh agama dan menamakan bukunya dengan judul Al-Tarikh al-kabir dengan karya Sejarah tersebut,maka dengan demikian ia membentuk dirinya menurut kesadaran Islam sebagai seorang sejarawan.[9]
Sejarawan islam di istana merupakan bagian penting di beberapa istana, seperti istana dinasti yang lebih muda dari Persia dan Ottoman yang menyediakan fasilitas yang sangat mendorong untuk melakukan studi sejarah. Jumlah mareka tidak banyak, dan mereka berjasa dalam menghasilkan karya-karya terbaik dalam sejarah lisan. Misalnya :
a. Pada akhir abad ke-10, sejarawan seperti Mishkawayh (1030M) dan Hilal as-Sabi (1036M) merupakan pejabat pemerintah yang tidak hanya memiliki pengetahuan mendalam dalam urusan politik tapi juga berhasil dan sangat memahami filsafat dan ilmu-ilmu non agama.
b. Imad ad-Din al-Isfahani (1201M), karyanya Barg ash’sha’bi merupakan contoh terbaik dari suatu memori sejarah yang ditulis oleh seorang pejabat tinggi dengan menggunakan dokumen-dokumen dan buku harian. Karya ini merupakan model dari suatu karya besar historiografi diplomatis dalam Islam.[10]
Sejarawan Profesional, Merupakan orang-orang yang mengabdikan dirinya dalam menyusun karya-karya sejarah dan menganggap diri mereka atau dianggap oleh tradisi Islam sebagai sejawaran. Sejarawan profesional dalam pengertian modern hampir tidak ada dalam lingkungan abad pertengahan. Sejarawan ini misalnya Al-Mas’udi dan Al-Magrizi (1442M), pada masa kekuasaan dinasti Mamluk di Mesir.[11]
Tradisi Arab sebelum Islam telah menekankan unsur fakta konkret dalam sejarah, terlepas dari lingkungannya dan sedapat mungkin tidak mengalami perubahan oleh proses berfikir manusia. Bentuk dasar karya Islam adalah berupa pernyataan sederhana, peristiwa-peristiwa lepas, tanpa bobot, walaupun aneka ragam, penonjolan watak, semuanya disusun sekaligus tanpa suatu penjelasan mengenai sebab musababnya. Kebenaran sejarah, sebagaimana kebenaran agama telah dianggap terjamin oleh sifat jujur dari sejumlah orang yang menyampaikan suatu informasi secara berantai sehingga mereka disebut “rangkaian pemberi khabar” atau isnad.[12]
DAFTAR PUSTAKA
- Badri yatim, Historiografi Islam, (Jakarta : Logos wacana ilmu 1997)
- Al-Hikmah, Jurnal Studi-studi Islam, (Edisi Syawwal-Dzulhijjah 1413 H/ April-Juni 1993)
- Majma’al-lugah al-Arabiyah, Mu’jam al-Wasith (Cairo : Maktabah Syuruq ad-Dauliyah, 2004)
- Muhyiddin Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiyani, Mukhtashar Fi Ilm al-Tarikh (Cairo:Dar as-Salam.1463 H)
- Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer, (Jakarta : Gramedia : 2007)
- A.Muin Umar, Pengantar Historiografi Islam, (Jakarta : Bulan Bintang : 1977)
___________________
[1] Badri Yatim, Ibid, h.3
[2] Al-Hikmah,Jurnal Studi-studi Islam, (Edisi Syawwal-Dzulhijjah 1413 H/ April-Juni 1993)
[3] Badri Yatim, Op-Cit, h.82-83
[4] Ibid
[5] Ibid
[6] Ibid
[7] Majma’al-lugah al-Arabiyah, Mu’jam al-Wasith, (Cairo : Maktabah Syuruq ad-Dauliyah, 2004).h.345
[8] Ibid, h.189
[9] Muhyiddin Muhammad ibn Sulaiman al-Kafiyani, Op-Cit
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Ibid, h.450
[14] Ibid
[15] Ibid
[16] Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer, (Jakarta : Gramedia : 2007), h.78
[17] Ibid
[18] Ibid