Makalah Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Era Desentralisasi
Editor: Ibrahim Lubis, M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
Penjaminan mutu merupakan kata kunci yang menjadi fenomena dalam dunia pendidikan, hal ini terjadi seiring dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar nasional pendidikan. Implementasi dari kedua payung hukum tersebut di lakukan oleh pemerintah, antara lain dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah. Salah satu isi dari PerMendiknas tersebut adalah kompotensi manajerial, kepemimipinan merupakan standar kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Disamping itu pelaksanaan Otonomi Daerah mengharuskan kepala sekolah untuk mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi peraturan yang berlaku di daerah masing masing. Atas dasar pokok pikiran tersebut maka kepala sekolah harus mempunyai ketrampilan dalam bidang kepemimpinan.
BAB II
PEMBAHASAN
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Era Desentralisasi
Dewasa ini terjadi perubahan dalam sistem pengelolaan sekolah, termasuk sekolah dasar. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, terjadi desentralisasi pendidikan, yaitu adanya pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah pusat ke daerah, termasuk kewenangan dalam pengelolaan pendidikan. Salah satu pendekatan pengelolaan pendidikan yang diterapkan adalah pendekatan pengelolaan pendidikan berdasarkan sekolah, yang dikenal dengan istilah school based management atau manajemen berbasis sekolah.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam manajemen sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari istilah school based management, yang pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan yang lebih luas kepada sekolah dalam pengelolaan sekolah. Sekolah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola sekolah secara mandiri sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengelolaan pendidikan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi banyak ditentukan oleh sekolah. Dengan demikian diharapkan sekolah bisa mampu mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah dan tuntutan lingkungan masyarakat.
Berdasarkan pedoman pengelolaan sekolah yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002), manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan, yang ditandai dengan adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Keleluasaan pengambilan keputusan di tingkat sekolah dimaksudkan agar sekolah dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya dengan mengalokasikan sesuai dengan prioritas program serta lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat yang ditunjang dengan sistem pengelolaan yang baik.
Di beberapa negara, manajemen berbasis sekolah (school based management) dikemukakan dengan beberapa istilah, antara lain site based management, delegated management, community based management, school otonomy atau local management of school. Meskipun sebutannya berbeda, tetapi sasarannya sama, yaitu memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola sekolah secara mandiri. Pada prinsipnya, sekolah memperoleh kewenangan (authority), kewajiban (responsibility) dan tanggung jawab (accountability) dalam pengelolaan sekolah. Melalui manajemen berbasis sekolah tersebut diharapkan bisa memberikan layanan pendidikan yang menyeluruh dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
Secara umum, tujuan manajemen berbasis sekolah (school based management) ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, kualitas dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui beberapa cara, antara lain melalui keleluasaan mengelola sumber daya atau penyederhanaan birokrasi. Peningkatan kualitas dilakukan melalui peningkatan partisipasi orang tua siswa terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan peningkatan profesionalisme personil sekolah. Sedangkan peningkatan pemerataan pendidikan diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Secara khusus, manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dalam panduan pengelolaan sekolah, manajemen berbasis sekolah ditekankan pada manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality improvement). Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah pada dasarnya merupakan proses manajemen sekolah yang diarahkan untuk peningkatan mutu pendidikan melalui pelaksanaan otonomi sekolah mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah dengan melibatkan semua stakeholder sekolah. Dengan kata lain, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupaya-kan sendiri oleh kepala sekolah bersama semua pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan mutu pendidikan. Istilah komponen mengacu pada bidang garapan pendidikan di sekolah, antara lain kurikulum dan pembelajar-an, kesiswaan, kepegawaian, sarana dan prasarana, dan keuangan. Sedangkan istilah dikelola sendiri mengacu pada diatur sendiri (self managing), dirancang sendiri (self design) atau direncanakan sendiri (self planning), diorganisasi sendiri (self organizing), diarahkan sendiri (self direction) atau dikontrol/ dievaluasi sendiri (self control).
Ada beberapa karakteristik manajemen berbasis sekolah. Secara garis besar, karakteristik umum manajemen berbasis sekolah tersebut meliputi: (a) adanya akses terbuka bagi sekolah untuk tumbuh mandiri, (b) adanya kemi-traan yang erat antara sekolah dengan masyarakat sekitar, (c) adanya sistem disentralisasi, (d) pengelolaan sekolah secara partisipatif, (e) pemberdayaan guru secara optimal, (f) diterapkannya otonomi manajemen sekolah, (g) orientasi pada peningkatan mutu, dan (i) menekankan pada pengambilan keputusan partisipatif (Depdiknas, 2003).
Di sisi lain, Levacic mengemukakan tiga karakteristik kunci manajemen berbasis sekolah, yaitu: (1) kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke stakeholder sekolah, (2) domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, baik keuangan, kepegawaian, sarana prasarana, penerimaan siswa baru, dan kurikulum, dan (3) walaupun domain peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke sekolah, namun diperlukan adanya sejumlah regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab sekolah (Bafadal dan Imron, 2004).
Secara lebih khusus, Levacic juga mengidentifikasi bahwa ada tiga tujuan khusus manajemen berbasis sekolah, yaitu mencapai efisiensi, keefektifan dan tanggung jawab pendidikan. Melalui manajemen berbasis sekolah, proses peningkatan mutu akan berlangsung secara efisien, terutama dalam penggunaan sumber daya manusia. Dengan manajemen berbasis sekolah, keefektifan peningkatan mutu pendidikan dasar juga meningkat, melalui peningkatan kualitas pembelajaran. Dengan manajemen berbasis sekolah, respon sekolah juga bertambah besar terhadap siswa.
Secara singkat, dapat dikemukakan bahwa manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang dan keluwesan untuk peningkatan mutu pendidikan. Dengan kemandirian diharapkan: (1) sekolah bisa lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, serta mampu mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah, (2) sekolah dapat mengembangkan sendiri program-programnya sesuai dengan kebutuhannya, (3) sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan kepada orang tua, masyarakat maupun pemerintah, serta (4) sekolah dapat melakukan persaingan secara sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah. Prinsip-prinsip tersebut adalah: (1) Keterbukaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara terbuka dengan semua sumber daya yang ada, baik kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, maupun masyarakat, (2) Kebersamaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan bersama oleh sekolah dan masyarakat, (3) Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan sekolah, (4) Menyeluruh, artinya manajemen berbasis sekolah yang disusun hendaknya mencakup semua komponen yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan, (5) Pertanggungjawaban, artinya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dapat dipertanggungjawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan, (6) Demokratis, artinya keputusan yang diambil dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya dilaksanakan atas dasar musyawarah antara komponen sekolah dan masyarakat, (7) Kemandirian sekolah, artinya sekolah memiliki prakarsa, inisiatif, dan inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan, (8) Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu didasarkan pada peningkatan mutu, (9) Pencapaian standar pelayanan minimal, artinya layanan pendidikan minimal harus bisa dilaksanakan sesuai dengan standar minimal secara total, bertahap dan berkelanjutan, dan (10) Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memperoleh pendidikan yang sama. Dalam mengelola sekolah, kepala sekolah dasar harus melaksanakan prinsip-prinsip tersebut dengan baik.
Berdasarkan landasan tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat pergeseran peranan dalam pengelolaan pendidikan, dari asas sentralisasi ke desentralisasi. Adanya kemandirian, keterbukaan, partisipatif, dan pertanggung-jawaban menunjukkan pengelolaan sekolah secara mandiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki sekolah. Adapun bidang yang menjadi wewenang sekolah mencakup proses belajar mengajar, perencanaan, evaluasi program sekolah, pengelolaan kurikulum, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan peralatan dan perlengkapan sekolah, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan pengelolaan iklim sekolah (Depdiknas, 2003).
Konsekuensi dari adanya school based management tersebut, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah menjadi semakin besar. Kepala sekolah harus bisa memimpin dan memberdayakan semua sumber daya sekolah. Kepala sekolah merupakan motor penggerak dan penentu arah kebijakan sekolah. Untuk itu, kepemimpinan kepala sekolah dasar harus mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang baik, lancar dan produktif, menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan, menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar bisa terlibat aktif dalam mewujudkan tujuan sekolah, bekerja sama dengan tim secara kooperatif, dan berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
BAB III
PENUTUP
Makalah Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Era Desentralisasi
Demikianlah makalah yang telah disampaikan dan dijelaskan dengan rinci di atas, dapat disimpulkan bahwa inti dari kepemimpinan dan kepala sekolah adalah bagaimana kepemimpinan kepala sekola itu membawa perubahan dan arah kependidikan yang lebih maju dan berkualitas untuk seluruh instansi khususnya bagi kemajuan dan perkembangan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
- Bafadal, I & Imron, A. (2004) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Malang: Kerjasama FIP UM dan Ditjen-Dikdasmen.
- Depdiknas. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Depdiknas. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Indrafachrudi, S. 1983. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
- Nawawi, H. 1985. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Armas Duta Jaya.
- Raka Joni, T. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, Pokok-pokok Pikiran mengenai Pendidikan Guru. Jakarta: PT.Grasindo.
- Sahertian, P.A. & Sahertian, I.A. 1990. Supervisi Pendidikan dalam rangka Program Inservice Education. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
- Sutheja, M.W. 1987. Bagaimana Membangun Semangat Staf Pengantar. Semarang: Satya Wacana.
- Usman, U. 1992. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remadja Rosda Karya.
- Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.