Makalah Diagnostik Klinik Pneumonia Bakterial
Oleh :Cynthya Esra dkk
BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum zaman antibiotik, pneumonia bakteri menyebabkan morbiditas dan mortalitas di beberapa negara dan merupakan suatu infeksi yang penting dan sukar diatasi. Namun, pengobatan spesifik yang sekarang tersedia telah sangat mengubah pendekatan klinik terhadap penyakit ini. Banyak macam bakteri yang menyebabkan infeksi paru baik pada individu yang sebelumnya sehat maupun pada mereka dengan penyakit dasar yang melemahkan. Oleh karena itu, kelompok kami akan membahas penyebab pneumonia oleh beberapa bakteri, perbedaan gejala klinisnya, dan komplikasi yang dapat timbul.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pneumonia Bakterial
II.1.1 Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Sedangkan pneumonia bakterial adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
II.1.2 Epidemiologi
Pneumonia dapat terjadi di semua negara tetapi data untuk perbandingan sangat sedikit, terutama di negara berkembang.Di Amerika pneumonia merupakan penyebab kematian keempat pada usia lanjut, dengan angka kematian 169,7 per100.000 penduduk. Tingginya angka kematian padan pneumonia sudah dikenal sejak lama, bahkan ada yang menyebutkan pneumonia sebagai “teman pada usia lanjut”. Usia lanjut merupakan risiko tinggi untuk pneumonia, hal ini juga tergantung pada keadaan pejamu dan berdasarkan tempat mereka berada. Pada orang-orang yang tinggal di rumah sendiri insidens pneumonia berkisar antara 25 – 44 per 1000 orang dan yang tiaggal di tempat perawatan 68 – 114 per 1000 orang. Di rumah sakit pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada penderita usia muda. Sekitar 38 orang pneumonia usia lanjut yang didapat di masyarakat, 43% diantaranya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan virus influenza B; tidak ditemukan bakteri gram negatif. Lima puluh tujuh persen lainnya tidak dapat diidentifikasi karena kesulitan pengumpulan spesimen dan sebelumnya telah diberikan antibiotik. Pada penderita kritis dengan penggunaan ventilator mekanik dapat terjadi pneumonia nosokomial sebanyak 10% sampai 70%.
Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006 dalam “Pneumonia: The Forgotten Killer of Children”, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus kematian pada anak yang menderita pneumonia di dunia disebabkan oleh bakteri pneumokokus.
Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri pneumokokus yang menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal. Pneumonia menjadi penyebab 1 dari 5 kematian pada anak balita. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang sering menyerang bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun. Sejauh ini, pneumonia merupakan penyebab utama kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).
II.1.3 Patogenesis
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Bakteri pneumokokus secara normal berada di tenggorokan dan rongga hidung (saluran napas bagian atas) pada anak dan dewasa sehat, sehingga infeksi pneumokokus dapat menyerang siapa saja dan dimana saja, tanpa memandang status sosial. Percikan ludah sewaktu bicara, bersin dan batuk dapat memindahkan bakteri ke orang lain melalui udara. Terlebih dari orang yang berdekatan misalnya tinggal serumah, tempat bermain, dan sekolah. Jadi, siapa pun dapat menularkan kuman pneumokokus.
Bakteri masuk ke dalam paru-paru melalui udara, akan tetapi kadang kala juga masuk melalui sistem peredaran darah apabila pada bagian tubuh kita ada yang terinfeksi. Sering kali bakteri itu hidup pada saluran pernafasan atas yang kemudian masuk ke dalam arteri. Ketika masuk ke dalam alveoli, bakteri melakukan perjalanan diantara ruang antar sel dan juga diantara alveoli. Dengan adanya hal tersebut, sistem imun melakukan respon dengan cara mengirim sel darah putih untuk melindungi paru-paru. Sel darah putih (neutrofil) kemudian menelan dan membunuh organisme tersebut serta mengeluarkan sitokin yang merupakan hasil dari aktivitas sistem imun itu. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya demam, rasa dingin (menggigil), lemah yang merupakan gejala umum dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ataupun jamur. Neutrofil, bakteri, dan cairan mempengaruhi keadaan sekitarnya dan juga mempengaruhi transportasi O2.
Perjalanan bakteri dari paru-paru ke dalam peredaran darah mengakibatkan penyakit yang serius seperti sepsis, yaitu suatu keadaan tekanan darah rendah yang kemudian mempengaruhi sistem faal otak, ginjal, dan jantung.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:
- Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
- Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain
- Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Cara penularan bakteri pneumonia sampai saat ini belum diketahui pasti, namun ada beberapa hal yang memungkinkan seseorang beresiko tinggi terserang penyakit Pneumonia. Hal ini diantaranya adalah :
1. Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah.
Seperti penderita HIV/AIDS dan para penderita penyakit kronik seperti sakit jantung, diabetes mellitus. Begitupula bagi mereka yang pernah/rutin menjalani kemoterapi dan meminum obat golongan Immunosupressant dalam waktu lama, dimana mereka pada umumnya memiliki daya tahan tubuh (Imun) yang lemah.
2. Perokok dan peminum alkohol.
Perokok berat dapat mengalami iritasi pada saluran pernafasan (bronchial) yang akhirnya menimbulkan secresi muccus (riak/dahak), Apabila riak/dahak mengandung bakteri maka dapat menyebabkan pneumonia. Alkohol dapat berdampak buruk terhadap sel-sel darah putih, hal ini menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi.
3. Pasien yang berada di ruang perawatan intensive (ICU/ICCU).
Pasien yang dilakukan tindakan ventilator (alat bantu nafas) ‘endotracheal tube’ sangat beresiko terkena Pneumonia. Disaat mereka batuk akan mengeluarkan tekanan balik isi lambung (perut) ke arah kerongkongan, bila hal itu mengandung bakteri dan berpindah ke rongga nafas (ventilator) maka potensial tinggi terkena pneumonia.
4. Menghirup udara tercemar polusi zat kemikal.
Resiko tinggi dihadapi oleh para petani apabila mereka menyemprotkan tanaman dengan zat kemikal (chemical) tanpa memakai masker adalah terjadi iritasi dan menimbulkan peradangan pada paru yang akibatnya mudah menderita penyakit Pneumonia dengan masuknya bakteri atau virus.
5. Pasien yang lama berbaring.
Pasien yang mengalami operasi besar sehingga menyebabkannya bermasalah dalah hal mobilisasi merupakan salah satu resiko tinggi terkena penyakit pneumonia, dimana dengan tidur berbaring statis memungkinkan riak/muccus berkumpul dirongga paru dan menjadi media berkembangnya bakteri.
II.1.4 Diagnosis
Pneumonia bakteri harus diperkirakan pada penderita yang tanda–tanda infeksinya meliputi menggigil, demam, dan gejala–gejala yang terdapat pada saluran pernapasan bawah. Jumlah awal neutrofil yang banyak diikuti dengan kenaikan jumlah neutrofil perifer, namun neutropenia dapat juga ditemukan, terutama pada penderita pneumonia bakteri. Sinar – X dada akan menunjukkan infiltrat, namun pada awal perjalanan infeksi atau pada penderita dehidrasi, sinar – X dapat menyesatkan. Walaupun kumpulan penemuan ini membantu dalam memberi kesan infeksi dalam paru, ia tidak dapat membuktikan penyebab pneumonia.
Gejala :
• Demam menggigil
• Suhu tubuh meningkat
• Batuk berdahak mukoid atau purulen
• Sesak napas
• Kadang nyeri dada
Pemeriksaan Fisik :
• Tergantung luas lesi paru
• Inspeksi : bagian yang sakit tertinggal
• Palpasi : fremitus dapat mengeras
• Perkusi : redup
• Auskultasi : suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan bronki basah halus sampai bronki basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan Penunjang
• Gambaran radiologis: foto toraks PA/ lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.
• Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10.000/μl kadang dapat mencapai 30.000/μl.
• Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan darah, dan serologi.
• Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis respiratorik.
II.1.5 Pengobatan dan Pencegahan
• Jika pneumonia disebabkan oleh bakteri, diberi antibiotik.
Antibiotik dipilih berdasarkan umur, kondisi kronik, apakah penderita merokok atau minum alkohol, dan selain itu pengobatan apa yang sedang penderita jalani pada saat dilakukan test ini. Penderita harus memberitahukan dokter tentang hal apa saja yang membuat kita alergi.
• Mengurangi minum alkohol dapat membantu dalam mengatasi hidrasi.
Hal ini juga membantu melawan pneumonia. Obat penurun demam, contohnya acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil) mungkin juga dapat membantu agar lebih baik
• Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita dalam melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.
• Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia.
II.2 Bentuk-bentuk Pneumonia Bakteria Spesifik
II.2.1 Pneumonia Pneumokokus
Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram positif yang memerlukan media yang diperkaya untuk pertumbuhan in vitro. Pada kalori plat agar darah menghasilkan hemolisis alfa, atau hijau. Bila berkapsul besar, koloni tampak mukoid. Organisme ini adalah anaerob fakultatif yang sering sukar dipertahankan dalam biakan karena autolisis yang dilakukan oleh enzim endogen, amidase muramil L-alanin. Enzim ini diaktifkan oleh berbagai rangsangan termasuk empedu. Streptococcus pneumoniae sensitif terhadap opthokin dan sifat ini digunakan untuk mengenali organisme ini bila diisolasi dalam biakan.
Reaksi serologis dari polisakarida kapsul mengenal lebih dari 80 serotip Streptococcus pneumoniae tersendiri. Jumlah polisakarida kapsul yang dihasilkan oleh organisme berkorelasi secara kasar dengan virulensi dalam serotip spesifik. Dengan Streptococcus pneumoniae tipe 3 dengan kapsul besar pada umumnya lebih virulen daripada pneumokokus tipe 3 dengan polisakarida kapsul kurang. Normalnya, manusia resisten terhadap organisme ini yang merupakan bagian dari flora normal nasofaring. Streptococcus pneumoniae yang melekat baik pada sel epitel saluran pernafasan tampak lebih patogen daripada yang kurang melekat kuat. Dengan inhalasi ke dalam saluran pernafasan bawah, jika tidak terdapat antibodi alveoli yang spesifik untuk polisakarida kapsul, organisme membelah diri kemudian terjadi udem serta neutrofil mengisi alveoli. Mekanisme kerusakan sel alveolus yang menimbulkan respons radang tidak digambarkan dengan jelas. Berbeda dengan streptokokus grup A, Streptococcus pneumoniae tidak menghasilkan toksin. Kapsul menghambat fagositosis oleh neutrofil. Bersama opsonin (antibodi spesifik/ komplemen), penelanan dan pembunuhan organisme oleh fagosit berlangsung cepat. Jika tidak ada terapi antibiotik, penyembuhan dihubungkan dengan antibodi spesifik. Tanpa terapi, infeksi dapat menyebar melalui saluran limfa ke nodus hilus dan organ yang berdekatan, secara hematogen menghasilkan infeksi metastatik.
Pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae adalah bentuk infeksi paru yang paling sering memerlukan perawatan di rumah sakit. Ia dapat juga terjadi pada setiap kelompok umur dan pada latar belakang kesehatan yang baik juga pada adanya penyakit yang mendasari. Pada musim dingin, ”musim sakit saluran pernafasan”, jumlah individu normal bertambah yang mengidap penyakit Streptococcus pneumoniae tidak bergejala dalam faringnya. Dengan demikian, manusia merupakan organisme reservoir yang paling penting dari mikroorganisme ini. Aspirasi Streptococcus pneumoniae, atau pneumokokus, ke dalam saluran pernafasan bawah diperkuat oleh penyakit virus pernafasan atas sebelumnya yang mengganggu mekanisme saluran pernafasan atas normal. Lagipula, meminum alkohol menambah resiko terjadinya pneumonia pneumokokus.
Diagnosis
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologik, berdasarkan pemeriksaan mikrobiologik dan / atau serologik sebagai dasar terapi yang optimal. Namun penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah oleh karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai, dan bila pemeriksaan mikrobiologik dapat dilakukan pun tidak selalu kuman penyebab dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengembangkan pedoman klinik diagnosis dan tatalaksana pneumonia pada anak. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis menjadi sejumlah kecil tanda fisik yang langsung dapat dideteksi, membuat suatu sistem klasifikasi penyakit dan menentukan dasar pemakaian antibiotik. Pedoman ini meliputi penilaian demam, status nutrisi, letargi, sianosis, frekuensi nafas, observasi dinding dada untuk mendeteksi retraksi dan auskultasi untuk mendeteksi stridor dan wheezing. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan atas :
1. Pneumonia sangat berat, (bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum), harus di rawat di RS dan pemberian antibiotik.
2. Pneumonia berat (bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum), harus di rawat di RS dan pemberian antibiotik.
3. Pneumonia (bila tidak ada retraksi tetapi nafas cepat)
60/menit untuk bayi < 2 bulan
50/ menit pada anak 2 bulan – 1 tahun
40/ menit pada anak 1 tahun – 5 tahun (tidak perlu di rawat dan pemberian antibiotik oral)
4. Bukan pneumonia (bila tidak ada nafas cepat, tidak perlu di rawat, tidak perlu antibiotik namun dilakukan pemeriksaan lain dan pengobatan yang sesuai.
Anamnesis :
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, sukar bernafas atau pernafasan yang cepat. Pada bayi gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk. Pada anak-anak kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
Pemeriksaan Fisik :
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Takipneu merupakan tanda klinis yang sangat sensitif, tetapi mungkin dihubungkan dengan gangguan lainnya (misalnya diabetik ketoasidosis, keracunan salisilat, benda asing, bronkiolitis, dan asma). Sering ditemukan suara pernafasan yang abnormal (rales), tetapi mungkin juga tidak ditemukan, tergantung pada jenis proses pneumonia. Produksi sputum jarang terjadi pada anak-anak kecil (misalnya, umur < 6 tahun). Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terjadi adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas dan iritabel. Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produkti), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur akan dijumpai adanya nafas cuping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.
Diagnosis Banding
- Decompensatio Cordis
Keluhan sesak biasanya berhubungan dengan aktivitas (sesak terutama dirasakan penderita bila beraktivitas).
- CHD (Chronic Heart Dissease)
Ditandai dengan sianosis disekitar mulut atau ujung-ujung jari.
- Aspirasi benda asing
Ada riwayat tersedak atau tenggelam.
Secara klasik, infeksi ini mulai dengan mendadak, ditandai oleh satu kekakuan yang berat, dan disertai oleh kenaikan suhu yang sangat cepat dan batuk produktif sputum seperti karat besi. Penderita biasanya dispnea dan sering mengeluh dari dada pleuritis. Pemeriksaan dada menunjukan adanya konsolidasi lobus, termasuk ekspansi thorak terbatas pada sisi yang terkena, fermitus rabaan bertambah, perkusi redup, suara pernapasan bronkhial dan bronki. Tidak jarang tanda-tanda fisik konsolidasi tidak ada, terutama jika penderita ditemukan awal pada perjalanan infeksi. Lagipula, riwayat klasik penyakit akut dapat tidak ada atau sangat berbeda. Misal, individu tua mengeluh hanya demam dan nafas pendek dan sering tidak mampu menghasilkan sputum.
Laboratorium biasanya memberikan bukti infeksi tambahan. Sel darah putih perifer khas naik, dan ada banyak bentuk neutrofil muda yang terlihat pada pulasan, yang disebut pergeseran ke kiri. Gas darah arteri akut sering menunjukan hipoksemia yang jelas. Oksigen arteri menggambarkan shunt darah yang jelas dalam pembuluh peredaran darah paru.
Pada penderita yang tidak diobati, suhu tetap tinggi selama 7-10 hari. ”Krisis” pada akhir masa ini ditandai oleh kenaikan demam yang cepat sampai setinggi 105oF dan dihubungkan dengan munculnya kadar antibodi serum terhadap polisakarida kapsul dari pneumokokus penginfeksi. Bila puncak demam dicapai, suhu turun dengan cepat pada normal atau di bawahnya. Krisis kadang-kadang dihubungkan dengan kolaps kardiopulmoner, tetapi lebih sering menandakan permukaan konvalesen. Terapi antibiotik yang sesuai, dengan penisilin G atau eritromisisn, pada kebanyakan individu sehat muda dihubungkan dengan penurunan demam yang cepat. Pada penderita yang lemah atau tua, berbeda, suhu sering turun lebih lambat, memerlukan 5-7 hari untuk mencapai tingkat normal. Komplikasi yang lazim pada zaman sebelum antibiotik meliputi empiema, perikarditis, artitis piogen, endokarditis, dan meningitis. Empiema dan perikarditis disebabkan oleh perluasan langsung infeksi pada tempat yang berdekatan; komplikasi lainnya menggambarkan infeksi metastatik menyertai bakteremia. Terapi antibiotik sangat mengurangi prevalensi komplikasi ini kecuali pada penderita yang lambat mencari pertolongan medis atau yang mempunyai cacat pertahanan hospes seperti hipogamaglobulinemia. Respon awal terhadap terapi antibiotik dapat disertai oleh kumatnya demam. Ini dapat disebabkan oleh perkembangan salah satu komplikasi pneumonia pneumokokus tersebut di atas, atau ia dapat menggambarkan reaksi hipersensitivitas terhadap antibiotik yang digunakan dalam pengobatan. Yang jarang terjadi adalah efusi pleura non purulen steril, dalam reaksinya terhadap pneumonia yang mendasari, adalah penyebab dari demam baru. Demam obat dapat menyerupai demam yang terjadi pada infeksi. Suhu dapat naik setiap hari sehingga kurva demam menyerupai pagar pancang. Pada penderita lain demam obat berakibat kenaikan suhu terus menerus yang ditandai oleh variasi diurna yang menurun. Reaksi hipersensitif ini berespon dalam 2-3 hari penghentian pemberian antibiotik. Demam obat sering terjadi tanpa ruam, eosinofilia atau manifestasi lain dari respon energi.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Umumnya pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis, dengan predominan polimorfonuklir. Namun bila terdapat leukopenia menunjukkan prognosis buruk. Kadang-kadang ditemukan anemia ringan atau sedang. Cairan pleura menunjukkan eksudat dengan sel polimorfonuklir berkisar 300-100.000/mm3, protein diatas 2,5 g/dl dan glukosa darah. Pada infeksi sterptokokus didapatkan titer antistreptolisin serum meningkat dan dapat menyokong diagnosis.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus, atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi pleura, aspirasi paru. Diagnosis baru definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
Sebagai upaya diagnosis cepat akhir-akhir ini dikembangkan berbagai pemeriksaan imunologik dalam mendeteksi baik antigen maupun antibodi spesifik terhadap kuman penyebab. Spesimen yang dipakai ialah darah atau urin. Teknik pemeriksaan yang dikembangkan antara lain counter immunoelectrophoresis, ELISA, latex agglutination atau coaglutination. Walaupun menjajikan harapan namun upaya ini belum sepenuhnya memuaskan.
2. Pemeriksaan radiologik
Gambaran radiologik pneumonia pneumokokus bervariasi dari infiltrat ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapang paru atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Perubahan radiologi tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang konsolidasi sudah ditemukan pada radiologi sebelum timbul gejala klinik. Pada bayi dan anak kecil gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan. Efusi pleura dengan adanya cairan sering ditemukan terutama pada permulaan penyakit dan pada pasien yang belum dapat terapi namun belum merupakan empiema.
Resolusi infiltrat sering memerlukan waktu lebih lama setelah gejala klinik menghilang. Menetapnya gambaran infiltrat menunjukkan adanya proses yang mendasarinya seperti adanya benda asing atau defisiensi imun. Pada pneumonia streptokokus gambaran radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau infitrat interstitial, sering disertai efusi pleura yang berat. Kadang-kadang terdapat adenopati hilus.
Pneumonia stafilokokus mempunyai gambaran radiologik tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat mula-mula berupa bercak-bercak dan kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemitoraks. Perpadatan hemitoraks umumnya mengenai paru kanan (65%), hanya kurang 20% yang mengenai kedua paru (bilateral). Efusi pleura atau empiema sering terjadi, seperempatnya berupa piopneumotorak. Sering pula ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.
Walaupun tidak khas, namun bila terjadi progresifitas yang sangat cepat yaitu terjadinya efusi pleura atau piopneumatorak dalam beberapa jam dengan atau tanpa pneumatokel dapat merupakan indikasi kuat adanya pneumonia stafilokokus. Foto dada dibuat dengan frekuensi yang lebih sering terjadi jika tersangka pneumonia stafilokokus. Perbaikan klinik biasanya mendahului perbaikan radiologik dengan beberapa hari sampai beberapa minggu dan pneumatokel mungkin menetap secara asimptomatik sampai berbulan-bulan.
Angka mortalitas untuk betnuk pneumonia ini tetap pada 15-20 % walaupun tersedia terapi kuratif antibiotik. Sekitar saru dalam lima penderita dengan pneumonia pneumokokus mempunyai biakan darah positif sebelum mulai pengobatan. Bakteremia, keterlibatan banyak lobus, umur tua, dan infeksi metastatik semua secara sendiri-sendiri memperjelek prognosis. Individu yang displenektomi juga beresiko besar untuk berkembangnya infeksi mendadak dengan kolaps sirkulasi dan koagulasi intravaskuler tersebar sebagai akibat dari bakteremia infek pneumokokus.
Kapsul polisakarida Streptococcus pneumoniae menghambat fagositosis organisme oleh neutrofil. Antibodi terhadap kapsul berperan sebagai opsonin dan protektif. imunisasi yang dirancang bangun untuk merangsang terjadinya antibodi spesifik terhadap polisakarida kapsul terbukti mengurangi frekuensi infeski pneumokokus sebelum zaman antibiotik dengan tersedianya penisilin G yang luar dan agen efektif lain, perkembangan vaksin lebih lanjut dihentikan sesudah perang dunia kedua. Realisasi bahwa infeksi pneumokokus bakteremia terus menerus terkait dengan mortalitas tinggi memeperbaharui minat dalam mengembangkan cara pencegahan bentuk pneumonia yang sering mematikan ini. walaupun ada lebih dari 80 serotin, sejumlah terbatas menyebabkan sebagian besar pneumonia bakteremia. Oleh karena itu vaksin yang berisi polisakarida dari 23 serotin yang paling sering terkait dengan bakteremia telah dikembangkan untuk penggunaan pada individu ”resiko tinggi”, termasuk mereka dengan defisiensi imun, pasca splenektomi, penyakit jantung dan paru kroni, serta orang tua. Perdebatan tentang penggunaan vaksin berlanjut sejak perkenalannya pada penggunaan klinik.
II.2.2 Pneumonia Legionela
Legionella pneumophila merupakan bakteri gram negatif berukuran 2-20 µm, berbentuk basil, tipis, dan bersifat aerob. Legionella mempunyai membran dalam dan membran luar, pili (fimbrae) dan dapat bergerak akibat adanya flagel polar tunggal.
Siklus hidup Legionella terdiri dari dua fase utama, yaitu fase replikatif dimana bakteri tidak bergerak dan toksisitasnya rendah; dan fase infeksi dimana bakteri menjadi lebih pendek, tebal, timbul flagela, dan toksisitasnya tinggi.
Spesies dari Legionella mudah berkembang biak baik di dalam air keran atau bahkan di lingkungan yang umumnya tidak mendukung perkembangbiakan bakteri seperti pada sel fagositik. Ironisnya, mereka tidak mudah dibiakkan pada media laboratorium biasa, melainkan hanya dapat dikembangbiakkan pada media complex broth yang menyediakan nutrisi yang diperlukan. Faktor pertumbuhan utama yang diperlukan adalah L-cystein. Ion besi dan komponen lainnya juga diperlukan untuk pertumbuhan optimal bakteri Legionella. Energi diperoleh terutama dari asam amino, bukan karbohidrat. Apabila peristiwa fagositik dicegah dengan cytochalasin, pertumbuhan bakteri menurun akibat tidak adanya akses menuju intraseluler tubuh.
Manifestasi Klinik
L. pneumophila dapat menyebabkan timbulnya penyakit pneumonia akut yang disebut legionellosis. Legionellosis ini dapat bervariasi dari ringan (tidak perlu rawat inap) sampai pneumonia multilobar fatal. Legionellosis merupakan penyakit infeksi pernafasan yang dapat dimanifestasikan menjadi dua macam:
1. Penyakit Legionnaire’s
Gejala klinis dari penyakit Legionnaire’s adalah demam, panas dingin, dan batuk dengan produksi sputum yang sedikit. Gejala ekstrapulmonari seperti sakit kepala, bingung, kaku otot, dan gangguan pencernaan dapat terjadi. Masa inkubasi dari penyakit ini adalah 2-10 hari, umumnya 5-6 hari.
2. Demam Pontiac
Demam Pontiac lebih jarang terjadi dan bersifat lebih ringan dengan gejala mirip influenza termasuk demam, sakit kepala dan sakit otot, tanpa gejala dari pneumonia. Penyakit ini sering disebut sebagai nonpneumonic legionellosis. Masa inkubasi dari demam Pontiac adalah 5-66 jam, umumnya 24-48 jam.
Selain legionellosis, bakteri Legionella pneumophila juga dapat menyebabkan penyakit paru extrapulmonari (contohnya perikarditis dan endokarditis) tetapi frekuensinya lebih jarang.
Efek lebih lanjut yang dapat terjadi jika penyakit ini tidak diobati dengan baik adalah destruksi dari jaringan paru dan alveolus sehingga pertukaran gas berkurang. Inflamasi kronik juga dapat terjadi dan menghancurkan jaringan di sekitar paru sehingga memicu timbulnya empyema dan kerusakan paru. Pada ibu hamil yang terjangkit Legionellosis, terjadi peningkatan angka keguguran. Legionellosis dapat bersifat mortal/mematikan dengan jumlah kematian rata-rata lebih dari 30% penderita.
Patogenesis Legionellosis
Patogenesis dari infeksi Legionella bermula dari sediaan air/air minum yang mengandung bakteri virulen atau luka yang terinfeksi oleh bakteri ini. Infeksi bermula pada saluran pernafasan bagian bawah. Makrofag alveolus, yang merupakan pertahanan utama melawan infeksi bakteri berusaha untuk menelan bakteri. Tetapi, Legionella merupakan parasit intraseluler fakultatif dan dapat bermultiplikasi secara bebas di dalam makrofag.
Epidemiologi dari Legionellosis
Spesies Legionella tersebar luas di lingkungan kita. Legionella dapat ditemukan pada alat pendingin, alat pelembab udara, wadah penyimpan air minum, bahkan pada tangki penampung air panas. Penyebaran dengan penularan tidak terjadi. Daya hidup Legionella tinggi, disebabkan daya tahannya yang tinggi terhadap efek klorin dan panas. Transmisi terjadi melalui aerosolisasi, penyemprotan dari air yang terkontaminasi dengan Legionella ataupun infeksi luka akibat terkontaminasi oleh air yang mengandung Legionella. Penyakit ini dapat bersifat epidemik atau personal, dan dapat terjadi pada suatu komunitas atau di dalam rumah sakit. Manusia di segala usia dapat terinfeksi Legionellosis walaupun lebih sering terjadi pada usia pertengahan/lebih tua dan resiko terinfeksi meningkat pada perokok, peminum, penderita kelainan paru kronik, konsumen obat imunosupresi (termasuk kemoterapi dan medikasi steroid) dan yang kekebalan tubuhnya rendah.
DAFTAR PUSTAKA
- Shulman, dkk. Penyakit Infeksi Edisi Keempat. 1994. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
- Syahrurachman, Agus, dkk. Mikrobiologi Kedokteran edisi revisi. 1994. Jakarta : Binarupa Aksara
- http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/06PenatalaksaanPneumona101.pdf/06PenatalaksaanPneumona101.pdf
- http://pedbase.org/index.html
- http://www.pppl.depkes.go.id
- www.klinikmedis.com
- www.medicastore.com