Makalah Islam dan Menopause
Urgensitas Bimbingan dan Konseling Islam Bagi Persoalan Psikologis Wanita Menopause
Oleh: Sri Palupi
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan laki-laki dan wanita ini masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda. Seorang gadis kecil yang beranjak dewasa akan ditandai dengan menarche, yang berarti telah datang masa suburnya.[1] Sedangkan berlalunya masa subur seorang wanita ditandai dengan berhentinya haid untuk selamanya, atau disebut dengan istilah menopause. Pada laki-laki, fase masa suburnya ditandai dengan ‘kejadian’ mimpi basah. Masa subur laki-laki tersebut tak pernah berhenti sampai masa tuanya, hanya saja ia mengalami penurunan dalam kuantitas produksi spermanya jika dibandingkan dengan masa mudanya.[2]
Persoalan menopause pada dua dekade lalu belum banyak dibicarakan. Bahkan sampai saat ini pun bagi sebagian orang “isu“ menopause dianggap terlalu mengada-ada.[3] Menopause dianggap sebagai hal yang alami, termasuk gangguan fisik yang menyertai.[4] Perilaku wanita menopause banyak disoroti dalam kaitannya dengan pembicaraan mengenai para wanita lansia (lanjut usia).[5] Tapi masih jarang yang mengkaji dalam kaitannya dengan nilai-nilai atau steorotip yang berlaku dalam masyarakat.[6] Kajian-kajian tentang menopause selama ini tersita pada disiplin ilmu kedokteran saja. Kajian dengan menggunakan perspektif disiplin ilmu yang lain, seperti psikologi, masih jarang dilakukan.
Persoalan menopause berkaitan dengan dua aspek sekaligus, fisik dan psikologis. Karenanya, sangat diperlukan studi-studi multifaktor yang bertujuan mendapatkan pendekatan multifaktoral dalam menangani problema wanita menopause.[7] Sejauh pengamatan penulis, studi yang secara khusus mengamati fenomena menopause dengan pendekatan ilmu psikologi masih jarang dilakukan––untuk tidak menyebutnya tidak ada. Termasuk studi yang menggunakan pendekatan konsep bimbingan dan konseling Islam. Tulisan ini mencoba menelaah konsep bimbingan dan konseling Islam dalam kaitannya dengan persoalan psikologis wanita menopause. Dengan demikian diharapkan bisa melihat problematika menopause pada sisi yang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Menopause
Menopause adalah proses fisiologis normal yang akan dialami setiap wanita. Dalam masa ini terjadi perubahan pada organ tubuh dan kejiwaan (psikis). Secara fisik sistem organ (alat) berangsur-angsur mengalami kemunduran (degradasi) secara struktural dan fungsional. Hal ini membawa perubahan anatomis, fisiologis dan biokimiawi pada organ. Sedangkan secara psikologis, perubahan pada wanita menopause terjadi karena produksi hormon estrogen di indung telur tiba-tiba berhenti. Biasanya peristiwa ini ditandai dengan terjadinya rasa panas dalam tubuh (hot flushes), perasaan mudah cemas dan mudah berkeringat. Secara medis, pengertian menopause menunjuk pada suatu keadaan berhentinya menstruasi.[8] Sebelum seorang wanita memasuki masa menopause, ia mengalami perubahan-perubahan fisik pada tubuhnya, yang ditandai dengan menurunnya produksi hormon, menstruasi tidak teratur, dan keadaan fertilitas digantikan dengan infertilitas.[9]
Menopause merupakan proses fisiologis (normal) yang akan dialami oleh semua makhluk hidup termasuk manusia. Dalam masa itu terjadi perubahan yang menyangkut seluruh organ tubuh.[10] Semua sistem organ (alat) berangsur-angsur mengalami kemunduran (degradasi) baik struktural maupun fungsional, sampai kemudian tidak berfungsi sama sekali (mati). Proses menjadi tua ini berlangsung terus menerus secara kontinyu (berkesinambungan) dan berangsur-angsur membawa perubahan anatomis, fisiologis dan biokimiawi pada jaringan atau organ yang akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan, hingga akhirnya berhenti berfungsi atau mati.[11]
Disamping perubahan fisik, menopause juga menimbulkan perubahan secara psikologis. Hal ini terjadi karena produksi hormon estrogen di indung telur tiba-tiba berhenti.[12] Biasanya hal ini ditandai dengan terjadinya rasa panas dalam tubuh (hot flushes), perasaan mudah cemas dan mudah berkeringat.[13] Dalam masa ini wanita menopause sering mengalami depresi (menopausal depression) yang ditandai dengan the emptyness syndrom. Sindrom ini muncul dalam bentuk perilaku yang seringkali berada di luar kontrol dan susah dimengerti oleh lawan interaksinya. Secara psikis sindrom ini terjadi karena wanita kehilangan peran reproduksinya,[14] disamping dipengaruhi oleh terjadinya berbagai perubahan yang menimbulkan keluhan-keluhan fisik dan psikologis, seperti terjadi sakit pada punggung dan kepala, badan panas, keringat malam, pikiran kacau, vagina mengering dan menciut[15] dan kulit mulai mengeriput.[16] Keadaan-keadaan tersebut secara psikologis sangat menekan[17] meskipun ada juga wanita yang tidak merasakan apa-apa atau tidak ada keluhan-keluhan fisik saat datangnya menopause.[18]
B. Menopause Bagi Wanita
Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri berarti datangnya masa tua. Menopause yang dikenal sebagai masa berakhirnya menstruasi atau haid,[19] sering dianggap momok dalam kehidupan wanita. Masa ini umumnya terjadi pada usia 50-an tahun. Masa ini mengingatkan wanita terhadap proses menjadi tua yang disebabkan oleh organ reproduksinya yang tidak berfungsi lagi. Pada masa menopause ini sel telur tidak diproduksi lagi oleh indung telur yang menyebabkan wanita tidak subur lagi, sehingga tidak dapat hamil. Menopause terjadi dalam masa klimakterium, sebuah masa dimana terjadi peralihan dari fase reproduktif ke fase non-reproduktif.[20] Datangnya menopause sendiri sangat individual (variatif) sifatnya, mamun umumnya berkisar pada umur 48-55 tahun.
Peralihan dari haid menjadi tidak haid, otomatis menyebabkan perubahan pada organ reproduksi[21] seperti terjadinya perubahan fungsi indung telur yang berpengaruh pada produksi hormon-hormon (esterogen, progesteron, androgen) dalam tubuh wanita. Dari sisi kosmetis juga banyak kemunduran karena elastisitas kulit menurun dan pigmen pada rambut berkurang, yang menimbulkan pengeriputan pada kulit, dan rambut menjadi beruban. Selain itu produksi hormon pada masa klimakterium menjadi tidak menentu. Perubahan ini memunculkan berbagai gejala berupa keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan organ reproduksi maupun organ tubuh secara umum. Perubahan fisik pada menopause, biasanya juga diikuti dengan keluhan psikis, yang akan berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Perubahan fisik pada masa menopause ditandai dengan berbagai gejala seperti berkurangnya ketajaman indra, berkurangnya pigmen rambut yang menyebabkan rambut berwarna putih, berkurangnya elastisitas kulit, dan gangguan-gangguan kesehatan tidak berbahaya seperti sakit kepala, sakit pinggang, hot flushes, dll. Namun, menopause dapat menimbulkan penyakit berbahaya seperti dimensia, osteoporosis, kanker, dan stroke.
Pada masa menopause secara perlahan produksi hormon akan menurun, sampai akhirnya berhenti sama sekali. Begitu pula pelepasan telur setiap 28 hari akan berhenti. Konsekwensi dari penurunan kegiatan ini adalah kemungkinan untuk hamil menurun secara drastis. Jika tidak ada telur, berarti tidak ada haid dan peluang untuk pembuahan menjadi nihil. Tetapi yang drastis adalah penurunan hormon secara besar-besaran, sehingga zat-zat kimia yang bertangung jawab atas perilaku tubuh secara umum dan kegiatan normal bagian pinggul terhenti sama sekali. Hal ini sulit dihindari dan mengarah pada timbulnya berbagai gejala baru.[22] Akibat produksi hormon yang tidak stabil tersebut menyebabkan kecenderungan mudah marah bahkan depresi.[23] Masa ini hampir mirip dengan masa pancaroba (pubertas) pada remaja ketika hormon-hormonnya mulai bekerja. Selain perubahan fisik ini, perubahan psikis juga sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup wanita dalam menjalani masa menopause, meskipun hal ini sangat tergantung pada individu masing-masing; bagaimana mereka memandang menopause dan sejauhmana pengetahuannya tentang menopause. Selain itu latar belakang sosial dan keluarga juga turut membentuk persepsi dan sikapnya.[24]
Saat memasuki menopause, ada wanita yang menyambutnya dengan biasa karena menganggap kondisi ini sebagai bagian dari siklus kehidupan alamiah. Sebaliknya ada yang penuh kecemasan, karena berakhirnya masa reproduksi dimana vitalitas dan fungsi organ-organ tubuh menjadi menurun. Namun pada umumnya ketidakstabilan emosi ini sementara sifatnya dan kestabilan emosi akan diperoleh kembali setelah memperoleh informasi yang akurat tentang menopause. Kondisi emosi tidak stabil ini bisa karena pengaruh perubahan hormon dalam tubuh,[25] atau bisa karena faktor yang sifatnya sangat individual. Selain itu, fase menopause sering berbarengan dengan keadaan menegangkan lain dalam kehidupan wanita seperti merawat orang tua lanjut usia, memasuki masa pensiun, melihat anak-anak tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah serta penyesuaian–penyesuaian lain dalam kehidupan setengah baya. Ketegangan ini dapat menimbulkan gejala pada fisik dan psikis, termasuk menjadi pelupa, kurang dapat memusatkan perhatian, mudah cemas, mudah marah dan depresi, yang secara keliru dianggap sebagai akibat menopause.[26]
C. Menopause Wanita dalam Islam
Keadaan-keadaan seperti di atas sesungguhnya telah ditegaskan Allah, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah (2): 155: “Dan sesungguhnya Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekuranngan harta, jiwa dan buah-buahan”.[27] Dalam menghadapi berbagai cobaan ini ada orang yang kuat dan tabah sehingga dapat mengatasi masalahnya, tapi tidak sedikit yang tidak tabah dan kuat. Hal ini sesuai dengan sifat dasar manusia yang selalu berkeluh kesah dan lemah, sehingga membutuhkan bantuan orang lain.[28] Dalam konteks yang demikian inilah bimbingan dan konseling Islam berperan, dengan membantu individu atau kelompok dalam mengatasi masalah yang dihadapi agar dapat mencapai kehidupan yang sejahtera.[29]
Dalam pandangan Agama Islam, segala sesuatu diciptakan Allah dengan kodrat. “Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan dengan qadar.”[30] (Q.S. Alqamar [54]: 49). Oleh para pakar, qadar disini diartikan sebagai: “Ukuran-ukuran, sifat-sifat yang ditetapkan Allah bagi segala sesuatu,” dan itulah kodrat. Dengan demikian, laki-laki atau perempuan, sebagai individu dan jenis kelamin memiliki kodratnya masing-masing. Namun demikian, seperti tulisan mantan Pimpinan tertinggi Al-Azhar, Syeh Mahmud Syaltut,
Tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan hampir dapat (dikatakan) Allah telah menganugerahkan kepada perempuan sebagaimana menganugerahkan pada laki-laki, kepada mereka berdua dianugerahkan Tuhan potensi dan kemampuan.[31]
Tetapi pada prinsipnya Islam tidak membeda-bedakan laki-laki ataupun perempuan, yang membedakan manusia disisi Allah hanyalah ketaqwaannya. Firman Allah dalam Surat An-Nisa (4): 1:
Hai sekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari diri (nafs) yang satu, dan darinya Allah menciptakan pasangannya dan keduanya Allah mengembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. [32]
Kalaupun Allah memberikan keistimewaan diantara mereka, itu karena keberadaan mereka adalah untuk "saling". Saling memberi, saling mengisi,saling melengkapi, dan tak ada pihak yang merasa dirugikan. Masing- masing dari mereka diciptakan dengan keistimewaan yang berbeda. Hal ini sesuai dengan Firman Allah dalam surat An-Nisa' (4): 32 :
Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan yang dianugrahkan Allah terhadap sebahagian kamu atas sebahagian yang lain laki-laki mempunyai hak atas apa yang diusahakan dan perempuan juga mempunyai hak atas apa yang di usahakannya.[33]
Kalaupun ada pendapat bahwa wanita harus tunduk terhadap laki-laki, karena laki-laki diciptakan sebagai pemimpin dan wanita adalah yang dipimpin, dan karena wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, dan dalam masyarakat kita yang "ideal" sebagai pemimpin dalam wilayah domestik adalah lelaki (suami), maka ini bukan berarti lelaki lebih istimewa daripada perempuan, tetapi meiliki posisi yang sederajat. Hal ini sesuai dengan fungsi keberadaan manusia untuk saling mengisi, jadi kalau ada yang dipimpin berarti harus ada yang memimpin, demikian sebaliknya. Namun dalam kebudayaan dan tradisi masyarakat sering kali terjadi dikotomi hak-hak antara laki-laki dan perempuan.
Dalam masyarakat kita pada umumnya wanita dianggap sempurna, atau wanita merasa sempurna karena kecantikannya serta kemudaannya, saat peran reproduksinya berlangsung, jadi lebih pada fisik oriented. Anggapan seperti ini memberikan efek terhadap mentalitas wanita untuk mandiri menjadi kecil, takut berpendidikan tinggi karena (ada anggapan) akan sulit mendapat jodoh, dan sebagainya. Hal ini juga bisa dilihat dari masih jarangnya wanita yang berperan dalam wilayah publik di bandingkan dengan laki-laki, rata-rata wanita lebih banyak berkecimpung di wilayah domestik. Terkadang hal ini masih diperparah dengan anggapan bahwa peran seorang wanita atau seorang istri hanya untuk melayani kebutuhan biologis serta memberikan keturunan untuk suaminya. Konstruksi semacam ini secara tidak langsung akan turut mempengaruhi sikap perempuan dalam menghadapi masa menopause. Dalam konteks ini bimbingan dan konseling menjadi strategis dalam membantu memecahkan problematika psikologis wanita menopause. Hal ini sesuai dengan lingkup garapan dari bimbingan dan konseling, yaitu masalah-masalah psikologis, bukan masalah-masalah fisik.[34] Masalah fisik ini diserahkan pada bidang yang relevan, misalnya kedokteran.
Bimbingan Islami berarti proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[35] Jadi bimbingan Islami adalah konsep bimbingan yang berlandaskan pada ajaran Islam, yaitu al-Qur’an[36] dan al-Hadits. Dengan menyadari eksistensinya sebagai makhluk Allah, berarti seseorang akan berperilaku sesuai dengan petunjuk Allah. Sedangkan konseling Islami merupakan suatu proses pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.[37]
Bimbingan dan konseling Islami berbeda dengan bimbingan dan konseling Barat. Bimbingan dan konseling Barat bersifat antroposentris, berpusat pada manusia; dari, oleh, dan untuk manusia, jadi tidak berkaitan dan dikaitkan dengan eksistensi Tuhan. Sedangkan bimbingan dan konseling Islami bersifat theosentris, berpusat pada Allah SWT.[38] Menurut Kamal Ibrahim Mursi, dalam tradisi Islam klasik aktifitas bimbingan dan konseling dikenal dengan sebutan hisbah,[39] atau ihtisab. Konselornya disebut muhtasib, dan klien-nya disebut muhtasab ‘alaih.[40] Menurut Ahmad Mubarok[41] hisbah berarti menyuruh orang (klien) melakukan perbuatan baik yang jelas-jelas ia tinggalkan, dan mencegah perbuatan munkar yang jelas-jelas dikerjakan oleh klien (amar ma’ruf nahi munkar) serta mendamaikan klien yang bermusuhan. Sedangkan menurut Ibnu Khaldun, hisbah merupakan tugas keagamaan dalam bidang amar ma’ruf nahi munkar yang merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh pemerintah.[42] Dengan demikian, bimbingan dan konseling Islam ini sekaligus merupakan bimbingan dan konseling agama. Bimbingan dan konseling agama dapat dirumuskan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada seseorang yang mengalami kesulitan lahir dan batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan kekuatan getaran batin (iman) di dalam dirinya untuk mendorongnya mengatasi masalah yang dihadapinya.[43] Oleh karena itu penanganan persoalan psikologis menopause menjadi sangat efektif melalui pendekatan ini. Ketika seorang wanita mengalami menopause maka ia dibangkitkan kekuatannya untuk mengatasi persoalannya, yaitu dengan menyadari kembali eksistensi dirinya sebagai makhluk Allah.
D. Bimbingan dan Konseling Islam Bagi Persoalan Psikologis Wanita
Dasar dari pemikiran bimbingan dan konseling agama adalah satu asumsi bahwa agama itu merupakan kebutuhan fitri dari semua manusia. Menurut Hasan Al- Bana agama adalah alat yang pas untuk terapi psikologi, karena agama bisa membantu menajamkan hati nurani, menghidupkan perasaan dan mengingatkan hati. Agama secara konsisten selalu mendorong jiwa menuju kebaikan, dan menolak kekejian. Agama juga selalu mengajak manusia untuk meningkatkan kualitas jiwanya.[44] Imam Ghazali bahkan mengatakan bahwa tidak ada kesulitan pada manusia yang asal usulnya bukan dari kelemahan iman, atau dari tidak mengikuti petunjuk agama. Seseorang, menurut Al-Ghazali, tidak akan bisa melepaskan diri dari kesulitannya, kecuali ketika imannya sedang menguat, dan ketika sedang berpedoman pada petunjuk agama dalam menghadapi realita hidup.[45] Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menekankan akan pentinganya aktifitas bimbingan dan konseling keagamaan terhadap problematika psikologis manusia. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar Islam yang mengutamakan kemaslahatan manusia, baik kemaslahatan dunia atau kehidupan pasca-dunia.[46] Kemaslahatan ini utamanya ditujukan untuk menjamin hak-hak dasar kemanusiaan (ushul al-khamsah) yang meliputi: hak dan kebebasan beragama (hifz ad-din), keselamatan fisik atau jiwa (hifz an-nafs), keselamatan keluarga atau keturunan (hifz al-mal), keselamatan harta benda atau hak milik pribadi (hifz al-mal), dan keselamatan akal atau kebebasan berfikir (hifz al-aql).[47]
Dengan demikian bimbingan dan konseling berbasis agama merupakan solusi yang tepat bagi problem psikologis wanita menopause. Hal ini sesuai dengan sifat naluriah dasar manusia yang secara fitri memang membutuhkan agama. Allah menciptakan manusia dan telah meniupkan ruh-Nya, sehingga iman kepada Allah merupakan sumber ketentraman, keamanan dan kebahagiaan manusia, seperti firman Allah dalam Q.S. Ar-Ra’du (13): 28; “Ingatlah bahwa dengan mengingat Allah hati menjadi tentram”[48] Dan sebaliknya, dalam paradigma ini, ketiadaan iman kepada Allah menjadi sumber kegalauan, kegelisahan dan kesengsaraan bagi manusia. Agama juga berfungsi sebagai polisi yang selalu mengawasi, serta penjaga yang tak pernah tidur. Agama secara konsisten selalu mendorong jiwa pada kebaikan dan menolak kekejian, dan senantiasa mengajak manusia untuk meningkatkan kualitas jiwanya.[49] Seorang mukmin kata Nabi senantiasa beruntung, karena jika sedang memperoleh keberuntungan ia bersyukur, dan jika ia dilanda cobaan ia bersabar. Sementara itu orang yang tidak beriman ketika sedang dalam puncak keberuntungan ia lupa dan ketika ia dilanda kesulitan yang amat sangat ia lupa ingatan.[50]
Dalam konteks bimbingan dan konseling Islam, ketika seorang sedang menghadapi problematika menopause ia diajak untuk menyadari kembali eksistensi dirinya sebagai hamba Allah (abdullah) dan sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Predikat pertama menunjukkan kelemahan, kekecilan dan keterbatasan serta ketergantungan manusia kepada yang lain sehingga setiap manusia potensial untuk mengidap masalah, sedangkan predikat kedua menunjukkan kebesaran manusia sekaligus besarnya tanggung jawab yang dipikul dalam kehidupannya dimuka bumi. Dari sudut pandang tersebut, maka urgensi bimbingan dan konseling bagi manusia merujuk pada dua predikat. Pertama, sebagai makhluk yang lemah (abdun) suatu ketika manusia tidak tahan menghadapi realita kehidupan yang pahit, sempit dan berat. Dalam kondisi fisik yang tak berdaya, orang membutuhkan bantuan orang lain, dokter misalnya, untuk memulihkan kesahatannya. Demikian pula dalam kondisi mental yang kacau seseorang membutuhkan bantuan kejiwaan, untuk memulihkan rasa percaya dirinya, meluruskan cara berfikir, cara pandang dan cara merasanya sehingga ia kembali realistis, mampu melihat kenyataan yang sebenarnya dan mampu mengatasi masalahnya dengan cara-cara yang dapat dipertanggung jawabkan.
Kedua, sebagai khalifah Allah, manusia dibebani tanggung jawab menyangkut kebaikan dirinya maupun untuk masyarakatnya. Setiap manusia diberi kebebasan untuk memutuskan sendiri apa yang baik untuk dirinya, asal bukan perbuatan maksiat yang dilakukan terang-terangan. Sebagai khalifah Allah yang dibebani tanggung jawab untuk kemaslakhatan masyarakatnya, maka seorang muslim harus merasa terpanggil untuk memelihara ketertiban masyarakat. Oleh karena itu ia terpanggil untuk meluruskan hal- hal yang menyimpang, menata hal- hal yang salah tempat, mendorong hal-hal yang mandeg dan menghentikan kekeliruan-kekeliruan yang berlangsung. Dalam perspektif bimbingan dan konseling seorang muslim sebagai khalifah Allah terpanggil untuk membantu orang lain yang sedang mengalami gangguan kejiwaan yang menyebabkan orang itu tak mampu mengatasi tugas-tugasnya dalam kehidupan. Jadi secara kodrati manusia memang membutuhkan bantuan kejiwaan termasuk konseling agama.[51]
Daftar Pustaka dan Footnote